Selasa, 30 Desember 2014

siapa yg syiah /sunni : ibnu katsir,albani atau Hasan As-Saqqaf ?


Hasan As-Saqqaf, penulis kitab tanaqudh al albani dan juga kesalahan besar shifat sholat nabi karangan al albanidia berkata dalam tahqiqnya pada kitab Daf’u Syubhah At-Tasybih karya Ibnu Al-Jauziy hal. 240 sbb :
قلت: فكيف يقول بعض النواصب الذين يظهرون الاعتدال: لعلي أجران ولمعاوية أجر لأنه مجتهد؟!!
“Aku (As-Saqqaf) berkata : maka bagimana bisa beberapa nawashib mengatakan bagi ‘Ali dua pahala, dan bagi Mu’awiyyah satu pahala karena dia mujtahid??"
sedangkan imam ahlus sunnah Abul Fida' Ibnu Katsir dalam al Bidayah wan Nihayah [1] (X/563) berkata: "Hadits ini termasuk mu'jizat kenabian, sebab benar-benar telah terjadi seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di dalamnya juga disebutkan, kedua kelompok yang bertikai itu, yakni penduduk Syam dan penduduk Iraq, masih tergolong muslim. Tidak seperti anggapan kelompok Rafidhah, orang-orang jahil lagi zhalim, yang mengkafirkan penduduk Syam. Dalam hadits itu juga disebutkan, kelompok Ali paling mendekati kebenaran; itulah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Yakni Ali berada di pihak yang benar, dan Mu'awiyah memeranginya karena ijtihad yang keliru, dan ia berhak mendapat satu pahala atas kesalahan ijtihad itu, insya Allah. Sedangkan Ali Radhiyallahu 'anhu adalah imam yang sah, berada di pihak yang benar insya Allah, dan berhak mendapat dua pahala".
as-saqqaf ia berkata dalam ta'liqnya pada kitab Daf'u Syubahit Tasybih karyaIbn Al-Jauziy hal. 237 sbb :
قلت: وقد قتل معاوية أناسا من الصالحين من الصحابة والفضلاء من أجل السلطة ومن أولئك أيضا عبد الرحمن بن خالد بن الوليد قال ابن جرير في " تاريخه " (3 / 202) وابن الأثير في الكامل (3 / 453)
Aku (As-Saqqaf) berkata : Mu'awiyah membunuh sekelompok kaum yang shalih dari kalangan sahabat dan selainnya hanya untuk mencapai kekuasaan. Dan diantara mereka adalah Abdurrahman bin Khalid bin Walid. Ibnu Jarir menukilnya di dalam Tarikh-nya (3/202) dan Ibnul Atsir di dalam al-Kamil (3/453)
Saksikanlah, bagaimana As-Saqqof menukil riwayat ini dari al-Kamil padahal kisah tersebut tidak memiliki isnad, silahkan lihat 2/125 : http://islamport.com/d/3/tkh/1/42/616.html (TIDAK BERSANAD) Kisah ini memang memiliki isnad di dalam Tarikh Ath-Thabariy (http://www.islamweb.net/hadith/display_hbook.php…) namun sanadnya terputus dalam kaidah 'Ilmu Hadits.

syarat menjadi alhafidz(ahli hadits) adalah salafi


Al-Imam Adz-Dzahaby rahimahullah (673 – 748 H) berkata dalam kitab beliau Siyar A’lam An-Nubala (13/380):
الامانة جزء من الدين، والضبط داخل في الحذق، فالذي يحتاج إليه الحافظ أن يكون تقيا ذكيا، نحويا لغويا، زكيا حييا، سلفيا، يكفيه أن يكتب بيده مئتي مجلد، ويحصل من الدواوين المعتبرة خمس مئة مجلد، وأن لا يفتر من طلب العلم إلى الممات، بنية خالصة وتواضع، وإلا فلا يتعن.
"Amanah merupakan bagian dari agama dan hafalan bisa masuk kepada kecerdikan. Adapun yang dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah: Dia harus seorang yang bertaqwa, pintar, ahli nahwu dan bahasa, bersih hatinya, senantiasa bersemangat, seorang salafy (orang yang mengikuti madzhab salaf), cukup bagi dia menulis dengan tangannya sendiri 200 jilid buku hadits dan memiliki 500 jilid buku yang dijadikan pegangan dan tidak putus semangat dalam menuntut ilmu sampai dia meninggal dengan niat yang ikhlas dan dengan sikap rendah diri. Kalau tidak memenuhi syarat-syarat ini maka janganlah kamu berharap”.
Beliau menyebutkan bahwa diantara syarat untuk menjadi seorang al-hafidz, adalah dia seorang salafi, seorang yang mengikuti madzhab salaf.

SYUBHAT SEPUTAR MADZHAB SALAF


said agil : tidak pernah ada namanya MADZHAB SALAF
sarwat : madzhab imam 4 itu madzhab salaf
al buthi : salaf bukan madzhab tapi fase sejarah

jawab : ente gak tau bukan berarti gak ada,itu karena kejahilan ente
4 madzhab memang madzhab salaf namun bukan terbatas itu.
memang ada fase salaf bukan berarti tidak ada madzhab salaf
ada manhaj salaf ada juga madzhab salaf
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam Tafsirnya:
وأما قوله تعالى: { ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ } فللناس في هذا المقام مقالات كثيرة جدا، ليس هذا موضع بسطها، وإنما يُسلك في هذا المقام مذهبُ السلف الصالح: مالك، والأوزاعي، والثوري، والليث بن سعد، والشافعي، وأحمد بن حنبل، وإسحاق بن راهويه وغيرهم، من أئمة المسلمين قديما وحديثا، وهو إمرارها كما جاءت من غير تكييف ولا تشبيه ولا تعطيل..
“Sedangkan firman Allah ta’ala: ‘Kemudian Dia istiwa’ di atas ‘Arsy’, maka orang-orang dalam masalah ini mempunyai pendapat yang sangat banyak. Dan ini bukanlah tempat untuk menjabarkannya. Hanya saja dalam masalah ini yang ditempuh adalah madzhabnya As-Salaf Ash-Sholih, yaitu Imam Malik, Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa’ad, Asy-Syafii, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohuyah dan imam-imam muslimin lainnya baik dulu atau sekarang, yaitu membiarkannya sebagaimana datangnya tanpa takyif, tasybih dan ta’thil.”
Dari ucapan Al-Hafizh Ibnu Katsir terkandung pelajaran:
a. bahwa para ulama yang disebutkan adalah termasuk salaf, dan para ulama itu di atas madzhab salaf, serta salah satu Salaf adalah Imam Asy-Syafii.
b. Para imam ini disebut sebagai salaf, padahal mereka bukan termasuk shohabat, atau tabiin atau tabiut tabiin, karena mereka ini mengikuti madzhabnya shohabat, tabiin dan tabiut tabiin.
c. Kalau kita mengikuti ulama salaf, padahal ulama salaf itu banyak dan kadang beda pedanpatnya, lalu mana yang kita ikuti pendapatnya dalam masalah ijtihadiyah? Yang kita ikuti adalah yang sesuai dengan dalil, dan tidak ta’ashub (fanatik) kepada salah seorang.
d. Para imam itu sendiri tidak mengajak untuk taklid kepada diri mereka sendiri, tetapi mengajak kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Sebagaimana Imam Asy-Syafii sebagai murid Imam Malik dalam perkara ijtihadiyah tidak sama semua pendapatnya dengan Imam Malik tetapi mengikuti dalil yang kuat menurut beliau. Demikian juga Imam Ahmad terhadap Imam Asy-Syafii, dan begitu juga yang lainnya. Karena seseorang selain Rosululloh itu bisa benar dan bisa salah ijtihadnya. Bila benar mendapat dua pahala, bila salah mendapat satu pahala.
jadi madzhab salaf adalah kesepakatan aimmah salaf sesuai manhaj salaf
madzhab salaf bukan bid'ah atau mengada-ngada
Al-Imam Adz Dzahabi Asy-Syafii rahimahullah dalam Siyar A’lamin Nubala 21/6 berkata:
السَلَفِي - بفتحتين - وهو من كان على مذهب السلف.
“As Salafi dengan memfathah (sini dan lamnya) adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas madzhab salaf.”
Al-Imam As-Suyuthy dalam Lubbul Lubab jilid 2 hal.22 :
السلفي: بفتحتين وفاء إلى مذهب السلف
"Salafy dengan memfathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab As-Salaf.”
 Imam Al-Haramain Abul Ma’ali rahimahullah (419-478 H) sebagaimana dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (13/349-350):

"ركبت البحر الأعظم، وغصت في كل شيء نهى عنه أهل العلم في طلب الحق فرارا من التقليد والآن فقد رجعت واعتقدت مذهب السلف "


“Aku telah mengarungi samudra yang terbesar, dan aku telah menyelami segala sesuatu yang dilarang oleh para ulama, untuk mencari kebenaran, lari dari taqlid. Sekarang aku telah kembali dan meyakini madzhab salaf.”

Imam An-Nawawi rahimahullah (631-676 H) dalam Muqaddimah Al-Majmu 1/27 ketika menceritakan tentang Kitab beliau Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab mengatakan:

وَاعْلَمْ أَنَّ مَعْرِفَةَ مَذَاهِبِ السَّلَفِ بِأَدِلَّتِهَا مِنْ أَهَمِّ مَا يُحْتَاجُ إلَيْهِ ..... وَبِذِكْرِ مَذَاهِبِهِمْ بِأَدِلَّتِهَا يَعْرِفُ الْمُتَمَكِّنُ الْمَذَاهِبَ عَلَى وَجْهِهَا، وَالرَّاجِحَ مِنْ الْمَرْجُوحِ، وَيَتَّضِحُ لَهُ، وَلِغَيْرِهِ الْمُشْكِلَاتُ، وَتَظْهَرُ الْفَوَائِدُ النَّفِيسَاتُ، وَيَتَدَرَّبُ النَّاظِرُ فِيهَا بِالسُّؤَالِ، وَالْجَوَابِ، وَيَتَفَتَّحُ ذِهْنُهُ، وَيَتَمَيَّزُ عِنْدَ ذَوِي الْبَصَائِرِ، وَالْأَلْبَابِ، وَيَعْرِفُ الْأَحَادِيثَ الصَّحِيحَةَ مِنْ الضَّعِيفَةِ، وَالدَّلَائِلَ الرَّاجِحَةَ مِنْ الْمَرْجُوحَةِ، ...


“Ketahuilah bahwa mengenal madzhab-madzhab salaf dengan dalil-dalilnya termasuk perkara yang dibutuhkan ... dan dengan menyebutkan madzhab-madzhab mereka dengan dalil-dalilnya, orang yang mapan akan mengetahui madzhab-madzhab itu sesuai dengan kedudukannya yang sesuai, mengetahui pendapat yang rojih (kuat) dari yang lemah, perkara-perkara yang rumit akan menjadi jelas bagi dia dan orang lain, akan nampak faedah-faedah berharga, dan orang yang memperhatikannya akan terlatih dengan soal jawab, akalnya akan terbuka, dan dia akan mempunyai keistimewaan di sisi orang-orang yang berakal. Dia juga akan mengetahui hadits-hadits yang shohih dari hadits yang dho’if, mengetahui dalil yang kuat dari yang lemah. ...”

tahun barun masehi penuh kebohongan, masihkan dirayakan ???


Menipu, alias berdusta adalah perbuatan keji nan kejam. Setiap orang benci kepada penipu dan perilakunya. Namun demikian, betapa banyak di dunia ini -tanpa sadar- kita menipu diri sendiri, dan seluruh orang di sekitar ini. Bahkan sampaipun setelah menyadari bahwa telah menipu diri sendiri, kita tidak kuasa atau paling kurang merasa berat untuk berbuat atau berkata jujur.
Salah satu buktinya, betapa sering anda berkata : bulan januari, atau bulan desember. Padahal tanukah anda bahwa penentuan Januari atau Desember atau lainnya tidak menggunakan bulan? Bahkan sama sekali tidak ada kaitannya dengan bulan? Penentuan januari dan bulan bulan masehi lainnya berdasarkan perputaran Matahari.
Karena itu saya punya usul untuk kita ganti dengan berkata : Matahari Januari, dan bukan Bulan januari.
Beda halnya dengan Bulan syawwal, Bulan Ramadhan atau bulan bulan hijriyah lainnya. Semua itu pantas disebut dengan bulan, mengingat penentuannya benar benar berdasarkan perjalanan bulan.
Mungkin anda bertanya: kok bisa ya, kita bahkan masyarakat dunia berkata bulan januari bukan matahari januari?
kalau boleh saya mereka reka: nampaknya ini adalah bagian dari efek buruk perang salib dan keterpurukan ummat Islam yang telah berkiblat kepada ummat lainya. Sehingga untuk urusan penentuan waktu ikut ikutan menggunakan perhitungan posisi matahari bukan dengan perputaran bulan.
marilah kita belajar dan membiasakan diri untuk jujur dan meninggalkan kedustaan, yaitu dengan menggunakan penanggalan hijriyah yang benar benar pantas disebut dengan bulan. He he he, anda tidak setuju? Ya silahkan, toh status ini hanya persepsi atau perkiraan saja.

Senin, 29 Desember 2014

Syubhat syiah : Benarkan Aisyah Masih Gadis Ketika Menikah Dengan Nabi ?




Syubhat : Kasus lain yang juga diupayakan agar tetap dalam kerahasiannya adalah peristiwa pernikahan Aisyah dengan seorang pemuda bernama Jubair ibn Muth’im, tentunya sebelum kemudian Aisyah menikah dengan Rasulullah .! Artinya ketika dinikahi Nabi ., Aisyah adalah janda setelah diceraikan oleh suaminya atas permiantaan Abu Bakar.
Jawab : itu hanya karena prasangka busuk dan pemahaman yg sakit.bagaimana disebut rahasia,sedangkan itu disebutkan para ulama’ dan kitab2 siroh(sejarah)???
Siapa ulama’ yg menyatakan aisyah telah sebelum pernikahan nabi?kecuali itu hanya kesimpulan sakit yg dipaksakan
Syubhat : Perhatikan riwayat Ibnu Sa’ad di bawah ini yang ia nukil dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata, “Rasulullah . melamar Aisyah  binti Abu Bakar, lalu Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, aku sudah berikah dia kepada Muth’im untuk dinikahkah kepada anaknya si Jubair. Jadi biarkan aku ambil dengan berlahan lagi dari mereka.’ Lalu Abu Bakar mengambilnya dengan cara halus kemudian menikahkannya dengan Rasulullah .”[ Ath Thabaqat al Kubrâ,6/42.]
Data riwayat di atas tidak menjelaskan apakah suami Aisyah sudah melakukan hubungan suami istri dengannya atau belum sempat. Dan karena Rasulullah . melamar Aisyah maka Abu Bakar melihat bahwa adalah mashlahat apabila ia meminta kerelaan keluarga Muth’im untuk mengembalikan putrinya kepadanya. Kemudian keluarga Muth’im berbaik hati dengan menuruti permintaan Abu Bakar dan menceraikan Aisyah dan setelahnya Abu Bakar menikahkannya dengan Rasulullah .
Jawab : namun sayang riwayat itu lemah,inilah teks aslinya :
فقد أخرجها ابن سعد [ 8/59 ] هكذا : " أخبرنا عبدالله بن نمير عن الأجلح عن عبدالله بن أبي مليكة قال : خطب رسول الله صلى الله عليه وسلم عائشة إلى أبي بكر الصديق فقال : يارسول الله إني كنت أعطيتها مطعماً لابنه جبير فدعني حتى أسلّها منهم ، فاستسلها منهم
Riwayat ini lemah karena sanadnya mursal,dari ibn abi mulaikah tidak bersambung sanadnya,al ajlah adalah shoduq,perawi syiah kata ibnu hajar dalam at-taqrib 285.dia perawi lemah yg punya pemikiran yg buruk kata imam an-nasai dalam tahdzib al mizzi 2/282.
Dan sebenarnya ini telah dibantah ibn abbas :

عن بن أبي مليكة أن بن عباس دخل على عائشة قبل موتها فأثنى عليها قال أبشري زوجة رسول الله ولم ينكح بكرا غيرك
Dari ibn abi mulaikah sesungguhnya ibn abbas telah masuk menemui ‘aisyah sebelum wafatnya,maka beliau memujinya seraya berkata sungguh bahagianya istri rosul dan tidaklah menikahi gadis kecuali engkau(‘aisyah) (at-thobaqotul kubro 8/74)
Jadi tidak ada pernikahan ‘aisyah sebelum dg nabi kecuali hanyalah lamaran(khitbah) saja.
Ini ditegaskan ibn abdil bar dalam isti’ab hamisy al ishobah 4/346 :
" وكانت تذكر لجبير بن مطعم وتسمى له "
Dan ‘aisyah dulu disebutkan kepada jubair dan namanya kepadanya
Jadi tidak perceraian kecuali hanyalah pembatalan lamaran karena muth’im takut anaknya masuk islam,dan pembatalan lamaran itu hak walinya
Imam adzdzahabi dalam siyar 3/120 meriwayatkan ‘aisyah berkata :
لَقَدْ أُعْطِيْتُ تِسْعاً مَا أُعْطِيَتْهَا امْرَأَةٌ بَعْدَ مَرْيَمَ بِنْتِ عِمْرَانَ
Sungguh aku telah diberi 9 hal yg tidak diberikan kepada wanita setelah maryam binti imron :
Diantaranya :
وَلَقَدْ تَزَوَّجَنِي بِكْراً
Dan sungguh nabi telah menikahiku dalam keadaan masih gadis.
Dan adzdzahabi berkata: sanadnya jayyid,disebutkan juga dalam musnad abu hanifah no.376
Mana masuk akal nabi melamar wanita yg telah diperistri orang lain?kecuali akalnya telah rusak

Sabtu, 27 Desember 2014

syubhat ahlul bid'ah : tahlilan imam nawawi al bantani




Syubhat : Syeikh Nawawi al Bantani (wafat tahun 1316 H) dalam kitab Nihayatuzzain halaman 281, cetakan al Ma'arif, menerangkan:
وَالتَّصَدُّقُ عَنِ الْمَيِّتِ بِوَجْهٍ شَرْعِيٍّ مَطْلُوْبٌ وَلَا يَتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ فِيْ سَبْعَةِ أَيَّامٍ أَوْ أَكْثَرَ أَوْ أَقَلَّ وَتَقْيِـِيْدُهُ بِبَعْضِ الْأَيَّامِ مِنَ الْعَوَائِدِ فَقَطْ كَمَا أَفْتَى بِذَلِكَ السَّيِّدُ أَحْمَدُ دَحْلَانُ ، وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ الْمَيِّتِ فِيْ ثَالِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِيْ سَابِعٍ وَفِيْ تَمَامِ الْعِشْرِيْنَ وَفِي الْأَرْبَعِيْنَ وَفِي الْمِائَةِ، وَبَعْدَ ذَلِكَ يُفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلاًً فِيْ يَوْمِ الْمَوْتِ كَمَا أَفَادَهُ شَيْخُنَا يُوْسُفُ السَّنْبَلَاوَيْنِيُّ
Sedekah untuk mayit dengan tuntunan syara' adalah dianjurkan. Sedekah tersebut tidak terikat dengan hari ketujuh atau lebih atau kurang. Adapun mengaitkan sedekah dengan sebagian hari adalah merupakan bagian dari adat saja, sebagaimana apa yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan. Dan telah berjalan kebiasaan diantara orang-orang yaitu bersedekah untuk mayit pada hari ketiga dari kematiannya dan pada hari ketujuh, dan pada sempurnanya kedua puluh, ke empat puluh dan ke seratus. Setelah itu dilaksanakanlah haul setiap tahun pada hari kematiannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Yusuf as Sanbalawaini.
Jawab : sedekah sampai ke mayyit sudah jelas hukumnya disyariatkan.namun yg jadi permasalahannya itu dikhususkan hari tertentu,maka perlu dalil shohih untuknya,sebagaimana sholat malam tahajud bagus,namun saat dikhususkan pada malam jum’at apakah nabi meridhoi hal itu.
Soal sedekah yg disyariatkan adalah untuk faqir miskin bukan sembarang orang gak peduli kaya atau pas-pasan yg penting tetangga di beri.sejak kapan memberi kepada orang kaya disebut sedekah.
Apalagi kalau itu memakai harta anak yatim,maka jelas keharamannya.apakah acara mereka itu didanai para kyai,atau baitul mal?mungkin ada yg berkilah itu bukan dari harta anak yatim.kita Tanya,ketika orang berdatangan membawa beras dibawa ke rumah ahli mayyit,milik siapakah beras itu?milik semua ahli mayyit termasuk anak yatim,yg tidak boleh seenaknya kita mensedekahkannya tanpa seizinnya.apalagi ditambah dg kumpul2 untuk makan2 di rumah duka,maka lebih terlarang.seperti dijelaskan dalam imam nawawi pada teks selanjutnya yg terpotong pada halaman yg sama.
أما الطعام الذي يجتمع عليه الناس ليلة دفن الميت المسمى بالوحشة فهو مكروه ما لم يكن من مال الأيتام وإلا فيحرم
Adapun makanan yg manusia berkumpul diatasnya saat malam setelah penguburan mayyit yg disebut wahsyah maka itu dibenci(makruh) saat tidak menggunakan harta anak yatim,kalau tidak maka harom.

عن جرير رضي الله عنه. كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة

Dari Jabir bin Abdillah Al Bajaliy, ia berkata:”Kami (yakni para Sahabat semuanya) memandang/menganggap bahwa berkumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah dikuburnya mayit termasuk dari bagian meratap.”(HR. Imam Ibnu Majah (no 1612)
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ، عَنْ طَلْحَةَ، قَالَ: قَدِمَ جَرِيرٌ عَلَى عُمَرَ، فَقَالَ: " هَلْ يُنَاحُ قِبَلُكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ ؟ قَالَ: لَا " قَالَ: " فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عندَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ وَيُطْعَمُ الطَّعَامُ؟ قَالَ: نَعَمْ "، فَقَالَ: " تِلْكَ النِّيَاحَةُ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Maalik bin Mighwal, dari Thalhah, ia berkata : Jarir mendatangi ‘Umar, lalu ia (‘Umar) berkata : “Apakah kamu sekalian suka meratapi mayit ?”. Jarir menjawab : “Tidak”. ‘Umar berkata : “Apakah diantara wanita-wanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan makan hidangannya ?”. Jarir menjawab : “Ya”. ‘Umar berkata : “Hal itu sama dengan niyahah (meratapi mayit)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/487].
Lihatlah ada jenis ratapan secara dzatnya(menampar2 pipi2,dsb) dan ada yg kelihatannya bukan tapi itu dianggap juga sebagai ratapan seperti berkumpul di dirumah rumah keluarga mayit dan makan hidangannya
Atsar Jariir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu tersebut dishahihkan oleh An-Nawawiy dalam Al-Majmuu’ 5/285, Ibnu Katsiir dalam Irsyaadul-Faqiih 1/241, Al-Buushiiriy dalam Zawaaidu Ibni Maajah  hal. 236, Ibnu Hajar Al-Haitamiy dalam Tuhfatul-Muhtaaj 3/207, Asy-Syaukaaniy dalam As-Sailul-Jaraar 1/372, dan yang lainnya
Oleh karena aisyah membuat talbinah setelah para tamu pulang.dalam bukhori muslim:
 فاجتمع لذلك النساء ، ثم تفرقن -إلا أهلها وخاصتها- أمرت ببرمة من تلبينة
Saat  salah seorang ahli keluarga dari istri nabi wafat maka berkumpulah menghibur kemudian saat mereka sudah berpencar,maka istri nabi memerintahkan membuat makanan talbinah
قال الخرقي: و " لا بأس أن يُصلَح لأهل الميت طعام يُبعَث به إليهم، و لا يُصلحون هم طعامًا للناس" شرح الزركشي ٣٥٧/٢.
Imam al khurqi berkata  : tidak apa-apa berbuat baik kepada ahli mayyit dg makanan yg dikirimkan kepada mereka,bukannya berbuat baiknya mereka ahli mayyit dg makanan kepada manusia(syarh azzarkasyi 2/357)

Jumat, 26 Desember 2014

Syubhat umar Mansur ar-rahimy : gemuk itu tercela,alloh benci gemuk ???


Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabary (310H) rahimahullah dalam kitab tafsirnya pada surah Al-An'aam ayat 91 no.(13571) 4/3257:
قال : حدثنا ابن حميد قال : ثنا يعقوب القمي عن جعفر بن أبي المغيرة عن سيعد بن جبير قال : جاء رجل من اليهود يقال له مالك بن الصيف يخاصم النبي صلى الله عليه وسلم ، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم : " أَنْشُدُكَ بِالَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى ، أَمَا تَجِدُ فِي التَّوْرَاةِ أَنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ الْحَبْرَ السَّمِينَ ؟ " وَكَانَ حَبْرًا سَمِينًا ، فَغَضِبَ
Sa'id bin Jubair rahimahullah berkata: Seorang Yahudi yang bernama Malik bin As-Shaif datang menantang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya: "Aku memintamu demi Allah yang menurunkan Taurat kepada Musa, tidakkah engkau mendapati dalam Taurat bahwa sesungguhnya Allah membenci pendeta yang gemuk?" Orang Yahudi tersebut adalah seorang pendeta yang gemuk, maka ia marah.
Sanad hadits ini lemah, karena Ibnu Humaid (248H) nama lengkapnya Muhammad bin Humaid At-Tamimy[1] periwayatan haditsnya lemah.
Selain itu Sa'id bin Jubair (95H) adalah seorang tabi'iy tidak pernah bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dengan demikian sanadnya mursal (terputus).
Hadits ini juga diriwayatkan dari perkataan Ka'ab Al-Ahbaar radhiyallahu 'anhu. Diriwayatkan oleh Ibnu Ma'in (233H) rahimahullah dalam kitabnya "At-Taariikh" no.(4069) 4/222:
قَالَ عَبْدُ الصَّمَدِ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي النَّوَّارِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ ذَكْوَانَ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ كَعْبٍ قَالَ: " إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ أَهْلَ الْبَيْتِ اللَّحْمِيِّينَ وَالْحَبْرَ السَّمِينَ "
Ka'ab berkata: Sesungguhnya Allah membenci keluarga yang suka makan daging[2] , dan pendeta yang gemuk.
Tapi sanadnya juga lemah karena ada rawy yang tidak disebutkan namanya (mubham), dan Muhammad bin Abi An-Nawwar[3]; Abu Hatim (277H) mengatakan: Aku tidak mengenalnya.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabary dalam kitabnya "Tahdzib Al-Atsaar" no.(515) 1/303:
قال : حدثني يونس قال : أخبرنا ابن وهب قال : أخبرني عبد الله بن عياش عن يزيد بن قَوْذَر عن كعب قال : «مَنْ تَضَعْضَعَ لِصَاحِبِ الدُّنْيَا وَالْمَالِ تَضَعْضَعَ دِينُهُ، وَالْتَمَسَ الْفَضْلَ عِنْدَ غَيْرِ الْمُفْضِلِ، وَلَمْ يُصِبْ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ، وَإِنَّ اللهَ ليُبْغِضُ كُلَّ جَمَّاعٍ لِلْمَالِ، مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ، مُسْتَكْبِرٍ، وَيُبْغِضُ كُلَّ حَبْرٍ سَمِينٍ»
Ka'ab berkata: Barangsiapa yang merendah kepada orang yang memiliki kenikmatan dunia dan harta maka agamanya juga akan merendah, dan mencari kemuliaan pada orang yang tidak mulia, dan ia tidak akan mendapatkan sesuatu dari dunia ini kecuali apa yang sudah ditakdirkan Allah untuknya, dan sesungguhnya Allah membenci semua orang yang rakus mengumpulkan harta, tidak mau melakukan kebaikan, sombong, dan membenci semua pendeta yang gemuk.
Dalam sanadnya ada rawy yang bernama Yazid bin Qaudzar Al-Masry[4]; Ibnu Hibban mengagapnya tsiqah (haditsnya sahih), sedangkan Imam Bukhari (256H) dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabiir, Ibnu Abi Hatim (327H) dalam kitabnya Al-Jarh Wa At-Ta'diil hanya menyebutnya tanpa menghukumi ia lemah atau tidak.
syubhat : Dalam sahih Bukhari dan Muslim (261H), dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu; Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَنْذِرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ»
"Yang paling baik dari kalian adalah orang yang hidup di masaku, kemudian masa setelahnya, kemudian seetelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka ke-gemukan".
Dalam riwayat sahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«ثُمَّ يَخْلُفُ قَوْمٌ يُحِبُّونَ السَّمَانَةَ، يَشْهَدُونَ قَبْلَ أَنْ يُسْتَشْهَدُوا»
"Kemudian datang kaum yang suka menggemukkan badan, mereka bersaksi sebelum diminta bersaksi."
Imam Qurthubi (671H) rahimahullah berkata: Hadits ini adalah celaan bagi orang gemuk, karena gemuk yang disengaja disebabkan karena banyak makan, minum, santai, foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu. Ia adalah hamba bagi dirinya sendiri dan bukan hamda bagi Tuhannya, orang yang hidupnya seperti ini pasti akan terjerumus kepada yang haram, dan semua daging yang tumbuh dibadannya dari yang haram maka neraka adalah tempat yang tepat yang layak baginya. Allah -subhanahu wa ta'aalaa- telah mencela orang kafir karena banyak makan, dalam firman-Nya:
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ} [محمد: 12]
"Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka". [Muhammad:12]
Maka jika seorang mukmin meniru mereka dan menikmati kenikmatan dunia setiap saat, lantas dimana hakikat keimanan dan pelaksanaan Islam pada dirinya? Barangsiapa yang banyak makan dan minum, maka ia akan semakin rakus dan tamak, bertambah malas dan banyak tidur di malam hari. Siang harinya dipakai untuk makan dan minum, sedangkan malamnya hanya untuk tidur. [Jami' li Ahkam Al-Qur'an 13/394]
Jawab : ini adalah penyimpangan terjemah dari teks aslinya,mari kita lihat teksnya yg asli :
ومن حديث عمران بن حصين عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : "خيركم قرني ثم الذين يلونهم - قال عمران فلا أدري أذكر بعد قرنه قرنين أو ثلاثة - ثم إن من بعدكم قوما يشهدون ولا يستشهدون ويخونون ولا يؤتمنون وينذرون ولا يوفون ويظهر فيهم السمن" وهذا ذم. وسبب ذلك أن السمن المكتسب إنما هو من كثرة الأكل والشره ، والدعة والراحة والأمن والاسترسال مع النفس على شهواتها ، فهو عبد نفسه لا عبد ربه ، ومن كان هذا حاله وقع لا محالة في الحرام
Artinya : dan dari hadits imron ibn hushoin..dst.didalamnya ada CELAAN.(titik)
Jadi gak ada teks yg menyatakan celaan khusus bagi yg gemuk secara umum.ini jelas tidak amanah ilmiah.
Gemuk yg tercela adalah gemuk al muktasab yakni gemuk yg sengaja diusahakan karena kebanyakan makan bukan gemuk bawaan atau alamiah.
Imam nawawi berkata :
قال جمهور العلماءفي معنى هذا الحديث المراد بالسمن هنا كثرة اللحم ومعناه أنه يكثر ذلك فيهم وليسن معناه أن يتمحضوا سمانا قالوا والمذموم منه
Berkata jumhur(kebanyakan) ulama’ tentang makna siman adalah banyak daging maksudnya memperbanyak itu dan bukan maksudnya gemuk alamiah,mereka para ulama berkata: dari situlan celaan itu.(syarh muslim annawawii 16/86)
Syubhat : Dalam hadits lain dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ العَظِيمُ السَّمِينُ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ، وَقَالَ: اقْرَءُوا {فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا} [ الكهف : 105 ] " .
Sesungguhnya akan didatangkan seseorang yang sangat gemuk pada hari kiamat, akan tetapi timbangannya disisi Allah tidak seberat sayap lalat. Bacalah firman Allah: "Dan kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Imam An-Nawawi (676H) rahimahullah mengatakan: Hadits ini adalah celaan bagi orang yang gemuk. [Syarah sahih Muslim 17/129]
Jawab : ini juga tidak benar,ini akibat ente mendistorsi/memotong perkataan ulama’,tidak memahami secara keseluruhan penjelasannya.
Mari kita lihat teks aslinya :
وفيه ذم السمن والحبر بفتح الحاء وكسرها والفتح أفصح وهو العالم
Di dalamnya ada celaan gemuk dan habr yaitu seorang ‘alim
Sekarang bagaimana mungkin seorang dicela hanya karena alim saja???ini tidak mungkin,ini pemahaman yg rusak dan jelas batil.
Maka ini telah dijawab ibnu hajar :
وبحديث أبي هريرة وهو في الصحيح في الكافر
Dan dg hadits abu huroiroh dan itu dalam as-shohih adalah tentang orang kafir (fathul bari 13/538)
قوله الرجل العظيم السمين في رواية بن مردويه من وجه آخر عن أبي هريرة الطويل العظيم الأكول الشروب
Dalam riwayat marduweh disebutkan yg panjang yg yg besar yg banyak makan banyak minum (fathul bari 8/426)
Jadi salah besar jika celaan orang kafir ditujukan kepada orang mukmin atau manusia secara umum
Oleh karena Imam bukhori sendiri menjelaskan :
( العظيم ) الضخم في جسمه ولا إيمان في قلبه
Maksud besar adalah besar badannya akan tetai tidak ada iman dalam hatinya (shohih bukhori 4/1759 ) jadi jelas ini celaan yg hanya pantas untuk orang kafir
Syubhat : Ja'dah Al-Jusyamy radhiyallahu 'anhu berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunjuk perut seorang yang gemuk dan berkata:
" لَوْ كَانَ هَذَا فِي غَيْرِ هَذَا، كَانَ خَيْرًا لَكَ "
"Seandainya ini bukan di sini, pasti akan lebih baik". [Mustadrak Al-Hakim: Sanadnya bagus]
Jawab : kata siapa sanadnya bagus harus jelas,adapun dari mutasahilin maka perlu ditinjau ulang.
Syekh al bani telah menyatakan lemah dalam banyak kitabnya diantara silsilah al-ahaadits ad-dho’ifah no.4861:
Beliau berkata :
وأبو إسرائيل هذا ؛ لم يرو عنه غير شعبة ، ولم يوثقه غير ابن حبان ؛ فهو مجهول . وقال الحافظ :
"مقبول" . يعني : عند المتابعة ؛ وإلا فلين الحديث ، كما نص عليه في المقدمة .
فلا يغرنك قول الهيثمي في "المجمع" (5/ 31) - بعد أن عزاه للطبراني وأحمد - :
"ورجال الجميع رجال "الصحيح" ؛ غير أبي إسرائيل الجشمي ؛ وهو ثقة" !
فإن توثيقه إياه ؛ إنما هو اعتماد على توثيق ابن حبان ، وهاذ معروف بتساهله في التوثيق
Dalam sanadnya ini ada abu isroil,tidak meriwayatkan darinya kecuali syu’bah,tidaklah menyatakan tsiqoh kecuali ibnu hibban,sedangkan perawi ini majhul.ibnu hajar : maqbul artinya ketika penguat lain,kalau tidak maka ini tetap hadits yg lemah,seperti dijelaskan dalam pendahuluan.
Janganlah terlena dg perkataan al haitsami:rijalnya rijal shohih selain abu isroil maka dia tsiqoh,karena perkataannya hanyalah bersandar pada tautsiq ibnu hibban semata,sedangkan beliau telah dikenal seorang bermudah2an dalam mentsiqohkan
Syubhat : imam Syafi'iy (204H) rahimahullah berkata: Sama sekali tidak akan beruntung orang yang gemuk, kecuali Muhammad bin Hasan Asy-Syaibany (189H).
Imam Syafi'iy ditanya: Kenapa demikian?
Beliau menjawab: Karena seorang yang berakal tidak lepas dari dua hal; sibuk memikirkan urusan akhiratnya atau urusan dunianya, sedangkan kegemukan tidak terjadi jika banyak pikiran. Jika seseorang tidak memikirkan akhiratnya atau dunianya berarti ia sama saja dengan hewan.
Kemudian Imam Syafi'iy menceritakan kisah seorang raja yang sangat gemuk sampai tidak bisa berbuat apa-apa. Sang raja mengumpulkan para dokter dan berkata: "Carilah cara untuk mengurangi berat badanku". Akan tetapi tidak seorang dokterpun yang bisa memberi solusi.
Kemudian sang raja mendengar tentang seorang yang pandai, beradab, bisa mengobati, dan meramal. Lalu sang raja mengutus seseorang kepadanya meminta pengobatan dan akan diberi kekayaan.
Orang pintar berkata: "Semoga Allah menyembuhkan sang raja, saya adalah seorang dokter dan peramal, maka berilah saya kesempatan malam ini untuk melihat nasib yang mulia, dan obat apapun yang sesuai dengan ramalan nasib yang mulia maka akan aku berikan".
Keesokan harinya, orang pintar berkata: "Wahai sang raja, beri aku perlindungan!".
Raja menjawab: "Jangan takut, kamu akan aman".
Orang pintar berkata: "Aku telah melihat ramalan yang mulia dan menunjukkan bahwa umur yang mulia hanya tinggal satu bulan. Maka terserah yang mulia, apakah masih mau aku obati atau tidak. Dan kalau yang mulia tidak percaya, maka tahanlah aku disini. Jika perkataanku benar, maka bebaskan aku. Dan jika tidak, maka hukumlah aku".
Lalu sang raja menahannya, kemudian pergi menyendiri jauh dari rakyatnya. Perasaan risau terus menghantuinya, ia terus menunduk tidak pernah mengangkat kepala, menghitung hari demi hari sisa hidupnya. Makin bertambah hari berlalu, makin bertambah pula rasa cemasnya. Sampai akhirnya ia menjadi kurus, setelah berlalu 28 hari.
Kemudian sang raja memanggil orang pintar tersebut dan berkata: "Bagaimana menurutmu?"
Orang pintar berkata: "Semoga Allah memuliakan sang raja, saya lebih hina dihadapan Allah untuk mengetahui yang gaib. Dami Allah umur saya pun tidak aku ketahui, lalu bagaimana mungkin aku mengetahui umur yang mulia? Aku sama sekali tidak punya obat kegemukan kecuali rasa khawatir dan cemas, dan aku tidak bisa membuat yang mulia merasa cemas kecuali dengan cara ini.
Akhirnya tubuh sang raja tidak gemuk lagi, dan orang pintar tersebut diberi hadiah yang baik.
Jawab :1) dalam sanadnya banyak perawi majhul
2) kalau memang imam syafi’I mencela hanya karena gemuk saja.mengapa as-syaibani selamat dari celaannya?apakah beliau tidak banyak mengingat akhirat?ini menunjukkan sekedar gemuk bukanlah tercela namun yg tercela adalah gemuk karena hubbuddunya serakah,cinta dunia semata.
3)cerita diatas telah banyak ane baca di pondok dulu dg berbagai versi,ada yg sakit itu raja ada yg juga seorang ibu yg tidak bisa punya keturunan.apalagi disini ada kebohongan yg jelas tercela,didalam juga ada isti’anah minta tolong ke tukang ramal ahli nujum,benarkah semacam ini dalam syariat islam yg suci.
terakhir,perlu dicamkan kaya miskin,sakit sehat,gemuk kurus itu NETRAL bisa baik atau buruk sesuai penggunanya.
Bagaimana mungkin kita mencela orang gemuk sedang nabi kita yg mulia juga pernah gemuk dan kurus.
Walaupun ada ulama’ yg mengingkari bahwa nabi itu gemuk seperti ibnul jauzi,ad-daaudy,abu ubaid.karena nabi seringkali makan hanya roti gandum
Namun ini pendapat yg lemah,sebagaimana dijelaskan ibnu hajar dalam fathul bari 8/585 :
فإنه يكون من جملة المعجزات
Maka sesungguhnya itu termasuk mukjizat nabi yaitu:
وجود كثرة اللحم في البدن مع قلة الأكل
Banyaknya daging di tubuh walaupun sedikit makan
Ibnu hajar juga berdalil dg ucapan sahabat tamim ad dary:
والبيهقي من طريق أبي عاصم عن عبد العزيز بن أبي رواد عن نافع عن بن عمر أن تميما الداري قال لرسول الله صلى الله عليه و سلم لما كثر لحمه ألا نتخذ لك منبرا يحمل عظامك قال بلى فاتخذ له منبرا الحديث وإسناده جيد
Berkata tamim adday kepada rosul saat telah banyak dagingnya(gemuk): apakah sebaiknya kami membuatkan bagimu mimbar untuk menyangga tulang engkau,nabi menjawab : iya tentu,maka dia membuatkan bagi beliau mimbar dan sanadnya bagus (fathul bari 2/398)
Imam ibnu rojab juga menyebutkan riwayat :
وقد روي عن الأعمش ، عن عمارة بن عمير ، عن يحيى بن الجزار ، عن عائشة ، قالت : كان رسول الله ( يصلي من الليل تسع ركعات ، فلما كثر لحمه وسن صلى سبع ركعات
Dan telah diriwayatkan dari jalur al-a’mas bahwa aisyah berkata : rosul sholat malam 9 rokaat maka saat banyak dagingnya(gemuk) dan banyak umurnya maka beliau sholat 7 rokaat (fathul bari 6/224)
Dan perlu dicatat: tidak mesti gemuk itu karena kebanyakan makan atau serakah.
Lihatlah para ulama’, Jangan kita berburuk sangka terhadap mereka apalagi sampai berpaling dari mereka.
Ketahuilah bahwa gemuknya mereka adalah karena CINTA pada ALLAH .
Assyeikh Abul 'Abbas Al Mursi berkata:
اياكم والإعتراض على من رأيته سمينا فإن الحب إذا تمكن من العبد سمن.
Hati2lah kamu dari berpaling dari orang yg kamu lihat berbadan gemuk,karena sesungguhnya CINTA (pada Allah)apabila sudah menetap di hati seseorang maka ia akan jadi gemuk.
Diriwayatkn bahwa IMAM SYIBLI berbadan sangat gemuk.ketika beliau ditanya kenapa badannya gemuk? beliau menjawab:setiap kali aku ingat bahwa aku adalah hamba allah badanku bertambah gemuk.

Kamis, 25 Desember 2014

syubhat idrus : Al-Imam Ahmad bin Hanbal Mengakui Bid’ah Hasanah ???


Syubhat : Al-Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ulama mujtahid yang mengakui bid’ah hasanah. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan fatwa beliau kepada muridnya.
Jawab : itu hanyalan kesimpulan dari kantong ente sendiri,tidaklah mengatakan demikian para murid beliau apalagi beliau.apakah ente lebih faham dari para murid beliau tentang perkataan beliau.
Syubhat : Al-Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi
meriwayatkan dalam kitab al-Mughni (1/838):
قَالَ الْفَضْلُ بْنُ زِيَادٍ: سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللهِ فَقُلْتُ: أَخْتِمُ الْقُرْآنَ؛ أَجْعَلُهُ فِي الْوِتْرِ أَوْ فِي التَّرَاوِيْحِ؟ قَالَ: اجْعَلْهُ فِي التَّرَاوِيْحِ حَتَّى يَكُوْنَ لَنَا دُعَاءٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ. قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ؟ قَالَ: إِذَا فَرَغْتَ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ فَارْفَعْ يَدَيْكَ قَبْلَ أَنْ تَرْكَعَ وَادْعُ بِنَا وَنَحْنُ فِي الصَّلاةِ وَأَطِلِ الْقِيَامَ. قُلْتُ: بِمَ أَدْعُوْ؟ قَالَ: بِمَا شِئْتَ. قَالَ: فَفَعَلْتُ بِمَا أَمَرَنِيْ وَهُوَ خَلْفِيْ يَدْعُوْ قَائِمًا وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ. قَالَ حَنْبَلٌ: سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُوْلُ فِي خَتْمِ الْقُرْآنِ: إِذَا فَرَغْتَ مِنْ قِرَاءَةِ: قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ فَارْفَعْ يَدَيْكَ فِي الدُّعَاءِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ. قُلْتُ: إِلَى أَيِّ شَيْءٍ تَذْهَبُ فِيْ هَذَا؟ قَالَ: رَأَيْتُ أَهْلَ مَكَّةَ يَفْعَلُوْنَهُ، وَكَانَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ يَفْعَلُهُ مَعَهُمْ بِمَكَّةَ. انتهى. (الإمام ابن قدامة المقدسي، المغني، 1/838).
“Al-Fadhl bin Ziyad berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal: “Aku akan mengkhatamkan al-Qur’an, aku baca dalam shalat witir atau tarawih?” Ahmad menjawab: “Baca dalam tarawih sehingga kita dapat berdoa antara dua rakaat.” Aku bertanya: “Bagaimana caranya?” Ia menjawab: “Bila kamu selesai dari akhir al-Qur’an, angkatlah kedua tanganmu sebelum ruku’, berdoalah bersama kami dalam shalat, dan perpanjang berdirinya.” Aku bertanya: “Doa apa yang akan aku baca?” Ia menjawab: “Semaumu.” Al-Fadhl berkata: “Lalu aku lakukan apa yang ia sarankan, sedangkan ia berdoa sambil berdiri di belakangku dan mengangkat kedua tangannya.”
Hanbal berkata: “Aku mendengar Ahmad berkata mengenai khatmil Qur’an: “Bila kamu selesai membaca Qul a’udzu birabbinnas, maka angkatlah kedua tanganmu dalam doa sebelum ruku’.” Lalu aku bertanya: “Apa dasar Anda dalam hal ini?” Ia menjawab: “Aku melihat penduduk Mekah melakukannya, dan Sufyan bin ‘Uyainah melakukannya bersama mereka.” (Lihat pula, Ibn al-Qayyim, Jala’ al-Afham, hal. 226).
Jawab : inilah tingkah para ahlul bid’ah dari zaman ke zaman mirip syiah laknatulloh ‘alaihim, mendistorsi,memotong perkataan ulama’ guna memuaskan hawa nafsunya
Syubhat: Kesimpulan:
Dalam riwayat di atas ada beberapa anjuran dari Imam Ahmad bin Hanbal
1) Anjuran mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat taraweh
Jawab : emang kenapa ? dalam sholat tarwih gak boleh 30 juz ???
2) Setelah khatam, dianjurkan membaca doa
Jawab : doa setelah khatam alquran memang ada teladannya dari sahabat
apalagi sudah terbukti itu pernah dilakukan oleh salaf diluar sholat,
Riwayat Anas diriwayatkan oleh Tsabit Al Banani, Qotadah, Ibnu ‘Athiyah dan selainnya,
كَانَ إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ ، فَدَعَا لَهُمْ
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah ketika khatam Al Qur’an mengumpulkan keluarga dan anaknya, lalu Anas berdoa untuk kebaikan mereka.” (HR. Ibnul Mubarok, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Nashr, Ibnu ‘Ubaid, Ibnu Adh Dhurais, Ibnu Abi Daud, Al Faryabi, Ad Darimi, Sa’id bin Manshur, Ath Thobroni, Al Anbari. Al Haitsami katakan bahwa dalam periwayat dalam sanad Thobroni adalah tsiqoh, kredible. Syaikh Al Albani katakan bahwa dalam riwayat Ad Darimi sanadnya shahih)
3) Dibaca sebelum ruku’ shalat taraweh
Jawab : gak ada masalah karena memang sebelum rukuk adalah salah satu tempat qunut atau doa ,apalagi ada contoh dari sahabat
adapun qiyas dalam cabang ibadah itu diperbolehkan apalagi pengkhususan tempat doa ada dalam sholat.
أن أصل العبادة لا يصح إثباته بالقياس، فلا يصح لنا أن نثبت صلاة جديدة مثلا
لو جعل الإنسان قال في وسط النهارهناك صلاتان الظهر والعصر فيجعل في وسط
الليل صلاتين العشاء والصلاة الأخري نقول هذا مردود غير مقبول، لماذا؟ لأن
أصل العبادة لا يثبت بالقياس.
Syaikh Dr Saad as Syatsri mengatakan, “Ashl ibadah
itu tidak boleh ditetapkan dengan dasar qiyas atau analog. Kita tidak
boleh menetapkan shalat baru dengan dasar qiyas. Andai ada yang
mengatakan bahwa di pertengahan siang ada dua shalat yaitu zhuhur dan
ashar maka hendaknya di pertengahan malam juga ada dua shalat yaitu Isya
dan selainnya. Dengan tegas kita katakan bahwa ini adalah amalan yang
tertolak dan tidak diterima karena ashl ibadah tidaklah ditetapkan
dengan qiyas.
بخلاف
تفاريع العبادة فإننا قد نثبتها بواسطة القياس مثال ذلك لو جاء الإنسان
فقال التيمم يشرع له التسمية قياسا على الوضوء. الوضوء واضح هناك الأحاديث
ترد التسمية في الوضوء فنقول بمشروعية التسمية للوضوء لذا لو جاء الإنسان
قال نقيس الوضوء بالاغتسال والتيمم فيقول يشرع لها البسملة فيكون بذلك
وجهه.
Lain halnya dengan cabang2 ibadah, maka terkadang kita
menetapkannya dengan qiyas. Misalnya dituntunkan untuk menyebut nama
Allah ketika bertayamum dengan dasar qiyas dengan wudhu. Untuk wudhu
terdapat hadits yang menunjukkan dituntunkannya tasmiyah atau menyebut
nama Allah ketika berwudhu sehingga dengan tegas kita katakan
dituntunkan menyebut nama Allah ketika berwudhu sehingga jika ada yang
mengatakan kita analogkan mandi dan tayamum dengan wudhu oleh karena itu
dituntunkan menyebut nama Allah ketika itu maka ini adalah pendapat
yang sangat beralasan”
عن الإمام أحمد رحمه الله تعالى في رواية حنبل والفضل والحربي عنه - والتي لم نقف على أسانيدها - : من جعل دعاء الختم في صلاة التراويح قبل الركوع .
وفي رواية عنه - لا يعرف مخرجها - : أنه سهل فيه في دعاء الوتر ...
انظر : " مرويات دعاء ختم القرآن " .
Imam Ahmad rahimahullah ta’ala dalam riwayat Hanbal, Fadl dan Harby –yang tidak dapat kami ketahui sanadnya- yang menjadikan doa khatam (Al-Qur’an) dalam shalat Taraweh sebelum ruku. Dalam riwayat lain darinya –yang juga tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya- bahwa beliau membolehkan hal tersebut dalam doa witir. (Silakan lihat 'Marwiyyat Doa Khatmi Al-Qur’an'.
4) Kedua tangan diangkat dan doanya baca yang panjang
Mengangkat tangan saat qunut jelas bolehlah,adapun doa panjang itu gak harus itu ente salah kesimpulan,imam ahmad berkata perpanjang berdiri karena memang makna qunut salah satunya adalah tuulul qiyam(lamanya berdiri)
5) Doa yang dibaca bebas
Jawab : justru ini menunjukkan keteguhan imam ahmad memegang sunnah yaitu tidak mengkhususkan apa yg tidak khusus,beda dg ahlul bid’ah
6) Demikian ini dasarnya bukan al-Qur’an, bukan hadits dan bukan pula amaliah sahabat
Jawab : itu karena ente memotong perkataan ulama
7) Dasarnya justru penduduk Mekkah melakukan demikian
Jawab : amal penduduk adalah pendalilan yg mu’tabar menurut sebagian imam ahlussunnah seperti imam malik imam darul hijroh
8) Imam Sufyan bin ‘Uyainah, juga melakukan demikian
Jawab : justru itu menguatkan keabsahannya
9) Berarti apa yang beliau fatwakan termasuk bid’ah hasanah
Jawab : itu murni kesimpulan dari kocek ente sendiri
10) Berarti bid’ah hasanah memang ada
Jawab : itu kesimpulan pembenaran yg dipaksakan
Mari kita lihat lanjutan teks :
وكان سفيان بن عيينة يفعله معهم بمكة قال العباس بن عبد العظيم وكذلك أدركنا الناس بالبصرة وبمكة ويروي أهل المدينة في هذا شيئا وذكر عن عثمان بن عفان
Dan sufyan ibn uyainah dulu juga melakukannya bersama mereka di makkah,berkata : al abbas ibn abdil ‘adhim : dan begitu juga kami mendapati manusia di bashroh dan di makkah,dan ahlul madinah melihat dalam hal ini sesuatu,dan disebutkan pula dari sahabat utsman ibn ‘affan.
Syubhat : di antara bid’ah hasanah al-Imam Ahmad bin Hanbal adalah mendoakan gurunya dalam shalat sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi berikut ini:
قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: إِنِّيْ لأَدْعُو اللهَ لِلشَّافِعِيِّ فِيْ صَلاَتِيْ مُنْذُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، أَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ. (الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، 2/254).
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Kesimpulan:
1) Tidak ada riwayat dari hadits maupun dari sahabat, mendoakan orang tua dan guru dalam sujud di dalam shalat
Jawab : karena sudah jelas dalilnya bahwa nabi memerintahkan berdoa dalam sujud
tidak semua yg tidak dilakukan salaf otomatis bid'ah,karena memang doa apapun yg baik disyariatkan dalam sholat termasuk doa khatam qur'an asal tidak mengkhususkan doa tertentu karena memang tidak ada doa khusus,
Dalil tentang hal ini adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنِّى نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca al-Qur’an dalam keadaan ruku’ atau sujud. Adapun ruku’ maka agungkanlah Rabb azza wa jalla, sedangkan sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu.” (HR. Muslim no. 479)
Ada ulama yang menyatakan bahwa ruku’ dan sujud adalah dua keadaan di mana seseorang tunduk dan hina di hadapan Allah, sehingga bacaan yang lebih pantas ketika itu adalah do’a dan bacaan tasbih. Oleh karena itu, terlarang membaca Al Qur’an ketika sujud dalam rangka untuk mengagungkan Al Qur’an dan untuk memuliakan yang membacanya. (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/91)
Salah seorang ulama Syafi’iyah, Az Zarkasyi rahimahullah berkata,
وَمَحَلُّ كَرَاهَتِهَا إذَا قَصَدَ بِهَا الْقُرْآنَ فَإِنْ قَصَدَ بِهَا الدُّعَاءَ وَالثَّنَاءَ فَيَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ كَمَا لَوْ قَنَتَ بِآيَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ
“Yang terlarang adalah jika dimaksudkan membaca Al Qur’an (ketika sujud). Namun jika yang dimaksudkan adalah do’a dan sanjungan pada Allah maka itu tidaklah mengapa, sebagaimana pula seseorang boleh membaca qunut dengan beberapa ayat Al Qur’an” (Tuhfatul Muhtaj, 6/6, Mawqi’ Al Islam).
2) Imam Ahmad melakukannya selama 40 tahun, dengan redaksi doa susunan beliau sendiri
Jawab : dg redaksi sendiri bukan berarti membatasi diri harus dg itu,karena doanya bebas ya terserah mau redaksi sendiri atau yg lain yg penting tidak mengharuskan dg itu gak masalah.jadi yg mempermasalahkan adalah hanyalah orang yg bermasalah saja
3) Amaliah beliau termasuk bid’ah hasanah.
Jawab : itu hanyalah pembenaran yg dipaksakan semata