Jumat, 27 Mei 2016

Isbal saat sholat lebih parah adzabnya


dari Ibnu Mas’ud di mana diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang shahih, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِى صَلاَتِهِ خُيَلاَءَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِى حِلٍّ وَلاَ حَرَامٍ

“Siapa yang shalat dalam keadaan isbal disertai kesombongan, maka Allah tidak memberikan jaminan halal dan haram untuknya.” (HR. Abu Daud no. 637, shahih kata Syaikh Salim)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Seandainya hadits tersebut shahih, maka maknanya adalah ancaman yang keras bagi pelaku isbal di dalam shalat. Hadits yang disebutkan di atas berisi peringatan bagi pelaku isbal. Adapun shalatnya tetap sah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan padanya untuk mengulangi shalat, yang diperintah hanyalah mengulangi wudhu. Penafian dalam diterimanya shalat bukan berarti shalat tersebut jadi batal seluruhnya. Karena dalam hadits lain disebutkan, “Siapa saja yang mendatangi tukang ramal lalu ia bertanya ramalan sesuatu, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” Sebagaimana hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya.

Imam Nawawi pun telah menukil adanya ijma’ (konsensus ulama) bahwa shalat orang yang isbal tadi tidak perlu diulangi. Cuma orang yang shalat seperti itu terkena ancaman dan peringatan. Juga terdapat pandangan dari berbagai hadits yang lain yang menunjukkan bahwa tidak diterima shalat dalam hadits yang membicarakan isbal tidaklah menunjukkan batalnya shalat. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak memerintahkan mengulangi shalat. Begitu pula dalam hadits Ibnu Mas’ud tidak menunjukkan shalatnya diulangi.

Jadi, maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengulangi wudhu cuma sebagai peringatan. Dan wudhu juga dapat meringankan dosa. Nah itu jika dianggap hadits tersebut shahih.” (Fatawa Ibnu Baz, 26: 235-237)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Shalat orang yang isbal itu sah, akan tetapi ia berdosa. Begitu pula seseorang yang memakai pakaian yang haram seperti baju hasil curian, baju yang terdapat gambar makhluk bernyawa, baju yang terdapat simbol salib atau terdapat gambar hewan. Semua baju seperti itu terlarang saat shalat dan di luar shalat. Shalat dalam keadaan isbal tetap sah, akan tetapi berdosa karena mengenakan pakaian seperti itu. Inilah pendapat terkuat dalam masalah ini. Karena larangan berpakaian isbal bukan khusus untuk shalat. Mengenakan pakaian haram berlaku seperti itu saat shalat dan di luar shalat. Dikarenakan tidak khusus untuk shalat, maka shalat tersebut tidaklah batal. Inilah kaedah yang benar yang dianut oleh jumhur atau mayoritas ulama.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 300-301).

Tidak ada komentar: