Jumat, 30 Juni 2017

Larangan mengkhususkan ibadah tanpa dalil


Imam Abu Syamah rahimahullah menjelaskan kaidah penting ini dalam ucapannya: “Tidak diperbolehkan mengkhususkan ibadah-ibadah dengan waktu-waktu (tertentu) yang tidak dikhususkan oleh syariat, akan tetapi hendaknya semua amal kebaikan tersebut bebas (dilakukan) di setiap waktu (tanpa ada pengkhususan). Tidak ada keutamaan satu waktu di atas waktu yang lain, kecuali yang diutamakan oleh syariat dan dikhsusukan dengan satu macam ibadah [Al-Baits ‘ala Inkaril Bida’i wal Hawadits hlm.165]

shalawat bid'ah sahabat ibnu mas'ud?

Syubhat:
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata:

إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلاةَ عَلَيْهِ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْرُوْنَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ، فَقَالُوْا لَهُ: فَعَلِّمْنَا، قَالَ: قُوْلُوْا: اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلأَوَّلُوْنَ وَاْلآخِرُوْنَ. حديث صحيح رواه ابن ماجه (906)، وعبد الرزاق في المصنف (3109) وأبو يعلى في مسنده (5267)، والطبراني في المعجم الكبير (9/115)، وإسماعيل القاضي في فضل الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم (ص/59)، وذكره الشيخ ابن القيم في جلاء الأفهام (ص/36).

 “Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka buatlah redaksi shalawat yang bagus kepada beliau, siapa tahu barangkali shalawat kalian itu diberitahukan kepada beliau.” Mereka bertanya: “Ajari kami cara shalawat yang bagus kepada beliau.” Beliau menjawab: “Katakan, ya Allah jadikanlah segala shalawat, rahmat dan berkah-Mu kepada sayyid para rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa, pamungkas para nabi, yaitu Muhammad hamba dan rasul-Mu, pemimpin dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah anugerahilah beliau maqam terpuji yang menjadi harapan orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian.”

Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah (906), Abdurrazzaq (3109), Abu Ya’la (5267), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (9/115) dan Ismail al-Qadhi dalam Fadhl al-Shalat (hal. 59). Hadits di atas juga disebutkan dan dishahihkan oleh Ibnu al-Qayyim –ideolog kedua faham Wahhabi– dalam kitabnya Jala’ al-Afham (hal. 36 dan hal. 72).

Jawab:
Syeikh muhammad Nashiruddin Al-Albani  menyatakan hadits ini dla’if karena Ziyad bin Abdullah bin Ath-Thufail dikatakan dla’if oleh Nasa’i serta Abu Hatim mengatakan hadits Ziyad tidak bisa dijadikan hujah

BENARKAH ALLAH MENCINTAI ORANG KAFIR YANG BAIK?


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلهَِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ (18) 

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?", tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (QS al-Maidah : 18).

Ayat di atas memberikan beberapa pesan:

Pertama, orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Maksud pernyataan Yahudi dan Nasrani tersebut, Allah akan memperlakukan mereka seperti orang tua yang memperlakukan anaknya, yaitu tidak akan menyiksa dan mengazab mereka, karena mereka adalah para kekasih Allah

Kedua, Allah menolak pengakuan mereka, bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, dengan berfirman, "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" Maksudnya, “(Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya.”

Ketiga, ayat di atas menjadi dalil yang tegas bahwa Allah tidak mencintai orang-orang kafir yang berbuat baik. Karena seandainya Allah mencintai mereka, pasti Allah tidak akan mengazab mereka di akhirat. Dalam kitab-kitab tafsir dikemukakan kisah yang unik dari seorang ulama salaf, yaitu Imam al-Sibli, ulama shufi terkemuka dan murid al-Junaid al-Baghdadi, sebagai berikut:

حكى عن الشبلي رضى الله عنه أنه كان إذا لبس ثوبًا جديدًا مزقه، فأراد ابن مجاهد أن يعجزه بمحضر الوزير، فقال له:  أين تجد في العلم إفساد ما ينتفع به؟ فقال له الشبلي: أين في العلم: فَطَفِقَ مَسْحاً بِالسُّوقِ وَالْأَعْناقِ ؟ فسكت، فقال له الشبلي: أنت مقرىء عند الناس، فأين في القرآن: إن الحبيب لا يعذب حبيبه؟ فسكت ابن مجاهد، ثم قال: قل يا أبا بكر، فقرأ له الشبلي قوله تعالى وَقالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصارى نَحْنُ أَبْناءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ، فقال ابن مجاهد: كأني والله ما سمعتها قط. هـ

Diceritakan dari al-Syibli apabila ia memakai baju baru, maka akan merobeknya terlebih dahulu. Lalu Imam Ibnu Mujahid ingin menampakkan kelemahan al-Syibli di hadapan Menteri. Ibnu Mujahid berkata kepada al-Syibli, “Di mana Anda dapati dalam ilmu agama dalam hal merusak sesuatu yang bermanfaat?” Al-Syibli berkata, “Di mana pengetahuanmua terhadap firman Allah, “Lalu ia potong kaki dan leher kuda itu.” (QS Shad : 33). Akhirnya Ibnu Mujahid terdiam dengan jawaban al-Syibli yang luar biasa. Lalu al-Syibli bertanya kepada Ibnu Mujahid, “Kamu menurut orang-orang ahli dalam bidang ilmu al-Qur’an. Lalu di mana dalam al-Qur’an bahwa kekasih tidak akan mengazab kekasihnya?” Ternyata Ibnu Mujahid diam tidak bisa menjawab. Lalu Ibnu Mujahid berkata, “Katakanlah wahai Abu Bakar (al-Syibli)”. Lalu al-Syibli membacakan firman Allah ta’ala, ““Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (QS al-Maidah : 18). Mendengar jawaban al-Syibli, Ibnu Mujahid berkata, “Demi Allah saya seperti belum pernah mendengar ayat ini.” (Ibnu Ajibah al-Hasani, al-Bahr al-Madid juz 2 hlm 23).

Kisah di atas dikutip oleh hampir semua kitab-kitab tafsir. Tetapi sebagian besar tidak menyebutkan nama pemiliki kisah di atas, kecuali Ibnu Ajibah dalam tafsir al-Bahr al-Madid dan al-Qasimi dalam Mahasin al-Ta’wil. Bahkan all-Hafizh Ibnu Katsir, setelah mengutip kisah di atas dalam tafsirnya, memberikan pujian dan penguatan dengan hadits berikut ini:

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، وَصَبِيٍّ فِي الطَّرِيقِ، فَلَمَّا رَأَتْ أُمُّهُ الْقَوْمَ خَشِيَتْ عَلَى وَلَدِهَا أَنْ يُوطَأَ، فَأَقْبَلَتْ تَسْعَى وَتَقُولُ: ابْنَيِ ابْنِي، وَسَعَتْ فَأَخَذَتْهُ فَقَالَ الْقَوْمُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا كَانَتْ هَذِهِ لتلقي ولدها في النار. قال: فَخَفَّضَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " وَلاءُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لا يُلْقِي حَبِيبَهُ فِي النَّارِ 

Sahabat Anas berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama beberapa orang sahabatnya, sedangkan seorang bocah kecil ada di tengah jalan. Begitu ibunya melihat orang-orang yang akan lewat, ia khawatir, mereka menginjak anaknya, lalu ia menghampiri dengan berjalan dan berkata, “Anakku, anakku”, dan mengambil anaknya. Lalu orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah, ibu anak ini sungguh tidak akan melemparkan anaknya ke dalam api?” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendiamkan mereka. Lalu bersabda: “Tidak, Allah azza wa jalla tidak akan melemparkan kekasihnya ke dalam api neraka.”

(Hadit shahih riwayat Ahmad [12018], al-Bazzar [3476 Kasyf al-Astar], Abu Ya’la [3747] dan al-Hakim juz 1 hlm 58 dan juz 4 hlm 177).

Walhasil, orang-orang kafir yang baik, tidak dicintai Allah dan bukan kekasih Allah. Karena Allah tidak akan mengazab orang-orang yang dicintai-Nya. Sedangkan orang-orang kafir pasti diazab di neraka, sebaik apapun perbuatan mereka.
By idrus ramli

Komentarku: orang kafir tidak dicintai alloh di dunia dan akhirat,adapun sifat rohman alloh itu soal rizqi,pemberian alloh,semua di beri tapi belum tentu di sayangi,dicintai.

Apakah lelaki tidak berjamaah sholat itu berdosa?


Iya berdosa,karena telah dianggap bermaksiat kepada abul qosim yaitu nabi muhammad.
Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam sebuah riwayat dari Abu as Sya’tsaa radhiyallahu’anhu, beliau berkata :

كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَأَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْمَسْجِدِ يَمْشِي فَأَتْبَعَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ بَصَرَهُ حَتَّى خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 “Kami pernah duduk bersama Abu Hurairah dalam sebuah masjid. Kamudian muadzin mengumandangkan adzan. Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri kemudian keluar masjid. Abu Hurairah melihat hal tersebut kemudian beliau berkata : “ Perbuatan orang tersebut termasuk bermaksiat terhadap Abul Qasim (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (H.R Muslim 655)

Berkata Imam Ibnul Mundzir mengomentari hadits Abu Hurairah di atas: “Kalau saja seseorang diberi kebebasan untuk meninggalkan shalat berjama’ah atau mendatanginya, maka orang yang meninggalkan sesuatu yang tidak wajib baginya tidak mungkin dihukumi demikian”. (Al-Ausath fie Sunan wal Ijma’ wal Ikhtilaf, 4/135)

Kamis, 29 Juni 2017

Cahaya kebenaran


Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu berkata:

فَإِنَّ عَلَى الْحَقِّ نُوْرًا

Sesungguhnya ada cahaya pada kebenaran itu.[Diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam  al-Mustadrak  4/460. Al-Hâkim berkata, “Sesuai syarat Syaikhain”, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.]

Salam boleh assalaamu 'alaik atau cukup assalaam


Imam Ibnu Utsaimin Dalam fatwa Nur ‘ala ad-Darb, beliau ditanya tentang hukum mengucapkan salam hanya dengan kata ‘Salam’. Jawaban beliau,

وينبغي أن نعلم بشيء من أحكام السلام فالسلام تحية المسلمين وصيغته أن يقول السلام عليك إن كان يسلم على واحد أو السلام عليكم إن كان يسلم على جماعة

Selayaknya kita mengetahui bagian dari hukum masalah salam. Salam adalah ucapan penghormatan bagi kaum muslimin. Redaksinya, bisa dengan ucapan: Assalammu alaik, jika yang diberi salam hanya satu orang atau Assalamu alaikum, jika yang diberi salam sekelompok orang.

Kemudian beliau memberikan rincian,

ويكون بلفظ التعريف السلام عليكم أو السلام عليك ويجوز أن يكون بلفظ سلام سلامٌ عليكم وإن اقتصر على قوله السلام فلا بأس فإن إبراهيم عليه الصلاة والسلام لما رد السلام على الملائكة حين قالوا سلاماً قال سلامٌ أي عليكم سلام وكذلك الابتداء يقول المسلم سلام يعني سلامٌ عليكم أو السلام يعني السلام عليكم ولا بأس في هذا

Hendaknya dengan menggunakan kalimat ‘Assalamu alaikum’ atau ‘Assalamu alaik’. Boleh juga dengan kata; ‘Salam’, ‘Salam alaikum’. Jika hanya dengan kalimat AsSalam, juga boleh. Karena Nabi Ibrahim ketika menjawab salam kepada Malaikat, pada saat malaikat itu mengucapkan ‘Salam’, Ibrahim menjawab ‘Salam’. Maksudnya, ‘Alaikum Salam’ demikian pula, ketika memulai salam. Seorang muslim mengucapkan ‘Salam’, artinya ‘Salam alaikum’. Atau dia mengucapkan, ‘Assalam’, dengan maksud ‘Assalamu alaikum.’ Ini tidak masalah.

Sumber:
http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_8357.shtml

Selasa, 27 Juni 2017

sunnah berdandan untuk suami dalam rumah

berdandan Itu untuk dalam rumah bukan di luar

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

إذا دخلت ليلاً فلا تدخل على أهلك حتى تستحد المغيبة وتمتشط الشعثة

“Apabila kalian pulang dari bepergian di malam hari, maka janganlah engkau menemui istrimu hingga dia sempat mencukur bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya yang kusut. ” (HR. Bukhari 5246)

An-Nawawi mengatakan,

وفي هذا الحديث دلالة على أن المرأة لا تجعل الزوج ينفر منها وتقع عينه على ما يكره فنقع  الوحشة بينهما  في الحديث دلالة أيضا على أن المرأة مادام زوجها حاضرا ً مقيما فهي دائمة التزين ولا تهجر التزين إلا في غياب الزوج

Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa istri tidak boleh membuat suaminya lari darinya, atau melihat sesuatu yang tidak nyaman pada istrinya, sehingga menyebabkan permusuhan diantara keduanya. Hadis ini juga dalil, bahwa selama suami ada di rumah, wanita harus selalu berdandan dan tidak meninggalkan berhias, kecuali jika suaminya tidak ada. (Syarh Sahih Muslim, 7/81).

Lebih utama tetap puasa atau membatalkan saat di suguhi makanan?


puasa sunah tidak harus membatalkannya. Bahkan tetap dibolehkan untuk mempertahankan puasanya.

Diantara dalil yang menunjukkan hal ini,

1. Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دُعِيَ أحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ وَهُوَ صَائِمٌ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ

“Apabila kalian diundang untuk makan-makan, sementara kalian sedang puasa, maka sampaikanlah: Saya sedang puasa.” (HR. Muslim 1150).

2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ

“Jika kalian diundang acara makan-makan, hadirilah. Jika sedang berpuasa maka do’akanlah dan jika tidak puasa maka makanlah.” (HR. Muslim 3593).

Termasuk orang yang bertamu, dia dibolehkan untuk tetap mempertahankan puasa sunahnya ketika disuguhi.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke rumah ibunya, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha. Beliaupun mensuguhi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kurma dan mentega. Beliau bersabda,

أعِيدُوا سَمْنَكُمْ فِي سِقَائِهِ، وَتَمْرَكُمْ فِي وِعَائِهِ، فَإِنِّي صَائِمٌ

“Kembalikan mentega dan kurma kalian di wadahnya, karena saya puasa.” (HR. Bukhari 1982).

Disunnahkan menyegerakan puasa syawwal dan berturut-turut


dianjurkan untuk bersegera mengerjakan puasa Syawwal setelah hari raya ‘Idul Fitri (yaitu pada tanggal 2 Syawwal) [Syarhul Mumti’, 3/100.] dengan beberapa alasan berikut ini:

Hal inilah yang lebih sesuai (lebih ittiba’) dengan dalil yang mengatakan “kemudian dilanjutkan dengan …”.
Hal itu menunjukkan bahwa seseorang bersegera dalam mengerjakan kebaikan. Terdapat dalil-dalil yang mendorong seseorang untuk bersegera dalam kebaikan dan pujian kepada para pelakunya.
Ketika dia bersegera mengerjakan kebaikan, maka hal itu menunjukkan semangatnya untuk berpuasa dan melaksanakan ketaatan, serta tidak bosan beribadah.
Agar tidak disibukkan dengan urusan-urusan lain yang dapat menghalanginya untuk berpuasa. Hal ini karena seseorang tidak akan pernah tahu adanya faktor penghalang yang mungkin timbul di kemudian hari jika dia menundanya.
Puasa Syawwal setelah Ramadhan itu seperti shalat rawatib setelah shalat wajib yang dikerjakan segera setelah shalat wajib usai [ Fataawa Arkaanil Islaam, hal. 489; Taudhiihul Ahkam, 3/534.].
Selain itu, yang lebih utama adalah puasa enam hari ini dikerjakan secara berturut-turut (enam hari sekaligus) karena pada umumnya inilah yang lebih mudah untuk dikerjakan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berpuasa pada hari ke-2 bulan Syawwal dan dikerjakan berturut-turut sampai selesai [ Syarhul Mumti’, 3/100.].

Jumat, 23 Juni 2017

JIKA YG KHUTBAH 'IEDUL FITRI ADALAH DA'I PENGUSUNG BID'AH


Boleh meninggalkan khutbah 'Iedul fitri apabila Isi khutbahnya berisi ajaran bid'ah atau penyimpangan lainnya.

Asy-Syaikh Mushthafa bin 'Ismail As-Sulaimaniy hafizahullah menuturkan :

ومن صلى حضر الخطبة، لزمه الإنصات إلا أن يرى منكرا في الخطبة، فلا بأس بالإنصرف 

"Barang siapa yang shalat 'ied dan mendengarkan khutbah, maka hal ini mengharuskannya untuk menyimak khutbah, kecuali jika ia melihat kemungkaran maka tidak mengapa bagi ia untuk berpaling meninggalkan khutbah"

و الجلوس لاستماع خطبة أهل السنة و الجماعة لا تخلو من فوائد، فلا يعرض عنها إلا محروم، أما أهل البدع و الأهواء، و أهل المقالات الشنيعة عند أهل السنة، فلا خير في مجالستهم. و الله المستعان 

"Dan duduk untuk mendengarkan khutbah 'ied dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tentu hal ini tidak akan kosong dari faidah-faidah, maka janganlah berpaling dari hal tersebut kecuali jika dihalangi dari mendengarkan khutbah tersebut. Adapaun khutbah dari kalangan Ahlul bid'ah, para pengekor hawa nafsu, para pengusung pemikiran yg menyimpang, maka tidak ada kebaikan duduk dan mendengarkan khuthbah mereka. Dan Allah lah tempat meminta pertolongan".
[Tanwirul 'Ainain hal. 253]

Hal ini tentu dibangun diatas hukum asal bahwa mendengarkan khutbah 'ied, yaitu tidak wajib, yang hukumnya sama dengan hukum shalat 'ied yang tidak sampai pada derajat fardhu 'ain.

Abdullah bin As-Sa'ib berkata :

"Aku pernah menghadiri shalat 'ied bersama Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, ketika selesai shalat beliau bersabda :

إنا نخطب، فمن أحب أن يجلس للخطبة فليجلس، و من أحب أن يذهب فليذهب

"Sesungguhnya kita akan berkhutbah, maka barangsiapa yang menginginkan duduk untuk mendengarkan khutbah maka duduklah, dan barang siapa yang ingin pergi tidak mendengarkan khutbah, silahkan pergi". (Riwayat Abu Dawud, An-Nasaai, Ibnu Majah, Al-Hakim dengan sanad shahih / Irwaul Ghalil 3/96-98)

Ket : Akan tetapi apabila hendak keluar dari mendengarkan khutbah 'ied dikarenakan sebab kemungkaran isi khutbah maka hendaklah dengan memperhatikan adab dan norma dan tanpa memperlihatkan dengan sengaja kepada jama'ah lainnya

Nishob uang dan emas di gabung


Uang dan perhiasan emas digabungkan untuk menghitung nishob. misalkan uang anda belum mencapai nishob, dan emas anda belum mencapai nishob, tapi jika digabungkan mencapai nisob, maka harus digabungkan

orang fasik atau ahli bid’ah tidak boleh di kasih zakat


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kasus zakat yang pernah dialami orang muzakki yang soleh,
قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ زَانِيَةٍ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ، قَالَ: اللهُمَّ، لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ غَنِيٍّ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ، قَالَ: اللهُمَّ، لَكَ الْحَمْدُ عَلَى غَنِيٍّ، لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ، فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ، فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ: تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ، فَقَالَ: اللهُمَّ، لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ، وَعَلَى غَنِيٍّ، وَعَلَى سَارِقٍ، ….
Ada seseorang mengatakan, ‘Malam ini aku akan membayar zakat.’ Dia keluar rumah dengan membawa harta zakatnya. Kemudian dia berikan kepada wanita pelacur (karena tidak tahu). Pagi harinya, masyarakat membicarakan, tadi malam ada zakat yang diberikan wanita pelacur. Orang inipun bergumam: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Zakatku jatuh ke tangan pelacur.’
‘Saya akan bayar zakat lagi.’ Ternyata malam itu dia memberikan zakatnya kepada orang kaya. Pagi harinya, masyarakat membicarakan, tadi malam ada zakat yang diberikan kepada orang kaya. Orang inipun bergumam: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Zakatku jatuh ke tangan orang kaya.’
‘Saya akan zakat lagi.’ Malam itu, dia serahkan zakatnya kepada pencuri. Pagi harinya, masyarakat membicarakan, tadi malam ada zakat yang diberikan kepada pencuri. Orang inipun bergumam: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Zakatku jatuh ke tangan pelacur, orang kaya, dan pencuri…” (HR. Bukhari 1421 dan Muslim 1022).
Al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan,
قوله اللهم لك الحمد أي لا لي لأن صدقتي وقعت بيد من لا يستحقها فلك الحمد حيث كان ذلك بإرادتك أي لا بإرادتي فإن إرادة الله كلها جميلة
Ucapan muzakki: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu’ maksud orang ini, aku salah sasaran, karena zakatku jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Maka segala puji bagi-Mu, dimana kejadian itu semata karena kehendak-Mu, artinya bukan kehendakku. Dan semua kehendak Allah itu baik. (Fathul Bari, Syarh Shahih Bukhari, 3/290).
Hadis ini menunjukkan bahwa orang fasik, seperti pencuri atau pelacur.
Dalam Mausu’ah dinyatakan,
وقد صرح المالكية بأن الزكاة لا تعطى لأهل المعاصي إن غلب على ظن المعطي أنهم يصرفونها في المعصية، فإن أعطاهم على ذلك لم تجزئه عن الزكاة، وفي غير تلك الحال تجوز، وتجزئ
Malikiyah menegaskan, zakat tidak boleh diberikan kepada ahli maksiat, jika muzakki memiliki dugaan kuat, zakat itu akan mereka gunakan untuk melakukan maksiat. Jika dia berikan kepada ahli maksiat untuk mendukung kemaksiatannya, zakatnya tidak sah. Namun jika diberikan untuk selain tujuan itu, boleh dan sah. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 23/328).
Syaikhul Islam menjelaskan,
فينبغي للإنسان أن يتحرى بها المستحقين من الفقراء. والمساكين والغارمين وغيرهم من أهل الدين المتبعين للشريعة فمن أظهر بدعة أو فجورا فإنه يستحق العقوبة بالهجر وغيره. والاستتابة فكيف يعان على ذلك
Selayaknya bagi seseorang untuk menempatkan zakatnya pada orang yang berhak menerima zakat, baik orang fakir, miskin, orang yang kelilit utang, atau lainnya, yang agamanya baik, mengikuti syariah. Karena orang yang terang-terangan melakukan bid’ah atau perbuatan maksiat, dia berhak mendapatkan hukuman dengan diboikot atau hukuman lainnya. Sehingga, bagaimana mungkin dia dibantu (dengan zakat). (Majmu’ Fatawa, 25/87).
Sementara sebagian Hanafiyah membolehkanmemberi zakat kepada ahli bid’ah, selama dia termasuk 8 golongan yang berhak menerima zakat. Dengan syarat, bid’ahnya tidak sampai menyebabkan dia keluar dari islam. (Hasyiyah Ibn Abidin, 2/388).
Namun yang selayaknya kita dahulukan adalah penerima zakat yang baik, yang menjaga agamanya, bukan ahli bid’ah atau maksiat. Sehingga harta yang kita berikan, akan membantunya untuk melakukan ketaatan. Sebagaimana yang disarankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا، وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
“Jangan miliki teman dekat, kecuali seorang mukmin, dan jangan sampai makan makananmu, kecuali orang yang bertaqwa.” (HR. Ahmad 11337, Abu Daud 4832, Turmudzi 2395, dan sanadnya dinilai Hasan oleh Syuaib Al-Arnauth).

17 ramadhan pembunuhan ali bukan nuzulul qur'an

Langkah berani dan tegas Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib memerangi orang-orang Khawarij di Nahrawan menimbulkan dendam di kalangan para pemberontak ini. Sampai akhirnya muncullah peristiwa yang mengantarkan sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menyandang syahid di akhir hayat.
Ibnu Jarir dan sejarawan lainnya mengisahkan, ada tiga orang Khawarij berkumpul. Mereka adalah Abdurrahman bin Amr. Yang dikenal dengan Ibnu Muljam. Al-Barrak bin Abdullah. Dan Amr bin Bakr. Mereka bercerita, mengenang teman-teman mereka di Nahrawan. Salah seorang di antara mereka berkata, “Apa yang kita lakukan sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik manusia. Yang paling banyak shalatnya. Mengajak manusia kepada Allah. Tidak takut cemoohan orang-orang yang mencela dalam menegakkan agama Allah. Bagaimana kalau kita tebus dengan mendatangi pemimpin-pemimpin yang sesat itu. Kemudian kita bunuh mereka. Sehingga kita membebaskan negara dari kejahatan mereka. Dan kita balaskan kematian teman-teman kita.”
Ibnu Muljam berkata, “Aku akan menghabisi Ali bin Abu Thalib.”
al-Barrak bin Abdullah menyambut, “Aku akan membunuh Muawiyah bin Abu Sufyan.”
Dan Amr bin Bakr berkata, “Aku yang menghabisi Amr bin al-Ash.”
Mereka berikrar. Mengikat perjanjian untuk tidak mundur dari rencana busuk itu sampai masing-masing berhasil membunuh targetnya atau terbunuh dalam misi tersebut. Mereka hunuskan pedang sambil menyebut nama-nama target masing-masing. Operasi pembunuhan ini akan dilaksanakan pada 17 Ramadhan 40 H. Berangkatlah tiga orang celaka ini menuju para sahabat yang mulia itu.
Ibnu Muljam berangkat ke Kufah. Di sana ia menyembunyikan identitasnya. Sampai pun kepada pemberontak yang dulu turut bersamanya di Perang Nahrawan. Saat itu pula hadir seorang wanita cantik, yang ayah dan kakaknya tewas oleh pasukan Ali di Nahrawan. Namanya Qathami. Ibnu Muljam mencoba meminangnya. Qathami mau menerima pinangan itu dengan beberapa syarat. Yaitu: mahar tiga ribu dirham, seorang pembantu, budak wanita, dan membunuh Ali bin Abu Thalib. Ibnu Muljam berkata, “Engkau pasti mendapatkan persyaratanmu itu. Demi Allah, aku datang ke kota ini memang untuk tujuan membunuh Ali.”
Semakin dekatlah hari dimana Ibnu Muljam hendak melaksanakan misinya. Istrinya menyertakan laki-laki dari kaumnya yang bernama Wardan untuk melindungi suaminya. Kemudian Ibnu Muljam merekrut Syabib bin Barjah yang juga merupakan veteran Perang Nahrawan. Awalnya Syabib menolak karena kedudukan Ali bin Abu Thalib. Tapi ia berteman dengan orang yang salah. Ibnu Muljam berhasil membujuknya. Menumpahkan darah laki-laki shaleh dan ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Masuklah bulan Ramadhan. Ibnu Muljam menginstruksikan misi akan dilaksanakan pada tanggal 17 Ramadhan. “Malam itulah aku membuat kesepatakan dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing,” kata Ibnu Muljam.
Komplotan Ibnu Muljam bergerak. Ketiganya menghunuskan pedang. Bersembunyi di pintu yang menjadi tempat kebiasaan Ali keluar. Saat keluar, Ali berteriak membangunkan masyarakat, “Shalat!!.. Shalat!!..” Saat itulah dengan cepat Syabib menyabetkan pedangnya ke leher Ali. Dan Ibnu Muljam menimpalinya dengan membacok kepala sahabat yang mulia ini. Darah Ali mengucur membasahi janggutnya. Ibnu Muljam berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah. Bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca ayat:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” [Quran Al-Baqarah: 207].
Ali berteriak, “Tangkap mereka!”
Wardan terbunuh dalam pengejaran. Sementara Syabib berhasil meloloskan diri. Dan Ibnu Muljam tertangkap.
Akhirnya, Ali bin Abu Thalib menghembuskan nafas terakhir pada 21 Ramadhan 40 H.
Di tempat lain, Al-Barrak menyabet Muawiyah yang sedang mengimami shalat subuh. Muawiyah terluka. Tapi serangan itu tak sampai membunuhnya. Sementara Amr bin Bakr salah dalam targetnya. Pada hari itu, Amr tidak bisa mengimami shalat karena sedang diare. Imam penggantinya, Kharijah bin Abu Habib pun terbunuh. Ketiga Khawarij ini berhasil ditangkap dan dihukum mati.
Tentu banyak pelajaran dari kisah ini. Tapi, kami menyengajakan untuk tidak berpanjang-panjang dalam rentetan peristiwa sejarah di bulan Ramadhan ini.
Daftar Pustaka:
– Katsir, Ibnu. 2004. Terj. al-Bidayah wa an-Nihayah. Jakarta: Darul Haq.
– al-Khamis, Utsman bin Muhammad. Huqbah min at-Tarikh, Terj. Inilah Faktanya. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.

zakat uang/profesi setelah di potong pengeluaran setahun


Ketika si A memiliki gaji 5 jt/bulan, secara perhitungan, dalam setahun pemasukan si A senilai 60 jt. Nilai ini di atas satu nishab. Apakah si A wajib zakat?
Bahwa yang dihitung dari zakat adalah tabungan, akumulasi uang mengendap, dan bukan akumulasi pemasukan. Pemasukan si A 5jt/bln. Tapi jika dikurangi biaya hidup dan semua pengeluarannya, si A hanya menyisakan Rp 1 jt yang bisa ditabung.
Jika penghasilan si A hanya ini, sementara dia tidak punya tabungan, maka si A tidak wajib zakat. Dalam waktu setahun, tabungan si A baru terkumpul 12 jt.
Menurut mayoritas para ulama kontemporer bahwa zakat profesi tidak dikeluarkan pada saat diterima akan tetapi digabungkan dengan uang yang lain yang mencapai nishab dan mengikuti haulnya (berlalu 1 tahun qamariyah).
Pendapat ini juga merupakan hasil keputusan muktamar zakat pertama se-dunia di Kuwait pada tahun 1984, yang berbunyi,
Zakat upah, gaji dan profesi tidak dikeluarkan pada saat diterima, akan tetapi digabungkan dengan harta yang sejenis lalu dizakatkan seluruhnya pada saat cukup haul dan nishabnya.”

Kisah: Penghasilan Milyaran, Tidak Wajib Zakat

Berpenghasilan besar, belum tentu mendapat kewajiban zakat. Karena zakat hanya dibebankan untuk orang yang memiliki harta mengendap satu nishab selama setahun.
Meskipun seseorang memiliki harta di atas satu nishab, namun habis sebelum satu tahun, dia tidak wajib zakat.
Dulu ada ulama besar yang Allah berikan kekayaan melimpah, namun beliau tidak pernah berzakat. Karena hartanya habis sebelum genap setahun. Beliau adalah al-Laits bin Sa’d rahimahullah.
Qutaibah menceritakan,
كان الليث يستغل عشرين ألف دينار في كل سنة وقال ما وجبت علي زكاة قط
Penghasilan Al-Laits mencapai 12.000 dinar dalam setahun. Dan beliau mengatakan, “Aku tidak pernah mendapat kewajiban zakat.”
12.000 dinar itu berapa rupiah?
25.500.000.000. Biar gampang bacanya, kita ringkas: 25 M + 500 jt.
Mengapa beliau tidak pernah zakat?
Uang itu habis sebelum haul.
Beliau pernah memberikan 1000 dinar ke Manshur bin Ammar,
1000 dinar kepada Ibnu Lahai’ah (seorang ulama hadis).
500 dinar kepada Imam Malik, dst.
dan masih banyak lagi yang belum tercatat.

Zakat fitri hanya untuk fakir miskin bukan 8 golongan


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelumnya kami kembali mengingatkan bahwa zakat fitrah hanya boleh diterima oleh fakir miskin. Sementara 6 golongan lainnya, seperti orang yang memiliki utang (Gharimin), Amil zakat, Budak, Sabilillah, dan Ibnu Sabil, tidak mendapatkan zakat fitrah.

Terdapat banyak dalil yang menegaskan hal ini, diantaranya,

[1] Keterangan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma,

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الفِطرِ طُهرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعمَةً لِلمَسَاكِينِ،

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari tindakan sia-sia dan ucapan jorok (rafats) dan sebagai makanan bagi orang miskin ….” (HR. Abu Daud 1609, Ibnu Majah 1827 dan dihasankan al-Albani)

[2] Keterangan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan zakat fitri dan membagikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukupi kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta pada hari ini.’” (HR. al-Juzajani; dinilai sahih oleh sebagian ulama)

Berkaitan dengan hadis ini, Asy-Syaukani mengatakan,

“Dalam hadis ini, terdapat dalil bahwa zakat fitri hanya (boleh) diberikan kepada fakir miskin, bukan 6 golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar, 2/7)
 zakat fitri tidak boleh diberikan kepada delapan golongan tersebut, selain kepada fakir dan miskin. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan Ibnul Qayyim. Dalil pendapat kedua:
  1. Perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri … sebagai makanan bagi orang miskin ….” (Hr. Abu Daud; dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani)
  2. Berkaitan dengan hadis ini, Asy-Syaukani mengatakan, “Dalam hadis ini, terdapat dalil bahwa zakat fitri hanya (boleh) diberikan kepada fakir miskin, bukan 6 golongan penerima zakat lainnya.” (Nailul Authar, 2:7)
  3. Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan zakat fitri dan membagikannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Cukupi kebutuhan mereka agar tidak meminta-minta pada hari ini.’” (Hr. Al-Juzajani; dinilai sahih oleh sebagian ulama)
  • Yazid (perawi hadis ini) mengatakan, “Saya menduga (perintah itu) adalah ketika pagi hari di hari raya.”
  • Dalam hadis ini, ditegaskan bahwa fungsi zakat fitri adalah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin ketika hari raya. Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu kemungkinan  tujuan perintah untuk mencukupi kebutuhan orang miskin di hari raya adalah agar mereka tidak disibukkan dengan memikirkan kebutuhan makanan di hari tersebut, sehingga mereka bisa bergembira bersama kaum muslimin yang lainnya.
Di samping dua alasan di atas, sebagian ulama (Ibnul Qayyim) menegaskan bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatradhiallahu ‘anhum tidak pernah membayarkan zakat fitri kecuali kepada fakir miskin. Ibnul Qayyim mengatakan, “Bab ‘Zakat Fitri Tidak Boleh Diberikan Selain kepada Fakir Miskin’. Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengkhususkan orang miskin dengan zakat ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membagikan zakat fitri kepada seluruh delapan golongan, per bagian-bagian. Beliau juga tidak pernah memerintahkan hal itu. Itu juga tidak pula pernah dilakukan oleh seorang pun di antara sahabat, tidak pula orang-orang setelah mereka (tabi’in). Namun, terdapat salah satu pendapat dalam mazhab kami bahwa tidak boleh menunaikan zakat fitri kecuali untuk orang miskin saja. Pendapat ini lebih kuat daripada pendapat yang mewajibkan pembagian zakat fitri kepada delapan golongan.” (Zadul Ma’ad, 2:20)
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang berhak menerima zakat fitrah adalah fakir miskin saja.

15 ciri wahabi?

Berikut ini adalah 15 amalan atau ciri-ciri yang sering dikait-kaitkan dengan mereka yang di cap sebagai Wahhabi.
.
Mari kita lihat ciri-ciri yang dimaksud dan ternyata para ulama bermazhab Syafie turut serta memiliki ciri-ciri tersebut.
.
Pertama: Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak melakukan qunut solat subuh secara terus-menerus. Maka Imam Taqiyuddin as-Subki asy-Syafie dan Syeikh Abu Hasan al-Karajji asy-Syafie juga ialah Wahhabi karena mereka meninggalkan qunut subuh atas alasan kelemahan hadisnya.
.
– Lihat al-Bidayah wa an-Nihayah, Ma’na Qaul al-Imam al-Muththalibi Idza Shahhal Hadits Fahuwa Madzahbi (Majmu’atur Rasa-ilil Muniriyyah)dan Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra.
.
Kedua : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak melaksanakan solat sunat qobliyyah dua rakaat (sebelum) solat Jum'at. Maka al-Hafizh al-'Iraqi asy-Syafie dan Imam Abu Syamah asy-Syafie serta al-Imam Abi al-Thayyib Muhammad Syams al-Haq al-‘Azhim al-Abadi juga ialah Wahhabi kerana mereka melemahkan pandangan yang mensabitkan solat sunat dua rakaat sebelum Jumaat.
.
– Lihat al-Ba’its al-Inkaral-Bida’ wa al-Hawadits,Tharh al-Tsarib dan‘Awn al-Ma’bud Syarah Sunan Abu Daud.
.
Ketiga : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak setuju dengan azan dua kali Jum'at. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie yang cenderung kepada Sunnah Nabi, yaitu azan Jum'at hanya sekali di zamannya.
.
– Lihat kitab al-Umm.
.
Keempat : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang membenci kenduri arwah. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie dan para imam bermazhab Syafie selainnya seperti Syeikh Mustafa Khin asy-Syafie, Syeikh Mustafa al-Bugha asy-Syafie, Syeikh ‘Ali al-Syarbaji asy-Syafie, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari asy-Syafie, Syeikh Daud al-Fatani asy-Syafie, Syeikh Zainul Abidin Muhammad al-Fatani dan ramai lagi.
.
Ini karena mereka semua amat membenci amalan kenduri arwah. .
– Lihat kitab al-Umm, kitab I’anatu ath-Thalibin, Kashfu al-Litham, Sabil al-Muhtadin, Bughyatul Tullab dan kitab al-Fiqh al-Manhaj ‘Ala Madzhab al-Imam asy-Syafie.
.
Kelima : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak bermazhab dan menentang taqlid buta dalam beragama. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie karena tidak bermazhab kepada mazhab-mazhab yang muncul sebelumnya, antaranya ialah Imam Malik (mazhab Maliki), iaitu gurunya sendiri. Juga Wahhabilah Imam asy-Syafie karena menetang keras amalan bertaqlid buta dalam beragama. .
– lihat kitab Manaqib asy-Syafie, Siyar A’lam al-Nubala’, Hilyatul Auliya’dan Tarikh Dimasyqi.
.
Keenam : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang menunaikan zakat dengan makanan pokok seperti gandung, tamar, beras dan seumpamanya. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie karena memfatwakan zakat fitrah hendaklah menggunakan makanan pokok bukan uang sebagaimana amalan umat Islam di Nusantara - termasuk mereka yang mengaku bermazhab Syafie. .
– Lihat Kitab al-Umm.
.
Ketujuh : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak membaca lafaz ‘Sayyidina' ketika bersolawat atas Nabi ﷺ . Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie yang tidak pernah menulisnya di dalam kitab-kitabnya, baik di kitab al-Umm maupun kitab al-Risalah.
.
Demikian juga Wahhabilah al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani asy-Syafie yang turut menyinggung permasalahan ini di dalam kitabnya yang terkenal, Fath al-Bari (syarah kepada al-Bukhari).
.
Kedelapan: Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak mengkhususkan bacaan surah Yasin pada malam Jum'at tetapi menggalakkan surah al-Kahfi. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie yang memfatwakan disukainya membaca surah al-Kahfi di malam Jum'at alasannya mencocokkan Sunnah Nabi ﷺ . Tambahan pula tidak ditemui dalam kenyataannya atau dari para ulama selainnya tentang menggalakkan membaca surah Yasin pada setiap malam Jumaat.
.
– Lihat kitab al-Umm

Kesembilan : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang enggan berdoa dan berzikir dengan suara yang kuat dan dilakukan secara beramai-ramai selepas solat berjama'ah. Jika demikian Wahhabilah Imam asy-Syafie dan para ulama bermazhab Syafie seperti Imam al-Nawawi, Ibn Hajar al-Haitsami, Syeikh Zainuddin ‘Abd al-‘Aziz asy-Syafie, al-Imam al-Baihaqi asy-Syafie dan selainnya. Ini karena mereka tidak pernah mengajarkan demikian dalam kitab-kitab mereka. Sebaliknya hanya membolehkan berzikir berjamaah (baca: bukan doa) dalam konteks mengajarkan pada makmum saja, bukan selalu rutin, kalau makmumnya sudah pada paham semua ya sudah dzikirnya sendiri-sendiri masa kaya anak TK diajarin terus, mending bener lafaz zikirnya lah ini banyak ngawur dikarang-karang, kadang haditsnya shohih tapi dimaknai sendiri dan beramal dengam hadits yang lemah.
.
– Lihat kitab al-Umm, at-Tahqiq,Minhaj ath-Thalibin, Tuhfat al-Muhtaj bi Syarah al-Minhaj, Fath al-Bari, Fath al-Mu’indan Sunan al-Kubra al-Baihaqi.
.
Kesepuluh : Orang bilang Wahhabi itu adalah mereka yang tidak melafazkan niat sebelum solat. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie yang tidak pernah mengajarkan amalan demikian.
.
Demikian juga Wahhabilah al-Qadhi Abu al-Rabi’ Sulaiman bin ‘Umar asy-Syafie kerana menyatakan amalan melafazkan niat sebelum solat itu bukan berasal daripada Sunnah Nabi yang shahih. .
– Lihat kitab al-Qaul al-Mubin Fi Akhtha’ al-Mushallin.
.
Kesebelas : Orang bilang bahwa Wahhabi adalah mereka yang menafikan sampainya pahala bacaan al-Qur’an yang dihadiahkan kepada si mati. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie, Syeikh al-Haitsami asy-Syafie dan selainnya yang berpendapat tidak sampai pahala bacaan al-Qur’an yang dikirimkan kepada si mati. .
– Lihat Tafsir Ibn Katsir, al-Majmu’ Syarah Muhadzdzabdanal-Fatwa al-Kubra al-Fiqhiyyah.dakwah_tauhidKedua belas: Orang bilang bahwa Wahhabi adalah mereka yang melarang mengkapur/menyemen dan membangun bangunan di atas kubur. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie dan Imam al-Munawi yang menjelaskan kebencian Imam asy-Syafie kepada amalan membangun dan mengkapur kuburan sebagaimana yang mendarah daging dalam tradisi umat Islam di nusantara yang mengaku bermazhab Syafie. .
– Lihat kitab al-Umm, Syarah Shahih Muslim danFaidh al-Qadir.
.
Ketiga belas: Orang bilang bahwa Wahhabi adalah mereka yang menetapkan sifat al-Istiwa’ Allah di atas ‘Arasy di atas langit, sifat turun (al-Nuzul) dan sebagainya tanpa takwil. Maka Wahhabilah Imam asy-Syafie yang menetapkan kedua-dua sifat itu dan selainnya tanpa sebarang pentakwilan ke atasnya. Demikian juga al-Imam adz-Dzahabi asy-Syafie yang turut menetapkan sifat-sifat Allah. .
– Lihat kitab Tafsir Ibn Katsir dan al-‘Uluw Li al-‘Aliyyil ‘Azhim.
.
Keempat belas : Orang bilang bahwa Wahhabi adalah mereka yang tidak belajar dan berakidah dengan sifat 20. Maka demikian Wahhabilah Imam asy-Syafie karena tidak pernah mempelajari, apalagi mengajarkan sifat 20 itu. Tidak ada satu pun bukti beliau berpegang kepada kaedah pengajian sifat 20 dalam kitab-kitabnya. .
- Lihat kitab al-Umm dan al-Risalah.
.
Kelima belas : Orang bilang Wahhabi adalah mereka yang tidak menyapu muka selepas berdoa. Jika demikian maka Wahhabilah Imam al-Nawawi asy-Syafie yang menafikan kesunnahan menyapu muka selepas doa. Demikian juga Imam al-'Izz 'Abd as-Salam asy-Syafie yang menyatakan adalah bodoh orang-orang yang menyapu muka selepas berdoa.
.
-Dinyatakan di dalam'Irwa' al-Ghalil dan Shahih al-Adzkar wa Dha'ifuhu.
.
Dan banyak lagi jika hendak diperincikan. Rupanya Wahhabi itu adalah mereka yang menyelisihi kebiasaan masyarakat kebanyakan dan yang berpegang teguh kepada al-Qur'an serta as-Sunnah shahihah!
.
Demikanlah. Semoga Allah ﷻ memberi hidayah diatas sunnah bagi yang telah membaca ini. Aamiin

Kamis, 22 Juni 2017

Pembagian zakat fitri sebelum malam id?


Syubhat: boleh membagi zakat fitri sebelum malam idul fithri,dalilnya
shahih Al Bukhari,

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ

“Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari no. 1511).

Jawab: ini pemahaman yang keliru,yg boleh disitu jika diserahkan ke panitia bukan pembagiannya.
Riwayat-riwayat yang menyebutkan bolehnya menyegerakan zakat fitri menunjukkan bahwa zakat tersebut diberikan kepada panitia zakat, bukan kepada fakir miskin (sasaran zakat). Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma dan kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Hal ini karena zakat fitri berfungsi membahagiakan orang miskin dan mencukupi kebutuhan mereka ketika hari raya. Agar tujuan ini tercapai, dianjurkan agar zakat fitri diberikan kepada orang miskin saat hari raya. Oleh karena itu, sebagian ulama melarang mendahulukan pembayaran zakat fitri sebelum hari raya untuk diberikan kepada fakir miskin. Namun, pembayaran zakat boleh didahulukan, jika zakat tersebut dikumpulkan terlebih dahulu kepada panitia.

Al-Mubarakfuri mengatakan, “Riwayat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma hanyalah menunjukkan bolehnya mendahulukan pembayaran zakat fitri 2 hari sebelum hari raya, untuk dikumpulkan, bukan (diberikan) kepada orang miskin. Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Bukhari …. Adapun pemberian zakat fitri sehari atau dua hari sebelum hari raya kepada fakir miskin, hal ini tidak ada dalilnya. Allahu a’lam.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2:213)

Senin, 19 Juni 2017

syubhat Dzikir Dengan Menggerakkan Kepala


Syubhat:
Banyak dari ulama dan kyai kita saat berdzikir menggerakkan kepala, ke kanan dan ke kiri, baik saat Dzikir Thariqah maupun majlis Dzikir. Ada yang mengatakan bidah, tidak ada contohnya dari Nabi dan lainnya.

Kita temukan riwayat para Sahabat melakukan hal tersebut, seperti yang disampaikan dua ulama ahli hadis dan ahli sejarah, Al-Hafidz Ibnu Katsir dan Al-Hafidz Ibnu Jauzi:

ﻭاﻟﻠﻪ ﻟﻘﺪ ﺭﺃﻳﺖ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻤﺎ ﺃﺭﻯ اﻟﻴﻮﻡ ﺷﻴﺌﺎ ﻳﺸﺒﻬﻬﻢ، ﻟﻘﺪ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺼﺒﺤﻮﻥ ﺻﻔﺮا ﺷﻌﺜﺎ ﻏﺒﺮا ﺑﻴﻦ ﺃﻋﻴﻨﻬﻢ ﻛﺄﻣﺜﺎﻝ ﺭﻛﺐ اﻟﻤﻌﺰﻯ، ﻗﺪ ﺑﺎﺗﻮا ﻟﻠﻪ ﺳﺠﺪا ﻭﻗﻴﺎﻣﺎ ﻳﺘﻠﻮﻥ ﻛﺘﺎﺏ اﻟﻠﻪ ﻳﺘﺮاﻭﺣﻮﻥ ﺑﻴﻦ ﺟﺒﺎﻫﻬﻢ ﻭﺃﻗﺪاﻣﻬﻢ، ﻓﺈﺫا ﺃﺻﺒﺤﻮا ﻓﺬﻛﺮﻭا اﻟﻠﻪ ﻣﺎﺩﻭا ﻛﻤﺎ ﻳﻤﻴﺪ اﻟﺸﺠﺮ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ اﻟﺮﻳﺢ

Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata: "Demi Allah, sungguh aku telah melihat para sahabat Nabi Muhammad. Tidak ku lihat hari ini sesuatu yang menyerupai mereka. Sungguh para sahabat telah terlihat di pagi hari dalam keadaan rambut acak-acakan, diantara kedua mata mereka seperti lutut kambing, mereka telah bermalam karena Allah, mereka bersujud, mereka bangun ibadah, membaca Alquran dan mereka istirahat diantara dahi dan kaki mereka. Jika mereka telah bangun di pagi hari mereka berdzikir kepada Allah dengan bergerak seperti pohon yang bergerak di saat angin kencang" (Al-Bidayah wa An-Nihayah 8/7 da  Sifat Ash-Shafwah 1/124)

Jadi sebenarnya mereka yang menuduh bidah itu tidak pernah dzikir banyak dan lama. Coba mereka ajak dzikir lama (seperti perintah Allah dalam Al-Ahzab 41) tanpa menggerakkan kepala, in sya Allah tidak lama lehernya akan terasa nyeri otot.

Ma'ruf Khozin, anggota Aswaja Center PWNU Jatim

Jawab:  ini riwayat yg lemah

قال الشيخ الألباني في "السلسلة الصحيحة" (3/307-308) :

[ وبهذه المناسبة لا بد من التذكير نصحاً للأمة، بأن ما يذكره بعض المتصوفة، عن علي رضي الله عنه أنه قال وهو يصف صحاب النبي صلى الله عليه وسلم:

(( كانوا إذا ذكروا الله مادوا كما تميد الشجرة في يوم ريح )).
فاعلم أن هذا لا يصح عنه رضي الله عنه، فقد أخرجه أبو نعيم في "الحلية" (1/76) من طريق محمد بن يزيد أبي هشام: ثنا المحاربي ، عن مالك بن مغول ، عن رجل من(جعفى) عن السدي ، عن أبي أراكة ، عن علي.

قلت: وهذا إسناد ضعيف مظلم.

1- أبو أراكة، لم أعرفه، ولا وجدت أحداً ذكره، وإنما ذكر الدولابي في((الكنى)) (أبو أراك) وهو من هذه الطبقة، وساق له أثراً عن عبد الله بن عمرو، ولم يذكر فيه جرحاً ولا تعديلاً كعادته.
2- الرجل الجعفي لم يسم كما ترى فهو مجهول.
3- محمد بن يزيد قال البخاري: ((رأيتهم مجمعين على ضعفه)) ] . انتهى .

قلت ( أحمد بن سالم ) : الإسناد أشد ضعفاً مما ذكر الشيخ ، فالرجل الجعفي هذا هو (( عمرو بن شَمِر ، أبو عبد الله الجعفي )) ، وهو كذاب ، وكان رافضي يشتم الصحابة .

والدليل على ما ذكرته أن ذلك ورد في طرق هذا الحديث ، وذكر ذلك الخطيب البغدادي في "موضح أوهام الجمع والتفريق" (2/330-331) فانظره لزاماً .

Minggu, 18 Juni 2017

sunnah dan wajib itu sama semangatnya

PARA SALAF SEMANGAT MENGERJAKAN AMAL YANG NAFILAH SEPERTI AMAL YANG WAJIB
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany rahimahullah berkata:

ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ ﺻﺪﺭ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭﻣﻦ ﺗﺒﻌﻬﻢ ﻳﻮﺍﻇﺒﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺴﻨﻦ ﻣﻮﺍﻇﺒﺘﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ، ﻭﻻ ﻳﻔﺮﻗﻮﻥ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻏﺘﻨﺎﻡ ﺛﻮﺍﺑﻬﻤﺎ .
"Dahulu generasi awal para Shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka senantiasa menjaga amal-amal yang hukumnya sunnah sebagaimana mereka menjaga amal-amal yang hukumnya fardhu, dan mereka tidak membedakan keduanya dalam upaya untuk meraih pahalanya."
Fathul Bary, jilid 3 hlm. 265

Jumat, 09 Juni 2017

Tidak ada alasan untuk isbal


Imam Ahmad mencatat sebuah riwayat dalam Musnad-nya (4 / 390) :

( حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مَيْسَرَةَ ، عَنْ عَمْرِو ابْنِ الشَّرِيدِ ، عَنْ أَبِيهِ أَوْ : عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ عَاصِمٍ ، أَنَّهُ سَمِعَ الشَّرِيدَ يَقُولُ : أَبْصَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ ، فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ : هَرْوَلَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، وَاتَّقِ اللَّهَ ” ، قَالَ : إِنِّي أَحْنَفُ ، تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّ كُلَّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ ” ، فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ ، أَوْ : إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ

Sufyan bin ‘Uyainah menuturkan kepadaku, dari Ibrahim bin Maisarah, dari ‘Amr bin Asy Syarid, dari ayahnya, atau dari Ya’qub bin ‘Ashim, bahwa ia mendengar Asy Syarid berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melihat seorang laki-laki yang pakaiannya terseret sampai ke tanah, kemudian Rasulullah bersegera (atau berlari) mengejarnya. Kemudian beliau bersabda:

“angkat pakaianmu, dan bertaqwalah kepada Allah“. Lelaki itu berkata: “kaki saya bengkok, lutut saya tidak stabil ketika berjalan”. Nabi bersabda: “angkat pakaianmu, sesungguhnya semua ciptaan Allah Azza Wa Jalla itu baik”.

Sejak itu tidaklah lelaki tersebut terlihat kecuali pasti kainnya di atas pertengahan betis, atau di pertengahan betis.

Hadits ini shahih, semua perawinya tsiqah. Ya’qub bin ‘Ashim dikatakan oleh Ibnu Hajar: “ia maqbul” . Namun Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Dan demikian juga Adz Dzahabi yang berkata: “ia tsiqah”. Maka inilah yang tepat insya Allah. Al Albani berkata: “sanad ini sesuai syarat Bukhari-Muslim jika (Ibrahim meriwayatkan) dari ‘Amr dan sesuai syarat Muslim jika dari Ya’qub. Dan yang lebih kuat adalah yang pertama (dari ‘Amr)” (Silsilah Ash Shahihah, 3/427).

Mencukur jenggot menurut imam assyafi'i


Imam Asy-Syafi’i -rohimahulloh- mengatakan:

ولا يأخذ من شعر رأسه ولا لحيته شيئا لان ذلك إنما يؤخذ زينة أو نسكا

“Ia (orang yang memandikan mayat) tidak boleh memangkas rambut kepala maupun jenggotnya si mayat, karena kedua rambut itu hanya boleh diambil untuk menghias diri dan ketika ibadah manasik saja”. (al-Umm 2/640)

Imam Syafi’i -rohimahulloh- juga mengatakan :

والحِلاق ليس بجناية لان فيه نسكا في الرأس وليس فيه كثير ألم، وهو -وإن كان في اللحية لا يجوز- فليس كثير ألم ولا ذهاب شعر، لانه يستخلف، ولو استخلف الشعر ناقصا أو لم يستخلف كانت فيه حكومة

“Menggundul rambut bukanlah kejahatan, karena adanya ibadah dengan menggundul kepala, juga karena tidak adanya rasa sakit yang berlebihan padanya. Tindakan menggundul itu, meski tidak diperbolehkan pada jenggot, namun tidak ada rasa sakit yang berlebihan padanya, juga tidak menyebabkan hilangnya rambut, karena ia tetap akan tumbuh lagi. Seandainya setelah digundul, ternyata rambut yang tumbuh kurang, atau tidak tumbuh lagi, maka ada hukumah (semacam denda/sangsi, silahkan lihat makan al-hukuumah di Al-Haawi al-Kabiir 12/301)”. (al-Umm 7/203)

Para ulama syafi’iyah telah memahami bahwa perkataan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menunjukkan bahwa beliau mengharamkan menggunduli janggut. Diantara para ulama tersebut adalah :

(1) Ibnu Rif’ah :

قال ابن رفعة: إِنَّ الشَّافِعِي قد نص في الأم على تحريم حلق اللحية

Ibnu Rif’ah -rohimahulloh- mengatakan: Sungguh Imam Syafi’i telah menegaskan dalam kitabnya Al-Umm, tentang haramnya menggundul jenggot. (Hasyiatul Abbadi ala Tuhfatil Muhtaj 9/376)

(2) Abdurrahman bin ‘Umar Baa ‘Alawi; ia berkata :

نص الشافعي رضي الله عنه على تحريم حلق اللحية ونتفها

“Imam Asy-Syafii radhiallahu ‘anhu telah menyatakan akan haramnya mencukur gundul jenggot dan mencabuti jenggot” (Bugyatul Mustarsyidin hal 20, cetakan Daarul Fikir)

Negara islam gak pernah ada?

DEKLARASI NEGARA ISLAM

Pada bulan Ramadhan yang suci ini, seesorang harus lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengeluarkan pernyataan. Karena kalau tindakan dan pernyataan keliru dan berdosa, dapat mengurangi dan bahkan menghapus pahala puasanya. Contohnya, beberapa waktu yang lalu, seorang tokoh mengatakan, “Nabi Muhammad tidak pernah mendeklarasikan negara Islam.” Demikian pernyataan tokoh tersebut di depan orang-orang abangan, yang sangat keberatan dengan hal-hal yang berbau  Islam di negera Indonesia tercinta ini.

Sudah barang tentu pernyataan tersebut ditinjau dari sudut apapun sulit untuk diterima karena beberapa hal.

Pertama, Islam itu merupakan agama yang diturunkan oleh Allah untuk seluruh umat manusia. Sebagai agama, Islam tentunya lebih tinggi dari sebuah negara, seperti Indonesia, Arab Saudi, Malaysia atau negara manapun. Sedangkan deklarasi sebuah negara, hanyalah upaya adanya pengakuan dari negara-negara lain tentang eksistensi negara tersebut. Sementara Islam tidak perlu pengakuan dari sebuah negara, karena posisinya lebih tinggi daripada negara. Justru seluruh manusia dan seluruh negara harus mengikuti agama Islam. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"اَلإِسلامُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلىَ".

“Islam itu posisinya tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam.”

Hadits shahih riwayat al-Ruyani dalam al-Musnad [783], al-Daraquthni dalam al-Sunan juz 3 hlm 252, al-Dhiya’ dalam al-Mukhtarah [291], dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra juz 3 hlm 205, dari jalur sahabat Aidz bin Amr radhiyallaahu ‘anhu.

Kedua, mungkin maksud pernyataan tokoh di atas, adalah untuk menghilangkan kesan di kalangan orang-orang abangan, bahwa umat Islam tidak dibenarkan memperjuangkan tegaknya hukum Islam dalam ranah kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan alasan, negara Islam saja tidak pernah ada, karena memang tidak pernah dideklarasikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sudah barang tentu anggapan ini keliru. Hadits-hadits yang membicarakan tentang wajibnya menegakkan hukum Islam dalam ranah berbangsa dan bernegara bagi umat Islam sangat banyak. Antara lain hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَانَ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ لا نَبِيَّ بَعْدِي، وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ

“Kaum Bani Israil selalu dipimpin oleh para nabi. Setiap ada nabi dari kalangan mereka meninggal dunia, maka diganti oleh nabi berikutnya. Hanya saja sesudahku tidak ada nabi lagi. Dan akan ada para khalifah, lalu mereka menjadi banyak dalam suatu masa.” (HR al-Bukhari [3455] dan Muslim [1471]).

Hadits shahih tersebut menyampaikan beberapa pesan penting keada kita.

a) Hadits di atas membicarakan tentang kepemimpinan kaum Bani Israil dalam konteks keagamaan dan kenegaraan, yang selalu dipimpin oleh para nabi, dari generasi ke generasi. Para nabi diberi tugas untuk menjaga kaum Bani Israil agar tidak keluar dari ajaran Kitab Taurat yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam

b) Setelah Islam datang, baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berfungsi sebagai pemimpin umat Islam, dan menjaga mereka agar tidak keluar dari ajaran Islam.

c) Hanya saja, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Allah tidak akan mengutus nabi lagi sebagai pemimpin umat Islam. Akan tetapi umat Islam akan dipimpin oleh para khalifah sebagai pengganti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

d) Penamaan pemimpin umat Islam dengan nama khalifah, yang berarti pengganti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai isyarat bahwa para pemimpin umat Islam kapan saja dan di mana saja bertanggung jawab menjaga dan mengatur rakyatnya agar mengikuti dan sesuai dengan ajaran agama, yaitu Islam. Dalam konteks ini, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:

فِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّهُ لا بُدَّ لِلرَّعِيَّةِ مِنْ قَائِمٍ بِأُمُورِهَا يَحْمِلُهَا عَلَى الطَّرِيقِ الْحَسَنَةِ وَيُنْصِفُ الْمَظْلُومَ مِنَ الظَّالِمِ

“Hadits tersebut mengandung isyarat keharusan rakyat memiliki seorang pemimpin yang mengatur urusan mereka, yang akan membawa mereka ke jalan yang baik dan memenuhi hak orang yang dizalimi dari orang yang zalim.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari juz 6 hlm 497).

Ketiga, dalam hadits-hadits shahih dijelaskan, bahwa penegakan hukum Islam dalam konteks kenegaraan, termasuk bagian dari Islam itu sendiri. Diriwayatkan dari sahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

" لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ "

“Sungguh tali-tali Islam akan benar-benar diputus satu demi satu. Setiap ada tali yang terputus, maka manusia akan berpegangan pada tali berikutnya. Tali yang pertama kali diputus adalah pelaksanaan hukum Islam, dan tali yang terakhir kali diputus adalah shalat.”

Hadits shahih riwayat Ahmad [22160], al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [7486] dan Musnad al-Syamiyyin [1602], al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [7524], dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban [6715] dan al-Hakim juz 4 hlm 92.

Hadits tersebut memberikan beberapa pesan yang perlu kita renungkan.

a) Hadits tersebut mengabarkan tentang situasi dan kondisi umat Islam pada akhir zaman, yang akan memutus tali-tali Islam satu demi satu.

b) Maksud tali-tali Islam adalah semua ajaran Islam yang wajib diterapkan dan dilaksanakan oleh umat Islam.

c) Tali Islam yang pertama kali diputus adalah terlaksananya hukum Islam dalam konteks kenegaraan. Hal ini benar-benar terjadi pada Daulah Utsmaniyah di Turki pada perode akhir Khilafah Utsmaniyah di sana, yang telah mengganti hukum fiqih Islam yang diambil dari syariah Islam, dan diganti dengan undang-undang yang diambil dari orang-orang Eropa. Di Indonesia, sampai saat ini masih menerapkan hukum warisan Belanda, dan meninggalkan hukum fiqih Islam yang diterapkan oleh para raja Islam sebelum masa penjajahan dan kemerdekaan Indonesia.

d) Dalam hadits di atas, penerapan hukum Islam dianggap sebagai bagian dari Islam itu sendiri. Menegakkan hukum Islam dalam wilayah kenegaraan, berarti menyambung tali Islam. Sedangkan menanggalkan hukum Islam dalam wilayah kenegaraan berarti memutus tali Islam.

Keempat, sejak awal dakwahnya, baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan tentang eksisteni Islam yang akan menjelma dalam bentuk kekuatan yang akan mengalahkan negara-negara besar pada waktu itu, yaitu Romawi dan Persia. Dalam Sirah Ibnu Hisyam diceritakan. Ketika Abu Thalib menjelang wafat, beberapa pemuka kaum Quraisy berkumpul kepada beliau. Mereka antara lain Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, Abu Jahal bin Hisyam, Umayah bin Khalaf, Abu Sufyan bin Harb dan lain-lain. Mereka ingin menjalin kerjasama dengan baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu Abu Thalib berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai putra saudaraku! Mereka para pembesar kaummu telah berkumpul untuk menjalin kerjasama denganmu.” Baginda lalu bersabda, “Baik. Saya minta satu kalimat saja, yang kalian berikan kepadaku. Dengan satu kalimat itu, kalian akan menguasai bangsa Arab dan menundukkan bangsa Ajami.” Abu Jahal menjawab, “Baik, demi ayahmu. Kalau itu janjimu, kami siap memberikan sepuluh kalimat.” Baginda bersabda, “Kalian ucapkan Laa ilaaha illallaah, dan kalian tanggalkan berhala-berhala yang kalian sembah.” Mendengar permintaan itu, mereka bertepuk tangan pertanda penolakan dan berkata, “Bagaimana mungkin tuhan-tuhan dijadikan satu? Kamu memang aneh.”

Dalam fragmen Sirah Nabawiyah di atas, jelas sekali, bahwa sejak awal dakwahnya, baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang kekuatan Islam yang akan menjelma menjadi kekuatan yang menguasai seluruh Arab dan menumbangkan kekuatan Ajami, yaitu Persia dan Romawi.

Kelima, setelah hijrah ke Madinah, menjelang periode akhir hijriah, baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat-surat kepada para penguasa dan para raja sekitar Jazirah Arab, seperti para penguasa Arab, Raja Persia, Romawi, Mesir dan lain-lain. Di antara surat yang dikirimkan kepada mereka, adalah surat yang dikirim kepada Raja Heraclius yang berbunyi begini:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم، مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ: سَلاَمٌ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الهُدَى، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الإِسْلاَمِ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، يُؤْتِكَ اللهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الأَرِيسِيِّينَ، وَ (يَا أَهْلَ الكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لاَ نَعْبُدَ إِلا اللهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ).

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (Surat ini) dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya ditujukan kepada Heraclius, penguasa Bizantium. Kedamaian bagi mereka, para pengikut jalan kebenaran. Kemudian setelah itu, Aku mengajak Anda untuk masuk agama Islam, dan bila Anda menjadi seorang Muslim Anda akan memperoleh keselamatan, dan Allah Swt akan memberi Anda pahala ganda. Namun jika Anda menolak ajakan untuk masuk Islam ini, Anda akan melakukan perbuatan dosa (dengan mengikuti jalan sesat) kaum Arisiyin. Dan (aku tuliskan untuk Anda firman Allah Swt.): Hai Ahli al-Kitab! Marilah kita bersatu kata, antara kita, kalian dan kami, bahwa kita tidak menyembah selain Allah. Dan bahwa kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Bahwa kita tidak menjadikan antara kita sendiri sembahan-sembahan selain Allah. Jika mereka berpaling, katakanlah, “Saksikan olehmu bahwa kami adalah Muslim (orang yang berserah diri kepada Allah Swt.)” (QS Alu-Imran : 64). HR al-Bukhari [7].

Setelah surat tersebut dibacakan kepada Heraclius, tanda-tanda terkejut dan ketakutan sangat kelihatan dari ekspresi wajah dan gaya bicaranya. Dan akhirnya ia ungkapkan melalui pernyataan, bahwa kerajaannya akan tumbang dan akan dikuasai oleh umat Islam.

Sudah barang tentu, bahwa pengiriman surat oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti di atas kepada para raja, melebihi sekedar deklarasi sebuah negara. Heraclius pada waktu itu merupakan Penguasa Romawi, salah satu negara adidaya dengan ratusan ribu tentara. Sementara umat Islam baru memiliki ribuan tentara. Dan baru sanggup mengirimkan tiga ribu tentara dalam Perang Mu’tah, yang terjadi setelah pengiriman surat-surat tersebut. Apakah ini bukan deklarasi?

Keenam, mungkin tokoh yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mendeklarasikan negara Islam, akan berkata bahwa tidak ada hadits yang tegas yang menyebutkan tentang negara Islam. Jawaban kami, ajaran Islam yang disampaikan melalui al-Qur’an dan hadits, hanya dapat dipahami oleh para ulama yang ahli. Karena itu dalam ilmu ushul fiqih, ada istilah nash, zhahir, manthuq, mafhum, dilalah iltizam, dilalah tadhammun dan lain-lain.

Tulisan ini hanya menampilkan sekelumit tentang beberapa hadits, dan tidak menampilkan ayat-ayat al-Qur’an, karena yang dinafikan oleh tokoh liberal tersebut adalah deklarasi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mohon maaf, tulisan ini terburu-buru.

Walhasil, seorang Muslim harus yakin, bahwa agamanya akan memberikan yang terbaik apabila ditegakkan dan diterapkan dalam semua lini kehidupan termasuk dalam konteks kenegaraan. Wallahu a’lam.
By idrus ramli

BID'AH HASANAH IMAM SUFYAN ATS-TSAURY

Syubhat:
☆☆ BID'AH HASANAH IMAM SUFYAN
ATS-TSAURY ☆☆

● Menurut Sekte Wahhabi Semua Bidah adalah Sesat. Tidak Ada Bid'ah Hasanah.
Sehingga setiap Hadist dan Atsar baik itu dari Sahabat maupun Tabi'in selalu digunakan untuk Mendukung Pemahamannya yang Ngawur. Termasuk  Perkataan dari Imam Sufyan
Ats-Tsauri bahwa:
"Iblis lebih Senang pada Bid'ah karena Pelakunya Tidak akan Bertaubat".

● Sekarang Kita lihat dengan Seksama Praktek Ibadah dari Imam Sufyan Ats-Tsauri berikut:

- (Al-Hafidz adz Dzahabi, Siyar A’lam an Nubala, Juz: 7, Halaman: 266-267)

= PERTAMA:

ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻭﻫﺐ: ﺭﺃﻳﺖ اﻟﺜﻮﺭﻱ ﻓﻲ اﻟﺤﺮﻡ ﺑﻌﺪ اﻟﻤﻐﺮﺏ ﺻﻠﻰ ﺛﻢ ﺳﺠﺪ ﺳﺠﺪﺓ ﻓﻠﻢ ﻳﺮﻓﻊ ﺣﺘﻰ ﻧﻮﺩﻱ ﺑﺎﻟﻌﺸﺎء.

Ibnu Wahb berkata:
"Aku Melihat Sufyan Ats-Tsauri di Masjidil Haram setelah Maghrib,
Ia shalat lalu Sujud 1 kali dan Tidak Bangun sampai Adzan Isya'..!".

☆ Pernahkah Nabi Saw Mencontohkan Sujud seperti itu..????
Apakah Berarti Imam Sufyan Ats-Tsauri Melakukan Bid'ah yang diSenangi oleh iblis..???

Jawab: he..lucunya tingkah ahli bid'ah,,,pelaku bid'ah teriak bid'ah...he..emang ciri ahlul bid'ah jauh dari ilmu dan sunnah..
Beliau setelah maghrib sholat,berarti sholat sunnah, dan disunnahkan memperlama sujud,apalagi dalam sholat sunnah terserah lamanya,setelah terdengar adzan isya' beliau segera menyelesaikan sholatnya.
ahli bid'ah mana tau sunnah kayak begini.

= KEDUA:

عن يحيى القطان قال: ما رأيت رجلاً أفضل من سفيان ، لولا الحديث كان يصلي ما بين الظهر والعصر، وبين المغرب والعشاء، فإذا سمع مذاكرة الحديث ترك الصلاة وجاء.

Yahya Qattan berkata:
"Tidak Aku lihat seorang yang lebih Utama dari pada Sufyan.
Andai Bukan Karena Hadist, Sufyan Melakukan Shalat antara Dzuhur dan Ashar,
Antara Maghrib dan Isya',
Jika Ia Mendengar Majlis tentang Hadist,
Maka Ia tinggalkan Shalat Sunnah itu dan Ia Mendatangi Majlis tersebut.

☆ Adakah Contoh dari Nabi Saw, Shalat Sunnah sepanjang antara Dzuhur sampai Ashar..???,
Maghrib sampai Isya'..???
Apakah yang dilakukan Imam Sufyan Ats-Tsauri ini lebih disenangi oleh iblis..???.

Dengan Demikian Pemahaman Sekte Wahhabi yang Mencatut ucapan Imam Sufyan Ats-Tsauri Bertolak Belakang dengan Perbuatan Beliau sendiri,

Sebab mana mungkin sekaliber Imam Sufyan akan melakukan Bid'ah yang Sesat sementara Para Ulama Menyebutkan Beliau sebagai Amirul Mu’minin di Bidang Hadist..!!!.

☆ Masih tidak percaya dengan Bid'ah Hasanah...???!  :-)

============
Jawab:  he,,ngakak abis.sholat sunnah antara dhuhur dan ashar bid'ah???emang itu waktu terlarang??emang gak boleh sholat sunnah mutlaq?ahli bid'ah mana tau sunnah kayak begini.
Kebanyakan hadits dhoif dan palsu siih...

Selasa, 06 Juni 2017

Standart ustadz

Standar guru yg pantas diambil ilmunya

Ad Darimy meriwayatkan, bahwa Abu Aliyah berkata,"Jika kami mendatangi seseorang untuk menuntut ilmu, maka kami akan melihat ia shalat. Jika ia shalat dengan benar, kami akan duduk untuk belajar dengannya. Dan kami berkata,’Dia akan lebih baik dalam masalah lain’. Sebaliknya, jika shalatnya rusak, maka kami akan berpaling darinya dan kami berkata,’ Dia akan lebih rusak dalam masalah yang lain".
 As Sunnan Wal mubtadat, Syaikh Muhammad bin Abdussalam, Darul Fikr

Zakat pembantu


Jika nafkah pembantu tersebut ditanggung oleh tuannya, misalnya: pembantu rumah tangga, maka wajib bagi tuannya membayarkan zakat fitrah untuk pembantunya.

Jika nafkah pembantu tidak ditanggung tuannya maka tidak ada kewajiban bagi tuannya untuk menunaikan zakat fitrah pembantunya.

Imam Malik mengatakan, “Tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk membayarkan zakat fitri bagi budak milik budaknya, pembantunya, dan budak istrinya, kecuali orang yang membantu dirinya dan harus dia nafkahi maka status zakatnya wajib. (Al-Muwaththa’, 2:334)

Jumat, 02 Juni 2017

Kurikulum islam yang terbaik

INILAH KURIKULUM PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA!
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
Sebuah Inspirasi untuk mendidik anak-anak masa depan

Seorang Ustadz berceramah menceritakan kisah nyata dari seorang rektor salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia yang sedang mencari sistem pendidikan terbaik yang dapat menghasilkan dan mencetak generasi yang cerdas, bermartabat dan bisa bermanfaat bagi bangsa dan agama.

Untuk mencari sistem pendidikan terbaik, rektor tersebut pergi ke Timur Tengah untuk meminta nasihat dari seorang ulama terkemuka di sana.

Ketika bertemu dengan ulama yang ingin ditemuinya, lalu dia menyampaikan maksudnya untuk meminta saran bagaimana menciptakan sistem pendidikan terbaik untuk kampus yang dipimpinnya saat ini.

Sebelum menjawab pertanyaan dari rektor, ulama tersebut bertanya bagaimana sistem pendidikan saat ini di Indonesia mulai dari tingkat bawah sampai paling atas.

👨‍🎓 Rektor menjawab, :
📝 Paling bawah mulai dari SD selama 6 tahun
📝 SMP 3 tahun
📝SMA 3 tahun
📝Diploma 3 selama 3 tahun atau
📝S1 selama 4 tahun
📝S2 sekitar 1.5 - 2 tahun
📝dan setelah itu S3 untuk yang paling tinggi."

👳🏻‍♀️ "Jadi untuk sampai S2 saja butuh waktu sekitar 18 tahun ya?" Tanya Sang Ulama.

👨‍🎓 "Iya!!!" , jawab rektor tersebut.

👳🏻‍♀️ "Lalu bagaimana jika hanya lulus sampai di SD saja selama 6 tahun, pekerjaan apa yang akan bisa didapat?" Tanya kembali Sang Ulama.

👨‍🎓"Kalau hanya SD paling hanya buruh lepas atau tukang sapu jalanan, tukang kebun dan pekerjaan sejenisnya."

"Tidak ada pekerjaan yang bisa diharapkan jika hanya lulus SD di negeri Kami." Jawab si rektor.

👳🏻‍♀️  "Jika Lulus SMP bagaimana?"

👨‍🎓"Untuk SMP mungkin jadi office boy (OB) atau cleaning service,"  jawab kembali si rektor.

👳🏻‍♀️ "Kalau SMA bagaimana?"

👨‍🎓"Kalau lulus SMA masih agak mending pekerjaan nya di negeri Kami, bisa sebagai operator di perusahaan-perusahaan" lanjut si rektor.

👳🏻‍♀️ "Kalau lulus D3 atau S1 bagaimana?" Bertanya kembali Sang Ulama.

👨‍🎓"Klo lulus D3 atau S1 bisa sebagai staff di kantor dan S2 bisa langsung jadi manager di sebuah perusahaan"  kata si rektor.

👳🏻‍♀️ "Berarti untuk mendapatkan pekerjaan yang enak di negeri Anda minimal harus lulus D3/S1 atau menempuh pendidikan selama kurang lebih 15-16 tahun ya?"
Tanya kembali sang Ulama.

👨‍🎓"Iya betul !!!!" jawab si rektor.

👳🏻‍♀️ "Sekarang coba bandingkan dengan pendidikan yang Islam ajarkan!"

〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

"Misal selama 6 tahun pertama (SD) hanya mempelajari dan menghapal Al-Qur'an, apakah bisa hapal 30 juz?" Tanya Sang Ulama.

"In syaa Allah bisa"  jawab si rektor dengan yakin.

"Apakah ada hafidz Qur'an di negeri Anda yang bekerja sebagai buruh lepas atau tukang sapu seperti yang Anda sebutkan tadi untuk orang yang hanya Lulus SD?"
Kembali tanya Sang Ulama.

"Tidak ada !!!", jawab si rektor.

"Jika dilanjut 3 tahun berikutnya mempelajari dan menghapal hadis apakah bisa menghapal ratusan hadis selama 3 tahun?"

"Bisa !!!", jawab si rektor.

"Apakah ada di negara Anda orang yang hapal Al-Qur'an 30 juz dan ratusan hadis menjadi OB atau cleaning service?"

"Tidak ada !!!", jawab kembali si rektor.

"Lanjut 3 tahun setelah itu mempelajari tafsir Al-Qur'an, apakah ada di negara Anda orang yang hafidz Qur'an, hapal hadis dan bisa menguasai tafsir yang kerjanya sebagai operator di pabrik?" Tanya kembali ulama tersebut.

"Tidak ada !!!"_, jawab si rektor.

Rektor tersebut mengangguk mulai mengerti maksud sang ulama.

"Anda mulai paham maksud Saya?"_

"Ya !!!"_, jawab si rektor.

"Berapa lama pelajaran agama yang diberikan dalam seminggu?"

"Kurang lebih 2-3 jam" jawab si rektor.

Sang ulama melanjutkan pesannya kepada si rektor...

"jika Anda ingin mencetak GENERASI YANG CERDAS, BERMARTABAT, BERMANFAAT bagi bangsa dan agama, serta mendapatkan PEKERJAAN YANG LAYAK setelah lulus nanti, Anda harus merubah sistem pendidikan Anda dari ORIENTASI DUNIA menjadi mengutamakan ORIENTASI AKHIRAT karena jika Kita berfokus pada akhirat in syaa Allah dunia akan didapat. Tapi jika sistem pendidikan Anda hanya berorientasi pada dunia, maka dunia dan akhirat belum tentu akan didapat.

Pelajari Al-Qur'an karena orang yang mempelajari Al-Qur'an, ALLAH akan meninggikan derajat orang tersebut di mata hamba-hambaNya.

"Itulah sebabnya Anda tidak akan menemukan orang yang hafidz Qur'an di negara Anda atau di negara manapun yang berprofesi sebagai tukang sapu atau buruh lepas walaupun orang tersebut tidak belajar sampai ke jenjang pendidikan yang tinggi karena ALLAH yang memberikan pekerjaan langsung untuk para hafidz Qur'an. Hafidz Qur'an adalah salah satu karyawan ALLAH dan ALLAH sayang sama mereka dan akan menggajinya lewat cara-cara yang menakjubkan. "

"Tidak perlu gaji bulanan tapi hidup berkecukupan."

Itulah pesan Sang Ulama kepada rektor tersebut.

Mari kita didik diri dan keluarga kita dengan Sistem Pendidikan Terbaik.