Jumat, 20 Mei 2016

Dalil larangan melarang yg tidak dilarang?


Syubhat : dilarang membid'ahkan ?
Dalil :
sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam :

إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِيْنَ جُرْماً مَنْ سَأَلَ عَنْ شَيْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ فَحُرِمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ.

”Sesungguhnya orang Islam yang paling besar kejahatannya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang semula tidak diharamkan, kemudian diharamkan dari sebab pertanyaannya itu”.[ Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 7289 dan Muslim dalam Shahih-nya no. 2358.]

Jawab:
Sungguh lucunya tingkah ahli bid'ah.
Seperti pencari kayu bakar di malam hari,asal ambil saja,ular pun diambilnya..he bisa dipatok tu..
Sangat jelas gamblang ini hadits saat masa turunnya wahyu alias saat nabi masih hidup.
Oleh karenanya disitu disebutkan: kemudian diharamkan.
Kalau sekarang yg halal haram sudah jelas,gak mungkin datang pengharaman lagi
oleh karena itu imam nawawi membuat judul hadits ini:
(باب توقيره صلى الله عليه و سلم وترك إكثار سؤاله)
Bab memuliakan nabi dan meninggalkan banyak bertanya kepadanya

Dan hadits tentang masalah muamalah bukan ibadah.
Oleh karena itulah ibnu hajar menyatakan:
 وفي الحديث أن الأصل في الأشياء الإباحة حتى يرد الشرع بخلاف ذلك
Dan didalam hadits ini dinyatakan bahwa hukum asal sesuatu adalah boleh hingga ada dalil syar'i yg menyelisihinya.
Sedangkan dalam hal ibadah jelas kaidahnya,hukum asalnya terlarang

Ulama Syafi’i berkata mengenai kaedah yang kita kaji saat ini,

اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف

“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).” Perkataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (5: 43). Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan. Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan. Itu artinya asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan. Di tempat lain, Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّقْرِير فِي الْعِبَادَة إِنَّمَا يُؤْخَذ عَنْ تَوْقِيف

“Penetapan ibadah diambil dari tawqif (adanya dalil)” (Fathul Bari, 2: 80).

Tidak ada komentar: