Sabtu, 25 Mei 2019

Kesalahan doa lailatul qodar

Adakah tambahan “kariimun”?
Kita sering mendengar orang membaca doa yang mirip dengan ini, namun dengan tambahan:
اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْــمٌ تُـحِبُّ …
ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN KARIIMUN TUHIBBU…
Benarkah tambahan ini?
Disebutkan dalam Silsilah Ahadits as-Shahihah:
Dalam Sunan Turmudzi, setelah ‘afuwun, terdapat tambahan “kariimun”! Tambahan ini sama sekali tidak terdapat dalam referensi cetakan lama, tidak juga dalam cetakan lain yang menukil darinya. Kelihatannya, ini adalah tambahan dari sebagian pentranskrip atau penerbit. Tambahan ini tidak ada dalam cetakan al-Hindiyah untuk Sunan Turmudzi yang ada syarahnya Tuhfatul Ahwadzi karya Mubarokfuri dan tidak pula dalam cetakan lainnya. Diantara yang menguatkan hal itu, bahwa Imam an-Nasai meriwayatkan doa ini dengan jalur sanad sebagaimana yang ada dalam sunan Turmudzi, keduanya berasal dari gurunya: Quthaibah bin Said dengan sanadnya dan tidak ada tambahan tersebut (Silsilah Ahadits as-Shahihah, catatan untuk hadis no. 3337)
Kesimpulannya bahwa tambahan “kariim” tidak ada dalam hadis. Kemungkinan, itu adalah tambahan proses transkrip atau dari penerbit. Allahu a’lam.

Kamis, 23 Mei 2019

Doa penguasa dholim tetap berkuasa

Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah -Rahimahullah- mengatakan,

"jika disebutkan tentang Hajjaj bin Yusuf dan orang dzhalim seperti dia, maka kami mengatakan sebagaimana yang Allah firmankan dalam Al-Quran

 ألا لعنة الله على الظالمين
(Ingatlah, laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang dzhalim)

Dan kami tidak memilih untuk melaknat personnya, meski ada sekelompok Ulama yang melaknat -Yazid bin Muawiyah-, madzhab dalam masalah ini terbuka peluang ijtihad di dalamnya, namun pendapat inilah yang lebih baik dan kami congdong memilihnya" (Majmu' Al-Fatawa 4/297)"

---

Imam Adz-Dzahabi -Rahimahullah- mengatakan tentang Hajjaj bin Yusuf,

"Dia orang dzhalim, kejam, nashibi, buruk, dan suka menumpahkan darah, dia juga pemberani, ahli pembuat makar dan siasat, fasih dan memuliakan Al-Quran

Saya telah menuliskan buruknya sejarah hidupnya dalam kitab Tarikh Al-Kabir, bagaimana dia mengepung Abdullah bin Zubair dan Ka'bah dengan melemparinya manjanik, penghinaannya terhadap penduduk Haramain,  menjadi Penguasa di Iraq dan Timur selama 20 tahun, berperang dengan Ibnu Al-Asy'ats, dan dia adalah orang yang suka mengakhirkan shalat sampai Allah mrmbinasakannya

Kami mencelanya dan tidak mencintainya, membencinya karena Allah karena sikap seperti ini adalah cerminan ikatan keimanan yang paling kuat

Dia memiliki kebaikan dalam lautan perbuatan buruknya dan urusannya kita serahkan kepada Allah"  (Siyar A'lam An-Nubala 4/343)

---

"Siapa yang mendo'akan penguasa zalim agar tetap tegar di atas kekuasaannya, maka ia berarti suka bila Allah didurhakai"

Sufyan Ats-Tsauriy dalam Tahdzib Hilyatil-Auliyaa' (2/393)

Selasa, 21 Mei 2019

syubhat Nuzulul Qur'an 17 Ramadhan

Syubhat:
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ: {ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺁﻣﻨﺘﻢ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﻣﺎ ﺃﻧﺰﻟﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺪﻧﺎ ﻳﻮﻡ اﻟﻔﺮﻗﺎﻥ} [ اﻷﻧﻔﺎﻝ: 41] " ﻳﻌﻨﻲ ﺑﺎﻟﻔﺮﻗﺎﻥ : ﻳﻮﻡ ﺑﺪﺭ، ﻳﻮﻡ ﻓﺮﻕ اﻟﻠﻪ ﺑﻴﻦ اﻟﺤﻖ ﻭاﻟﺒﺎﻃﻞ "

Firman Allah:  "... Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan." (Al-'Anfāl: 41).

Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan 'Furqan' adalah perang Badar, hari dimana Allah memisah antara yang benar dan salah (Riwayat Al-Hakim. Al-Hafidz Adz-Dzahabi menilai sahih)

Kapan terjadinya perang Badar? Ulama ahli Tafsir yang juga ahli hadis dan sejarah, Al-Hafidz Ibnu Katsir menyampaikan sebuah riwayat:

ﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﻗﺎﻝ: ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻔﺮﻗﺎﻥ، ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺘﻘﻰ اﻟﺠﻤﻌﺎﻥ، ﻓﻲ ﺻﺒﻴﺤﺘﻬﺎ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﻟﺴﺒﻊ ﻋﺸﺮ ﻣﻀﺖ ﻣﻦ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ.

Ali (bin Abi Thalib) berkata: "Malam Furqan adalah malam bertemunya 2 pasukan, pagi harinya malam Jum'at, 17 Ramadlan"

Ibnu Katsir memberi penilaian:

ﻭﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﻐﺎﺯﻱ ﻭاﻟﺴﻴﺮ

Ini adalah pendapat yang sahih menurut ulama ahli peperangan dan ahli sejarah (Tafsir Ibni Katsir 4/66)

Jawab : ini tidak menerangkan sama sekali alquran awal turun atau turun seutuhnya ke langit dunia pada 17 ramadhan, karena itu yg turun pada perang badar adalah ayat pembagian ghonimah, bukan alquran seluruhnya ataupun awal mulanya.
Dalam tafsir ibnu katsir jelas sekali:
وقال مقاتل بن حيان : ( وما أنزلنا على عبدنا يوم الفرقان ) أي : في القسمة
Bahkan sebagian besar mufassir menyatakan yg turun para malaikat juga
Seperti dalam tafsir jalalain:
«أنزلنا على عبدنا» محمد صلى الله عليه وسلم من الملائكة والآيات
Jadi jelas sekali yg menyatakan alquran turun utuh ke langit dunia atau awal turunnya tidak berdasar.

Hukum mendoakan keburukan bagi pemimpin yg dholim


BOLEH ASAL SETIMPAL TIDAK BERLEBIHAN MELEBIHI KEDHOLIMANNYA

1=> Nabi Musa ‘Alaihis Salam mendo’akan KEBINASAAN untuk Fir’aun:

وَقَالَ مُوسَىٰ رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ ۖ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَىٰ أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّىٰ يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

Musa berkata, “Yaa Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia.Yaa Tuhan Kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Yaa Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih!” (QS.Yunus ayat 88)

2=> Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendo’akan para pemimpin:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.

“Yaa Allah, siapa saja yang memimpin/mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka SUSAHKANLAH DIA”. (HR. Imam Muslim).

Imam besar Tabi’in, Al-Imam Hasan Al-Bashri Rahimahullah, mendoakan keburukan atas pemimpin zhalim di zamannya (yaitu Hajjaj Bin Yusuf Ats-Tsaqafi), beliau berdo’a:

اللَّهُمَّ يَا قَاصِمَ الْجَبَابِرَةِ اقْصِمِ الْحَجَّاجَ ابن يوسوف...

“Ya Allah yang maha perkasa dan kuasa, hancurkan dan binasakanlah Hajjaj Bin Yusuf...”

Lalu, setelah di doakan demikian oleh Imam Hasan Al-Bashri, PENGUASA ALAM SEMESTA DZAT YANG MAHA KUASA ALLAH RABBUL ‘IZZAH WAL JALAALAH MENGABULKAN DO’A IMAM HASAN AL-BASHRI; Hajjaj Bin Yusuf (si gubernur zhalim) pun tewas tiga hari kemudian disebabkan perutnya dipenuhi cacing.

Kata Imam An-Nawawi Rahimahullah:

وَقَدْ تَظَاهَرَ عَلىَ جَوَازِهِ نُصُوْصُ الْكِتَابِ وَالسُنَةِ وَأَفْعَالُ سَلَفِ الْأُمَةِ وَخَلَفِهَا

“Telah jelas kebolehan hal tersebut, yaitu BOLEHNYA mendoakan keburukan kepada orang yang berbuat zalim, berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah. Juga berdasarkan teladan kaum Salaf maupun Khalaf”.

Minggu, 12 Mei 2019

Hukum buka puasa bersama dengan zakat


Kesimpulan ini juga difatwakan oleh lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah,

والمفتى به عندنا عدم جواز إخراج زكاة النقود طعامًا

Yang difatwakan di tempat kami adalah larangan mengeluarkan zakat mal dalam bentuk makanan. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 218029)

Mohon untuk dipahami, bahwa penjelasan di atas bukan berarti melarang anda untuk memberi berbuka puasa. Namun hindari penggunaan zakat mal untuk menyediakan berbuka puasa. Zakat mal diserahkan kepada fakir miskin atau orang yang terlilit utang atau siapapun yang berhak menerima zakat di tempat anda. Dan diserahkan dalam bentuk uang, bukan makanan.

Sementara donasi berbuka puasa bisa anda alokasikan dari dana yang lain, tanpa mengganggu zakat.

Kewajiban Kaffarat jima' siang ramadhan hanya atas suami saja


jika sepasang suami istri melakukan hubungan badan di siang hari bulan Ramadhan, maka yang wajib untuk melaksanakan kaffarat hanya suami saja. Sedangkan istrinya tidak dikenai kewajiban kaffarat.

Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama dari madzhab As-Syafi’iyyah. Antara lain Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H.) dan Imam An-Nawawi (wafat 676 H.). Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Fi Syarh Al-Minhaj, jilid 3 halaman 450, Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan:
“Kewajiban kafarat hanya untuk sang suami saja. Karena nabi Muhammad tidak memerintahkan kewajiban kafarat kepada istri dari seorang suami yang berjima’, walaupun ia (si istri) punya andil yang menyebabkan terjadinya jima’.

Sedangkan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab jilid 6, halaman 334 memaparkan sebagai berikut:

“Mengenai siapa yang dikenai kaffarat itu ada tiga pendapat: dan yang paling benar dalam madzhab ini (As-Syafi’iyyah) adalah pendapat yang mengatakan bahwa kaffarat itu diwajibkan atas suami, yakni membayar denda atas dirinya sendiri, tanpa ada kewajiban apapun bagi si suami atas tindakan yang dilakukan istrinya. Begitu pula si istri, ia tidak dikenai kaffarat apapun atas tindakan (jima’) yang dilakukannya”.

Imam madzhab ini, yakni Al-Imam As-Syafi’i dalam satu riwayat mengatakan:

“istri tidak wajib melakukan kaffarat, sebab ia merupakan objek dimana jima’ itu dilakukan, Sedangkan pelaku sebenarnya adalah suami”

Pendapat senada juga dinyatakan oleh sebagian besar ulama dari madzhab Al-Hanabilah, antara lain Al-Mardawi (wafat 885 H.) dalam kitabnya Al-Inshof jilid 3 hal 313. Beliau mengatakan:

“Tidak wajib bagi sang istri untuk membayar kafarat jima’. Ini adalah pendapat resmi madzhab Al-Hanabilah. Dan ini juga pendapat sebagian besar ulama dari madzhab ini.”

Ibnu Hazm, seorang ulama Fiqih dari madzhab Adz-zahiriyyah juga mengatakan bahwa kewajiban kaffarah hanya diwajibkan atas suami saja, sedangkan istri tidak dikenai kewajiban itu. Dalam kitabnya Al-Muhalla Bil ‘Atsar Jilid 4 halaman 327, beliau mengatakan :

“Istri itu disetubuhi. Yang disetubuhi tidak sama dengan yang menyetubuhi. Maka kewajiban kafarat itu gugur atas sang istri”

https://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=125159

Benarkah syaikh albani menghasankan doa "allohumma laka shumtu"?


اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizkika Afthartu”

“Ya Allah, karenaMu lah aku berpuasa, dan dengan rezekiMu lah aku berbuka” (HR. Abu Daud)

Hadits ini dihasankan oleh para ulama diantaranya adalah syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashabih hadits no. 1994

Jawab: sangat mungkin beliau sudah rujuk/merevisi,karena itu hukum global,sedangkan penilaian yg melemahkan rinci detail.

Doa dengan redaksi ini diriwayatkan Abu Daud dalam Sunan-nya no. 2358 secara mursal (tidak ada perawi sahabat di atas tabi’in), dari Mu’adz bin Zuhrah. Sementara Mu’adz bin Zuhrah adalah seorang tabi’in, sehingga hadis ini mursal. Dalam ilmu hadis, hadis mursal merupakan hadis dhaif karena sanad yang terputus.

Doa di atas dinilai dhaif oleh Al-Albani, sebagaimana keterangan beliau di Dhaif Sunan Abu Daud 510 dan Irwaul Gholil, 4:38.

Hadis semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath-Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dhaif yaitu Daud bin Az-Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk. Al-Hafidz ibnu Hajar mengatakan:

وَإِسْنَادُهُ ضَعِيفٌ فِيهِ دَاوُد بْنُ الزِّبْرِقَانِ ، وَهُوَ مَتْرُوكٌ

“Sanad hadis ini dhaif, karena di sana ada Daud bin Az-Zibriqon, dan dia perawi matruk.” (At-Talkhis Al-Habir, 3:54).

Benarkah syaikh utsaimin membolehkan doa "allohumma laka shumtu"?


Berikut ini keterangan dari Syaikh Utsaimin:
 السؤال ما هو الدعاء المأثور عن النبي صلى الله عليه وسلم عند الإفطار؟ الجواب الأدعية الواردة عن النبي صلى الله عليه وسلم في الإفطار لم تكن في الصحيحين ولا في أحدهما، لكنها في السنن، ومنها: ( اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت ) اللهم لك صمت: وهذا إخلاص، وعلى رزقك أفطرت: وهذا شكر لله عز وجل
 Pertanyaan: “Apakah doa yang berasal dari Nabi ﷺ saat berbuka puasa? Jawaban: “Doa-doa yang berasal dari Nabi ﷺ saat berbuka, tidak dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), tidak pula pada salah satunya, tetapi ada dalam kitab-kitab As Sunan, di antaranya: “ALLAHUMMA LAKA SHUMTU WA ‘ALA RIZQIKA AFTHARTU”. Maksud dari Allahumma Laka Shumtu (Ya Allah untukMu aku berpuasa): ini menunjukkan keikhlasan. Wa ‘Ala Rizqika Afthartu: ini menunjukkanrasa syukur. (Jalsaat Ramadhaniyah Lil ‘Utsaimin, 2/14)

 Dalam Fatawa-nya Beliau berkata:

 والدعاء المأثور: «اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت» ومنه أيضاً قول النبي عليه الصلاة والسلام: «ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاءالله». وهذان الحديثان وإن كان فيهما ضعف لكن بعض أهل العلم حسنهما، وعلى كل حال فإذا دعوت بذلك أو بغيره عند الإفطار فإنه موطن إجابة
Doa yang ma’tsur: (Allahumma Laka Shumtu wa ‘Ala Rizqika Afthartu), di antaranya juga ucapan Nabi ﷺ: Dzahabazh zhama’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insya Allah. Dua hadits ini, jika di dalamnya ada kelemahan, tetapi sebagian ulama telah menghasankan keduanya. Bagaimana pun juga, jika And aberdoa dnegan doa ini atau selainnya saat menjelang berbuka, maka itu adalah momen dikabulkannya doa. (Majmu’ Fatawa wa Rasail, 19/363)

Jawab : beliau mensyaratkan jika shahih.
Syaikh Utsaimin juga berkata dalam fatwanya yang lain:
 لكن ورد ذكر إن صح عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم فإنه يكون بعد الإفطار: (ذهب الظمأ، وابتلت العروق، وثبت الأجر إن شاء الله) هذا لا يكون إلا بعد الفطر، وكذلك ورد عن بعض الصحابة أنه كان يقول: (اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت) فأنت ادع الله بالدعاء المناسب الذي ترى أنك محتاج إليه
 Tetapi telah sampai dzikir yang JIKA SHAHIH dari Nabi ﷺ dibacanya setelah berbuka: Dzahabazh zhama’u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru Insya Allah. Doa ini hanya saat setelah berbuka. Demikian juga telah sampai dari sebagaian sahabat Nabi bahwa Beliau membaca: ALLAHUMMA LAKA SHUMTU WA ‘ALA RIZQIKA AFTHARTU, maka anda bisa berdoa kepada Allah dengan doa-doa yang pas, yang anda anggap sesuai kebutuhan anda. (Al Liqa Asy Syahri, 8/18)

Sabtu, 11 Mei 2019

Shalat di Masjid Terdekat Dengan Rumah


Sebagian ikhwah lebih suka shalat di masjid yang jauh dari rumahnya dan mengabaikan masjid yang didekat rumahnya hanya karena masjid yang jauh tersebut pengurusnya semanhaj, masjid di dekat rumahnya gaduh oleh dzikir keras dengan microfon setelah dan sebelum shalat, masjid dekat rumahnya pengurusnya beda manhaj, masjid yang jauh bacaannya lebih merdu. Hal ini adalah alasan yang tidak tepat untuk tidak shalat dimasjid terdekat, padahal syari'at telah menganjurkan seseorang agar shalat dimasjid terdekat dari rumahnya. Nabi shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda :

ليصل أحدكم في مسجده ولا يتتبع المساجد

"Hendaknya salah seorang diantara kalian shalat dimasjidnya (yang dekat rumahnya) dan janganlah ia malah mencari masjid-masjid yang lain."
[Riwayat Ath-Thabarani dan dishahihkan oleh Asy-Syeikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah 7/234]

Oleh karena itulah para ulama menyebutkan beberapa dampak negatif dari tindakan seseorang yang malah shalat dimasjid yang jauh dari rumahnya. Akan tetapi apabila dimasjid dekat rumahnya terdapat penghalang-penghalang keabsahan shalat semisal sang imam tidak menyempurnakan rukun-rukun shalat, atau sang imam adalah dukun, atau tokoh aliran sesat, atau dimasjid terdapat kuburan, atau imam salah fatal dalam bacaan Al-Fatihahnya maka para ulama menyebutkan tidak mengapa meninggalkan masjid terdekat dan mencari masjid yang jauh. Apabila tidak terdapat penghalang-penghalang tersebut, maka shalat dimasjid terdekat adalah yang paling utama.

Ibnu Qayyim rahmatullah 'alaihi menuturkan, bahwa Muhammad bin Bahrul berkata :

رأيت أبا عبد الله في شهر رمضان

"Saya pernah melihat Abu 'Abdillah Al-Imam Ahmad bin Hanbal  pada bulan Ramadhan."

 وقد جاء فضل بن زياد القطان فصلَّى بأبي عبد الله التراويح، وكان حسن القراءة

"Fadhl bin Ziyad Al-Qatthan datang, kemudian Fadhl mengimami Al-Imam Ahmad pada shalat Tarawih, dan Fadhl ini adalah orang yang sangat bagus bacaannya."

 فاجتمع المشايخ وبعض الجيران حتى امتلأ المسجد

"Maka para orang tua pun dan sebagian tetangga kampung sebelah berkumpul hingga akhirnya masjid pun penuh."

 فخرج أبو عبد الله؛ فصعد درجة المسجد، فنظر على الجمع، فقال: ما هذا؟ تَدَعُون مساجدكم و تجيئون إلى غيرها

"Al-Imam Ahmad kemudian luar dari masjid lalu beliau naik ke tangga masjid dan beliau memandang kepada jama'ah. Kemudian beliau berkata : apa-apaan ini ? Kalian meninggalkan masjid-masjid kalian dan kalian malah mendatangi masjid yang lain."

 فصلى بهم ليالي، ثم صرفه كراهية لما فيه" يعني من إخلاء المساجد، وعلى جار المسجد أن يصلي في مسجده

"Maka beliau (Al-Imam Ahmad) shalat mengimami mereka selama beberapa malam dan mengantikan Fadhl bin Ziyad karena tidak menyukai terhadap dampak apa yang telah terjadi, yakni  kosongnya masjid-masjid yang lain karena orang-orang ingin shalat bersama Fadhl bin Ziyad. Oleh karena itulah orang-orang yang tinggal berdekatan dengan masjid (tetangga masjid) wajib shalat di masjid yang dekat dengan rumahnya tersebut."

Semoga dengan membaurnya kita bersama tetangga di masjid, akan lebih menyatukan qalbu kita dengan qalbu mereka, menjadi sebab terbukanya dakwah dan tersingkirnya segala macam fitnah dan keburukan.

Sumber bacaan :
Ahkamu Hudhuril Masaajid hal. 208-210 cet. Maktabah Dar Al-Minhaj KSA

Sedikitkan kenyang di dunia

Orang Yang Paling Panjang Laparnya Di Akhirat
-
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

فإن أكثر الناس شبعاً في الدنيا أطولهم جوعاً يوم القيامة

“Sesungguhnya orang yang paling banyak kenyang di dunia adalah yang paling panjang laparnya di hari kiamat.” HR Ath Thabrani dan dihasankan oleh syaikh Al Bani.

Jumat, 10 Mei 2019

Rambut nabi validkah?

Keterangan Syekh Ahmad Basa Taimur.
Beliau menyatakan dalam buku beliau “Al-Atsar An Nabawiyah”,
فما صح من الشعرات التي تداولها الناس بعد ذلك ، فإنما وصل إليهم مما قسم بين الأصحاب رضي الله عنهم ، غير أن الصعوبة في معرفة صحيحها من زائفها
Tak satupun riwayat valid yang bersambung sampai ke Nabi berkenaan rambut Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang tersebar di masyarakat sepeninggal beliau. Rambut-rambut beliau yang sampai kepada mereka mungkin bersumber dari para sahabat; semoga Allah meridhoi mereka, yang telah tersebar setiap helainya. Hanya saja, sangat sulit mengidentifikasi riwayat yang valid dengan yang tidak. (Al-Atsar An Nabawiyah, hal. 82 – 84)

Hukum kajian tanpa hijab pembatas

Fatwa Syaikh Muqbil ibn Hadi Al Wadi’i rahimahullahu ta’ala

Pertanyaan : Apa hukumnya mengajar perempuan dalam kelas umum di belakang laki-laki (langsung tanpa hijab pembatas –pent), dalam perkara agama mereka atau kajian Islam mingguan, dengan kondisi para perempuan tersebut berhijab atau bercadar, atau apakah harus kajian Islam tersebut berada di balik hijab? Lalu apa hukumnya mengajari perempuan perkara agama dalam kondisi ini dengan mengetahui bahwa ada beberapa anak laki-laki kecil disana yang ikut, dan terkadang pengajaran tersebut adalah dalam perkara agama yang hukumnya darurat untuk segera diketahui?
Jawab : Kajian laki-laki bagi perempuan dengan tanpa hijab, apabila aman dari fitnah bagi peserta laki-laki, atau bagi si pemateri laki-laki, atau bagi peserta wanita itu sendiri maka hukumnya tidak mengapa, apabila laki-laki aman dari fitnah, dan perempuan juga aman dari fitnah, dan mereka semua berpakaian Islami yang menutupi aurat, maka hukumnya tidak mengapa. Karena terdapat hadits shahih bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wa sallam berkhutbah kepada para laki-laki di hari ‘Ied, dan setelah selesai beliau pergi kepada para perempuan dan memberi nasihat, “Wahai sekalian perempuan, bersedekahlah karena sungguh aku melihat banyak dari kalian termasuk penghuni neraka”. Ada yang bertanya, apa sebabnya wahai Rasulullah, “Mereka kufur (durhaka) terhadap suami-suaminya, apabila engkau berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka selama rentang waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu satu keburukan niscaya dia berkata, ‘Aku tidak melihat satupun kebaikan dari dirimu’. Kemudian Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda kepada para perempuan, “Tidaklah salah seorang perempuan diantara kalian ditinggal mati oleh tiga anaknya melainkan mereka akan menjadi hijab dari api neraka”. Ada yang bertanya, “Dan dua wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dan dua”. Kemudian seorang perempuan diutus menemui Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam dan ia berkata, “Wahai Rasulullah, para lelaki bisa berangkat kepadamu (untuk menuntut ilmu), maka jadikanlah satu hari bagi kami (para wanita)”. Saat itu Bilal sedang membersamai Nabi shallallaahu alaihi wa sallam atau di lain waktu Jabir ibn Abdillah, kemudian para wanita mengumpulkan anting, dan giwang di balik baju Bilal. Ini menjadi dalil apabila aman dari fitnah maka hal tersebut tidak mengapa.
-selesai kutipan dari Ijabaatus Saa’il ‘ala Ahammil Masaa’il Syaikh Muqbil ibn Hadi Al Wadi’i hal. 617-619

Makna ihtisaban dalam tarawih

sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa di bulan ramadhan karena keimanan dan berharap maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Al-Bukhari no 38 dan Muslim no 760)

Al-Khotthoobi berkata
احْتِسَابًا أَيْ عَزِيْمَةً وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ
“Ihtisaaban” yaitu azimah (tekad) maksudnya ia berpuasa karena berharap pahala dari Allah” (Fathul Baari 4/115)

Hukum tarawih ngebut batal

  1. Hadis dari Hudzifah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab: “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” (karena shalatnya batal). Lanjut Hudzaifah,
وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”  (HR. Ahmad 23258, Bukhari 791, An-Nasai 1312, dan yang lainnya).
Memahami hal ini, ngebut ketika tarawih, sampai tidak thumakninah ketika mengerjanakan rukun, seperti terlalu cepat ketika rukuk, i’tidal, sujud, atau duduk diantara dua sujud, bisa menyebabkan shalatnya batal. Percuma target banyak, namun ternyata dinilai tidak sah secara syariat.
Sederhana, namun bisa menikmati, menghayati, dan lebih sempurna, lebih baik dari pada banyak, namun tidak berkualitas.

Hukum telat mengqadha puasa hingga ramadhan berikutnya


Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang sakit selama dua tahun. Sehingga utang ramadhan sebelumnya tidak bisa diqadha hingga masuk ramadhan berikutnya.
Jawaban yang beliau sampaikan,
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم
Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnyam hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/572/

Berbuka dengan manis bid'ah?

Muhammad Ali As-Syaukani dalam karyanya Nailul Authar sebagai berikut.

وإذا كانت العلة كونه حلواً والحلو له ذلك التأثير فليحق به الحلويات كلها، أما ما كان أشد منه في الحلاوة فبفحوى الخطاب وما كان مساوياً له فبلحنه

Artinya, “Kalau illah (sebab) disunahkan berbuka dengan kurma itu karena manisnya (dan sifat manis itu menjadi sebab primer buka puasa Rasulullah dengan kurma), maka semua bentuk makanan dan minuman manis lainnya juga tergolong kategori berbuka puasa berdasarkan sunah Rasulullah . Kalau ada misalnya makanan atau minuman yang lebih manis dari kurma, maka ulama menggunakan fahwal khithab (qiyas di mana yang tidak disebut di nash Al-Quran/hadits lebih kuat dari yang disebut di nash). Tetapi kalau makanan dan minuman itu setara manisnya dengan kurma, maka ulama menggunakan lahnul khithab (qiyas qiyas di mana yang tidak disebut di nash Al-Quran/hadits setara dengan yang disebut di nash), (Lihat Muhammad Ali As-Syaukani, Nailul Authar fi Syarhi Muntaqal Akhbar, Darul Fikr, Beirut, Tanpa Tahun, Juz IV, Halaman 302).

urutan makanan yang terbaik bagi orang yang berbuka puasa adalah ruthab (kurma basah), tamr (kurma kering) kemudian air, kalau itu pun tidak ada, maka boleh menggunakan sirup atau air juice buah yang mengandung unsur gula yang cukup, seperti air yang dicampur sedikit madu, jeruk, lemon, dan sebagainya. [Catatan kaki yang terdapat dalam Shahih At-Thibb An-Nabawy fi Dhau-il Ma’arif Ath-Thabiyyah wal Ilmiyyah Al-Haditsah (hal. 401) oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly, cet. Maktabah Al-Furqaan, th. 1424H]

Sehat dengan puasa


PENYAKIT DAPAT TERKONTROL DENGAN PUASA
1. Sakit Maag.
Seseorang dengan sakit maag karena kelainan fungsional, pola makannya akan lebih teratur selama puasa Ramadhan. Pada saat sahur dan berbuka, ia akan menghindari camilan-camilan yang mengandung coklat, keju, makanan berlemak dan berminyak; yang dalam hal ini baik bagi penyembuhan sakit maagnya. Selain mengkonsumsi makanan camilan yang kurang sehat untuk lambung, selama berpuasa juga akan mengurangi minuman yang mengandungsoda kopi dan alkohol serta rokok. Selama berpuasa, ia juga akan lebih mengendalikan diri, terutama mengendalikan stres, yang merupakan faktor dominan dalam menimbulkan gangguan pada lambung penderita maag karena kelainan fungsional. Makan secara teratur disertai berkurangnya konsumsi makanan camilan dan minuman yang tidak sehat untuk lambung, serta mengendalikan diri dari stres, merupakan faktor penting yang membuat kondisi penderita sakit maag membaik selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

2. Kegemukan, Kencing Manis, Kolesterol Tinggi, Tekanan Darah Tinggi dan Asam Urat.
Selama puasa Ramadhan akan terjadi pengurangan asupan makanan, sehingga kita dapat mengurangi berat badan sekitar 5 %. Penelitian membuktikan, asupan kalori orang yang berpuasa akan berkurang selama menjalankan puasa, dan hal ini akan mengontrol berat badannya. Berbagai penyakit metabolik, seperti kegemukan (obesitas), penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus/DM), kadar kolesterol dan trigliserida tinggi (dislipidemia), tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kadar asam urat tinggi (hiperurisemia), akan lebih baik dan terkontrol jika seseorang yang mengalami penyakit tersebut dapat mengendalikan berat badannya. Puasa Ramadhan merupakan kesempatan yang baik bagi mereka dengan penyakit kronis ini untuk mengendalikan penyakitnya.

3. Penyakit Persendian.
Seseorang yang mengalami gangguan pada sendi berupa pengapuran (osteoartritis), terutama pada sendi lutut dan sendi tulang belakang, maka dengan terjadinya pengurangan berat badan, juga akan membantu memperbaiki gangguan sendi yang terjadi. Jelaslah, jika puasa Ramadhan dilaksanakan dengan baik, maka berat badan dapat dikontrol dan dikurangi, sehingga akan memperbaiki keadaan penyakit kronis yang ada. Tetapi tentunya, hal ini dapat terwujud jika kaidah-kaidah selama puasa dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu tidak makan dan minum yang berlebih-lebihan, serta banyak mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran, serta melakukan kegiatan olah raga ringan. Salah satu aktifitas fisik yang sangat baik, yaitu melaksanakan shalat tarawih yang bermanfaat membantu membakar lemak di dalam tubuh jika dilakukan secara rutin. Shalat malam mempunyai manfaat meningkatkan perubahan respon ketahanan tubuh imunologik. Yaitu ketika shalat malam dilakukan dengan tepat, khusyuk, ikhlas, dan kontinyu (terus-menerus). Shalat malam juga mampu menurunkan sekresi (pengeluaran) hormon kortisol, yaitu hormon yang digunakan sebagai tolak ukur stress dan homeostasis tubuh.