Syubhat:
Di naskh oleh apa? Al-Imam Albani membawakan dalil kedua sebagai penghapus hukum hadist pertama diatas :
“Adakah seseorang diantara kalian tadi membaca Al-Quran bersamaan dengan aku membaca?” Seseorang menjawab:”Ya,saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah mengatakan :”Aku katakan kepadamu mengapa aku diganggu (sehingga bacaanku terganggu)?”Abu Hurairah berkata :Kemudian para sahabat berhenti membaca al-Quran bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam membacanya dengan suara keras dan bacaan itu mereka dengar [dan mereka membaca sendiri tanpa suara bila imam tidak mengeraskan bacaannya]”
Hadist ini bermasalah akan keshahihannya dan juga pada ucapan Abu Hurairah.Sebagian ulama mengatakan bahwa lafadz tersebut bukan dari Abu Hurairoh, akan tetapi dari Az-Zuhri.Diantaranya yang berpendapat demikian adalah Al-Imam Al-Bukhari.Seandainya benar itu lafadz Az-Zuhri maka hukum hadist ini mursal munqothi’ karena Az-Zuhri seorang tabi’in sehingga tidak boleh berhujjah dengan dalil ini (ini pandangan Imam Albani sendiri pada hal.339).Dan juga, Abu Hurairoh dengan lafadz tegas dalam riwayat Muslim, menyatakan bahwa dalam sholat jahar pun makmum tetap membaca Al-Fatihah.
Taruhlan ini hadist yang berterima dan lafadz “intahan naas…”(manusia kemudian berhenti dari membaca dibelakang imam) adalah ucapan Abu Hurairoh,maka alhamdulillah saya temukan Al-Imam Ibnu Utsaimin menjawab pendapat naskh ini,bahwa hal tersebut tidak tepat karena diantara syarat naskh (penghapusan hukum) adalah tidak mungkinnya dilakukan jama’.Padahal sangat mungkin dilakukan jama diantara keseluruhan dalil, yakni bahwa al-fatihah adalah kekhususan dari lafazd-lafadz dalil yang umum.Silahkan mendengarkan kajian beliau ketika membahas Nailul Author Bab Sholat, ,terutama pada nomor kaset 3 side B dan No.2 side B.Juga jangan tinggalkan nomor kaset 1A,1B,2A,4A.Silahkan bisa diunduh kajian beliau di
Saya bawakan dari Al-Ushul min ‘ilmil ushul karya Imam Ibnu Utsaimin tentang syarat naskh ini sebagai berikut:
1.Tidak mungkinnya menjama’ antara dua dalil,jika memungkinkan jama’ maka tidak ada naskh
2.Mengetahui bahwa nasikh (dalil yang menghapus hukum) datangnya paling akhir (dari dalil yang mansukh),baik dengan nash atau khabar dari sahabat atau tarikh
3.Keberadaan nasikh (dalil yang menghapus hukum) disyaratkan oleh jumhur harus lebih kuat dari dalil yang dimansukh atau minimal satu level.Maka dalil yang mutawatir tidak boleh dihapus hukumnya oleh dalil yang ahad.Tetapi yang rajih adalah tidak disyaratkan point ketiga ini.
Ketiga atau minimalnya kedua syarat diatas tidak dipenuhi, dalam berpendapat “Naskh”.Allahu a’lam. Dan juga Imam Albani pun jujur dalam footnote bahwa beliau tidak punya dalil (nash) mana yang datang duluan dan terakhir dari dua dalil diatas yang dikatakan beliau yang satu nasikh dan yang lainnya mansukh.Yang beliau pakai adalah logika bahwa tidak mungkin larangan (an-nahyu) datang lebih awal.InsyaAllah kaidah Imam Ibnu Utsaimin menurut saya lebih tepat yakni tidak bisa diterapkan hukum naskh ini
Sehingga, karena tidak ada dalil untuk mengetahui mana yang datangnya lebih awal atau belakangan dari dua dalil yang nampaknya bisa terjadi nasikh mansukh ini.Kaidah mengatakan :
النسخ لا يثبت بالاحتمال
An-Naskh tidak tsubut jika adanya kemungkinan
Ada yang mengatakan begini :”Siapa yang mendakwa bahwa Hadist Abu Hurairoh “fa intahannaas ‘anil qiroah fima yajharu fihi An-Nabiyyu shalallahu ‘alaihi wasalam” (Maka berhentilah para sahabat dari membaca pada sholat yang mana Rasulullah mengeraskan bacaannya) adalah menghapuskan dalil tentang membacanya sahabat dalam sholat shubuh maka Al-Hazimi dalam kitab Al-I’tibar (Hal 72-75) mendakwa kebalikannya yakni menjadikan dalil-dalil kewajiban membaca Al-Fatihah menghapuskan dalil-dalil larangan membaca dibelakang imam”
Jawab: itu karena pendalilan albani disunat alias dipotong.
Baca lanjutannya:
syeikh al kasymiri menyatakan bahwa imam azzuhri tabi'in tidak mungkin menyatakan kecuali menceritakan dari keadaan sahabat nabi dan itu dikuatkan dg riwayat ma'mar sehingga penisbatan kepada mereka itu benar.
Jadi jelas kehujjahannya.
وأحسن من ذلك قول الكشميري في " الفيض " (2/274) : " لو سلمنا ما قالوا ؛ فالزهري تابعي ، ولا يذكر إلا من حال الصحابة ، ثم إنَّ مَن جعله من قول الزهري ؛ غرضه أن الزهري قاله نقلاً عن أبي هريرة ، وأخفى به صوته ، فثبّتهم معمر فيه ؛ فكان إسناد القول إلى معمر أو الزهري لهذا ، فزعموا أنه من تلقاء أنفسهم . وهذا هو الحق : أن هذا الكلام من كلام أبي هريرة ؛ كما هو من كلام الزهري ومعمر ، فكل من نسبه إلى أحد منهم ؛ فهو صادق غير واهم . بذلك يصلح الحديث حجة في الانتهاء من القراءة وراء الإمام في الجهرية . والله أعلم "
Adapun tuduhan ada perawi majhul,ini sudah dibantah tuntas oleh imam at turkumaani.Abu hatim,ibnu hibban,ibnu ma'in,dst bahkan ibnu hajar,semua telah menjelaskan identitas dan kedudukannya.bagaimana disebut majhul?
. ويبقى النظر في الأمر الثاني ؛ وهو : أنهم اختلفوا في صحة الحديث ؛ فقال الترمذي - بعد أن ساقه - : " هذا حديث حسن . وابن أكيمة اسمه : عمارة . ويقال : عمرو " . وصححه أبو حاتم الرازي - كما قال ابن كثير (2/280) - ، وابن حبان ، حيث أخرجه في " صحيحه " (1) - كما قال ابن التركماني ؛ رداً على قول البيهقي : " في صحة هذا الحديث نظر ؛ وذلك لأن راويه ابن أكيمة الليثي ، وهو : رجل مجهول لم يحدث عنه غير الزهري . قال الحميدي : هذا حديث [ رواه رجل ] (*) مجهول " - . قال ابن التركماني : " أخرج حديثه ابن حبان في " صحيحه " ، وحسنه الترمذي ، وأخرجه أيضاً أبو داود ، ولم يتعرض له بشيء ، وذلك دليل على حسنه عنده - كما عُرف - . وفي " الكمال " : روى عن ابن أكيمة مالك ، ومحمد بن عمرو . وقال ابن سعد : توفي سنة إحدى ومئة ، وهو ابن تسع وسبعين . وقال ابن أبي حاتم : سألت أبي عنه ؟ فقال : صحيح الحديث مقبول . وقال ابن حبان : اسمه : عمرو ، هو وأخوه عمر : ثقتان . وقال ابن معين : روى عنه محمد بن عمرو وغيره ، وحسبك برواية ابن شهاب عنه . وفي " التمهيد " : كان يحدث في مجلس سعيد بن المسيب ، وهو يصغي إلى حديثه وتحديثه ، وذلك دليل على جلالته عندهم وثقته . انتهى كلامه . وهذا كله ينفي عنه الجهالة " . انتهى كلام ابن التركماني . وممن وثقه أيضاً يحيى بن سعيد - كما في " التهذيب " - . وقال ابن عبد البر في (باب من لم تشتهر عنه الرواية ، واحتملت روايته لرواية الثقات عنه) : " ولم يُغْمَز ابن أكيمة الليثي " . ولذلك قال الحافظ في " التقريب " : " ثقة " . فتبين بهذا أن الحديث صحيح الإسناد ، وأن قول من قال في راويه : (مجهول) ؛ مردود
kemajhulan yang di maksud ternyata adalah seorang perawi yang riwayatnya diterima oleh Imam Az-Zuhri. Tentang perawi ini, memang terdapat banyak komentar mengenai dirinya, akan tetapi mereka menganggap tsiqah (terpercaya), disebabkan pentsiqohan Imam Az-Zuhri, bahkan beliau telah meriwayatkan hadits darinya.Setelah jelas keshohihannya,lalu bagaimana penjamaakannya?apa mungkin diam dan baca dijamak dalam satu waktu?
Tambahan kemudian mereka diam kalau bukan naasikh lalu apa namanya?apa ini kalimat ini umum? Masa' diam setelah boleh membaca itu dinamakan umum?
Jelas ini pendalilan yg dipaksakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar