Sabtu, 23 Agustus 2014

RUMAH SAINS DAN TAHFIDZ MARKAZUL ULUM


ISLAMIC STUDY CLUB MARKAZUL 'ULUM
BERTEMPAT DI CIBARUSAH PERUM MUTIARA BEKASI JAYA BLOK B5 NO.46
LEMBAGA DAKWAH INI MENAUNGI :

A) HIFDZUL QUR'AN

METODE: TALAQQI,HALAQOH DAN MUTASALSIL

B) LUGHOH 'AROBIYAH

UNTUK ANAK-ANAK,DEWASA DAN BAPAK-BAPAK (MASJID ATAU MUSHOLA)

C) TAHSINUL QUR'AN

METODE ASSYAFI'I UNTUK BAPAK-BAPAK (MASJID ATAU MUSHOLA)

C) SAINS

BIMBINGAN BELAJAR SAINS ISLAMI

D) MATEMATIKA

BIMBINGAN PERHITUNGAN CEPAT

MENERIMA SISWA BARU / PRIVAT DI RUMAH ATAU MASJID

ALHAMDULILLAH DAKWAH KAMI TELAH BERJALAN DAN TERSEBAR

BAGI YANG INGIN MENDAFTARKAN ANAK ATAU MASJIDNYA BISA DATANG ATAU SMS KE CENTER

KAMI MENERIMA DONATUR UNTUK SARANA PEMBELAJARAN (SEDEKAH JARIYAH) :
A) MUSHAF  B) MEJA BELAJAR  C) KAMUS,DLL (AKAN ADA LAPORANNYA)

BAGI PARA MUHSININ ATAU DONATUR BISA MENGIRIM DONASINYA LEWAT :
BRI 084701026561539 a.n THOYIB MUTTAQI

KONFIRMASI DONATUR : NAMA_ALAMAT_NOMINAL_TUJUAN
CONTOH : AHMAD JOGJA 1000.000 PEMBELIAN MUSHAF DAN BANGKU

KIRIM KE 085786393686

HANYA DENGAN SEDEKAH HARTA AKAN KEKAL PLUS JADI MILIK KITA SEJATI


hukum hormat bendera



ulama' yang melarang :
mustofa al'adawi http://www.youtube.com/watch?v=doxQRvank4E
syeikh albani http://www.youtube.com/watch?v=xnjzWB8VOPw
syeikh fauzan http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=14181
syeikh ibn baz http://www.up.noor-alyaqeen.com/
darul ifta' saudi http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/06/merah-putih.html
syeikh jibrin http://ar.islamway.net/fatwa/29907/حكم-تحية-العلم-في-المدارس
السؤال: ما حكم وضع اليد على الرأس تحية للعلم كما يفعل في المدارس؟
الإجابة: نرى أن ذلك بدعة، وأن تحية المسلمين هي السلام، فالإشارة باليد تحية النصارى، كما ورد، فالإشارة باليد، أو الإشارة بالرأس، سلام أو تحية اليهود[ ] أو النصارى.

أما تحية المسلم فهي أن يقول: السلام عليكم.. وإن كان المسلم بعيداً عنك فإن لك أن تشير برأسك مع تلفظك بالسلام.. تقول السلام عليكم، وتحرك رأسك، أو يدك علامة على أنك فطنت له، وسلمت عليه، فتجمع بين الأمرين، السلام الذي هو سنة المسلمين، والإشارة: التي هي علامة على أنك فطنت وسلمت.

ولا تكون الإشارة هي السلام فقط؛ فالتحية للعلم إذا كان العلم[ ] هو أحد الأعلام التي تنشر كاللواء، أو نحوه - فهذا لا يجوز؛ وذلك لأنه جماد، والتحية فيها شيء من التعظيم، والتعظيم لا يجوز للمخلوق، فما بالك بالجماد الذي لا ينفع ولا يسمع؟! وإذا كان هذا تعبيراً عن التعظيم لهذا الجماد كان ذلك من الشرك.

وإن أراد بالعلم الشخص الذي يحمله، أو العامل ونحوه.. فتكون التحية بالسلام لا بغيره.

yang membolehkan
syeikh al ubaikan http://al-obeikan.com/article/90-تحية%20العلم.html
dalilnya وقال عندما أقبل سعد بن معاذ رضي الله عنه ليقضي في بني قريظة (قوموا إلى سيدكم)

Ketika Saad bin Muadz datang untuk menjatuhkan hukuman kepada Yahudi Bani Quraizhah Nabi bersabda, “Berdirilah kalian-wahai para anshar-untuk pemimpin kalian”.
pendalilan semacam ini telah dibantah syeikh jamil zainu murid syeikh albani dalam Minhaj firqotun najiah wa thoifatul manshuroh;
Asbabul wurud hadist ini diceritakan bahwa Sa’ad bin Mu’adz Radhiallahu ‘anhu terluka dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memintanya untuk memberikan putusan hukuman kepada Yahudi, maka ia menunggangi keledai dan tatkala sampai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum anshor dengan hadist di atas. Maka, ini adalah berdiri yang disyariatkan untuk membantu Sa’ad sayyid kaum Anshor dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat yang lain tidak ikut berdiri.
Jika kita perhatikan maka semua hadist yang membolehkan berdiri menggunakan lafadz

  قام الى [qooma ila] sedangkan hadist yang melarang berdiri mengunakan lafadz 
قام له [. Makna keduanya sangat berbeda, qooma ila] bermakna bersegera menolong dan 
[qooma lahu] bermakna berdiri ditempat dan mengagungkan. (Minhaj firqotun najiah wa thoifatul manshuroh hal 130-132, Darul Haromain

Jumat, 15 Agustus 2014

yang tidak merapatkan kaki saat jamaah seperti bighol liar


Anas bin Malik berkata:


لَقَدْ رَأَيْتُ أَحَدَنَا يَلْزِقُ مَنْكَبَهُ بِمَنْكَبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بَقَدَمِهِ .وَلَوْ ذَهَبْتَ تَفْعَلُ ذَلِكَ الْيَوْمَ لَتَرَى أَحَدَهُمْ كَأَنَّهُ بِغَلِ شُمُوْسٍ
“Dulu, salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya dengan kaki temannya. Andaikan engkau lakukan hal itu pada hari ini, niscaya engkau akan melihat mereka seperti bighol (Hewan hasil perkawinan campur antara kuda dengan keledai) yang liar”.(HR.Abu ya'la (3671))
Apa yang dikatakan oleh Anas -radhiallahu Ta’ala ‘anhu- adalah benar. Andaikan kita terapkan petunjuk Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya dalam merapatkan shaf, niscaya kita akan melihat orang di samping kita bagaikan cacing kepanasan, tidak rela jika kakinya ditempeli oleh kaki saudaranya, bahkan marah dan buruk sangka kepada hamba Allah yang taat. Alangkah buruknya orang jenis ini, semoga Allah tidak memperbanyak jumlahnya.
Busyair bin Yasar Al-Anshory pernah berkata, “Tatkala Anas datang ke Madinah, maka ada yang bertanya kepadanya: “Apakah yang anda ingkari pada kami sejak hari engkau mengenal Rasulullah-shollallahu alaihi wasallam-?”. Maka beliau berkata: [“Aku tak mengingkari (kalian), kecuali karena kalian tidak menegakkan shaf”]”.(HR.Al-Bukhory (724))
Syaikh Masyhur Hasan Salman -hafizhohullah- berkata dalam mengomentari atsar di atas, “Demikianlah kondisi kebanyakan orang di zaman kita ini. Andaikan hal itu dilakukan di hadapan mereka, maka mereka akan lari laksana keledai liar. Sunnah ini di sisi mereka berubah seakan-akan menjadi suatu bid’ah (ajaran baru) -na’udzu billah-. Semoga Allah menunjuki mereka dan membuat mereka merasakan manisnya sunnah”. (Lihat Al-Qoul Al-Mubin fi Akhtho’ Al-Mushollin, hal.207)
Maka janganlah anda yang tertipu dengan orang yang menyatakan bahwa perkara ini bukanlah wajib, apalagi sampai mengingkarinya dan menyatakannya sebagai akhlaknya orang-orang yang tak berakhlak.
Al-Hafizh -rahimahullah- berkata ketika mengomentari atsar Anas di atas, “Pernyataan ini memberikan faedah bahwa perbuatan (para sahabat) tersebut telah ada sejak zaman Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Berdasarkan hal ini, maka sempurnalah pengambilan hujjah yang menjelaskan maksud menegakkan shaf dan meluruskannya”. ( Lihat Fath Al-Bari (2/211))
Maka batillah pendapat orang yang menyatakan bahwa menempelkan bahu dengan bahu, kaki dengan kaki dan lutut dengan lutut ketika merapatkan shaf merupakan perkara baru.( Lihat Laa Jadiida fi Ahkam Ash-Sholah, hal.13 karya Syaikh Bakr Abu Zaid)
apabila ada suatu perintah lalu diiringi dengan ancaman bagi orang yang meninggalkan perintah tersebut, maka ini menunjukkan bahwa hal itu hukumnya wajib. Dari sisi yang lain, seluruh perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam hukum asalnya adalah wajib, kecuali jika ada dalil lain menunjukkan bolehnya sekali-sekali tidak meluruskan shaf dan merapatkannya, maka hukumnya berubah menjadi mandub (sunnah/tidak wajib). Namun disana tidak ada dalil yang mengubah hukum asal ini, artinya tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Nabi –Shallallahu ‘alaihi wasallam- atau para sahabat pernah sekali tidak meluruskan dan merapatkan shaf. Maka diketahuilah dari semua hal ini bahwa meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya adalah wajib.
Al-Imam Ibnu Hazm Al-Andalusy -rahimahullah- berkata, “Diwajibkan atas kaum mukminin untuk meluruskan shaf –orang yang pertama lalu yang berikutnya-dan merapatkan shaf, serta menyejajarkan bahu dengan bahu serta kaki dengan kaki”. (Lihat Al-Muhalla (4/52) via Minhaj An-Najah)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolany -rahimahullah- berkata ketika menjelaskan hukum meluruskan shaf, “Berdasarkan hal ini, maka ia adalah wajib dan berbuat kekurangan di dalamnya adalah haram”. (Lihat Fathul Bari (2/268))
Ibnul Mulaqqin -rahimahullah- berkata, “Konsekwensi segi yang pertama adalah wajibnya meluruskan shaf dengan adanya ancaman karena meninggalkannya”. (Lihat Minhaj An-Najah fi Wujub Taswiyah Ash-Shufuf fi Ash-Sholah (2/519))
Al-Imam Asy-Syaukani -rahimahullah- berkata ketika mengomentari hadits yang memerintahkan untuk meluruskan shaf, “Di dalam hadits tersebut terdapat keterangan wajibnya meluruskan shaf”. (Lihat Nailul Author (2/454) karya Asy-Syaukani, cet.Dar Al-Kitab Al-Araby, 1420 H)