Kamis, 05 Mei 2016

Pemerkosa berhak dirajam sampai mati


adanya ijma’ ulama penjatuhan hukum hadd bagi pelaku pemerkosaan dengan hadd zina. Al-Haafidh Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
وقد أجمع العلماء على ان [ على ] المستكره المغتصب الحد ان شهدت البينة عليه بما يوجب الحد او اقر بذلك فان لم يكن فعليه العقوبة ولا عقوبة عليها اذا صح انه استكرهها وغلبها على نفسها وذلك يعلم بصراخها واستغاثتها وصياحها
“Para ulama telah bersepakat diberlakukannya hadd bagi pelaku pemerkosaan apabila terdapat bukti yang mewajibkan baginya hadd atau si pelaku mengakui perbuatannya. Jika tidak memenuhi dua hal tersebut (adanya bukti atau pengakuan – Abul-Jauzaa’), maka baginya hukuman (ta’zir). Tidak ada hukuman baginya (si wanita) apabila terbukti tidak menginginkannya dan dipaksa. Hal itu diketahui dengan suaranya, permintaan tolongnya, dan teriakannya” [Al-Istidzkaar, 7/146].

Al-Baajiy rahimahullah berkata :
الْمُسْتَكْرَهَةُ لَا يَخْلُو أَنْ تَكُونَ حُرَّةً أَوْ أَمَةً فَإِنْ كَانَتْ حُرَّةً فَلَهَا صَدَاقُ مِثْلِهَا عَلَى مَنْ اسْتَكْرَهَهَا وَعَلَيْهِ الْحَدُّ وَبِهَذَا قَالَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ مَذْهَبُ اللَّيْثِ وَرُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضَىِ اللَّهُ عَنْهُ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالثَّوْرِيُّ : عَلَيْهِ الْحَدُّ دُونَ الصَّدَاقِ
“Wanita yang diperkosa itu ada dua macam : merdeka atau budak. Apabila ia merdeka, maka baginya pemberian mahar mitsl dari orang yang memperkosanya, dan orang yang memperkosanya tersebut dijatuhi hadd. Inilah yang menjadi pendapat Asy-Syaafi’iy dan Al-Laits. Dan diriwayatkan hal tersebut dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Abu Haniifah dan Ats-Tsauriy berkata : ‘Ia dijatuhi hadd tanpa pemberian mahar” [Al-Muntaqaa, 4/21 – via Syaamilah].

Ada hadits yang berkaitan dengan hal ini yaitu :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا مَعْمَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّقِّيُّ، عَنْ الْحَجَّاجِ بْنِ أَرْطَاةَ، عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " اسْتُكْرِهَتِ امْرَأَةٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَرَأَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَدَّ، وَأَقَامَهُ عَلَى الَّذِي أَصَابَهَا، وَلَمْ يُذْكَرْ أَنَّهُ جَعَلَ لَهَا مَهْرًا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Hujr : Telah menceritakan kepada kami Ma’mar bin Sulaimaan Ar-Raqiy, dari Hajjaaj bin Arthaah, dari ‘Abdul-Jabbaar bin Waail bin Hujr, dari ayahnya, ia berkata : “Ada seorang wanita yang diperkosa di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membebaskannya dari hadd, namun menegakkannya bagi si pelaku pemerkosaan. Beliau tidak menyebutkan bahwa laki-laki itu memberikan padanya mahar” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1453].

Diriwayatkan pula dari beberapa jalan, semuanya dari Ma’mar bin Sulaimaan, dari Al-Hajjaaj bin Arthaah, dan seterusnya seperti sanad di atas. Sanad hadits ini lemah dengan sebab Hajjaaj bin Arthaah. Ia seorang shaduuq, namun sering melakukan kekeliruan dan tadliis. Ia tidak pernah bertemu ‘Abdul-Jabbaar, dan ‘Abdul-Jabbaar pun tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Walhasil, sanad hadits ini lemah. Dilemahkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Dla’iif Sunan At-Tirmidziy hal. 136.
Setelah menyebutkan hadits di atas At-Tirmidziy rahimahullah menyebutkan satu fiqh :
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ، أَنْ لَيْسَ عَلَى الْمُسْتَكْرَهَةِ حَدٌّ
“Para ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka mengamalkan kandungan hadits ini, bahwasannya wanita yang dipaksa berzina tidak ditegakkan hadd” [Sunan At-Tirmidziy, 3/122].
Mafhum yang dapat diambil dari perkataan At-Tirmidziy rahimahullah ini bahwasannya para ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka tetap menegakkan hadd bagi selain dari wanita yang dipaksa/terpaksa. Dan ini umum meliputi pelaku pemerkosaan. Yang menarik lagi, hadits pemerkosaan ini dimasukkan At-Tirmidziy dalam Baab :
ما جاء في المرأة إذا استكرهت على الزنا
“Apa-Apa yang datang tentang Wanita Apabila Dipaksa untuk Berzina”.

Jadi, At-Tirmidziy rahimahullah mengkatagorikan pemerkosaan ini sebagai bagian dari perbuatan zina.
Lalu At-Tirmidziy rahimahullah membawakan riwayat :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى النَّيْسَابُورِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، حَدَّثَنَا سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْكِنْدِيِّ، عَنْ أَبِيهِ " أَنَّ امْرَأَةً خَرَجَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُرِيدُ الصَّلَاةَ، فَتَلَقَّاهَا رَجُلٌ فَتَجَلَّلَهَا، فَقَضَى حَاجَتَهُ مِنْهَا، فَصَاحَتْ، فَانْطَلَقَ، وَمَرَّ عَلَيْهَا رَجُلٌ، فَقَالَتْ: إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ فَعَلَ بِي كَذَا وَكَذَا، وَمَرَّتْ بِعِصَابَةٍ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ، فَقَالَتْ: إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ فَعَلَ بِي كَذَا وَكَذَا، فَانْطَلَقُوا، فَأَخَذُوا الرَّجُلَ الَّذِي ظَنَّتْ أَنَّهُ وَقَعَ عَلَيْهَا وَأَتَوْهَا، فَقَالَتْ: نَعَمْ هُوَ هَذَا، فَأَتَوْا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَمَرَ بِهِ لِيُرْجَمَ، قَامَ صَاحِبُهَا الَّذِي وَقَعَ عَلَيْهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا صَاحِبُهَا، فَقَالَ لَهَا: اذْهَبِي فَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكِ وَقَالَ لِلرَّجُلِ قَوْلًا حَسَنًا، وَقَالَ لِلرَّجُلِ الَّذِي وَقَعَ عَلَيْهَا: ارْجُمُوهُ، وَقَالَ: لَقَدْ تَابَ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا أَهْلُ الْمَدِينَةِ لَقُبِلَ مِنْهُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin yahyaa An-Naisaabuuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yuusuf, dari Israaiil : Telah menceritakan kepada kami Simaak bin Harb, dari ‘Alqamah bin Waail Al-Kindiy, dari ayahnya : Ada seorang wanita di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang keluar rumah hendak melakukan shalat. Lalu ia berjumpa dengan seorang laki-laki, yang kemudian ia (laki-laki) memperkosanya. Setelah selesai memperkosanya, wanita itu berteriak-teriak. Laki-laki tadi pun kabur. Lalu ada seseorang yang melewatinya. Wanita itu berkata kepadanya : “Sesungguhnya ada seorang laki-laki melakukan begini dan begitu kepadaku”. Lalu lewat pula sekelompok orang dari kaum Muhaajiriin, dan wanita itu berkata kepada mereka : “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang melakukan begini dan begitu kepadaku”. Mereka pun pergi, yang kemudian menangkap seorang laki-laki yang diduga memperkosa si wanita tadi, lalu mereka pun membawa laki-laki tersebut kepadanya (si wanita). Wanita itu berkata : “Benar, dialah orangnya”. Mereka pun membawa laki-laki itu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar laki-laki itu dirajam, maka berdirilah seorang laki-laki yang sebenarnya memperkosa si wanita. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, akulah orangnya (yang memperkosa wanita itu)”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada si wanita : “Pergilah, Allah telah mengampunimu (karena salah tuduh)”. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada laki-laki pertama yang dituduh tadi dengan perkataan yang baik. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada laki-laki yang memperkosa : “Rajamlah ia”. Beliau kemudian bersabda : “Sungguh, ia telah bertaubat dengan satu taubat yang seandainya penduduk Madiinah bertaubat dengannya, niscaya akan diterima (oleh Allah)” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1454, dan ia berkata : “Hadits ini hasan ghariib shahih”].
Semua perawinya tsiqaat, kecuali Simaak bin Al-Harb. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, dan riwayatnya dari ‘Ikrimah secara khusus mudltharib. Hapalannya berubah di akhir usianya, sehingga kadang ia ditalqinkan” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 415 no. 2639]. Ya’quub bin Syaibah berkata : “Riwayatnya dari ‘Ikrimah secara khusus mudltharib (goncang). Dan ia selain dari ‘Ikrimah adalah shaalih. Dan siapa saja yang mendengar riwayat darinya di waktu awal seperti Sufyaan (Ats-Tsauriy) dan Syu’bah, maka haditsnya darinya adalah shahih lagi lurus” [Tahdziibul-Kamaal, 12/120].
Sufyaan Ats-Tsauriy (lahir tahun 97 H, dan wafat tahun 161 H), Syu’bah bin Al-Hajjaaj (wafat tahun 160 H), dan Israaiil bin Yuunus (wafat tahun 160 H) adalah satu thabaqah dari kalangan kibaaru atbaa’ut-taabi’iin. Riwayat Israaiil bin Yuunus dari Simaak dijadikan hujjah oleh Muslim dalam Shahiih-nya. Israaiil bin Yuunus mempunyai mutaba’ah dari Asbaath bin Nashr Al-Hamdaaniy– sebagaimana dikatakan oleh Abu Daawud (no. 4379). Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Ash-Shahiihah 2/567-569 no. 900.
Hadits ini sangat jelas bahwa hadd pemerkosa adalah hadd zina, sekaligus menjadi pemutus dalam permasalahan ini.

Tidak ada komentar: