Jumat, 30 Oktober 2015

WAJIBNYA QURBAN

 
 SYEIKH MASYHUR HASAN SALMAN  MURID SYEIKH ALBANI

السؤال: ثبت عن أبي بكر وعمر أنهما كانا أحياناً لا يضحيان، لئلا يظن الناس أنها واجبة، وقال صلى الله عليه وسلم: {من وجد سعة ولم يضحي فلا يقربن مصلانا}، فما الراجح من حيث وجوبها على المستطيع؟
الإجابة: الراجح أن الأضحية واجبة على المستطيع، فالنبي صلى الله عليه وسلم أمر من ضحى قبل الوقت أن يعيد أضحيته، وربنا يقول: {فصل لربك وانحر}، ويقول النبي أيضاً: "من وجد سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا" وهذا مذهب أبي حنيفة والأوزاعي والليث بن سعد، وابن تيمية، وجمع من المحققين.
وأما فعل أبي بكر وعمر فإنهما لما رأيا الناس يتباهون في الأضاحي كانا يكتمان ولا يظهران، فليس المقصود بالترك الترك بالكلية،إنما كانا يتركان الإظهار، وأبو بكر وعمر، وغيرهم ممن ذكر عنهم ذلك، هم أقرب الناس للسنة، وأحرص الناس عليها، فهم ما كانوا يظهرون الأضحية فحسب.
Soal : telah tetap riwayat dari abu bakar dan umar keduanya kadang-kadang tidak bekuban supaya manusia tidak menyangka qurban itu wajib.sedangkan nabi bersabda:
Barangsiapa mendapatkan kelapangan dalam rizki namun tidak mau berkurban maka janganlah sekali-kali mendekati tempat Shalat  kami”.lalu apakah yg lebih kuat tentang wajibnya kurban atas orang yang mampu?
JAWAB : pendapat terkuat adalah wajibnya kurban bagi yang mampu karena nabi menyuruh mengulang kurban yg disembelih sebelum waktunya dan alloh berfirman :Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (Al-Kautsar;2) dan nabipun bersabda :
Barangsiapa mendapatkan kelapangan dalam rizki namun tidak mau berkurban maka janganlah sekali-kali mendekati tempat Shalat  kami” dan ini adalah pendapat imam abu hanifah imam auza'i imam al-laits ibn sa'id ibnu taimiyyah dan sekelompok para peneliti
adapun perbuatan abu bakar dan umar maka itu karena mereka berdua melihat manusia mulai saling menyombongkan kurban mereka.beliau berdua menyembunyikan dan tidak menampakkan amalannya dan tidaklah mereka bermaksud meninggalkan kurban secara keseluruhan akan tetapi beliau berdua hanya meninggalkan sikap menampakkan amalan saja.dan abu bakar umar dan selainnya yg disebut itu mereka adalah orang paling semangat menjalankan sunnah nabi(bukan yg hukumnya sunnah saja wajib juga).
mereka berdua hanya tidak menampakkan amalan itu saja.

JENGGOT: GUS ANAM VS SAID AGIL


Beredar rekaman video penghinaan dan cara bercanda ketua PBNU Said Agil Siraj tentang kesunnahan memelihara jenggot. Menurutnya jenggot itu mengurangi kecerdasan dan semakin panjang jenggotnya semakin goblok yang diiringi derai ketawa para pendengar.
Said Agil juga memuji para tokoh liberal seperti Gus Dur, Nurkholis Majid dan Quraish Shihab karena ketiganya tidak berjenggot. Video rekaman yang beredar luas tersebut mendapat tanggapan dari KH. Zuhrul Anam Hisyam atau Gus Anam pengasuh Pondok Pesantren Leler Banyumas Jawa Tengah. Gus Anam menjawabnya dengan gubahan syi’ir arab;

ائمة الهدى ارباب اللحية # من مالك حتى ابي حنيفة

واحمد والشافعي اﻻجل # هذا خطاب والله لذو خلل

فسعيد وفلان واخرون # كل اؤلئك همو المداهنون

اعجبهم تصفيق ارباب الهوى $ صريح السنة خذ واترك السوى

Para imam pembawa petunjuk mereka mempunyai jenggot #
Dari Imam Malik sampai Imam Abi Hanifah
Dan Imam Ahmad serta Imam Syafi’i yang agung #
Perkataan ini (Said Agil Siraj) demi Allah mempunyai banyak cacat
Adapun Said (SAS) dan seseorang yang lain telah melecehkan (peserta yang tepok tangan) #
Mereka semua adalah orang -orang yang meremehkan
Sungguh mengherankan mereka bertepuk tangan karena menuruti hawa nafsu mereka #
Ambillah jalan sunnah yang telah jelas dan tinggalkanlah yang melenceng dari kebenaran.

SYUBHAT SOLMED USTADZ AMPLOP AGEN SYIAH

         
KATA DIA :
1. INDONESIA DARURAT WAHABI (siap-siap dituduh Syiah). Tempat wahabi
bukan di Indonesia. Indonesia itu tanah Ahlussunnah bukan tanah Ahlu fitnah.
          TANGGAPAN : itu untuk menutupi kedangkalan ilmumu dan sikap taqlidmu.
           tempatmu di iran sono ente bisa bebas mencaci wahabi wahai agen syiah yang lagi        taqiyah..indonesia bukan tempat ustadz amplop kayak ente..ahlun namimah...tukang adu domba..
2. Silahkan melakukan amal dari ajaran dan tafsiran gurumu tapi tak perlu kau hina orang yang beda amalan denganmu.
TANGGAPAN : yang menghina itu ente..karena menghujat hanyalah ajaran syiah dan agen-agennya...wahabi(sunni) cuma menyampaikan sunnah..apakah sama menyampaikan sunnah dg menghina??/
3. Kau fitnah yang tahlil dengan BID’AH. Kau fitnah yang ziarah qubur & berdoa kepada Allah di sana dengan SYIRIK. Perayaan maulid kau tuduh KELUAR SUNNAH.
TANGGAPAN : Apakah tahlilan model buatan ente ada sunnahnya?adakah tatacara tahlil sesuai sunnah???siapa bilang ziarah qubur & berdoa kepada Allah SYIRIK..ente kurang piknik kayae..hanya membual cari sensasi kehabisan amlop jamaah...sejak kapan maulid masuk jadi sunnah nabi??adakah sifat maulid nabi???mikiiiiirrr.....
4. Silahkan gunakan tafsiranmu untuk ibadahmu, jangan kau jadikan tafsirmu untuk menghina, mencaci & memaki saudaramu yang tidak sejalan denganmu.
TANGGAPAN : tidak ada yg menghina saudaranya kecuali hanya amar ma'ruf dan nahi munkar saja..cuma liberal saja yg gak mau di ajak  amar ma'ruf dan nahi munkar..atau virus liberal telah meracuni otakmu???
5. Jangan menjadi virus perpecahan di tengah Ummat. Jangan kau tarik perang saudara & kepentinganmu di Timur Tengah ke tanah pertiwi kami Indonesia.
TANGGAPAN : sejak kapan menyampaikan sunnah dianggap virus perpecahan???sejak zaman nabi memang nabi juga dianggap pemecah belah umat oleh ahlus syirk..lalu siapa ahlus syirk disini sekarang?penuduh atau yg dituduh??justru ente yg menabuh genderang peperangan kepada sunnah...memang pecinta amlop dunia dg ahlu sunnah nabi gak pernah klop
6. Kuatkan persatuan, perhatikan kepada siapa anak kita mengaji, tanya anak kita apa yang diajarkan gurunya kepada dia. Waallahul Musta’aan.
TANGGAPAN : menguatkan persatuan itu bukan dg menuduh wahabi..tapi membenahi diri dg sunnah nabi.tanyakan dalilnya bukan menteror anak..orang kayak begini peneror sebenarnya

www.youtube.com/watch?v=2RaD83dN5X4

Hukum Lewat depan orang sholat tanpa sutroh



hukum Lewat depan orang sholat tanpa sutroh
قوله: (إلى شيء يستره من الناس) مما سلف تعيينه من السترة، وقدرها، وقدركم يكون بينها وبين المصلي. وفيه أنه لا يجوز الدفع والمقاتلة إلا لمن كان له سترة. قال النووي: اتفقوا على أن هذا كله لمن لم يفرط في صلاته بل احتاط وصلى إلى سترة، أو في مكان يأمن المرور بين يديه
Mir’atul mafatih 2/492
Dan didalamnya dalil bahwa tidak boleh mendorong atau memerangi kecuali dia memakai sutroh
في الحديث الصحيح: ((إذا صلى أحدكم إلى شيءٍ يستره فأراد أحد أن يجتاز بين يديه فليدفعه)) دل على أنه إذا صلى إلى غير سترة جازت صلاته وليس له أن يدفع حينئذٍ.
Syarh kitabul haj minshohih muslim 5/3
Hadits ini menunjukkan bahwa jika sholat tanpa sutroh maka sholatnya sah dan dia tidak punya hak untuk mendorong saat itu
أما إذا لم يستتر ليس له أن يدفع، لكن على المسلم أن يحرص ألا يشوش على أخيه المصلي.
Syarh kitabul haj minshohih muslim 6/15
Adapun jika tidak bersutroh maka dia tidak berhak mendorong/ menghalangi yg lewat,akan tetapi wajib bagi seorang muslim berusaha agar tidak mengganggu saudaranya yg sholat
قال بعض الفقهاء: واتفق العلماء على دفع المارَ بين يدى المصلى إذا صلى إلى سترة، وليس له إذا صلى إلى غير سترة أن يدفع من مَرَّ بين يديه؛ لأن الرسول جعل ما بينه وبين السترة من حقه الذى يجب له منعه ما دام مصليًا، فأما إذا صلى إلى غير سترة، فليس له أن يدرأ أحدًا؛ لأن التصرف والمشى مباح لغيره فى ذلك الموضع الذى يصلى فيه وهو وغيره سواء، فلم يستحق أن يمنع شيئًا منه إلا ما قام الدليل عليه، وهو السترة التى وردت السنة بمنعها
Syarh shohih bukhori lini bathol 2/136
Berkata sebagian ahli fiqh:dan telah bersepakat para ulama' wajibnya menghalangi yg lewat jika didepannya ada sutroh,dan tidak berhak dia menghalangi yg lewat jika tanpa sutroh karena rosul menjadikan hak baginya menghalangi jika dihadapannya ada sutroh,adapun tanpa sutroh dia tidak punya hak menghalanginya karena perbuatan dan jalan boleh ditempat atau di lainnya sama saja selama tdk ada pembatas ditempat sholat,maka dia tidak berhak menghalangi kecuali ada dalil yg membolehkan yaitu sutroh seperti disebutkan dalam sunnah
وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ هَذَا كُلُّهُ لِمَنْ لَمْ يُفَرِّطْ فِي صَلَاتِهِ بَلِ احْتَاطَ وَصَلَّى إِلَى سُتْرَةٍ أَوْ فِي مَكَانٍ يَأْمَنُ الْمُرُورَ بَيْنَ يَدَيْهِ
Syarh nawawi ‘ala muslim 4/223
Para ulama sepakat bolehnya menghalangi yg lewat itu bagi yg tidak sembrono dalam sholatnya akan tetapi dia berhati- hati dg menaruh sutroh atau di tempat yg aman dari lalulalang manusia di hadapannya
قَالَ ابْنُ الْمَلَكِ: فَإِنْ قَتَلَهُ عَمَلًا بِظَاهِرِ الْحَدِيثِ فَفِي الْعَمْدِ الْقِصَاصُ وَفِي الْخَطَأِ الدِّيَةُ، قَالَ: وَهَذَا أَرَادَ الْمُرُورَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ السُّتْرَةِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ سُتْرَةٌ فَلَيْسَ لَهُ الدَّفْعُ ; لِأَنَّ التَّفْرِيطَ مِنْهُ بِتَرْكِهَا، وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْعَمَلَ الْيَسِيرَ لَا يُبْطَلُ الصَّلَاةَ اهـ.
Mirqotul mafatih 2/643
Berkata ibnu malik: dan ini bagi yg dihadapannya ada sutroh,jika tanpa sutroh maka dia tidak berhak menghalau yg lewat karena sembrono dari yg sholat tidak pakai sutroh
وَالْحَدِيثُ دَالٌّ بِمَفْهُومِهِ عَلَى أَنَّهُ إذَا لَمْ يَكُنْ لِلْمُصَلِّي سُتْرَةٌ فَلَيْسَ لَهُ دَفْعُ الْمَارِّ بَيْنَ يَدَيْهِ، وَإِذَا كَانَ لَهُ سُتْرَةٌ دَفَعَهُ
Subulus salam 1/216
Dan hadits ini dalil dg pemahamannya bahwa jika orang sholat tanpa sutroh maka tidak berhak menghalangi yg lewat di hadapannya,jika memakai sutroh maka baginya berhak menghalaunya

Trik mengatasi tukang parkir




Trik mengatasi tukang parkir

Saya gak benci personnya.tp cara kerjanya.Parkir pekerjaan paling gak jelas kehalalannya.kenapa? Karena akadnya tidak jelas.
Dibilang penitipan tapi kok tertulis "hilang bukan tanggung jawab kami"
Dibilang jual jasa tapi kok cuma nongkrong nungguin doang.. ee ngelap2 kek juga nggak.
Tau2 minta uang...enak bgt.kalau itu tanah milik dia wajar dia majakin,lawong dia sendiri numpang.

Oleh karena itu ane selalu berusaha menghindar dr tukang palak parkir.caranya :
Cari toko atau mini market yg free bebas parkir deket tujuan.
Kalau terpaksa harus berhadapan dg si tukang parkir,maka caranya kasih uang segedee mungkin..50ribuan atau 100ribuan...yakin si tukg parkir akan angkat tangan tanda enggan ngasih kembalian belibet soalnya he..

Itu trik sudah ana uji coba berkali2 dan berhasil.
Namun kalau lg apes bersiaplah uang anda jd recehan..he...
Tapi tenang kembalian tetap pas gak akan berkurang.
Moga manfaat.

Sabtu, 17 Oktober 2015

BARAT :TIDAK ADA ANAK BODOH..SEMUA CERDAS


Dalam buku Sekolahnya Manusia, hal. xxii, Munif Chatib berkata,

"... saya menjelaskan teori multiple intelligences yang dikembangkan oleh Howard Gardner sebagai landasan teori."

Dalam artikel "Apa Itu Multiple Intelligences (MI)?" dituliskan,

"Kecerdasan yang dijelaskan Gardner
yaitu:

1. Verbal-linguistik
Berkaitan dengan kata-kata, lisan atau tertulis. Orang-orang yang ahli dalam area ini umumnya bagus dalam menulis, orasi dan cenderung belajar dari metode ceramah. Mereka juga cenderung memiliki kosa kata yang luas serta belajar bahasa dengan mudah.

2. Logis-matematis
Berkaitan dengan angka dan logika.Mereka yang cenderung memiliki kecerdasan ini umumnya unggul dalam matematika dan pemrograman komputer. Karir kemungkinan melibatkan sains dan pemrograman komputer.

3. Visual-spasial
Berkaitan dengan gambar dan ruang. Orang-orang pada kelompok ini umumnya memiliki koordinasi penglihatan yang tinggi, dapat menafsirkan seni dengan baik. Orang orang seperti ini biasanya artis, pekerja tangan dan insinyur.

4. Kinestetik-jasmani
Berkaitan dengan koordinasi otot, gerakan dan melakukan sesuatu. Pada kategori ini, umumnya orang yang mahir dalam olah raga dan tari, bekerja lebih baik ketika bergerak. Sebagai tambahan, mereka belajar lebih baik dengan melakukan sesuatu dan berinteraksi secara fisik. Kebanyakan penari, pesenam dan atlet berada pada kategori ini.

5. Musikal
Berkaitan dengan pendengaran. Mereka yang baik dalam kecerdasan ini cenderung menyanyi dan memiliki pola titinada yang lebih baik, serta lebih menyukai musik. Musik juga membantu mereka yang berada pada kategori ini bekerja lebih baik, selain itu belajar cenderung lebih menyerap jika melalui ceramah.

6. Interpersonal
Berkaitan dengan interaksi dengan yang lain. Orang-orang yang termasuk kategori ini biasanya ekstrovert dan baik dengan orang-orang. Mereka bisa bersifat karismatik, meyakinkan dan diplomatis. Mereka cenderung belajar lebih baik dalam kelompok, misalnya dalam diskusi.

7. Intrapersonal
Berkaitan dengan diri sendiri. Orang- orang yang termasuk kategori ini seringkali introvert dan memiliki filosofi yang sangat rumit. Mereka seringkali berakhir dalam karir keagamaan atau psikologi dan suka menyendiri.

8. Naturalis
Berkaitan dengan alam. Orang-orang pada kategori ini tidak hanya baik dengan kehidupan tapi juga dengan berbagai fungsi dan mekanisme di belakangnya; bahkan kebanyak orang dalam kategori ini mengklaim merasakan kekuatan kehidupan dan energi. Pada area ini biasanya ahli biologi atau lingkungan."

Inilah konsep yang beberapa tahun terahir ini, jagad pendidikan diramaikan oleh teori pendidikan yang mula-mula dicetuskan oleh Howard Gardner. Teori tersebut adalah teori Multiple Intelligences.

Teori ini berpendapat bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Kecerdasan-kecerdasn itu antara lain: kecerdasan musikal, kinestetik, logis- matematis, linguistik, spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.

Benarkan demikian?

Kita sebagai seorang muslim, harus mengetahui, Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
(QS. Al Hujuraat [49]:6 )

Kriteria orang fasik, bisa saja ini seorang muslim, maka beritanya tetap dicek kebenarannya. Apalagi seorang non muslim, maka seharusnya kita lebih komprehensif lagi dalam mengecek kebenarannya.

Kalau begitu, mari kita "kupas" teori ini. Yang mana, kita mengaggap teori ini merupakan "evolusi" dari sistem pendidikan kita selama ini.

Teori ini muncul ada tahun 1965, oleh Howard Gardner. Ia menyatakan bahwa setiap orang memiliki semua komponen (spectrum) kecerdasan, memiliki sejumlah kecerdasan yang tergabung yang kemudian secara personal menggunakannya dalam cara yang khusus.
(Teaching and Learning through Multiple Intelligences, Massachusetts: Allyn and bacon, 1996, Hal.XV)

Berkata Alamsyah Said, S.Pd., M.Si.,

"... membaca buku “Intelligence Reframed” karya Howard Gardner. Apa yang ada dibenak saya seolah terbukti, bahwa acuan dan landasan pemikiran teori multiple intelligences Howard Gardner mengacu pada teori evolusi Darwin. Acuan ini semakin menguat ketika referensi tokoh yang ditampilkan Gardner berlatar belakang Anglo-Katolik-Yahudi-Ortodoks, Kristen, Hindu dan Atheis."

Astagfirulloh! Ini merupakan ancaman buat kita, bahwa ternyata teori ini dibangun bukan di atas agama Islam, bukan dari al-Qur'an dan as-Sunnah.

Maka betul apa yang sempat dikatakan oleh seorang pendidik,

"Pintu terbesar yang paling mudah dimasuk oleh Yahudi adalah 2. Yaitu dunia psikologi dan dunia pendidikan."

Maka mari kita waspadai teori MI ini.

Buku 'Frames of Mind' yang ditulis Howard Gardner pada 1983 kemudian mengedepankan tujuh representasi mental berlandaskan teori psikologi perkembangan Charles Darwin. Dari tujuh representasi mental tersebut, Gardner memunculkan tujuh klasifikasi “kecerdasan” yang independen dan terbagi. Singkatnya, evolusi adalah password “ilmiah” yang digunakan Howard Gardner dalam penekanan teori multiple intelligences.

Dan jawaban tentang teori evolusi Darwin ini, telah disampaikan oleh asy-Syaikh Muhammad bin Saleh Al Utsaimin rahimahullah,

“Ucapan ini tidak benar, bahwa asal muasal manusia adalah monyet (teori evolusi). Dan meyakininya adalah kekafiran karena merupakan tindakan mendustakan Al-Qur`an. Hal itu karena Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa asal penciptaan manusia adalah dari tanah, dengan diciptakannya Adam alaihissalam sebagai nenek moyangnya manusia. Kemudian Allah Ta’ala menjadikan (baca: menciptakan) anak keturunannya (Adam) dari air yang hina (sperma).

Sementara monyet yang kita kenal adalah jenis lain dari makhluk (Allah). Dia adalah makhluk yang diciptakan sudah demikian asalnya, Allah Tabaraka wa Ta’ala menciptakannya dengan sifat seperti itu. Sama seperti keledai, anjing, baghal, kuda, onta, sapi, kambing, rusa, ayam, dan selainnya.

Karenanya tidak boleh ada seorangpun, bahkan tidak boleh bagi negara Islam yang menyandarkan dirinya kepada Islam untuk menjadikan hal ini sebagai kurikulum dalam sekolah-sekolah mereka. Bahkan wajib atas (pemerintah) negara tersebut untuk menghilangkan ilmu ini dari sekolah sekolah mereka. Karena jika siswa tumbuh dengan keyakinan seperti ini sejak kecilnya, maka dia akan sulit untuk terlepas darinya. Bahkan saya menilai tidak bolehnya untuk mengajarkan hal ini di sekolah-sekolah walaupun itu dalam rangka untuk membantah dan menyanggahnya. Akan tetapi ilmu ini dibantah tanpa harus diajarkan di sekolah-sekolah. Karena meletakkan sesuatu lalu berusaha untuk mencabutnya akan menimbulkan mafsadat. Akan tetapi tidak meletakkannya (baca: mengajarkannya) dari awal sama sekali itu lebih baik daripada meletakkannya kemudian baru dicabut (baca: dibantah) dan disanggah.”
[Kaset Nur Ala Ad-Darb no. 55]

Inilah keruntuhan teori Darwin.

Pertanyaannya, mengapa teori multiple intelligences masih bertahan? Alamsyah Said menjawab,
"Howard Gardner tidak sendirian, ia mendapat legitimited dari para kolega ilmuwan Anglo-Katolik-Yahudi Ortodoks, Kristen, Hindu dan Atheis memberikan dukungan akademik (intelektual-moralis) terhadap kebenaran teori evolusi Darwin."

Maka dari itu, kita tak boleh latah dengan teori MI (Multiple Intelligences) ini.

Bahkan Adi Guritno berkata dalam artikel 'Kritik Terhadap Teori Multiple Intelligences Howard Gardner',

"Belum ada tes yang mampu mencakup serangkaian instrumen untuk mengukur kecerdasan itu secara absolut."

Coba kita melangkah, lihat kecerdasan musikal, apakah ini dibenarkan dalam Islam? Mungkinkah Alloh menciptakan manusia dengan kecerdasan musikal? Sementara Alloh dan Rosul-Nya mengharamkan musik!

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna sehingga dia menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan.”
(QS. Luqman: 6)

Abdullah bin Mas’ud berkata menafsirkan ‘perkataan yang tidak berguna’, “Dia -demi Allah- adalah nyanyian.”

Demikianlah kekeliruan MI ini.

Kalau kita mau jujur secara akademik terhadap fakta-fakta sejarah kehidupan, maka kita akan sepakat, bahwa jauh sebelum legitimasi akademik Howard Gardner, para salaf telah menunjukkan bukti "multiple" kecerdasan. Mari kita tengok Sahabat Rasulullah Muhammad, Salman Al-Farisi rodiyallohu anhu memberikan solusi terhadap problem pengepungan Quraisy dengan pengenalan peta wilayah yang sangat baik. Usamah bin Zaid yang menjadi panglima perang menyerang Romawi di usia 22 tahun. Dan lain sebagainya.

Pertanyaannya adalah, "Apakah dengan kecerdasan itu mereka diciptakan?"

Bukan!

Cobalah kita membuka lembaran lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. ”
(QS. Adz Dzariyat: 56)

Abdurrahman As Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan,

“Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada Nya dan berpaling dari selain-Nya.”

Dari sini, kita katakan bahwa orang-orang yang diberikan kecerdasan senantiasa mengalokasikannya untuk peribadahan kepada Alloh semata. Bertauhid! Jauh dari syirik! Sehingga hidup dan matinya hanya untuk Alloh subhanahu wa ta'ala.

Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan,

“Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata,

‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’

Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka. ’

‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi.

Beliau menjawab:

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas. ”
(HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)

Inilah hakikat dari "kecerdasan", yakni menambah keimanan kepada Alloh subhanahu wa ta'ala dan agar kita mempersiapkan bekal menuju akhirat.
yang jadi korban selanjutnya adalah para guru..kenapa?karena jika ada anak tidak naik kelas atau tidak faham maka gurunyalah yang dicap tidak profesionalah..tidak komunikatiflah..hilanglah martabatnya..hilanglah barokah ilmu..itukah impian kita

Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua...

PENDIDIKAN ISLAM VS BARAT : JANGAN KATAKAN JANGAN ?


Salah seorang pendidik pernah berkata, "pintu terbesar yang paling mudah dimasuk oleh yahudi adalah yaitu dunia psikologidan dunia pendidikan.
Karena itulah, berangkat dari hal ini. Kita akan mengupas beberapa "kekeliruan" pada buku-buku pendidikan, seminar, teori pendidikan, dan lainnya.
Saking masifnya sebaran tersebut, kita juga terkadang kesulitan untuk tidak mengucapkan kata jangan pada anak-anak kita. Terasa mengganjal di benak kita karena bertentangan dengan fitrah manusia apabila dalam kondisi panik dan terjepit akan mengucapkan kata 'jangan'.
Misalnya saja anak kita sudah akan jatuh ke dalam lubang sumur, tak mungkin dalam waktu yang sepersekian detik akan mengatakan "ayo lebih baik main disini". Tentu anak kecil tak mengerti makna itu' dan tentu parahnya anak tak sempat berhenti dan jatuh ke dalam sumur.
Berbeda jika kita secara refleks katakam pada anak kita "jangan nak nanti jatuh, berbahaya..." Sang anak akan kaget dan menhentikan langkahnya.

Sudah menjangkiti beberapa para pendidik muslim, baik para ayah dan ibu,
yang tercuci otaknya dan melarang berkata "Jangan" pada anak.
Mari kita lihat, beberapa perkataan-perkataan 'dalam pendidikan' tentang
larangan mengucapkan kata jangan pada anak.
Diantaranya Ayah Edy, dia mengatakan pada bukunya yang berjudul 'Ayah Edy Menjawab hal. 30, "..gunakan kata-kata preventif, seperti hati-hati, berhenti, diam di tempat, atau stop.  Itu sebabnya kita sebaiknya tidak menggunakan
kata 'jangan' karena alam bawah sadar manusia tidak merespons dengan cepat kata 'jangan'.
Pada media online, detik.com, pernah menulis judul artikel 'Begini Caranya Melarang Anak Tanpa Gunakan Kata 'Tidak' atau 'Jangan', atau "...Tak usah bingung, untuk melarang anak tak melulu harus dengan kata jangan atau
tidak..."
Pada sebuah artikel lain, berjudul, "Mendidik Anak Tanpa Menggunakan Kata JANGAN” tertulis, "Kata 'jangan' akan memberikan nuansa negatif dan larangan dari kita sebagai orang tua, maka dari itu coba untuk mengganti dengan kata yang lebih positif dan berikan alasan yang dapat diterima anak..."
Nah, inilah syubhat (keraguan) yang digembar-gemborkan media sekuler yang merujuk pada psikolog atheis dan Yahudi. Indah nampaknya, tapi di dalamnya terkandung bahaya yang kronis.
Mari kita bahas syubhat yang mereka gelontorkan. Sebelumnya, kalau kita mau teliti, mari kita tanyakan kepada mereka yang melarang kata 'jangan', apakah ini punya landasan dalam al-Qur'an dan hadits? Apakah semua ayat di
dalam al-Qur'an tidak menggunakan kata "Laa (jangan)"?
Mereka pun mengatakan jangan terlalu sering mengatakan jangan. Sungguh mereka lupa bahwa lebih dari 500 kalimat dalam ayat Al-Qur’an menggunakan kata “jangan".

Allahu akbar, banyak sekali! Mau dikemanakan ayat-ayat kebenaran ini? Apa mau dibuang? Dan diadopsi dari teori dhoif? Kalau mereka mengatakan kata jangan bukan tindakan preventif (pencegahan), maka kita tanya, apakah Anda mengenal Luqman AL- Hakim?
Dalam Al Quran ada surat Luqman ayat 12 sampai 19. Kisah ini dibuka dengan penekanan Allah bahwa Luqman itu orang yang diberi hikmah, orang arif yang secara tersirat kita diperintahkan untuk meneladaninya (“ walaqod ataina
luqmanal hikmah….” . dst)
Apa bunyi ayat yang kemudian muncul? Ayat 13 lebih tegas menceritakan bahwa Luqman itu berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, JANGANLAH engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu termasuk dosa yang
besar”.
Inilah bentuk tindakan preventif yang ada dalam al-Qur'an. Sampai pada ayat 19, ada 4 kata “ laa ” (jangan) yang dilontarkan oleh Luqman kepada anaknya, yaitu “laa tusyrik billah”, “fa laa tuthi’humaa”, “Wa laa tusha’ir khaddaka
linnaasi”, dan “wa laa tamsyi fil ardli maraha”.
Luqman tidak perlu mengganti kata “jangan menyekutukan Allah” dengan (misalnya) “esakanlah Allah”.

Pun demikian dengan “Laa” yang lain, tidak diganti dengan kata-kata kebalikan yang bersifat anjuran.
Mengapa Luqmanul Hakim tidak menganti "jangan" dengan "diam/hati-hati"?Karena ini bimbingan Alloh.
Perkataan "jangan" itu mudah dicerna oleh anak, sebagaimana penuturan Luqman Hakim kepada anaknya. Dan perkataan jangan juga positif, tidak negatif. Ini semua bimbingan dari Alloh subhanahu wa ta'ala, bukan teori pendidikan Yahudi.
Adakah pribadi psikolog atau pakar parenting pencetus aneka teori ‘modern’ yang melebihi kemuliaan dan senioritas Luqman? Tidak ada.
Luqman bukan nabi, tetapi namanya diabadikan oleh Allah dalam Kitab suci
karena ketinggian ilmunya. Dan tidak satupun ada nama psikolog kita temukan dalam kitabullah itu.
Membuang kata “jangan” justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar. Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang dalam agama, tetapi karena lebih memilih berdamai.
Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya.
Dan, kelak, ia tidak berzina bukan karena takut adzab Alloh, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang tuanya. Nas alulloha salaman wal afiyah.
Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiatan bertebaran, tidak perhatian lagi dengan amar ma'ruf nahi mungkar, tidak ada lagi minat untuk mendakwahi manusia yang dalam kondisi bersalah, karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”.
Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”.
Simpan saja AL-Qur’an di lemari paling dalam dan tunggulah suatu saat akan datang suatu pemandangan yang sama seperti kutipan kalimat di awal tulisan ini.
inilah ujung tombak pengembangan paham kebebasan tanpa batas/liberalisme..waspadalah
Astagfirulloh!
Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua..

PERSEPSI PENDIDIKAN YANG SALAH : MEMUKUL DAN MENCUBIT HARAM???


MARI kita sejenak membaca premis-premis beberapa tokoh dan artikel pendidikan seputar larangan memukul,

1. Ayah Edy (penulis buku pendidikan) dalam subuah acara seminar berkata,

“...jangan pernah menghukum anak dengan menyetrap, memukul, atau menjewer."

2. Sebuah artikel Smart Parenting, Arifah Handayani menulis,

"Hukuman fisik menunjukkan bahwa tidak apa apa untuk melampiaskan kemarahan dengan pukulan atau memukul orang lain karena bersalah..."

3. Dalam artikel berjudul 'Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Memukul Anak' dituliskan,

"Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul... Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu ‘tindakan itu dibenarkan’..."

4. Dalam detik.com, artikel berjudul "Ini Alasan Dokter Melarang Orang Tua Memukul Anak Sebagai Hukuman" tertulis,

"Para dokter anak dari divisi pediatrik Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal."

Dari ke-4 premis ini, kita hendaknya berfikir kritis. Tidak latah. Sebab ini adalah perkataan manusia, bukan wahyu. Sehingga, salah rasanya jika ada seorang manusia yang begitu mendengar warta seperti di atas, kemudian 'taqlid' (ikut-ikutan) tanpa mengecek keshahihan hal tersebut.

Bagaimana Islam menilai pukulan dalam pendidikan?

Pada dasarnya, pendidikan itu dengan lemah lembut, hikmah. Bahkan demikianlah sifat Rasulullah shollallohu alayhi wasallam yang disebutkan dalam Kitabullah:

“Maka karena rahmat Allah-lah engkau bersikap lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
(Ali ‘Imran: 159)

Al-Hasan Al-Bashri rohimahulloh mengatakan:

“Ini adalah akhlak Muhammad shollallohu alayhi wasallam yang Allah utus dengan membawa akhlak ini.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 2/106)

Namun bagaimanapun, keadaan setiap anak berbeda. Demikian pula tabiat mereka. Di antara mereka ada yang cukup dengan pandangan mata untuk mendidik dan memarahinya, dan hal itu sudah memberikan pengaruh yang cukup mendalam serta membuatnya berhenti dari kesalahan yang dilakukannya. Ada anak yang bisa mengerti dan memahami maksud orang tua ketika orang tua memalingkan wajahnya sehingga dia berhenti dari kesalahannya. Ada yang cukup diberi pengarahan dengan kata kata yang baik.

Ada pula anak yang tidak dapat diperbaiki kecuali dengan pukulan. Tidak ada yang memberi manfaat padanya kecuali sikap yang keras. Saat itulah dibutuhkan pukulan dan sikap keras sekedar untuk memperbaiki keadaan si anak dengan tidak melampaui batas.

Ibarat seorang dokter yang memberikan suntikan kepada seorang pasien. Suntikan itu memang akan terasa sakit bagi si pasien, namun itu hanya diberikan sesuai kadar penyakitnya. Sehingga boleh seseorang bersikap keras terhadap anak-anaknya manakala melihat mereka lalai atau mendapati kesalahan pada diri mereka.
(Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 170-171)

Apa bukti bahwa dalam Islam ada metode memukul untuk mendidik anak?

Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) telah meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.”
(Dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’u Ghalil, no. 247)

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab Al-Mughni (1/357):

“Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh.”

Dikisahkan oleh Nafi’ rohimahulloh, maula (bekas budak) Abdullah bin ‘Umar rodiyallohu anhu:

“Bahwasanya Abdullah bin ‘Umar rodiyallohu anhu apabila mendapati salah seorang anggota keluarganya bermain dadu, beliau memukulnya dan memecahkan dadu itu.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1273. Asy-Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahih Al-Adabul Mufrad: shahihul isnad mauquf)

Lihatlah pendidikan Abdulloh bin Umar ini. Apakah ini tercela? Apakah ini pelampiasan marah? Betul. Dan marah itu ada 2, ada yang diridhoi oleh Alloh dan ada yang terlarang.

Marah jenis apakah yang diekspresikan Abdulloh bin Umar? Tentunya ia adalah marah yang diridhoi oleh Alloh, legal, bukan ilegal. Karena Abdulloh bin Umar dikenal sebagai ahlul ilm (orang yang berilmu). Sampai-sampai beliau disebutkan sebagai pencontoh nabi dalam segala sisi.

Sehingga, miris kita mendengar doktrin "larangan" memukul anak, bahkan mereka mengatakan memukul akan menjadikan anak juga sebagai tukang pukul. Sama sekali tidak! Itu adalah sarana pendidikan. Yang salah adalah jika pukulan itu bukan tujuannya mendidik, tetapi ekspresi kemarahan yang tidak diridhoi Alloh.

Sudahkah para 'ahli pendidikan' itu membaca hadits-hadits dan siroh para salaf dalam mendidik anak? Tidakkah mereka lihat, pada sebagian hidup mereka ada pola pendidikan bentuk pukulan?

Lihatlah pula Ummul Mukminin ‘Aisyah rodiyllohu anha, sebagaimana penuturan Syumaisah Al-’Atakiyyah:

“Pernah disebutkan tentang pendidikan bagi anak yatim di sisi ‘Aisyah, maka beliau pun berkata, 'Sungguh, aku pernah memukul anak yatim yang ada dalam asuhanku hingga dia telungkup menangis di tanah.”
(HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 142, dan dikatakan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Al Adabul Mufrad: shahihul isnad)

Suatu saat, al-Ustadz Dzulqarnain hafidzahullloh (murid Syaikh Sholeh al-Faudzan) pun pernah mencubit beberapa anak santri yang ribut di saat sudah hendaknya ditegakkan sholat wajib.

Akan tetapi, ada yang perlu diperhatikan dalam hal ini. Orang tua dan guru tidak diperkenankan memukul wajah, memukul dalam keadaan sangat marah, tidak membuat kulit luka, atau tidak membuat tulang atau gigi menjadi patah, memukul di tempat umum, dan pukulan tidak lebih dari sepuluh kali, tujuannya semata untuk sarana pendidikan, bukan tujuan akhir.

Syaikh Sholeh al-Fauzan hafidzahulloh berkata,

“Pukulan merupakan salah satu sarana pendidikan. Sorang guru boleh memukul, seorang pendidik boleh memukul, orang tua juga boleh memukul sebagai bentuk pengajaran dan peringatan. Seorang suami juga boleh memukul isterinya apabila dia membangkang. Akan tetapi hendaknya memiliki batasan. Misalnya tidak boleh memukul yang melukai yang dapat membuat kulit lecet atau mematahkan tulang..."
(Ighatsatul Mustafid Bi Syarh Kitab Tauhid, 282-284)

Inilah pendidikan Islam. Bukan Yahudi dan Nashoro. Yang mana konsep pendidikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Lihatlah hasil didikan Islami ini: Abu Bakar, Umar bin Khottob, Utsamn bin Affwan, Ali bin Abi Tholib, Abdulloh bin Umar, dll, siapa yang tidak mereka? Mereka merupakan output dari pendidikan Islami.

Sekarang kita tanya, mana hasil pendidikan non Islamiy? Yang lahir dari konsep non Islamiy adalah anak-anak yang penakut, lebay, alay, dll.

Terakhir, ada sebuah soal buat Anda.
Kenal Muhammad Al-Fatih?

Sosok fenomenal dalam Islam, tokoh yang menaklukkan Konstantinopel (Eropa) di usia 21 tahun. Lihat anak zaman sekarang? Apa yang mereka perbuat di usia 21 tahun! Pacaran, menanggur, merokok, Allohu Akbar!

Muhammad al-Fatih adalah sosok yang disebutkan salam sebuah hadits,

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]

Bagaimana masa kecil beliau?

Akh Budi bercerita,

"(Muhammad al-Fatih adalah) Anak kecil yang disiapkan dengan cara yang tidak biasa agar menjadi generasi yang tidak biasa.

Muhammad Al Fatih tidak hanya sekali ditegasi dengan pukulan. Di tangan guru awalnya, Ahmad bin Ismail Al Kurani, Muhammad Al Fatih merasakan sabetan untuk pelajaran pertamanya. Sebagaimana yang telah diamanahkan oleh sang ayah Murad II yang mengerti pendidikan, sang guru tak segan-segan untuk melakukan
ketegasan itu.

Sekali ketegasan untuk kemudian berjalan tanpa ketegasan. Tentu ini jauh lebih baik dan diharapkan oleh setiap keluarga, daripada dia harus tarik urat setiap hari dan menampilkan ketegasan setiap saat, karena jiwanya belum tunduk untuk kebaikan.

Mungkin, Muhammad Al Fatih kecil kecewa saat dipukul. Sangat mungkin hatinya terluka. Tapi pendidikan Islam tak pernah khawatir dengan itu, karena Islam mengerti betul cara membongkar sekaligus menata ulang. Semua analisa ketakutan tentang jiwa yang terluka tak terbukti pada hasil pendidikan Muhammad Al Fatih.

Tapi ada pukulan berikutnya dari guru berikutnya. Pukulan kedua ini yang lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al Fatih. Kali ini pukulan datang dari gurunya yang mendampinginya hingga ia kelak menjadi sultan; Aq Syamsuddin.

Bukti bahwa ini menjadi ‘kenangan’ yang terus berkecamuk di kepalanya adalah ketika Muhammad Al Fatih telah resmi menjadi sultan, dia bertanya kepada gurunya:

“Guru, aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya?”

Bertahun-tahun lamanya pertanyaan itu mengendap dalam diri sang murid. Tentu tak mudah baginya menyimpan semua itu. Karena yang disimpannya bukan kenangan indah. Tetapi kenangan pahit yang mengecewakan. Karena tak ada yang mau dipukul. Apalagi dia tidak merasa bersalah.

Jawaban gurunya amat mengejutkan. Jawaban yang menunjukkan memang ini guru yang tidak biasa. Pantas mampu melahirkan murid yang tidak biasa.

Jawaban yang menunjukkan metode dahsyat, yang mungkin langka dilakukan oleh metode pendidikan hari ini. Atau jangan-jangan sekadar membahasnya pun diharamkan oleh pendidikan hari ini.

Inilah jawaban Aq Syamsuddin,

“Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Dimana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaranuntukmu di hari ketika kamu. menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman.”

Ajaib!

Konsep pendidikan yang ajaib.

Hasilnya pun ajaib. Muhammad penakluk Konstantinopel. Maka, sampaikan kepada semua anak-anak kita. Bahwa toh kita tidak melakukan ketegasan seperti yang dilakukan oleh Aq Syamsuddin.

Semua ketegasan kita hari ini; muka masam, cubitan, hukuman, pukulan pendidikan semuanya adalah tanaman yang buahnya adalah kebesaran mereka.

Teruslah didik mereka dengan cara pendidikan Islami. Kalau harus ada yang diluruskan maka ketegasan adalah salah satu metode mahal yang dimiliki Islam.

Semoga suatu hari nanti, saat anak anak kita telah mencapai kebesarannya, kita akan berkata semisal Aq Syamsuddin berkata,

“Kini kau telah menjadi orang besar, nak. Masih ingatkah kau akan cubitan dan pukulan ayah dan bunda sore itu? Inilah hari ketika kau memetik hasilnya.”

Hari ini, saat masih dalam proses pendidikan, Anda pun bisa sudah bisa berkata kepada mereka,

“Hari ini mungkin kau kecewa, tapi suatu hari nanti kau akan mengenang ayah dan bunda dalam syukur atas ketegasan hari ini,” selesai penuturan Akh Budi.

Semoga tulisan ini kembali mengajak kita semua untuk membuka khazanah Islam sesuai pola didikan para salaf.

Kalau mereka berkata, bagaimana dengan perkataan Ali bin Abi Thalib,

“Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka adalah generasi baru dan bukan generasi tatkala kamu dididik”.

Ini sanadnya mana? Sumbernya mana?

Yang benarnya, dengarkan perkataan Imam Malik bin Anas rohimahulloh ini,

”Tidak pernah baik akhir dari keadaan umat ini, kecuali dengan sesuatu yang para pendahulu mereka menjadi baik.”
(Mawarid al Amaan hal. 265)

Itulah konsep pendidikan Rosululloh shollallohu alayhi wasallam, sebaik-baik konsep untuk hari ini dan selamanya.

Semoga Alloh subhanahu wa ta'ala memberi taufik kepada kita semua..

HUKUM MENJEWER TELINGA ANAK


SYUBHAT : 
Materi: Bolehkah Menjewer Telinga Anak?
Pemateri: Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
Tempat: Masjid Al-Falah, Karangasem, Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah

Kajian ini diselenggarakan oleh Panitia Bersama Kajian Akbar Solo Utara bekerjasama dengan masyarakat desa Karangasem dan Takmir Masjid Al-Falah.
-YUFID TV-
http://yufid.tv
JAWAB : Catatan Redaksi Yufid.TV:
Diriwayatkan oleh Bukhari & Ahmad dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau mengatakan: Saya pernah tidur di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau bangun, saya-pun ikut bangun. Kemudian beliau melaksanakan shalat, lalu saya datang menyusul  dan langsung berdiri di samping kiri beliau. Maka beliau memegang kepalaku dan menjewer telingaku lalu memindahkanku ke sisi sebelah kanan.
Hadis ini menunjukkan dibolehkan menjewer anak ketika dibutuhkan. Hanya saja tidak boleh sampai menyakitkan atau menimbulkan bekas. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memukul keluarga dengan pukulan yang menyakitkan. Barangkali, yang dimaksud Ustadz Abu Ihsan dengan larangan menjewer adalah menjewer telinga anak yang menyakitkan atau menimbulkan bekas.
 
عن عبد الله بن بسر ااصحابّي ر ضي الله عنه قال: بعثْني أميّ ألى رسول الله صلّى الله عليه و سلّم بقِطْف من عِنَبٍ فأكلت منه قبل أن أبلغه إيّاه فلمّا جئت به أخذ بأذني، وقال: يا غـدر
Dari ‘Abdullah bin Busr Ash-Shahabi rodhiallahu ‘anhu ia berkata: “Ibu saya pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum saya sampai kepada beliau saya makan (buah itu) sebagian. Ketika saya tiba di rumah Rasulullah, beliau menjewer telinga saya seraya bersabda: ‘Wahai anak yang tidak amanah'” (HR. Ibnu Sunniada kelemahan dalam sanadnya)
Dari sini dapat diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan anak sesuai dengan kadar kesalahan dan kondisi seorang anak-anak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkan seorang anak tidak bertanggung jawab terhadap amanah yang telah diberikan, dan sisi lain beliau menghukum juga dengan tidak berlebihan.
http://muslimah.or.id/54-mendidik-tanggung-jawab-pada-anak.html

HUKUM MENCUBIT DAN MEMUKUL ANAK


syubhat : Larangan Mencubit Anak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خير ما تداويتم به الحجامة والقسط البحري، ولا تعذبوا صبيانكم بالغمز
“Sebaik-baiknya cara berobat kalian adalah dengan berbekam dan menggunakan tanaman Al-Qusthul Bahri. Dan janganlah kalian menyiksa anak-anak kalian dengan cubitan.” (HR Ahmad)
JAWAB : ini pemahaman kurang benar..hadits lebih lengkapnya :
لا تعذبوا صبيانكم بالغمز من العذرة وعليكم بالقسط
janganlah kalian menyiksa anak-anak kalian dengan remasan dari penyakit ditenggorokan(semacam amandel) dan hendaklah menggunakan al qisth
dalam kitab mirqotul mafatih
بالغمز- بفتح معجمة وسكون ميم فزاي- أي العصر ،وقيل إدخال الأصبع في حلق المعذور للغمز داخله
ghomz yaitu remasan dan dikatakan yaitu memasukkan jari di tenggororokan yg terkena penyakit 'udzroh untuk meremas didalamnya
 من العذرة، أي من أجلها ،وهي بضم عين مهملة فسكون ذال معجمة: وجع في الحلق يهيج من الدم
'udzroh yaitu nyeri di tenggorokan bengkak dari darah 
القسط بقاف مضمومة وقد تبدل القاف بالكاف والطاء بالتاء من عقاقير البحر طيب الرائحة
al qisth yaitu ramuan dari laut yang baunya wangi
sebenarnya dalam silsilah ahadits ashshohihah juga sudah ada penjelasan semacam itu.
kesimpulan : riwayat itu berkaitan pengobatan tenggorokan yang dilarang yaitu dengan mengambil dg remasan jari.tapi dianjurkan dg ramuan dari laut yg disebut alqisth
adapun membawa kepada pengertian larangan mencubit anak maka itu pemahaman yang jauh
mencubit boleh saja selama masih dalam batas kewajaran yaitu tidak membekas dan tidak di bagian yg terbuka serta dg alasan yg syar'i yg mengharuskan memberi peringatan kepadanya

Hukum puasa muharram sebulan penuh


Dalam hadits Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu’anhu,

فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، مُرْنِي بِعَمَلٍ آخُذُهُ عَنْكَ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهِ . قَالَ : عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ ؛ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ . قَالَ : فَكَانَ أَبُو أُمَامَةَ وَامْرَأَتُهُ وَخَادِمُهُ لاَ يُلْفَوْنَ إِلاَّ صِيَامًا ، فَإِذَا رَأَوْا نَارًا أَوْ دُخَانًا بِالنَّهَارِ فِي مَنْزِلِهِمْ عَرَفُوا أَنَّهُمْ اعْتَرَاهُمْ ضَيْفٌ

“Aku berkata: Wahai Rasulullah ajarkan kepadaku sebuah amalan yang dengannya Allah memberikan manfaat kepadaku. Beliau pun bersabda, “Hendaklah engkau berpuasa karena tidak ada ibadah yang semisalnya.” Maka setelah itu, tidaklah terlihat Abu Umamah, istrinya dan pembantunya melainkan dalam keadaan berpuasa, lalu apabila orang-orang melihat di rumahnya ada api atau asap mengepul di siang hari maka mereka pun tahu bahwa ada tamu yang berkunjung.”[HR. Ahmad, Shahihul Jaami’: 4044]

Dan termasuk yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah berpuasa di bulan muharram, beliau bersabda,


  1. أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَان شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ 


“Puasa yang paling afdhol setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Kemudian yang menjadi permasalahan adalah, apakah dianjurkan berpuasa sebulan penuh atau kebanyakannya di bulan muharram selain tanggal 9 dan 10?

Jawabannya adalah, dianjurkan berpuasa sebulan penuh atau kebanyakannya, sebagaimana yang bisa langsung dipahami dari zhahir lafal hadits tersebut. Demikianlah yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Muflih rahimahullah,

أفضل شهر تطوع به كاملا بعد رمضان شهر الله المحرم؛ لأن بعض التطوع قد يكون أفضل من أيامه كعرفة، وعشر ذي الحجة

“Maksud dari haditsnya adalah puasa sebulan penuh setelah Ramadan yang paling afdhol adalah bulan Allah, yaitu Muharram, karena sebagian puasa sunnah bisa jadi ada yang lebih afdhol hari-harinya seperti puasa hari arofah, dan puasa sepuluh hari di awal Dzulhijjah.” [Mubdi’ Syarah Muqni’, 3/51]

Demikian juga yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab rahimahullah dalam Lathoiful Ma’arif pada hal. 55 tatkala beliau menjelaskan tentang hadits tersebut, hampir semakna dengan penjelasan Ibnu Muflih.

Demikian juga yang dipahami oleh Mulla Ali Al-Qori rahimahullah dalam Mirqotul Mafatih (4/1411) nomor hadits 2039, tatkala menjelaskan makna hadits tentang keutamaan puasa di bulan muharram, beliau berkata, “Berkata At-Thiibi: Maksudnya puasa bulan muharram adalah puasa asyura”. Akan tetapi disanggah oleh beliau dengan perkataanya,

فيكون من باب ذكر الكل وإرادة البعض، ويمكن أن يقال أفضليته لما فيه من يوم عاشوراء لكن الظاهر أن المراد جميع شهر المحرم

“(Kalau demikian yang dikehendaki Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) berarti hal itu termasuk bab penyebutan keseluruhan sedangkan yang diinginkan sebagian, dan mungkin dikatakan keutamaannya karena di situ ada hari Asyura akan tetapi zhohir hadits justru yang diinginkan adalah (berpuasa) sebulan penuh (semua hari) di bulan Muharram.”

Dijelaskan juga oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalus Syaikh rahimahullah dalam Syarah Adab Al-Masy ilaas Sholah, beliau berkata,

وصوم المحرم يندب صيام المحرم كله (وأفضله التاسع والعاشر) أفضله وآكده 

“Disunnahkan puasa bulan muharram semuanya (sebulan penuh) dan yang paling afdhol dan yang paling ditekankan harinya adalah yang ke 9 dan 10.”

Demikian juga fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa beliau jilid 15 hal 415 soal no. 168, beliau membawakan hadits tersebut kemudian beliau berkata,

“Apabila berpuasa semuanya (sebulan penuh) maka itu bagus atau berpuasa 9, 10, 11 itu sunnah.”

Sebagaimana fatwa beliau di Nur ‘ala Darb (bisa dilihat di situs resmi beliau) ketika ditanya tentang puasa Muharram, beliau berdalil dengan hadits di atas seraya menegaskan,

“Makna hadits adalah berpuasa (Muharram) dari awal sampai akhir.”

Di akhir fatwa beliau berkata,

“Kalau berpuasa sebulan penuh maka itu lebih afdhol baginya.”

Demikian juga fatwa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Nurun ‘ala Darb jilid 11 hal. 2, tatkala beliau ditanya tentang hukum puasa Muharam sebulan penuh dari tanggal 1 sampai 30 maka beliau menjawab,

“(Hukumnya) sunnah karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, puasa yang paling afdhol setelah ramadan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram.”

Demikian juga fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah (sebagaimana di situs resmi beliau dan di situs alathaariy), tatkala beliau ditanya tentang berpuasa Muharram sebulan penuh, beliau menjawab,

“Tidak apa-apa berpuasa sebulan penuh atau kebanyakan harinya (puasa sebanyak mungkin di bulan Muharram) dan yang paling afdhol harinya yang ke 9 dan 10.”

Beliau juga berdalil tentang keutamaan puasa sebulan penuh di bulan muharran dengan hadits tersebut.

Dan barangkali yang akan menjadi pertanyaan adalah, bukankah ada hadits yang sahih dari Aisyah radhiyallahu’anha bahwa beliau berkata,

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari pada di bulan Sya’ban”.

Penjelasannya sebagai berikut:

Hadits Aisyah radhiyallahu’anha tersebut ada beberapa lafal tambahan sebagaimana dalam Shahih Al-Bukhori no. 1970 disebutkan,

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّه

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa Sya’ban semuanya.”

Adapun tambahan dalam Shahih Muslim no. 1156 disebutkan,

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّه كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa Sya’ban semuanya, (sebagaimana) beliau berpuasa Sya’ban hampir semuanya kecuali sedikit.”

Ada riwayat juga dari beliau (Aisyah) dan Ummu Salamah dalam Sunan At-Tirmidzi (736) disebutkan,

كَانَ يَصُومُهُ إِلاَّ قَلِيلاً بَلْ كَانَ يَصُومُهُ كُلَّه

“Rasululllah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa kebanyakannya kecuali sedikit dan bahkan beliau berpuasa semuanya.” [Shahihut Targhib: 1024]

Dalam riwayat Ummu Salamah radhiyallahu’anha dengan lafal,

مَا رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَان

“Tidak pernah aku melihat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali Sya’ban dan Ramadhan.” [Shahihut Targhib: 1025]

Telah dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah,

قال الترمذي كأن بن المبارك جمع بين الحديثين بذلك وحاصله أن الرواية الأولى مفسرة للثانية مخصصة لها وأن المراد بالكل الأكثر وهو مجاز قليل الاستعمال واستبعده الطيبي قال لأن الكل تأكيد لإرادة الشمول ودفع التجوز فتفسيره بالبعض مناف له قال فيحمل على أنه كان يصوم شعبان كله تارة ويصوم معظمه أخرى لئلا يتوهم أنه واجب كله كرمضان

“Berkata Imam Tirmidzi: Sepertinya Ibnul Mubaarak mengkompromikan antara dua hadits tersebut, dan hasilnya, hadits pertama dikhususkan dengan hadits kedua, dan maksud sebulan penuh adalah kebanyakan harinya, akan tetapi itu adalah majaz yang jarang dipakai (dalam bahasa Arab) dan (yang demikian) telah dianggap jauh (dari pemahaman yang benar) oleh Imam Ath-Thibi, beliau berkata: Karena kata (الكل) “semua” sebagai bentuk penekanan bahwa yang diinginkan adalah keseluruhan, dan dalam kesempatan ini sebagai bentuk penolakan terhadap majaz, dan menafsirkan kata “semua” dengan sebagian bertentangan dengan hal tersebut (penekanan yang diinginkan adalah keseluruhan). Kemudian beliau berkata: Maka maknanya yang diinginkan adalah bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa Sya’ban sebulan penuh terkadang, dan kali lain kebanyakan harinya agar jangan dikira wajib semuanya seperti Ramadhan.” [Fathul Bari, 4/214]

Berkata Al-‘Aini rahimahullah dalam Syarah A-Bukhori karya beliau, tatkala menukil perkataan Imam Tirmidzi dari ibnul Mubarak rahimahumullah,

وقال شيخنا زين الدين، رحمه الله تعالى: هذا فيه ما فيه، لأنه قال فيه إلا شعبان ورمضان، فعطف رمضان عليه يبعد أن يكون المراد بشعبان أكثره، إذ لا جائز أن يكون المراد برمضان بعضه، والعطف يقتضي المشاركة فيما عطف عليه

“Berkata guru kami Zainnuddin rahimahullah (atas tafsiran Ibnul Mubaarok), ada pembahasan di dalamnya karena disebutkan dengan lafal (شعبان ورمضان) “Sya’ban dan Ramadhan,” digabungkan antara Sya’ban dan Ramadhan, sementara penggabungan (‘athf) antara Ramadhan dengan Sya’ban membuat jauh penafsiran puasa “Sya’ban” dengan “berpuasa pada kebanyakannya” karena tidak boleh diinginkan dengan “Ramadhan” adalah “sebagian Ramadhan saja,”karena penggabungan (‘athf) tersebut mengharuskan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya (sama-sama berpuasa sebulan penuh),” kecuali dibangun diatas mazhab yang mengatakan, lafal satu bisa dibawa ke dua makna hakikat dan majaz.” Dikomentari oleh Al-‘Aini: Itupun tidak bisa dalam permasalahan ini, karena di sini bukan satu lafal tapi ada dua lafal, yaitu: Sya’ban dan Ramadhan.”

Demikian juga dikatakan oleh Mulla Ali Al-Qori rahimahullah dalam Al-Mirqoh nomor hadits 2036 (4/1409),

قال النووي: الثاني تفسير للأول، وبيان قولها كله أي غالبه اهـ. وهو تأويل بعيد، حمله عليه قولها في الرواية الأولى ” قط إلا رمضان ” وقيل: المراد أنه يصومه كله في سنة وأكثره في سنة أخرى فالمعنى على العطف اهـ. وهو أقرب لظاهر اللفظ

“Berkata Imam Nawawi, “Lafal kedua sebagai tafsir yang pertama, dan penjelasan makna “semuanya” yang dimaksudkan adalah: kebanyakan,” namun ini takwil yang jauh (dari kebenaran) karena dia melihat perkataannya (Aisyah) pada riwayat pertama “Sama sekali tidak kecuali Ramadhan.” Dan dikatakan pula yang dimaksud adalah beliau berpuasa Sya’ban terkadang di suatu tahun semuanya dan terkadang sebagian besarnya di tahun yang lain, dan itu makna (العطف) “penggabungan Ramadhan dan Sya’ban,” dan ini lebih dekat dengan zhohir lafaz.”

Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terkadang berpuasa sebulan penuh selain Ramadhan.

Demikian juga dikatakan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah di fatawanya (15/416),

وهكذا شعبان فقد كان يصومه كله صلى الله عليه وسلم، وربما صامه إلا قليلا كما صح ذلك من حديث عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما

“Demikian juga Sya’ban, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa semuanya dan terkadang kebanyakan harinya kecuali sedikit, sebagaimana telah shahih dari hadits Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu’anha.”

Tambahan faidah tentang puasa Sya’ban:

Pertama: Ada hadits tentang larangan mendahului Ramadhan dengan berpuasa sunnah satu atau dua hari.

Kedua: Ada hadits tentang larangan berpuasa sunnah melewati pertengahan Sya’ban.

Maka penjelasannya adalah sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari,

“Larangan tersebut bagi orang yang tidak biasa berpuasa sunnah di hari-hari itu, adapun yang sudah terbiasa maka tidak mengapa.”

Adapun hadits yang kedua dishahihkan oleh para imam: At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ibnu Hibban, Ath-Thohawi dan Ibnu Abdil Barr, akan tetapi ditegaskan oleh Ibnu Rajab bahwa hadits ini diingkari oleh imam-imam yang lebih besar dan lebih tinggi keilmuannya seperti Abdurrahman bin Mahdi, Ahmad, Abu Zur’ah dan Al-Atsrom, dan memang berdasarkan kaidah-kaidah dalam ilmu ‘ilal hadits, maka hadits tersebut dikategorikan hadits yang mungkar, dan mungkin di kesempatan yang lain ada baiknya kita jabarkan argumentasi-argumentasi tentang kemungkaran hadits tersebut. Dan kalaupun dianggap sahih maka maknanya sama seperti penjelasan sebelumnya, yaitu larangan bagi yang tidak biasa berpuasa sunnah di hari-hari tersebut.
Bv
Kembali kepada pembahasan puasa Muharram, bukankah haditsnya mengatakan, “Puasa yang paling afdhol setelah ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram,” yang menjadi pertanyaan, mengapa justru faktanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lebih banyak berpuasa di bulan Sya’ban?

Maka penjelasannya sebagai berikut:

Dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muslim,

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم تصريح بأنه أفضل الشهور للصوم وقد سبق الجواب عن إكثار النبي صلى الله عليه وسلم من صوم شعبان دون المحرم وذكرنا فيه جوابين أحدهما لعله إنما علم فضله في آخر حياته والثاني لعله كان يعرض فيه أعذار من سفر أو مرض

“Hadits tersebut sangat gamblang menunjukkan bahwa bulan yang paling afdhol untuk berpuasa (sunnah) adalah Muharram, namun telah berlalu jawaban tentang kebanyakan puasa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah bulan Sya’ban bukan Muharram, maka jawabannya ada dua, yang pertama bisa jadi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam baru mengetahui keutamaannya di akhir hidupnya (sehingga belum sempat melakukannya) yang kedua bisa jadi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memiliki uzur sakit atau safar.”

Dijelaskan juga oleh Imam Ibnu Rajab dalam Lathoiful Ma’arif (56), yang intinya beliau membagi puasa sunnah ada dua:

Pertama puasa sunnah muthlaq, maka yang paling afdhol adalah puasa Muharram.

Kedua puasa yang mengiringi Ramadhan, baik sebelum dan setelahnya, maka yang ini lebih afdhol dari puasa sunnah muthlaq.

Permasalahan yang berikutnya:

Tatkala dikatakan tentang keutamaan puasa Muharram sebulan penuh atau kebanyakan harinya, demikian juga Sya’ban, maka akan timbul pertanyaan, bukankah salah seorang sahabat yang mulia yaitu Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma melarang seseorang berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan?

Jawabannya sebagai berikut:

Pertama: Telah lewat penjabaran tentang anjuran dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam untuk berpuasa Muharram dan praktek beliau tatkala berpuasa Sya’ban selama sebulan penuh dan terkadang kebanyakan harinya.

Kedua: Disebutkan dalam Mushonnaf IbnI Abi Syaibah dan yang lainnya, serta dipertegas oleh Imam Nawawi di dalam Al-Majmu’ Syarah Muhadzab bahwa banyak dari para sahabat yang berpuasa setiap hari selama sebulan penuh selama tidak memudaratkan diri sendiri maupun orang lain dengan melalaikan hak orang lain, dan selama bukan hari-hari yang dilarang berpuasa (yaitu dua hari raya dan tiga hari tasyriq). Diantara yang melakukannya Umar, Utsman, Ibnu umar, Aisyah, Abu Umamah, dan masih banyak dari para salaf yang lainnya radhiyallahu’anhum.

Kesimpulan:

Dianjurkan untuk berpuasa sebulan penuh di bulan Muharram atau kebanyakannya, demikian juga bulan Sya’ban selama tidak menimbulkan kemudaratan terhadap diri sendiri ataupun orang lain.