Kamis, 19 Oktober 2017

Ikut madzhab rosul aja


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya sebagai berikut.
Apakah orang awam yang bukan seorang yang alim dalam hal madzhab wajib baginya mengikuti madzhab tertentu dari empat madzhab yang ada? Lalu mana madzhab yang baiknya diikuti?
Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin:
Yang tepat, tidak wajib bagi seorang pun untuk memilih madzhab tertentu. Madzhab yang jelas yang wajib untuk diikuti adalah madzhab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan seluruh imam yang empat juga menginginkan agar kita bisa berpegang teguh dengan madzhab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena manusia (selain Rasul) bisa benar dan salah. Jadi tidak ada manusia selain Rasul yang wajib mutlak untuk diikuti.
Namun kami nyatakan bahwa siapa saja dari imam tadi yang berada di atas kebenaran, maka wajib untuk diikuti karena kita memandang bahwa ia benar, bukan karena memandang person atau sosoknya.
Inilah jawaban kami untuk persoalan seperti ini.
Sumber: Silsilah Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, kaset no. 56.

Keutamaan surat al waqi'ah


memang ada riwayat tentang keutamaan membaca surat al-Wâqi’ah setiap malam dalam beberapa hadits, akan tetapi semua hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah karena sebagiannya lemah, bahkan ada yang palsu. Di antaranya:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْوَاقِعَةِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَدًا

Barangsiapa membaca surat al-Wâqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan jatuh miskin selamanya

Hadits di atas dikeluarkan oleh al-Hârits bin Abu Usâmah dalam kitab Musnad-nya, no. 178, dikeluarkan pula oleh Ibnu Sunniy dalam kitabAmalul Yaum wal Lailah, no. 674, dan dihukumi lemah oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalamSilsilah Âhadits Dha’îfah, 286 dan Dha’îf al-Jâmi’, 5773. Beliau sampaikan bahwa imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Hâtim ar-Râzi, imam Abdurrahman bin Abi Hatim, Imam ad-Daruquthni, al-Baihaqi dan selainnya melemahkan hadits ini. Demikian juga hadits yang berbunyi:

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْوَاقِعَةِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَدًا، وَمَنْ قَرَأَ كُلَّ لَيْلَةٍ {لاَ أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ} لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَوَجْهُهُ فِي صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ

Barangsiapa membaca surat al-Waqi’ah setiap malam maka dia tidak akan jatuh miskin selamanya. Dan barangsiapa setiap malam membaca Surat al-Qiyâmah maka dia akan berjumpa dengan Allâh pada hari kiamat sedangkan wajahnya bersinar layaknya rembulan di malam purnama.

Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailami dari jalan Ahmad bin Umar al-Yamami dengan sanadnya sampai Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma. Hadits ini disebutkan juga oleh Imam as-Suyuthi dalam Dzailul Âhâdîts al-Maudhû’ah, no. 177. Imam Ahmad berkata,” Ahmad al-Yamami adalah rawi yang kadzdzab (yang suka berdusta). Para ulama menghukuminya sebagai hadits palsu. [LihatSilsilah Âhâdîts adh-Dha’îfah, no. 290].

Berdasarkan ini, maka tidak disyariatkan mengamalkan hadits-hadits di atas.

Ciri rumah tangga sakinah


1. Lihat bagaimana mereka memperlakukan alquran
Dalam hadits disebutkan,

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seseorang dengan kitab ini (Al Qur’an) dan merendahkan yang lain dengan kitab ini.” (HR. Muslim no. 817, dari ‘Umar bin Al Khattab)

Disunnahkan sebulan khatam membaca
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِى شَهْرٍ » . قُلْتُ إِنِّى أَجِدُ قُوَّةً حَتَّى قَالَ « فَاقْرَأْهُ فِى سَبْعٍ وَلاَ تَزِدْ عَلَى ذَلِكَ »

“Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR. Bukhari No. 5054).
Tidak seperti kuburan rumahnya

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِيْ تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibaca surat al-Baqarah di dalamnya.”

2. Tidak menghalalkan yg diharamkan

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَـيَـكُوْنَـنَّ مِنْ أُمَّـتِـيْ أَقْوَامٌ يَـسْتَحِلُّوْنَ الْـحِرَ ، وَالْـحَرِيْرَ ، وَالْـخَمْرَ ، وَالْـمَعَازِفَ. وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَـى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوْحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَـهُمْ ، يَأْتِيْهِمْ –يَعْنِيْ الْفَقِيْرَ- لِـحَاجَةٍ فَيَـقُوْلُوْنَ : ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا ، فَـيُـبَـيِـّـتُـهُـمُ اللهُ وَيَـضَعُ الْعَلَمَ وَيَـمْسَـخُ آخَرِيْنَ قِرَدَةً وَخَنَازِيْرَ إِلَـى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

‘Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan ummatku sekelompok orang yang menghalalkan kemaluan (zina), sutera, khamr (minuman keras), dan alat-alat musik. Dan beberapa kelompok orang sungguh akan singgah di lereng sebuah gunung dengan binatang ternak mereka, lalu seseorang mendatangi mereka -yaitu orang fakir- untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami besok hari.’ Kemudian Allâh mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allâh mengubah sebagian dari mereka menjadi kera dan babi sampai hari Kiamat.’

TAKHRIJ HADITS:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. al-Bukhâri secara mu’allaq dengan lafazh jazm (pasti) dalam Shahîh-nya (no. 5590). Lihat Fat-hul Bâri (X/51),
2. Ibnu Hibbân (no. 6719-at-Ta’lîqâtul Hisân),
3. al-Baihaqi dalam Sunan-nya (X/221),
4. Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 4039).
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh :
1. Imam Muslim dalam Shahiih-nya (no. 780).
2. Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (no. 2877), dan ia menshahihkannya.
bercorak sutera).” (HR. Bukhari no. 5838)

pria haram berbaju merah polos
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

نُهِيتُ عَنْ الثَّوْبِ الْأَحْمَرِ وَخَاتَمِ الذَّهَبِ وَأَنْ أَقْرَأَ وَأَنَا رَاكِعٌ

“Aku dilarang untuk memakai kain yang berwarna merah, memakai cincin emas dan membaca Al-Qur’an saat rukuk.” (HR. An Nasai no. 5266. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Menjauhi makanan dari yg haram
sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau haram.” (HR. Bukhari no. 2083)
Berobat dg yg halal saja
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّوَاءَ وَأَنْزَلَ الدَّاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَتَدَاوَوْا بِحَرَامِ

“Sesungguhnya Allah menurunkan obat dan Dia juga menurunkan penyakit. Allah menjadikan obat pada setiap penyakit. Oleh karena itu, berobatlah. Namun janganlah kalian berobat dengan yang haram. ”[HR. Abu Daud no. 3870, Ibnu Majah no. 2802, At Tirmidzi no. 2045 dan Ahmad 15/193. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Bukan  penggemar musik

Diceritakan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’ (5: 184) bahwa Al-Minhal bin ‘Amr Al-Asadi yang meninggal tahun 110-an Hijriyah diceritakan sebagai berikut.

“Syu’bah meninggalkan periwayatan dari Al-Minhal cuma karena ia mendengar alat musik di rumahnya.”

Versi lainnya, Syu’bah pernah mendatangi rumah Al-Minhal lalu ia mendengar suara at-tunbur (sejenis alat musik) di dalam rumahnya. Syu’bah pun langsung pulang dan tidak bertanya lagi tentang hadits pada Al-Minhal. (Disebutkan dalam Adh-Dhu’afa’, 4: 237)

3. Rumahnya bersih dari gambar yg diharamkan

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ

“Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106)

Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih)

Jumat, 13 Oktober 2017

Wiridan yg shohih


أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

Astaghfirullaåh. Astaghfirullaåh. Astaghfirullaåh. Allahumma antassalaam, wa mingkassalaam, tabarakta ya dzaljalaali wal ikraam.

“Saya memohon ampun kepada Allah.(3x) Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dan dari-Mu lah kesejahteraan, Maha Suci Engkau wahai Rabb pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”

Keterangan: HR. Muslim no.591 (135), Ahmad (V/275,279), Abu Dawud no.1513, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no.737, ad-Darimi I/311 dan Ibnu Majah no.928 dari Sahabat Tsauban radhiyallaahu ‘anhu.
Perhatian: Hendaklah dicukupkan dengan bacaan ini dan jangan ditambah-tambah dengan macam-macam bacaan lainnya yang tidak ada asalnya dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Misykaatul Mashaabiih 1/303)
adapun ini riwayat yg lemah:

  اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَاَدْخِلْنَا اْلجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَاذَاْلجَلاَلِ وَاْلاِكْرَام

▪️ أنَّ عمرَ بن الخطَّابِ - رضيَ اللَّهُ عنْهُ - كانَ إذا نظرَ إلى بيتِ اللَّهِ قالَ اللَّهمَّ أنتَ السَّلامُ ومنْكَ السَّلامُ فحيِّنا ربَّنا بالسَّلامِ 

▫️ درجة الحديث: ليس إسناده بقوي
▫️ الراوي: -
▫️ المحدث: النووي في المجموع - 8/7

▪️  عن عمر يقول : إذا رأيت البيت فقل : اللهم أنت السلام ومنك السلام فحينا ربنا بًالسلام 

▫️ درجة الحديث: موقوف غريب
▫️ الراوي: سعيد بن المسيب
▫️ المحدث: ابن حجر العسقلاني في الفتوحات الربانية - 4/372

Istighfar setelah sholat yg shohih


Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam dalam Taudhih al-Ahkam mengatakan, “Dikatakan kepada salah seorang perawi hadits ini, yaitu Al-Auza’i: bagaimana bunyi istighfar itu? Beliau menjawab: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membaca: Astaghfirullaah, Astaghfirullaah, Astaghfirullaah.” (Ini disebutkan dalam Al-Adzkar milik Imam Nawawi Rahimahullah)

Jadi bacaan istighfar sesudah shalat:

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ ، أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ، أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْك السَّلَامُ ، تَبَارَكْت يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Ada bacaan istighfar lain yang lebih panjang dan lebih masyhur di tengah masyarakat kita. Namun sayang, riwayat yang menyebutkannya berstatus dhaif sehingga mayoritas ulama meninggalkannya dan berpegang dengan riwayat shahih di atas. Yakni:

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ

Riwayat lengkapnya
️ مَنِ استَغفر في دُبُرِ كُلِّ صلاةٍ ثلاثَ مراتٍ فقال : أستغفرُ اللهَ الذي لا إله إلا هو الحيَّ القيومَ وأتوبُ إليه ؛ غُفِرَ له ذنوبُه وإنْ كان قد فَرَّ مِنَ الزَّحْفِ 

▫️ درجة الحديث: ضعيف جداً
▫️ الراوي: البراء بن عازب
▫️ المحدث: الألباني في السلسلة الضعيفة - 4546

Kamis, 12 Oktober 2017

Debat Seru Sunni-Syiah, Syiah nya Keok!


Seorang ulama marja’ Syiah Muhammad Said al-Hakim di Baghdad (tahun 1995) memfatwakan bolehnya nikah Mut’ah bagi mahasiswa kampus dan lainnya. Namun fatwa itu ditentang dan difatwakan haram oleh DR. Muhammad Mahrus al-Mudarris seorang tokoh madzhab Hanafi, lalu aparat menangkap dan memenjarakan beliau.

Yang bertindak sebagai perantara bebasnya tahanan beliau adalah Syaikh Rafi’ ar-Rifai mufti Iraq sekarang. Izzat ad-Douri (komandan militer Iraq) berkata kepada Syaikh Rafi’, “Fatwanya itu menimbulkan bencana fanatisme di negara ini!”

Syaikh Rifai pun menjawab dan mengeluarkan pamflet fatwa al-Hakim yang membolehkan Mut’ah, seraya berkata, “Sekarang siapa yang melahirkan bencana?”

Sebelumnya sang komandan belum mengetahui akan adanya fatwa si Syiah, akhirnya ia pun membebaskan Syaikh al-Mudarris.
Setelah itu aparat ingin berbalik menangkap al-Hakim, namun komandan ad-Douri melarang mereka, lalu ia meminta para ulama mengirim utusan untuk mendebat tokoh-tokoh Syiah dalam masalah ini. Maka Syaikh Abdul Malik as-Sa’di bersedia maju bersama sekelompok ulama yang di antaranya adalah Syaikh ar-Rifai. Adapun dari pihak Syiah, muncullah al-Hakim si pemilik fatwa, al-Madani, dan tokoh Syiah lainnya.

Akhirnya mereka pun berkumpul di Najaf untuk melakukan dialog yang dihadiri langsung oleh komandan ad-Douri, para aparat, dan di tengah-tengah mereka ada Shabri as-Sa’dun (panglima aparat di Najaf saat itu).
Syaikh as-Sa’di pun mulai berbicara tentang Mut’ah, begitu pula al-Hakim, namun keduanya belum menuai hasil.

Syaikh Rafi’ ar-Rifai meminta kesempatan berbicara, lalu beliau diijinkan bicara. Syaikh ar-Rifai bertanya kepada al-Hakim, “Sebenarnya apa yang menjadi pembeda antara sunnah dan syiah, mengapa kami belum puas dengan pendapat kalian dan kalian belum puas dengan pendapat kami? Hingga berbagai argumen belum membuahkan hasil!”

Sekarang saya bertanya kepadamu, “Apakah kamu meyakini Allah memiliki alasan dan tujuan dalam setiap hukum-Nya?”
Al-Hakim menjawab, “Tentu!”

Ar-Rifai kembali bertanya, “Apakah kamu juga meyakini Maqashid Syariah, bahwa agama menjaga jiwa, agama, keturunan, harta, dan akal? ”
Al-Hakim menjawab, “Tentu!”

Ar-Rifai bertanya, “Fatwamu ini untuk setiap lelaki dan perempuan?”
Al-Hakim kembali menjawab, “Tentu!”

Ar-Rifai bertanya lagi, “Apakah wanita memiliki waktu khusus untuk melakukan mut’ah?”
Al-Hakim menjawab, “Wanita boleh melakukannya kapanpun!”

Ar-Rifai mendebat, “Meskipun ia baru beberapa detik mut’ah dengan lelaki lain?”
Al-Hakim menjawab, “Tentu!”

Ar-Rifai mendebat, “Andaikata seluruh atau kebanyakan wanita mengamalkan fatwamu lalu mut’ah, apakah anakmu ini (saat itu hadir di majelis) mau kamu nikahkan dengan seorang perempuan yang setiap 5 menit selalu dilihat berada di pelukan lelaki?”
Saat itu al-Hakim langsung bungkam.

Ar-Rifai mendesak, “Demi Allah, jawablah dengan jujur!”
Al-Hakim menjawab, “Tentu saja tidak, lebih baik ia tetap membujang!”

Ar-Rifai mendebat, “Andaikata seluruh atau kebanyakan lelaki mengamalkan fatwamu, lalu salah seorang mereka meminang putrimu, apakah mau kamu nikahkan?”
Al-Hakim menjawab, “Tentu saja tidak, lebih baik ia tetap perawan dan tak bersuami!”

Ar-Rifai bertanya, “Apakah kamu sudah mendengar Syaikh Fulan (seorang Qari’ Syiah terkenal), putrinya banyak melakukan mut’ah hingga ia familiar, tidakkah kamu dengar bahwa Syaikh itu ingin membunuh putrinya?”
Al-Hakim menjawab, “Yaa.. aku sudah mendengarnya!”

Ar-Rifai kembali bertanya, “Apakah kamu membela Syaikh itu untuk membunuh putrinya, dan setelah itu ia tidak perlu dihukum?”
Al-Hakim menjawab, “Yaa.. setiap ayah yang menjaga kehormatan akan melakukan itu!”

Ar-Rifai kembali bertanya, “Lalu fatwa macam apa itu, yang kontradiksi dengan dua Maqashid Syariah, jiwa dan keturunan?”
Al-Hakim hanya terbungkam tak mampu menjawab.

Komandan ad-Douri pun meminta kepada al-Hakim untuk mencabut fatwa bolehnya mut’ah.

Al-Hakim pun menjawab, “Berilah saya waktu 1 bulan, agar saya dapat mencari solusi, supaya orang-orang tidak meragukan statusku sebagai marja’. ”
Saat itu panglima Shabri as-Sa’dun ingin langsung membunuh al-Hakim, namun Syaikh ar-Rifai menghalangi dan meminta ad-Douri untuk memberi tangguh.

Alhamdulillah, majelis pun selesai.

Hukum BPJS


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

BPJS yang dipermasalahkan MUI adalah BPJS untuk dua program,

Pertama, untuk program jaminan kesehatan mandiri dari BPJS, dimana peserta membayar premi iuran dengan tiga kategori kelas

Kedua, jaminan kesehatan Non PBI (Peserta Bantuan Iuran) yang diperuntukkan bagi PNS/POLRI/TNI, lembaga dan perusahaan. Dimana dana BPJS sebagian ditanggung oleh instansi yang bersangkutan dan juga sebagiannya  ditanggung peserta.

Dalam program ini, MUI menimbang adanya 3 unsur pelanggaran dalam BPJS,

Pertama, gharar (ketidak jelasan) bagi peserta dalam menerima hasil dan bagi penyelenggara dalam menerima keuntungan.

Kedua, mukhatharah (untung-untungan), yang berdampak pada unsur maisir (judi)

Ketiga,  Riba fadhl (kelebihan antara yang diterima & yang dibayarkan). Termasuk denda karena keterlambatan.

Penjelasan lebih rincinya sebagai berikut,

Pertama, Peserta bayar premi bulanan, namun tidak jelas berapa jumlah yang akan diterima. Bisa lebih besar, bisa kurang. Di situlah  unsur gharar (ketidak jelasan) dan untung-untungan.

Ketika gharar itu sangat kecil, mungkin tidak menjadi masalah. Karena hampir dalam setiap jual beli, ada unsur gharar, meskipun sangat kecil.

Dalam asuransi kesehatan BPJS, tingkatannya nasional. Artinya, perputaran uang di sana besar. Anda bisa bayangkan ketika sebagian besar WNI menjadi peserta BPJS, dana ini bisa mencapai angka triliyun. Jika dibandingkan untuk biaya pemeliharaan kesehatan warga, akan sangat jauh selisihnya. Artinya, unsur ghararnya sangat besar.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli gharar.” (HR. Muslim 1513).

Kedua, secara perhitungan keuangan bisa jadi untung, bisa jadi rugi. Kita tidak menyebut peserta BPJS yang sakit berarti untung, sebaliknya ketika sehat berarti rugi. Namun dalam perhitungan keuangan, yang diperoleh peserta ada 2 kemungkinan, bisa jadi untung, bisa jadi rugi. Sementara kesehatan peserta yang menjadi taruhannya.

Jika dia sakit, dia bisa mendapatkan klaim dengan nilai yang lebih besar dari pada premi yang dia bayarkan.

Karena pertimbangan ini, MUI menyebutnya, ada unsur maisir (judi).

Ketiga, ketika klaim yang diterima peserta BPJS lebih besar dari premi yg dibayarkan, berarti dia mendapat riba Fadhl. Demikian pula, ketika terjadi keterlambatan peserta dalam membayar premi, BPJS menetapkan ada denda. Dan itu juga riba.

Menimbang 3 hal di atas, MUI dan beberapa pakar fikih di Indonesia, menilai BPJS belum memenuhi kriteria sesuai syariah.

Diantaranya pernyataan Dr. Muhammad Arifin Badri – pembina pengusahamuslim.com – ketika memberikan kesimpulan tentang BPJS,

”BPJS Kesehatan termasuk dalam katagori Asuransi Komersial, jadi hukumnya haram.”

Kemudian juga keterangan DR. Erwandi Tarmizi,

Pada kajian di al-Azhar 18 Mei 2014, beliau manyatakan

Bahwa sebagian besar dengan adanya BPJS ini sangat baik dan bagus dari pemerintah terhadap rakyatnya. Hanya saja, karena ada satu akad yang mengandung unsur ribawi,  yakni bila terjadinya keterlambatan pembayaran maka pada bulan berikutnya akan dikenakan denda Rp 10 ribu, unsur inilah yang pada akhirnya dipermasalahkan dan menjadikan BPJS haram.

Hukum Jamsostek


Pertanyaan, “Apa hukum mengikuti asuransi kesehatan (jamsostek, dan lain-lain)?”

Jawaban, “Asuransi kesehatan itu bagian dari asuransi tijari (asuransi yang berorientasikan keuntungan). Hukum mengikuti asuransi tijari itu ada dua macam.

Jika mengikuti asuransi tersebut karena suka-rela tanpa ada satu pun pihak yang memaksanya maka hukumnya adalah tidak boleh karena transaksi asuransi itu mengandung unsur gharar (gambling) dan taruhan yang terlarang dalam syariat.Jika keanggotaan asuransi tersebut dipaksakan oleh pemerintah dan tidak mungkin menghindarinya maka kita boleh bergabung dengan asuransi tersebut, namunkita memiliki kewajiban untuk tidak ridha dengannya. Inilah level pengingkaran terhadap kemungkaran yang paling rendah. Kita punya hak dan kita boleh memanfaatkan polis asuransi sebanyak total premi yang pernah kita berikan kepada perusahaan asuransi.

Orang yang benar-benar mengenal Allah tentu saja yakin bahwa bertakwa kepada Allah penyebab dimudahkannya segala urusan, mendapatkan rezeki, dan keluar dari kesempitan penghidupan serta kondisi keuangan yang mengkhawatirkan.

وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ

Allah berfirman (yang artinya), “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan berikan untuknya jalan keluar dan Allah akan melimpahkan rezeki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.s. Ath-Thalaq:2–3)

وقال تعالى: وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

Allah berfirman yang artinya, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan mudahkan segala urusannya.” (Q.s. Ath-Thalaq:4)

Referensi: http://www.ferkous.com/rep/Bi133.php

Read more http://pengusahamuslim.com/2374-hukum-jamsostek.html

Rabu, 04 Oktober 2017

Hukum mendoakan keburukan bagi pemimpin yang dholim


السؤال
يقول البربهاري -رحمه الله- في شرح السنة "وإذا رأيت الرجل يدعو على السلطان فاعلم أنه صاحب هوى، وإذا رأيت الرجل يدعو للسلطان فاعلم أنه صاحب سنة إن شاء الله"، لكن الرسول صلى الله عليه وسلم يقول "...وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم..."، فهل تَرَوْن -بارك الله فيكم- صحة ما ذهب إليه البربهاري-رحمه الله-

الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:

فإذا كان الإمام عدلاً متبعاً للحق رحيماً بالرعية، فإن الدعاء عليه ظلم واعتداء ومجاوزة للسنة، وإذا كان ظالماً فاسقاً مغيراً للشريعة متبعاً لهواه، فالدعاء عليه جائز ومشروع.

وفي هذا السياق يفهم حديث النبي صلى الله عليه وسلم: خيار أئمتكم الذي تحبونهم ويحبونكم، ويصلون عليكم وتصلون عليهم، وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم…. رواه مسلم، ومعنى تصلون عليهم تدعون لهم.

ويتنزل كلام العلماء في الدعاء على السلطان أو له على ما تقدم، وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه دعا على الولاة الذين يشقون على الأمة، كما جاء في صحيح مسلم: اللهم من ولي من أمر أمتي شيئاً فشق عليهم فاشقق عليه، ومن ولي من أمر أمتي شيئاً فرفق بهم فارفق به.

فكيف يقال إن الدعاء على الظلمة من الحكام مخالف للسنة، فالحاكم الظالم يدعى عليه كما يدعى على سائر الظلمة.

والله أعلم
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=57536

Minggu, 01 Oktober 2017

Tidak semua muslim itu salafi


Adz-Dzahabiy rahimahullah ketika menyebutkan biografi para ulama Ahlus-Sunnah yang kuat ittiba’-nya kepada as-salafush-shaalih, menyifatinya dengan salafiy. Diantaranya, ketika menyifati Ad-Daaraquthniy rahimahullah:
لم يدخل الرجل أبدا في علم الكلام ولا الجدال، ولا خاض في ذلك، بل كان سلفيا
“Ia (Ad-Daaraquthniy) tidak masuk sama sekali dalam ilmu kalam dan jidal (perdebatan), serta tidak pula mendalaminya. Bahkan ia seorang salafy” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 16/457].
Juga Abul-‘Abbas Ahmad bin Al-Muhaddits Al-Faqiih Majduddiin ‘Isaa bin Al-Imaam Al-‘Allamah Muwaffaquddiin ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah:
وكان ثقة ثبتا، ذكيا، سلفيا، تقيا، ذا ورع وتقوى
“Ia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt, pandai, salafiy, hati-hati, punya sifat wara’ dan taqwa…” [Idem, 23/118].
Sebaliknya, ketika menyebut orang-orang yang manhaj atau ‘aqidahnyanya ‘bermasalah’, Adz-Dzahabiy rahimahullah mensifati mereka dengan kebid’ahannya. Misalnya, Ibraahiim bin Abi Yahyaa Al-Aslamiy Al-Madaniy:
قدري، معتزلي، يروى أحاديث ليس لها أصل. وقال البخاري: تركه ابن المبارك والناس. وقال البخاري أيضا: كان يرى القدر، وكان جهميا.
“Qadariy, mu’taziliy. Ia meriwayatkan hadits-hadits yang tidak ada asalnya. Al-Bukhaariy berkata : ‘Ibnul-Mubaarak dan orang-orang meninggalkannya’. Al-Bukhaariy juga berkata : ‘Ia memiliki pandangan qadariyyah, seorang jahmiy” [Miizaanul-I’tidaal, 1/57-58 no. 189].
Ibraahiim bin Thahmaan :
ثقة متقن من رجال الصحيحين، وكان مرجئاً
“Tsiqah, mutqin, termasuk perawi kitab Ash-Shahiihain, namun ia seorang Murji’ (memiliki pemikiran Murji’ah)” [Ar-Ruwaatuts-Tsiqaat Al-Mutakallamu fiihim, hal. 35 no. 1].
Al-Hasan bin Shaalih bin Hay :
مع جلالة الحسن وامامته كان فيه خارجية.
“Bersamaan dengan keagungan dan keimaman Al-Hasan, namun padanya ada pemikiran Khawaarij (Khaarijiyyah)” [Tadzkiratul-Huffadh, 1/217].
So, apakah kita pikir paham Raafidlah, Khawaarij, Qadariyyah, Murji’ah, dan yang lainnya itu telah punah di dunia saat ini ?. Jawabannya : tidak. Malah mereka telah bermutasi dengan berbagai nama sehingga hakekatnya menjadi samar dari kejauhan.
Diantaranya, Khawaarij pada hari ini berada di bawah bendera ISIS yang menghalalkan darah kaum muslimin di berbagai penjuru negeri, dari Timur sampai Barat. Mereka muslim,…. tapi apakah mereka salafi ?. Kalau Anda mengatakan Salafi; mohon maaf, saya jelas tidak sependapat.
Apabila, slogan semua muslim adalah salafi dimaksudkan sebagai ajakan liberalisasi salafi/ahlus-sunnah dengan menyatukan semua kelompok Islam, tak peduli benar atau salahnya ‘aqidah dan manhaj mereka dalam baju salafiy; tentu ini menyalahi kaedah. Tidak mungkin dua hal yang berlawanan untuk disatukan : Sunnah dengan Bid’ah, Salafi/Ahlus-Sunnah dengan Ahli Bid’ah.
Di sini point pentingnya.

Syubhat: semua muslim adalah salafi


 Asy Syeikh Muhammad Bin Umar Bazemul:

 Tidak semua muslim disebut SALAFY, ahlul bid'ah dan orang yang menyimpang apabila tidak sampai pada kekufuran maka disebut seorang muslim, tapi TIDAK BISA DISEBUT DENGAN SALAFY.

 Yang dimaksud dengan salafy adalah siapa saja yang bersemangat untuk mengamalkan amalan sebagaimana Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam dan para shohabatnya beramal.

 Dan Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

"Dan ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, SEMUANYA DI NERAKA kecuali satu, ada yang berkata: siapa mereka wahai Rosulullah? Beliau berkata: Al Jama'ah, didalam satu riwayat, beliau berkata: siapa yang mencontoh kami dan para shohabat kami" atau sebagaimana yang disabdakan oleh beliau shollallahu alaihi wa sallam.

 Didalam hadits ini ada beberapa perkara:

1. Bahwasannya ummat Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam terpecah menjadi 73 golongan.

2. Bahwasannya kelompok kelompok sempalan yang berpecah belah, yang mereka menisbatkan diri kepada kelompok kelompok ini, mereka DIANCAM DENGAN NERAKA.

3. Dalil dalil syareat menjelaskan sabda Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam "semuanya di neraka" yaitu ancaman ini dan adzabnya apabila Allah berkehendak mengadzabnya, yaitu dengan kehendak Allah, kalau Allah berkehendak mengadzabnya, dan jika Allah berkehendak maka Allah akan mengampuninya,

Sebagaimana firman Allah "sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni yang lainnya bagi barangsiapa yang Allah kehendaki, barangsiapa yang menyekutukan Allah maka dia telah berbuat kedustaan yang besar"

4. Bahwasannya Al Firqotun Najiyah Al Manshuroh yaitu, kelompok ini saja yang selamat dari ancaman itu.

5. Bahwasannya ciri khas dari Alfirqotun Najiyah At Thoifah Al Manshuroh ini merealisasikan dari jamaah Ahlussunnah yaitu apa yang dibawa oleh Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam dan para shobatnya.

Dan jalan dari Al Firqotun Najiyah ini adalah sebagaimana firman Allah tabaroka wa Ta'alaa "Barangsiapa yang menyelisihi Rosulullah setelah datang penjelasan petunjuk, dan dia mengikuti selain jalannya kaum mu'minin maka kami palingkan dia kedalam neraka jahannam dan sejelek jelek tempat kembali".

Dan kelompok ini dan jalan mereka adalah jalannya kaum mu'minin, maka barngsiapa yang menyelisihi Rosulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam dan tidak mengikutinya maka dia telah mengikuti selain jalannya kaum mu'minin.

Oleh karena itu aku menyeru: WAHAI SALAFIYYIN !! Karena merekalah yang mengamalkan ISLAM YANG MURNI dari kebid'ahan dan penyimpangan,

Dan merekalah yang dijanjikan dengan keselamatan dan pertolongan dari Allah ta'alaa, dan yang MENYELISIHI MANHAJ SALAFY DIANCAM DENGAN ADZAB ALLAH Subahanahu

Wa Ta'alaa, wallahul muwaffiq.

 Sumber:http:"//www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=43273