Rabu, 31 Agustus 2016

Hukum sedekah untuk ortu yang masih hidup


Jawabannya, ini juga berlaku bagi yang hidup. Si A bisa bersedekah atas nama orang tuanya atau saudaranya atau siapapun.

Dalam matan al-Iqna’ – kitab fiqh madzhab hambali – dinyatakan,

وكل قربة فعلها المسلم وجعل ثوابها أو بعضها كالنصف ونحوه، لمسلم حي أو ميت جاز، ونفعه، لحصول الثواب له.

Semua ibadah yang dilakukan seorang muslim, kemudian dia pahalanya atau sebagian pahalanya, misalnya setengah pahalanya untuk muslim yang lain, baik masih hidup maupun sudah meninggal, hukumnya dibolehkan, dan bisa bermanfaat baginya. Karena dia telah mendapatkan pahala. (al-Iqna’, 1/236).

Bahkan sebagian ulama mengatakan, bahwa menghadiahkan pahala sedekah bisa diberikan kepada orang yang hidup dengan sepakat kaum muslimin. Berikut pernyataan Imam Ibnu Baz,

أما الصدقة فتنفع الحي والميت بإجماع المسلمين، وهكذا الدعاء ينفع الحي والميت بإجماع المسلمين

Untuk sedekah, bisa bermanfaat bagi yang hidup maupun yang mati dengan sepakat kaum muslimin. Demikian pula doa, bisa bermanfaat bagi orang yang hidup maupun yang mati dengan sepakat kaum muslimin. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 4/348).

Hukum kurban ke suriah


sebagian ulama muashirin (kontemporer) memboleh mengirim qurban ke daerah yang lebih membutuhkan, karena pertimbangan maslahat yang lebih besar. Seperti daerah konflik, yang di sana banyak kaum muslimin yang menjadi korban peperangan. Diantara yang berpendapat demikian adalah Dr. Abdullah bin Jibrin.
Beliau ditanya tentang hukum mengirim hewan qurban ke luar negeri, jawaban yang beliau sampaikan,

إن كان البلد غنيًا ولا يوجد فيه فقراء ، وإذا أعطيت بعضهم خزنه أيامًا ولديهم اللحوم متوفرة طوال السنة ، جاز إرسالها لمن يحتاجها من البلاد الفقيرة الذين يعوزهم اللحم ، ولا يوجد عندهم إلا نادرًا، ولابد من تحقق ذبحه في أيام الذبح، وتحقق ذبح السن المجزئة السالمة من العيوب ، 
وتحقق أمانة من يتولى ذلك ، والله أعلم

“Jika negara asal sudah cukup kaya dan tidak ada orang miskin, bahkan ketika qurban ini dibagikan di negara kaya tersebut, dagingnya akan disimpan berhari-hari, dan mereka memiliki banyak daging sepanjang tahun, maka boleh mengirim hewan qurban ke negara miskin yang lebih membutuhkan, yang kekurangan daging, atau mereka jarang mendapatkan daging. Dan harus diperhatikan kepastian hewan ini disembelih tepat pada hari qurban, dipastikan usia hewan qurban, yang terbebas dari cacat, serta dipastikan orang yang menanganinya adalah orang yang amanah. Allahu a’lam. (Fatwa Islam, no. 175475)
InsyaaAlah ini yang lebih mendekati. Karena berqurban adalah ibadah maliyah, ibadah yang inti pelaksanaannya berupa harta. Sementara dalam ibadah maliyah, tidak disyaratkan harus ditangani sendiri oleh pemiliknya.

Selasa, 30 Agustus 2016

Bertaqwa harus dg ilmu bukan taqlid


 Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

العامل بلا علم كالسائر بلا دليل ومعلوم ان عطب مثل هذا اقرب من سلامته وان قدر سلامته اتفاقا نادرا فهو غير محمود بل مذموم عند العقلاء
“Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun tadi akan mendapatkan kesulitan dan sulit bisa selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.”
Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

من فارق الدليل ضل السبيل ولا دليل إلا بما جاء به الرسول
“Siapa yang terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia bisa tersesat. Tidak ada penuntun yang terbaik bagi kita selain dengan mengikuti ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Lihat Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,

مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
“Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuatan lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 282)
Juga amalan yang bisa diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah: 27). Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tafsiran yang paling bagus mengenai ayat ini bahwasanya amalan yang diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Yang disebut bertakwa adalah bila beramal karena mengharap wajah Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu saja ini perlu didasari dengan ilmu.” (Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)

Senin, 29 Agustus 2016

Fenomena maraknya penghalang kajian


Siapakah mereka? seberapa besar dosa mereka?

Sifat orang munafik

واِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَىٰ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.

sifat orang dholim

وَنَادَىٰ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابَ النَّارِ أَنْ قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا فَهَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا ۖ قَالُوا نَعَمْ ۚ فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada Penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" Mereka (penduduk neraka) menjawab: "Betul". Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: "Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim,
الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُمْ بِالْآخِرَةِ كَافِرُونَ
(yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat".

sifat orang terlaknat

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا ۚ أُولَٰئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَىٰ رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah?
Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,
الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
(yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Dan mereka itulah orang-orang yang tidak percaya akan adanya hari akhirat.

Sifat pengikut hawa nafsu

فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَىٰ
Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa".

Sifat pengikut syetan

وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ فَلَا تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ ۚ هَٰذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus.
وَلَا يَصُدَّنَّكُمُ الشَّيْطَانُ ۖ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Hakikat keikhlasan


Diantara perintah alloh terbesar adalah berusaha mengikhlaskan ibadah/memurnikan ibadah hanya untuk alloh. Albayyinah : 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Jadi tugas kita berusaha saja sekuat tenaga menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan.soal sudah benar2 ikhlas atau belum hanya alloh yg berhak menilai karena itu amalan hati,tidak boleh kita menuduh saudara kita tidak ikhlas,dia riya’ tu maka ini tidak boleh.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى نِيَّاتهِمْ
"Manusia dikumpulkan (di padang mahsyar-pen) berdasarkan niat-niat mereka" (HR Ibnu Majah no 4230, dishahihkan oleh Syaikh Albani)
Jadi ikhlas atau tidak , akan ditampakkan hari kiamat nanti.adapun didunia,itu rahasia alloh,kita tidak berhak menghukumi.
Ibadah wajib ikhlas murni karena alloh karena pahala sebuah ibadah sesuai kadar keikhlasannya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah. [HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, no. 8].
Tidak boleh ibadah dengan niat mendapatkan perkara dunia hud :15-16
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
Seperti belajar agama supaya dapat  ijazah atau title saja,atau berhaji hanya karena bangga disebut pak haji,maka mereka akan mendapatkan sebatas niat mereka saja sedangkan di akhirat tidak mendapat pahala bahkan mendapat adzab dari alloh.
Adapun dia berniat lillah untuk alloh tapi bercampur dg keinginan duniawi maka ini tidak boleh kecuali ada dalil tentang keutamaannya.
Contoh silaturrahim mengunjungi saudara,orangtua atau kerabat niat lillah karena alloh dan berniat supaya dilapangkan rizkinya maka boleh karena ada dalilnya
Tapi kalau sholat tahajud selain lillah juga supaya segera dapat jodoh, puasa senin kamis selain lillah juga supaya segera punya anak maka ini tidak ada dalilnya,ini mengurangi pahala karena pahala tergantung kadar keikhlasannya/kemurniannya untuk alloh.

Kebanyakan,ikhlas selalu diidentikkan dg ibadah,padahal perkara dunia pun bisa menjadi ibadah.
Namun tidak cukup dg keikhlasan saja tapi harus mengikuti contoh dari rosululloh.alkahfi : 110
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Misal ada orang minum katanya ikhlas tapi dg tangan kiri maka ini tidak bisa bernilai ibadah.
Akan tetapi tidak wajib ikhlas dalam perkara dunia,murni bisnis cari untung,asal tidak melanggar syariat maka tidak berdosa.
Jadi tidak benar jika karyawan ditekan harus ikhlas,di gaji berapa pun harus ridho maka ini tidak benar.
Perkara dunia itu ikatannya profesionalisme berdasarkan kesepakatan.

عن كَثِير بْن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِىُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا ».

Artinya: “Katsir bin Abdillah bin Amr bin ‘Auf Al Muzani meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah shalallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perdamaian boleh diantara kaum muslim kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan KAUM MUSLIM SESUAI DENGAN KESEPAKATANNYA KECUALI SYARAT YANG MENGHARAMKAN YANG HALAL ATAU MENGHALALKAN YANG HARAM.” HR. Tirmidzi.
Jadi menuntut naik gaji karena terlalu kecil bukan berarti tidak ikhlas,tidak ada hubungannya
Dan keikhlasan itu tidak perlu ungkapkan saya ikhlas lillahi ta’ala karena alloh
Diriwayatkan dari adh-Dhahak bin Qais bahwa ia berkata, “Wahai manusia ikhlaskanlah amalan kalian untuk Allâh Azza wa Jalla ! Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak menerima amalan kecuali yang ikhlas. Apabila salah seorang dari kalian memberikan suatu pemberian, memaafkan suatu kezaliman, atau menyambung silaturahim, maka janganlah dia mengatakan dengan lisannya "Ini Karena Allâh" akan tetapi hendaklah ia memberitahukannya dengan hati.”[Târîkh Dimasyq, 24/282.]

Sabtu, 27 Agustus 2016

Cacing halal?

Pendapat yang kami pegang dalam masalah ini adalah pendapat yang disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm -rahimahullah- dimana beliau berkata, “Tidak halal memakan siput darat, juga tidak halal memakan seseuatupun dari jenis serangga, seperti: cicak (masuk juga tokek), kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan yang sejenis dengan mereka. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,“Diharamkan untuk kalian bangkai”, dan firman Allah -Ta’ala-, “Kecuali yang kalian sembelih”. 

Dan telah jelas dalil yang menunjukkan bahwa penyembelihan pada hewan yang bisa dikuasai/dijinakkan, tidaklah teranggap secara syar’i kecuali jika dilakukan pada tenggorokan atau dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa menyembelihnya, maka tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga hukumnya adalah haram karena tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak disembelih (misalnya ikan dan belalang maka dia boleh dimakan tanpa penyembelihan, pent.)”. (Lihat Al-Muhalla: 7/405)

Karenanya tatkala cacing bukanlah hewan yang bisa disembelih maka dia termasuk ke dalam jenis bangkai yang haram untuk dimakan. Sementara segala sesuatu yang haram untuk dimakan maka dia juga haram untuk diperjualbelikan. Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:
إنَّ الله إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya.” (HR. Ahmad: 1/247, 322 dan Abu Dawud no. 3488)

Maksud ‘diharamkan harganya’ adalah termasuk di dalamnya larangan memperjualbelikannya, menyewakannya, dan semua perkara yang menjadikan dia mempunyai harga. Karenanya jual beli cacing termasuk perkara yang tidak diperbolehkan.

 Dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari obat yang khobits (yang haram atau kotor).” (HR. Abu Daud no. 3870, Tirmidzi no. 2045 dan Ibnu Majah no. 3459. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits inishahih).

Dari Abud Darda’, ia berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

Allah telah menurunkan penyakit dan juga obatnya. Allah menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah, namun jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud no. 3874. Sanad hadits ini dho’if kata Al Hafizh Abu Thohir).

MOTIVASI MENGHAFAL ALQUR'AN


“ Menghafal satu ayat lebih baik dari membaca satu halaman sekilas saja.mengapa ? karena rata-rata daya menghafal memerlukan 20 kali pengulangan ”

“Menghafal  al Qur-an tidak ada ruginya walaupun belum hafal.mengapa ? karena pahala per hurufnya sudah tercatat rapi di sisi Alloh ditambah pahala niat ingin mahir membaca + menghafal + mengulang , apalagi per huruf di kalikan minimal sepuluh ”

“Menghafal al Qur-an akan menghiasi bacaan sholatmu.dikala banyak orang bingung baca apa dalam sholatnya,engkau sibuk mengisi sholatmu dg hafalanmu, betapa nikmatnya sholat bersama al qur-an “

“Menghafal al Qur-an bukan pekerjaan ribet,tidak harus di masjid atau di ruangan.bisa sambil jalan , sambil menunggu, bahkan sambil masak sekalipun.Al Qur-an tetap teman terbaikmu”

“pernahkah kamu hendak tidur namun sulit memejamkan mata? al Qur-an siap meninabobokkanmu,menemani tidurmu”

“Menghafal al Qur-an tidak akan mengganggu waktu kerjamu atau bermainmu, karena dia tidak butuh gerakan tubuh tertentu “

Jumat, 26 Agustus 2016

Kebangkitan islam berawal dari pemuda


Tentang jati diri para pemuda ashabul kahfi, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. [Al-Kahfi/18:13]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, mereka adalah sekumpulan pemuda yang menerima kebenaran dan lebih lurus jalannya daripada generasi tua dari kalangan mereka, yang  justru menentang dan bergelimang dengan agama yang batil.

Para pemuda tersebut hanya beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak seperti kaum mereka. Maka, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mensyukuri keimanan mereka, dan kemudian menambahkan hidayah atas diri mereka. Maksudnya, disebabkan hidayah kepada keimanan, maka Allâh Azza wa Jalla menambahkan petunjuk kepada mereka, yakni berupa ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya, “Dan Allâh akan menambahi petunjuk kepada mereka yang telah mendapatkan petunjuk.[ Maryam/19:76].[ Taisîrul-Karîmir-Rahmân, hlm. 471, Tafsîrul-Qur`ânil-‘Azhîm (5/146).]

Bertolak dari penegasan Allâh Azza wa Jalla di atas bahwa mereka merupakan sekumpulan pemuda yang beriman, sebuah kesimpulan menarik dikemukakan oleh al-Hâfizh Ibnu Katsir rahimahullah, beliau rahimahullah mengatakan, “Oleh karena itu, kebanyakan orang yang menyambut dakwah Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya berasal dari kalangan para pemuda. Sedangkan para orang tua dari kaum Quraisy, kebanyakan masih memegangi agama mereka, tidak memeluk Islam kecuali sedikit saja. Demikianlah Allâh Azza wa Jalla mengabarkan, bahwa mereka itu adalah para pemuda.” [Tafsîrul-Qur`ânil-‘Azhîm (5/146).]

Kamis, 25 Agustus 2016

Aa gym : anda perokok berarti buta huruf


Dai kondang Abdullah Gymnastiar yang akrab disapa Aa Gym dalam ceramah di depan sekitar 100 jemaah haji khusus di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (23/10/2012), mengatakan, perokok itu buta huruf.

Aa Gym di hotel penginapan para jemaah haji yang masing-masing membayar sekitar Rp 90 juta rupiah sebagai ongkos naik haji itu, menceritakan seorang karyawan pabrik rokok suatu ketika menanyakan kepada pemilik pabrik rokok, mengapa seluruh keluarga bosnya itu tidak merokok.

Pertanyaan itu dijawab bos, karena merokok berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahaya rokok seperti yang tertulis di bagian bungkus rokok bahwa merokok dapat membahayakan jantung, paru-paru, gangguan janin, dan juga dapat menyebabkan terjadinya impotensi.

Kalau bapak tahu rokok membahayakan kesehatan, mengapa bapak memproduksi rokok, tanya karyawan itu lagi. Bosnya menjawab, rokok itu hanya diperuntukkan kepada orang yang buta huruf.

Aa gym : guru dan rokok tidak bisa menyatu


Dai kondang Abdullah Gymnastiar atau lebih akrab disapa Aa Gym meminta para tenaga pendidik di Indonesia yang masih merokok untuk berhenti karena tidak patut dijadikan teladan bagi anak didik.

Imbauan itu Aa Gym sampaikan melalui kicauan di akun twitter @Abdullah Gymnastiar.
"Bagi guru yang masih merokok sebaiknya memilih, berhenti merokok atau berhenti jadi guru, Murid perlu teladan yang Baik," kicau Aa Gym.

Kicauan Aa Gym mendapat respon dari sejumlah followernya.
Akun @adelladellaide menulis komentar "kewajiban sesama Muslim untuk mengingatkan yang lupa."

Dawuh sang habib: bau rokok tak pantas ditemui


Suatu ketika KH. Abdul Hamid ingin sowan kepada Habib Jakfar bin Syaikhon As seggaf pasuruan yg menjadi guru beliau. tetapi mbah Hamid menunggu lama sekali dan tidak kunjung di temui. kemudian Habib Jakfar berkata kepada salah satu khodimnya" aku tidak mau menemui karena bau rokok".

akhirnya mbah Hamid seketika menuju masjid dan ber iqrar dihadapan Alloh untuk meninggalkan rokok seketika itu. setelah itu beliau kmbali menuju ndalem sang Habib, tak sampai didepan pintu, mbah Hamid sudah di "papak" didepan pintu rumah Habib Jakfar.

sejak itu mbah Hamid brhenti merokok. hingga beliau menjadi Waliyyulloh dan mendapat derajat yg tinggi di sisi Alloh

Kisah Gus mus berhenti merokok, semakin berkarya


Sekitar sembilan tahun lalu, saat pertama kali mewawancarai KH. Mustofa Bisri atau yang lebih akrab dipanggil Gus Mus, asap selalu mengepul dan memenuhi sudut-sudut ruangan tempat kami wawancara di kediaman beliau, Leteh, Rembang, Jawa Tengah.

Ya. Hisapan rokok kretek itu ikut menghiasi pembicaraan kami. Satu rokok habis disulut lagi dan begitu terus sambung menyambung menjadi satu. Semua itu beliau hisap dengan cerutu yang leletnya digunakan melukis sehingga beliau pernah punya karya lukisan kaligrafi dari lelet rokok yang banyak sekali. Saking masyhurnya rokok beliau, hampir semua santri dan tamu tahu rokok kretek apa yang digemari oleh beliau yakni … (disensor merk-nya, hehe), sehingga saya pun punya banyak koleksi foto saat beliau dengan pose merokok.

Namun sekitar tiga tahun terakhir ini beliau sudah benar-benar berhenti merokok. Di ruang tamunya tidak ada lagi kepulan rokok walaupun beliau tidak melarang bagi tamu yang ingin merokok. Semua yang sowan terlihat sungkan sendiri jika mau merokok.

Kiai yang juga budayawan ini masih terus berkarya walaupun sudah berhenti merokok, hal ini mematahkan  statemen beberapa penulis yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa mood dan berkarya jika tanpa merokok.

Bahkan saat berhenti merokok tahun 2011 itu beliau langsung mengirim 5 tulisan artikel berbeda ke 5 media berbeda pula, mungkin saja beliau sedang menguji kemampuan menulisnya tanpa rokok. Walhasil, semua tulisan itu tidak ada yang ditolak satupun alias diterima oleh semua media. Itu artinya tulisan beliau masih menarik walaupun tanpa merokok.

Pondok NU salaf kawasan tanpa rokok


Sekilas tidak ada yang khas dan membedakan Pondok Pesantren Langitan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, dari pondok-pondok pesantren tradisional atau salaf lainnya. Para kiai dan santri berbaju koko, bersarung, dan berpeci rapi. Setiap saat para santri bersikap tawaduk dan patuh kepada kiai.

Namun, ada satu hal yang cukup mencolok. Di pintu gerbang masuk kompleks Pondok Pesantren Langitan terpampang papan bertuliskan ”Selamat Datang di Pondok Pesantren Langitan. Anda Masuk Kawasan Tanpa Rokok”. Di dalam pondok juga terpajang tulisan ”Anda Berada di Kawasan Tanpa Rokok”.

Di Langitan, papan-papan peringatan itu bukanlah untuk basa-basi. Aturan larangan merokok ditegakkan secara keras dan tegas. Hukuman atas pelanggaran itu dijalankan langsung oleh kiai, pimpinan tertinggi di pondok, seperti halnya hukuman atas pelanggaran aturan shalat berjemaah.

”(Hukuman atas pelanggaran) merokok dan shalat berjemaah setara,” kata KH Abdullah Munif bin KH Ahmad Marzuqi, salah seorang pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Langitan.

KH Abdullah Munif bercerita tentang asal mula Ponpes Langitan melarang keras merokok. Dulu, seperti umumnya ponpes-ponpes salaf, para kiai di Langitan hingga KH Abdullah Faqih (wafat pada 2012) juga pernah menjadi perokok.

”Sepulang haji, beliau berhenti (merokok). Yang paling keras (melarang merokok) Kiai Faqih,” kata KH Abdullah Munif. ”Pak Kiai konsisten. Beliau melarang, beliau juga tidak merokok. Larangan merokok itu mulai sekitar 1980,” ujarnya.

Banyak pertimbangan mengapa merokok dilarang keras di Langitan. Selain tidak menyehatkan, merokok juga menghamburkan uang. ”Banyak kejadian anak (santri) yang melanggar, mereka banyak perokok. (Mereka) kehabisan uang, pinjam uang, sampai ada yang diusir karena mencuri,” lanjutnya.

Melihat mudarat yang ada, mengutip KH Abdullah Faqih, merokok sudah bisa dihukumi haram meski kebanyakan ulama menghukuminya makruh (sebaiknya dihindari). Sebelum dilarang total, aturan merokok di Langitan diterapkan secara bertahap, dari segi umur santri dan tempat merokok.

”Dulu, umur 17 tahun ke atas boleh merokok. Setahun kemudian, (minimal) umur 20 tahun. Setelah itu, (minimal) umur 25 tahun, hingga akhirnya semua umur dilarang,” papar KH Abdullah Munif. Mengenai tempat merokok, larangan juga bertahap: mulai dari larangan di kompleks utama hingga akhirnya semua tempat di kompleks pondok dilarang untuk dijadikan tempat merokok.

Berkat konsistensinya menegakkan larangan merokok, Ponpes Langitan mendapat penghargaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Menteri Kesehatan. Anti-merokok itulah yang membedakan Langitan dari ponpes salaf lainnya.

Kini, Ponpes Langitan tidak saja dikenal sebagai kawasan tanpa rokok, tetapi juga tempat terapi bagi pencandu rokok.

”Banyak yang kecanduan merokok datang, biasanya disuruh merokok dulu di hadapan yang memberi terapi. Diminta menikmati (rokok) dulu. Setelah itu, diterapi dan disuruh merokok lagi, lalu ditanya bagaimana rasanya. Terapinya hanya setengah jam,” kata KH Abdullah Munif. Mau mencoba?

Dawuh mbahyai : berhenti merokok lebih baik


Dawuh guru Kami (KH. Maimoen Zubair): kowe mandek rokok luweh apik timbang sholat sunnah nanging sek rokok an..
"kamu berhenti merokok lebih baik daripada istiqomah sholat sunnah tapi masih merokok".
seperti maqolah/dawuh seorang kiyai pekalongan:

لا خيرَ خيرٌ لا يدوم، ولا شرّ شرُّ لا يدوم. والشر لايدوم خيرٌ من خير 
لايدوم.

"tak ada kebaikan dalam kebaikan yg tidak continue, dan tidak bisa dikatakan buruk dalam keburukan yg tidak continue. keburukan yg tidak continue, lebih baik daripada kebaikan yg tidak continue.

Trik Gus mus berhenti merokok


Gus Mus sendiri ketika saya tanya mengenai cara untuk berhenti merokok bagi yang sudah candu,

beliau mengatakan, “Kalau berhenti merokok itu jangan pakai alasan. Pakai alasan sakit contohnya, nanti kalau sembuh rokok lagi. Alasan tidak punya uang, nanti kalau punya uang ya rokok lagi, tapi kalau berhentinya tanpa alasan, maka tidak ada alasan pula untuk kembali merokok.”

Resep sederhana lain untuk berhenti beliau merokok adalah; Setiap ingin merokok, tundalah 2 sampai 5 menit. Lakukan itu seterusnya. Pasti akan berhenti merokok.

Semoga tips ini bermanfaat untuk Anda semua.

Rabu, 24 Agustus 2016

Larangan wanita ke masjid pakai parfum


Islam memang tegas dalam hal ini, mengingat sangat besarnya fitnah wanita terhadap laki-laki. Bahkan jika sudah terlanjur memakai parfum kemudian hendak ke masjid, sang wanita diperintahkan mandi agar tidak tercium bau semerbaknya. Padahal tujuan ke masjid adalah untuk beribadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أيما امرأة تطيبت ثم خرجت إلى المسجد لم تقبل لها صلاة حتى تغتسل

“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi.” (Hadits riwayat Ahmad, 2:444. Syaikh Al-Albani menilainya shahih dalam Shahihul Jami’, no.2703)

Wanita haram pakai parfum keluar rumah?


sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إن طيب الرجال ما خفي لونه وظهر ريحه ، وطيب النساء ما ظهر لونه وخفي ريحه

“Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya tapi tampak bau harumnya. Sedangkan wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu nampak.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no.7564; hadits hasan. Lihat: Fiqh Sunnah lin Nisa’, hlm. 387)

Oleh karena itu, jika parfum dengan wangi sedikit/samar atau untuk sekadar menetralkan bau, (misalnya: deodoran), maka boleh. Selain itu, jika untuk suami, silakan berwangi seharum mungkin. Perlu diperhatikan bahwa parfum wanita warnanya jelas.

Al-Munawi rahimahullah berkata,

وطيب النساء ما ظهر لونه وخفي ريحه) قالوا: هذا فيمن تخرج من بيتها وإلا فلتطيب بما شاءت

“Maksud dari ‘wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu nampak’. Ulama berkata, ‘Ini bagi perempuan yang hendak keluar dari rumahnya. Jika tidak, ia bisa memakai parfum sekehendak hatinya.’” (Syarh Asy-Syama’il, 2:5)

Hukum tepuk anak shalih


Pertanyaan.

Ustadz ! Bolehkah kita mengajarkan macam-macam tepuk tangan  kepada anak-anak. Misalnya tepuk  wudhu, tepuk malaikat, tepuk anak shaleh dan lain-lain. Syukran

Jawaban

menyibukkan anak-anak dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akhirat, apalagi dengan syubhat dan maksiat, sepantasnya tidak dilakukan. Seperti mengajari dan menyibukkan anak-anak dengan macam-macam tepuk tangan, nyanyian atau nasyid yang diajarkan di sebagian TK, TPA atau lembaga pendidikan lainnya. Terlebih lagi, tepuk tangan itu termasuk kebiasaan dan cara ibadah orang-orang musyrik, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :

 وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً ۚ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

Shalat  mereka (orang-orang musyrik) di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu. [al-Anfâl/8:35]

Imam Ibnu Abi Hâtim rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu, beliau mengatakan, “Dahulu suku Quraisy mengelilingi (thawaf) Ka’bah dengan telanjang sambil bersiul dan bertepuk tangan.”

Mujâhid rahimahullah berkata, “Mereka melakukannya hanyalah untuk mengacaukan shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . ”

Sedangkan az-Zuhri rahimahullah mengatakan, bahwa mereka melakukannya untuk mengejek orang-orang yang beriman. [Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr]

Dalam sebuah kitab yang membahas tentang metode pengajaran anak-anak, penyusunnya yaitu syaikh Muhammad bin Jamîl Zainu rahimahullah menyeru kepada para guru dengan mengatakan, “Waspadailah bersiul dan bertepuk tangan, karena itu menyerupai para wanita, orang-orang fasik dan orang-orang musyrik. Jika ada suatu yang menakjubkanmu maka ucapkanlah ‘Maa syaa Allaahu’ atau ‘Subhaanallaahu’”.  [Nida’ ilaa Murabbiyyîn wal Murabbiyyât]

Selasa, 23 Agustus 2016

Syubhat: tahlilan turun temurun di makkah dan madinah?


Syubhat:
lImam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi asy-Syafi’i rahimahullah (salah satu pengarang kitab tafsir Jalalain) didalam al-Hawi lil-Fatawi menceritakan bahwa kegiatan 'tahlilan' berupa memberikan makan selama 7 hari setelah kematian merupakan amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh umat Islam di Makkah maupun Madinah. Hal itu berlangsung hingga masa beliau :

أن سنة الإطعام سبعة أيام، بلغني أنها مستمرة إلى الآن بمكة والمدينة، فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة إلى الآن، وأنهم أخذوها خلفا عن سلف إلى الصدر الأول 
“Sesungguhnya sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai kepadaku bahwa sesungguhnya amalan ini berkelanjutan dilakukan sampai sekarang (yakni masa al-Hafidz sendiri) di Makkah dan Madinah. Maka secara dhahir, amalan ini tidak pernah di tinggalkan sejak masa para shahabat Nabi hingga masa kini (masa al-Hafidz as-Suyuthi), dan sesungguhnya generasi yang datang kemudian telah mengambil amalan ini dari pada salafush shaleh hingga generasi awal Islam. Dan didalam kitab-kitab tarikh ketika menuturkan tentang para Imam, mereka mengatakan “manusia (umat Islam) menegakkan amalan diatas kuburnya selama 7 hari dengan membaca al-Qur’an’. [1]

 
Hal ini kembali di kisahkan oleh al-‘Allamah al-Jalil asy-Syaikh al-Fadlil Muhammad Nur al-Buqis didalam kitab beliau yang khusus membahas kegiatan tahlilan (kenduri arwah) yakni “Kasyful Astaar” dengan menaqal perkataan Imam As-Suyuthi :

أن سنة الإطعام سبعة أيام بلغني و رأيته أنها مستمرة إلى الأن بمكة والمدينة من السنة 1947 م إلى ان رجعت إلى إندونيسيا فى السنة 1958 م. فالظاهر انها لم تترك من الصحابة إلى الأن وأنهم أخذوها خلفاً عن سلف إلى الصدر الإول. اه. وهذا نقلناها من قول السيوطى بتصرفٍ. وقال الإمام الحافظ السيوطى : وشرع الإطعام لإنه قد يكون له ذنب يحتاج ما يكفرها من صدقةٍ ونحوها فكان فى الصدقةِ معونةٌ لهُ على تخفيف الذنوب ليخفف عنه هول السؤل وصعوبة خطاب الملكين وإغلاظهما و انتهارهما.
“Sungguh sunnah memberikan makan selama 7 hari, telah sampai informasi kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa hal ini (kenduri memberi makan 7 hari) berkelanjutan sampai sekarang di Makkah dan Madinah (tetap ada) dari tahun 1947 M sampai aku kembali Indonesia tahun 1958 M. Maka faktanya amalan itu memang tidak pernah di tinggalkan sejak zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerima (memperoleh) cara seperti itu dari salafush shaleh sampai masa awal Islam. Ini saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as-Suyuthi dengan sedikit perubahan. al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi berkata : “disyariatkan memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang mati memiliki dosa yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan seumpamanya, maka jadilah shadaqah itu sebagai bantuan baginya untuk meringankan dosanya agar diringankan baginya dahsyatnya pertanyaan kubur, sulitnya menghadapi menghadapi malaikat, kebegisannyaa dan gertakannya”. [2]

[1] al-Hawi al-Fatawi [2/234] lil-Imam al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi.
[2] Kasyful Astaar lil-‘Allamah al-Jalil Muhammad Nur al-Buqir, beliau merupakan murid dari ulama besar seperti Syaikh Hasan al-Yamani, Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Kutubi, Syaikh Sayyid Alwi Abbas al-Maliki, Syaikh ‘Ali al-Maghribi al-Maliki, Syaikh Hasan al-Masysyath dan Syaikh Alimuddin Muhammad Yasiin al-Fadani.

Jawab:
mayoritas ulama tidak mau menggunakan amalan penduduk Madinah (di masa Imam Malik) –tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah- sebagai dalil dalam beragama. Mereka menganggap bahwa amalan penduduk Madinah bukanlah sandaran hukum dalam beragama tetapi yang menjadi sandaran hukum adalah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu bagaimana mungkin kita berdalil dengan kebiasaan sebagian negeri muslim yang tidak memiliki keutamaan sama sekali dibanding dengan kota Nabawi Madinah?! (Disarikan dari Iqtidho’ Shirothil Mustaqim, 2: 89 dan Al Bid’ah wa Atsaruha Asy Syai’ fil Ummah, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali, 49-50, Darul Hijroh)

Ulama berbeda pendapat tentang kehujjahan amal penduduk Madinah. Jumhur ulama menyatakan ijma’nya penduduk Madinah atas suatu amal tidak menjadi hujjah bagi yang menyelisihinya. Artinya, ia bukanlah dalil di antara dalil-dalil syar’i, bukan sumber hukum syara’.

Sedangkan Imam Malik rahimahullah (w. 179 H) menyatakan bahwa amal penduduk Madinah merupakan hujjah bagi selain mereka. Dinukil bahwa beliau pernah menyatakan: “Jika penduduk Madinah telah menyepakati suatu hal, pendapat yang menyelisihi mereka tidak perlu diperhatikan”.

Maksud pernyataan tersebut adalah jika penduduk Madinah telah bersepakat atas suatu perkara, maka tidak ada seorangpun yang boleh menyelisihinya.

Sebagian pengikut Imam Malik menjelaskan bahwa maksudnya adalah riwayat penduduk Madinah lebih kuat daripada riwayat selain mereka. Pengikut Imam Malik yang lain menyatakan bahwa maksudnya adalah ijma’ mereka lebih utama dari ijma’ yang lain, namun tidak terlarang menyelisihi mereka.

Ada juga yang menyatakan bahwa yang dimaksud penduduk Madinah di sini adalah para Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sumber:
al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (30/333)

Kalaupun itu benar maka hanya sebatas sedekah untuk mayyit bukan kenduri ala indonesia apalagi seperti di jawa.

Perlu diperhatikan pula, tersebarnya suatu perkara atau banyaknya pengikut bukan dasar bahwa perkara yang dilakukan adalah benar. Bahkan apabila kita mengikuti kebanyakan manusia maka mereka akan menyesatkan kita dari jalan Allah dan ini berarti kebenaran itu bukanlah diukur dari banyaknya orang yang melakukannya. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al An’am: 116)

Syubhat maulid : haul utsaimin


Syubhat:
saat ini Makkah dan Madinah dikuasai faham wahabi yg memang tidak mau mengadakan Maulid Nabi yg baik ini, kaum wahabi di sana lebih suka mengadakan Maulid muhammad bin abdul wahhab an-najdi selama seminggu penuh, juga adanya haul Utsaimin tokoh yg mereka agung-agung kan.

Jawab:
Yang tahu keadaan Saudi adalah yang tinggal di Saudi. Orang di negeri kita yang asal menuduh, tanpa ajukan bukti, maka pernyataan di atas hanya HOAX (alias: bualan). Karena yang ada adalah bukan Maulid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab namun pengadaan seminar dan pameran buku. Juga, yang ada hanyalah tugu yang menunjukkan bahwa di situ adalah markaz Dakwah Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan bukan tugu peringatan, apalagi sampai mengatakan Wahabi merayakan haul Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Ini justru fitnah yang menunjukkan kebencian mereka terhadap dakwah tauhid di tanah Arab. Dan yang jelas mereka memang sudah benci terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab karena sejak dari pesantren, mereka sudah didoktrin Wahabi itu sesat. Padahal yang didakwahkan Syaikh Ibnu Wahab adalah dakwah untuk kembali kepada akidah Islam dan kembali kepada ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Prinsip beliau adalah berpegang teguh pada dalil. Silakan lihat ulasan beliau dalam berbagai karyanya di antaranya dalam Kitab Tauhid, Qowa’idul Arba’ dan lainnya, tidak pernah beliau berkata kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan hadits.

Senin, 22 Agustus 2016

Kapan istri boleh ambil uang suami diam-diam?


Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Hindun binti ‘Utbah, istri dari Abu Sufyan, telah datang berjumpa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu orang yang sangat pelit. Ia tidak memberi kepadaku nafkah yang mencukupi dan mencukupi anak-anakku sehingga membuatku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah berdosa jika aku melakukan seperti itu?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خُذِى مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِى بَنِيكِ

“Ambillah dari hartanya apa yang mencukupi anak-anakmu dengan cara yang patut.” (HR. Bukhari, no. 5364; Muslim, no. 1714)

Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa mengambil dengan cara yang ma’ruf, maksudnya adalah sesuai kadar yang dibutuhkan secara ‘urf (menurut kebiasaan setempat). (Fath Al-Bari, 9: 509)

Perlu dipahami bahwa sifat yang disebut Hindun pada suaminya Abu Sufyan, bahwa suaminya itu pelit, bukan berarti suaminya memang orang yang pelit pada siapa saja. Bisa jadi ia bersikap seperti itu pada keluarganya, namun ada barangkali yang lebih membutuhkan sehingga ia dahulukan. Jadi, kurang tepat kalau menganggap Abu Sufyan adalah orang yang pelit secara mutlak. Demikian tutur Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah dalam Minhah Al-‘Allam, 8: 159.

Berarti hal ini tidak berlaku jika nafkah istri terpenuhi dengan baik.

Cara menghitung hari KE-7 Aqiqah


Cara menghitungnya adalah dengan melihat waktu kelahiran bayi, disiang hari atau malam hari dengan menjadikan penanggalan hijriyah sebagai pedomannya. Dengan demikian hari kelahiran dihitung sebagai hari pertama dimulai dengan Shubuh sampai waktu maghrib sebagaimana sudah dimaklumi dalam hitungan bulan hijriyah. Inilah pendapat matoritas Ulama. Sebagaimana disampaikan dalam al-Mausû’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 2/11011, “Mayoritas Ulama pakar fiqih berpandangan bahwa waktu siang pada hari kelahiran adalah awal hitungan tujuh hari. Sedangkan waktu malam tidaklah jadi hitungan jika bayi tersebut dilahirkan malam, namun yang jadi hitungan hari berikutnya.”

Misalnya ada bayi yang lahir pada hari Senin (01 februari 2015), setelah Shubuh, maka hitungan hari ketujuh sudah mulai dihitung pada hari Senin. Sehingga aqîqah bayi tersebut dilaksanakan pada hari Ahad (07 Februari 2015).

Jika bayi tersebut lahir pada hari Senin (01 februari 2015) setelah Maghrib, maka hitungan awalnya tidak dimulai dari hari Senin, tapi hari Selasa keesokan harinya. Sehingga aqîqah bayi tersebut pada hari Senin (08 Februari 2015).

Sholat mengingat kematian itu terbaik


Dari Anas Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اُذْكُرِ الْمَوْتَ فِـيْ صَلَاتِكَ ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِـيْ صَلَاتِهِ ؛ لَـحَرِيٌّ أَنْ يُـحْسِنَ صَلَاتَهُ ، وَصَلِّ صَلَاةَ رَجُلٍ لَا يَظُنُّ أَنَّهُ يُصَلِّـي صَلَاةً غَيْرَهَا

Ingatlah kematian dalam shalatmu! Jika seseorang mengingat kematian dalam shalatnya niscaya ia akan melakukan shalatnya dengan baik. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia akan melakukan shalat yang lainnya (karena meninggal)[Hasan: HR. Ad-Dailami dalam Musnad Firdaus. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1421).]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ كَأَنَّكَ تَرَاهُ ، فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah seakan-akan engkau melihat Allâh. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allâh melihatmu.[Shahih: HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 4424), al-Baihaqi dalam az-Zuhd, dan lainnya, dari shahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1914).]

Hati pun bisa mati


Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ ؛ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ

Janganlah banyak tertawa karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.[Hasan:HR. Ahmad (II/310), at-Tirmidzi (no. 2305), dan lainnya, dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu . Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 930)]

Menjaga sholat 5 waktu jaminan syurga


Dari ‘Ubadah bin ash-Shâmit Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَادِ ، مَنْ أَتَىٰ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ ؛ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْـجَنَّـةَ ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ ، فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.

Lima shalat yang Allâh wajibkan atas hamba-Nya. Barangsiapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka ia memiliki perjanjian dengan Allâh untuk memasukkan dia ke surga. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak memiliki perjanjian dengan Allâh. Jika Allâh berkehendak, maka Dia mengadzabnya dan jika Dia berkehendak Dia mengampuninya.

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam dalam al-Muwaththa’, kitab: Shalâtil Lail, bab: al-Amru bil Witr (I/120, no. 14); Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya (no. 4575); Ahmad (V/315-316, 319, 322); Al-Humaidi (no. 388); Abu Dawud (no. 425, 1420);  An-Nasa-i (I/230); Ibnu Majah (no. 1401): Ad-Darimi (I/370); Ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsaar (no. 3167 dan 3168); Al-Baihaqi (II/467); Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 967);  Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 977), dan lainnya.

Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh Sunan Abi Dawud (V/161, no. 1276).Dan dishahihkan oleh para pentahqiq Mausû’ah Musnadil Imam Ahmad (37/366-368, no. 22693).

Aqiqah bagi bayi meninggal sebelum hari ke-7


Apabila ada bayi yang meninggal sebelum hari ke tujuh, apakah tetap disunnahkan melaksanakan aqîqah atau tidak? Ada dua pendapat Ulama dalam masalah ini:

Pendapat pertama menyatakan aqîqah tidak disunnahkan dilaksanakan lagi. Ini adalah pendapat al-Hasan al-Bashri rahimahullah dan madzhab Malikiyah dan sebagian Ulama Syâfi’iyah. (Lihat at-Tamhîd 4/313).

Pendapat kedua menyatakan tetap masih disunnahkan dan inilah madzhab Syâfi’iyah [Lihat al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab 8/448].
Pendapat kedua ini dirajihkan oleh syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah. Suatu hari Beliau trahimahullah ditanya, “Jika seorang anak mati setelah ia lahir beberapa saat, apakah harus diaqîqahi?”

Jawabannya, “Jika anak termasuk mati beberapa saat setelah kelahiran, ia tetap diaqîqahi pada hari ketujuh. Hal ini disebabkan anak tersebut telah ditiupkan ruh saat itu, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat. Dan di antara faidah aqîqah adalah seorang anak akan memberi syafâ’at pada kedua orang tuanya. Namun sebagian Ulama berpendapat bahwa jika anak tersebut mati sebelum hari ketujuh, maka gugurlah aqîqah. Alasannya, karena aqîqah baru disyariatkan pada hari ketujuh bagi anak yang masih hidup ketika itu. Jika anak tersebut sudah mati sebelum hari ketujuh, maka (anjuran-red) aqîqah gugur. Akan tetapi, barangsiapa diberi kelonggaran rezeki oleh Allâh k dan telah diberikan berbagai kemudahan, maka hendaklah ia menyembelih aqîqah. Jika memang tidak mampu, maka ia tidak dipaksa.” Liqâ al-Bâb al-Maftûh, kaset 14, no. 42

Sholat jamaah tidak telat dijamin bebas neraka


Dari Anas Radhiyallahu anhu , ia mengatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَلَّى لِلهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا فِـيْ جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيْرَةَ اْلأُوْلَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ : بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ

Barangsiapa shalat jama’ah dengan ikhlas karena Allâh selama empat puluh hari dengan mendapati takbir pertama (takbiiratul ihram), maka ia dibebaskan dari dua perkara: dibebaskan dari Neraka dan dibebaskan dari kemunafikan.[Hasan: HR. At-Tirmidzi (no. 241). Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2652)]

Rabu, 17 Agustus 2016

Pahala sesuai kadar keikhlasan


Dari Umamah, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata,”Bagaimanakah pendapatmu (tentang) seseorang yang berperang demi mencari upah dan sanjungan, apa yang diperolehnya?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm selalu menjawab, orang itu tidak mendapatkan apa-apa (tidak mendapatkan ganjaran), kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah. [HR Nasa-i, VI/25 dan sanad-nya jayyid sebagaimana perkataan Imam Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib, I/26-27 no. 9. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib Wat Tarhib, I/106, no. 8].

Hajinya orang miskin?


hadits tersebut tidak shahih, bahkan maudhu’ (palsu). Lafazhnya ialah:

اَلْجُمْعَةُ حَجُّ الْفُقَرَاءِ

(Shalat Jum’at adalah hajinya orang-orang fakir).

Pada lafazh yang lain disebutkan:

اَلْجُمْعَةُ حَجُّ الْمَسَاكِيْنِ

(Shalat Jum’at adalah hajinya orang-orang miskin).

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’a-im, Al-Qudha’i dan Ibnu ‘Asakir dari Ibnu ‘Abbas dengan lafazh yang pertama, dan oleh Al-Qudha’i juga dan Ibnu Zanjawa-ih dengan lafazh yang kedua. Hadits ini dimuat di dalam Al-Jami’ush-Shaghîr, no. 2659.

Al-Munawi mengatakan di dalam Fa-idhul-Qadîr Syarh Al-Jami’ush-Shaghîr: “Hadits ini (juga) diriwayatkan oleh Al-Harits bin Abi Usamah. Mereka semua meriwayatkannya melalui Isa bin Ibrahim Al-Hasyimi, dari Muqatil, dari Adh-Dhah–hak, dari Ibnu ‘Abbas. Al-‘Iraqi mengatakan: “Sanad hadits ini dha’if“.

Syaikh Al-Albâni menjelaskan bahwa Muqatil ini (yakni bin Sulaiman) adalah seorang pendusta, dan perawi sebelumnya, yaitu Isa bin Ibrahim Al-Hasyimi, seorang yang sangat dha’if. Imam Al-Bukhari dan An-Nasâ-i mengatakan tentangnya: “Haditsnya munkar“.

Hadits ini dimasukkan ke dalam hadits-hadits palsu oleh Ash-Shaghani di dalam kitab Al-Ahadits Al-Maudhû’ah (hlm. 7), juga dimasukkan ke dalam hadits-hadits palsu oleh Ibnul-Jauzi di dalam kitab Al-Maudhû’ât (3/8) dengan lafazh:

الدَّجَّاجُ غَنَمُ فُقَرَاءِ أُمَّتِيْ وَ اَلْجُمْعَةُ حَجُّ فُقَرَائِهَا

Ayam merupakan kambing bagi orang-orang fakir umatku, dan shalat Jum’at adalah hajjinya orang-orang fakir umatku.[Lihat Silsilah Adh-Dha’îfah (5/344-346, dan sebelumnya 5/313).]

Hadits ini memang tersebar di sebagian kalangan, tetapi berdasarkan keterangan para ulama ahli di atas, maka hadits di atas tidak dapat dijadikan sandaran.

Penggerebekan tempat maksiat ala ormas bukan ajaran islam


Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar Ruhaili –hafizhahullah–

Pertanyaan

Fadhilatusy Syaikh, apakah kami diperbolehkan merubah kemungkaran dengan kekuatan tangan, seperti menghancurkan lokasi-lokasi pelacuran dan mabuk-mabukkan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin di Indonesia?

Jawaban.

Ini tidak boleh! Bahkan ini termasuk kemungkaran tersendiri. Merubah kemungkaran dengan kekuatan tangan merupakan hak waliyul amr (umara).  Tindakan melampaui batas yang dilakukan oleh sebagian orang terhadap tempat-tempat maksiat, (yakni) dengan menghancurkan dan membakarnya, atau juga tindakan melampaui batas seseorang dengan melakukan pemukulan, maka, ini merupakan kemungkaran tersendiri, dan tidak oleh dilakukan. Para ulama telah menyebutkan masalah mengingkari dengan kekuatan tangan, merupakan hak penguasa. Yaitu orang-orang yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ

Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan hati.

Makna kemampuan yang disebutkan dalam hadits ini, bukan seperti yang dibayangkan oleh kebanyakan orang, yaitu kemampuan fisik untuk memukul atau membunuh. Kalau demikian yang dimaksudkan, maka kita semua bisa memukul. Namun, apakah benar yang dimaksud seperti ini?

Kemampuan yang dimaksudkan adalah kemampuan syar’iyah. Yang berhak melakukannya ialah orang yang memiliki kemampuan syar’iyah. Yaitu, pengingkaran terhadap mereka tidak (boleh) menimbulkan kemungkaran lain. Dengan demikian, perbuatan melampaui batas yang dilakukan oleh sebagian orang, baik dengan memukul atau menghancurkan tempat-tempat maksiat yang dilakukan seperti pada sekarang ini merupakan pelanggaran.

Orang yang melihat kemungkaran atau melihat pelaku kemungkaran, hendaknya melaporkannya kepada polisi, sebagai pihak yang bertanggungjawab, atau para ulama atau para da’i, untuk selanjutnya diserahkan kepada yang memiliki wewenang. Kemudian akan diselidiki, sehingga bisa diatasi dengan cara yang tepat.

Salam kepada wanita muda,cantik itu makruh


Imam Malik bin Anas ditanya tentang hukum mengucapkan salam kepada wanita, maka beliau menjawab, “Kepada wanita tua tidak apa-apa. Sedangkan kepada wanita muda, saya tidak menyukainya.”[Al-Muwaththa` no. 1.722] Jawaban serupa juga diberikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.[Al-Adab asy-Syar’iyyah 1/352.] Imam an-Nawawi berkata,” Adapun salam antara wanita dengan pria, jika si wanita adalah istri, budak atau mahramnya, maka hukumnya seperti salam antara pria dengan pria ; sunnah memulai salam dan wajib menjawabnya. Adapun jika si wanita bukan mahram, jika ia cantik sehingga dikhawatirkan ada yang tergoda, lelaki tidak usah mengucapkan salam kepadanya. Dan jika itu terjadi, si wanita tidak perlu menjawab salamnya. Demikian pula sebaliknya.” [Al-Adzkâr, hlm. 407.]

Tahnik/ tabarruk ibnu hajar mengikuti pemahaman salaf


Imam Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bâri, 1/327 menyatakan bahwa ini ini khusus untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak dianalogikan kepada selain Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; karena Allâh Azza wa Jalla telah menjadikan keberkahan pada diri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengkhususkannya untuk Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak untuk lain. Juga karena para Shahabat tidak melakukan hal tersebut bersama selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Padahal mereka orang yang paling mengetahui syariat sehingga mereka wajib dicontoh. Juga karena jika hal seperti ini dibolehkan kepada selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itu bisa mengantar kepada perbuatan syirik.

Penulis kitab Taisîr al-‘Azîz al-Hamîd Fi Syarhi Kitâb at-Tauhîd, hlm 185-186 menyatakan bahwa Sebagian orang mutaakhirin menyebutkan bahwa tabarruk (mencari berkah) pada bekas orang-orang shalih adalah mustahab (dianjurkan), seperti minum minuman bekas mereka dan membawa bayi ke salah seorang dari mereka untuk mentahnîknya dengan kurma sehingga yang masuk pertama kali kedalam perutnya adalah ludah orang-orang shalih. Ini adalah kesalahan besar, karena beberapa alasan:

Mereka tidak bisa mendekati apalagi setara dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keutamaan dan keberkahan.
Keshalihan mereka adalah perkara yang belum pasti, karena keshalihan tidak terwujud kecuali dengan keshalihan hati. Ini adalah perkara yang tidak diketahui kecuali dari nash syariat, seperti para Shahabat yang dipuji oleh Allâh Azza wa Jalla dan rasul-Nya juga imam para tabi’in, orang-orang yang terkenal dengan keshalihan dan agamanya seperti imam Syâfi’i, Abu Hanîfah, Mâlik dan Ahmad bin Hambal dan yang semisal dengan mereka. Adapun selain mereka kita hanya bisa menduga dan berharap mereka adalah orang-orang shalih.
Seandainya kita sudah menganggap dia orang shalih, tetapi tidak ada yang bisa menjamin bahwa orang itu tidak akan diwafatkan oleh Allâh matikan dalam keadaan su’ul khâtimah, padahal amalan seorang manusia itu tergantung amalannya yang terakhir, sehingga tidak berhak dijadikan tempat mengambil berkah.
Para Shahabat tidak pernah melakukannya kepada selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , baik disaat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup maupun setelah wafat. Seandainya (perbuatan tersebut) baik tentu mereka telah lebih dahulu melakukannya sebelum kita.
Perbuatan ini (jika dilakukan) pada selain Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka tidak aman dari fitnah sehingga mengakibatkan ujub dan sombong, sehingga ini termasuk seperti pujian didepannya bahkan lebih besar lagi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tahnîk dilakukan oleh siapa saja tanpa kekhususan tertentu. Orang tuanya apabila melakukannya maka telah mendapatkan pahala sunnahnya dan telah sah tanpa syarat harus mencapai derajat takwa dan keshalihan dalam mentahnîk.

Ajaran yahudi: jangan bantah kyai,dia pasti lebih ngerti,entar kuwalat..


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “ar-Rabî’ bin Anas berkata, 'Aku bertanya kepada Abul ‘Aliyah, 'Bagaimana rububiyah yang ada pada Bani Israil (yakni para pengikut yang menjadikan para pendeta sebagai tuhan-pen) ?' Beliau menjawab, “Rubûbiyah (pada mereka) itu adalah bahwa mereka mendapati dalam kitab Allâh apa-apa yang diperintahkan dan dilarang buat mereka, lalu mereka mengatakan, “Kita tidak akan mendahului para pendeta kita dengan sesuatupun. Apa yang mereka perintahkan kepada kita, kita laksanakan, dan apa yang mereka larang, kita tinggalkan, karena perkataan mereka.” Mereka meminta nasehat kepada manusia (para tokoh mereka-pent) dan membuang kitab Allâh di belakang punggung mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa peribadahan para pengikut itu kepada para pendeta adalah dalam hal menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, bukan dengan melakukan shalat dan puasa untuk para pendeta (dan bukan pula-red) berdo'a kepada mereka dari selain Allâh. Inilah peribadahan (penyembahan) kepada manusia. Dan itu peribadahan kepada harta. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya. Dan Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa itu merupakan kemusyrikan dengan firman-Nya.

لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allâh dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9:31)”. [Majmû’ Fatâwâ, 7/66]

Selasa, 16 Agustus 2016

Fatwa larangan merayakan hari kemerdekaan


Berikut kami sampaikan fatwa Lajnah Daimah tentang masalah ini:
“Sebelumnya, ‘Id adalah istilah yang digunakan untuk hari yang didalamnya manusia melakukan acara bersama dilakukan secara rutin dan sebagai sebuah kebiasaan, baik setiap tahun, setiap bulan, setiap pekan atau semacamnya. Dalam masalah ‘Id ini bisa mencakup beberapa pembahasan: Pertama, pembahasan mengenai harinya yang rutin dirayakan seperti, Idul Fithri dan Idul Adha. Kedua, pembahasan mengenai acara bersama yang diadakan. Ketiga, pembahasan mengenai amal-amal yang dilakukan di dalamnya, bisa jadi berupa amal ibadah, atau bisa jadi perkara non-ibadah.
Kemudian, jika ‘Id diselenggarakan dalam rangka taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pahala serta pengagungan sesuatu, atau di dalamnya terdapat unsur tasyabbuh kepada orang Jahiliyyah atau semacam mereka, misalnya menyerupai orang kafir, maka yang demikian ini termasuk bid’ah dan terlarang karena termasuk dalam keumuman sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد

“Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak” (HR. Bukhari-Muslim)
Contohnya perayaan Maulid Nabi, perayaan hari ibu, dan perayaan hari kemerdekaan. Contoh yang pertama, termasuk membuat-buat ritual ibadah baru yang tidak diidzinkan oleh Allah, yang demikian juga merupakan tasyabbuh terhadap orang Nasrani dan kaum kuffar lainnya. Sedangkan contoh kedua dan ketiga, termasuk tasyabbuh terhadap kaum kuffar”.
Namun jika tujuan diadakannya dalam rangka mengatur pekerjaan, misalnya, atau untuk merupakan hajat orang banyak, atau untuk menertibkan urusan-urusan orang banyak, seperti usbu’ al murur (pekan lalu lintas*), pengaturan jadwal kuliah, berkumpulnya karyawan yang bekerja, atau semacamnya yang pada asalnya tidak memiliki makna taqarrub atau ibadah dan pengagungan, yang demikian ini termasuk bid’ah ‘adiyah (inovasi dalam urusan non-ibadah), yang tidak termasuk ancaman hadits :
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد

Sehingga hukumnya boleh saja, bahkan terkadang termasuk diajarkan oleh syariat”
(Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta‘, fatwa no. 9403, juz 3 hal. 87 – 89)
Wallahu’alam.
*) Di saudi diadakan acara rutin yang dinamakan usbu’ al murur (pekan lalu lintas), dalam rangka sosialisasi tata tertib lalu lintas agar masyarakat menyadari pentingnya menaati peraturan lalu lintas.

Hukum merayakan hari kemerdekaan


Sebelumnya perlu dipahami dahulu pengertian ‘Id. ‘Id adalah hari perayaan yang dilakukan secara rutin, baik setiap tahun, setiap bulan, atau setiap pekan. Sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam dalam kitab Iqtidha Shiratil Mustaqim. Sehingga dari pengertian ini hari perayaan kemerdekaan termasuk ‘Id, karena berulang setiap tahun sekali.
Benar sekali bahwa ‘Id ini bisa jadi terkait dengan perkara ibadah seperti ‘Idul Fithri atau ‘Idul Adha, dan bisa juga terkait dengan perkara non-ibadah seperti perayaan ulang tahun, perayaan hari kemerdekaan, perayaan tahun baru, dll. Namun perlu diketahui bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menyatakan bahwa ‘Id adalah bagian dari agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إن لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا

Setiap kaum memiliki ‘Id sendiri dan ‘Idul Fithri ini adalah ‘Id kita (kaum muslimin)” (HR. Bukhari no. 952, 3931, Muslim no. 892)

Dari hadits di atas jelas sekali bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menyatakan bahwa ‘Id adalah ciri dari suatu kaum. Dan ‘Id yang menjadi ciri dari kaum muslimin adalah ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, sebagaimana diungkapkan dalam hadits:
الفطر يوم يفطر الناس ، والأضحى يوم يضحي الناس

“’Idul Fithri adalah hari berbuka puasa, ‘Idul Adha adalah hari menyembelih” (HR. Timidzi no.802, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
Nah, jika ‘Id yang menjadi ciri kaum muslimin adalah hanya ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri, maka ‘Id yang lain adalah ciri dari kaum selain kaum muslimin.
Itulah sebabnya para ulama menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan hari kemerdekaan sebagai tasyabbuh (menyerupai kaum non-muslim). Dan tasyabbuh sudah tegas dan jelas hukumnya dengan hadits:
من تشبه بقوم فهو منهم

“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152)

Selain itu pada hadits pertama tadi Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menyatakan bahwa ‘Id adalah bagian dari agama. Artinya bahwa dalam ‘Id mengandung perkara ibadah. Oleh karena itu para ulama juga menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan hari kemerdekaan sebagai perkara bid’ah. Dan bid’ah telah jelas hukumnya dengan hadits;

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد

“Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak” (HR. Bukhari, no. 2697)
Sebagian orang mungkin belum mau menerima penjelasan bahwa dilarang membuat hari-hari perayaan selain 2 hari raya tersebut karena termasuk tasyabbuh dan bid’ah. Namun, andaikan mereka menolak bahwa perayaan tersebut termasuk tasyabbuh dan bid’ah, maka terdapat larangan khusus mengenai hal ini, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam melarang ummatnya membuat ‘Id baru selain dua hari ‘Id yang sudah ditetapkan syariat. Hal ini diceritakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu:
قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر

“Di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang. Rasulullah bertanya: ‘Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’. Warga madinah menjawab: ‘Pada dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang’. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan ‘Idul Fithri‘ ” (HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud, 1134)
Dalam hadits ini, ‘Id yang dirayakan oleh warga Madinah ketika itu bukanlah hari raya yang terkait ibadah, bahkan hari raya yang hanya hura-hura dan senang-senang. Namun tetap dilarang oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Ini menunjukkan terlarangnya membuat ‘Id baru selain dua hari ‘Id yang sudah ditetapkan syariat, baik ‘Id tersebut tidak terkait dengan ibadah, maupun terkait dengan ibadah.

Makruh menikahi wanita terlalu cantik


Dia tidak tahu ada ulama yang memakruhkan menikah dengan wanita yang terlalu cantik,

وتكره بارعة الجمال لانها إما أن تزهو، أي تتكبر، لجمالها، أو تمتد الاعين إليها

Makruh hukumnya menikahi wanita yang terlalu cantik karena dua pertimbangan:

Pertama,biasanya wanita yang terlalu cantik itu memiliki sifat sombong karena kecantikannya

Kedua, terlalu banyak mata yang melirik kepadanya” [Hasyiyah I’anah al Thalibin  3/270]

Senin, 15 Agustus 2016

Orang sombong akan jadi semut hari kiamat di penjara bulas


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الْأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الْخَبَالِ

Pada hari kiamat orang-orang yang sombong akan digiring dan dikumpulkan seperti semut kecil, di dalam bentuk manusia, kehinaan akan meliputi mereka dari berbagai sisi. Mereka akan digiring menuju sebuah penjara di dalam Jahannam yang namanya Bulas. Api neraka yang sangat panas akan membakar mereka. Mereka  akan diminumi nanah penduduk neraka, yaitu thinatul khabal (lumpur kebinasaan). [Hadits Hasan. Riwayat al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad, no. 557; Tirmidzi, no. 2492; Ahmad, 2/179; dan Nu’aim bin Hammad dalam Zawâ‘id Az-Zuhd, no. 151]

Sombong sifat ahli neraka


Diantara bahaya kesombongan juga adalah neraka menjadi tempat kembali mereka, sebagaimana ketika Allâh Azza wa Jalla menyebutkan sifat sombong orang-orang kafir dalam firman-Nya:

قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۖ فَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ

Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya”. Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. [Az-Zumar/39:72]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَهْلَ النَّارِ كُلُّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ جَمَّاعٍ مَنَّاعٍ وَأَهْلُ الْجَنَّةِ الضُّعَفَاءُ الْمَغْلُوبُونَ

Sesungguhnya penduduk neraka adalah semua orang yang kasar lagi keras, orang yang bergaya sombong  saat berjalan, orang yang bersombong, orang yang banyak mengumpulkan harta, orang yang sangat bakhil. Adapun penduduk surga adalah orang-orang yang lemah dan terkalahkan. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, 2/114; al-Hâkim, 2/499]

Minggu, 14 Agustus 2016

Banyak anak, banyak rezeki


Asalkan rezeki dijemput, tidak bermalas-malasan. Dalam Al-Quran, kita diberi rezeki dengan kehadiran anak. Allah menyebut memberi rezeki anak DAN baru kemudian orang tuanya. Allah berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizqi kepada mereka dan juga kepadamu”. (Al-Isra’:31)

Anak adalah investasi yang mengagetkan


Bisa jadi Orang tua kaget di akhirat, karena ia mendapat kedudukan tinggi. Ia bertanya-tanya, ternyata karena doa anak-anaknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِيْ الْجَنَّةِ فَيَقُوْلُ : يَا رَبِّ أَنىَّ لِيْ هَذِهِ ؟ فَيَقُوْلُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,” maka ia pun bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab: “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu”.[HR. Ahmad, Ibnu Katsir berkata, isnadnya shahih]

Syubhat: dalil ucapan happy birth day?


Syubhat: Jika ada suatu masalah yang baru namun tidak merujuk kepada ulama yang kompeten, maka pasti jawabannya bidah. Hanya dengan modal menghafal hadits "bidah" dan hadits "Barang siapa menyerupai suatu kaum..." sudah cukup menjadi sosok selevel Mufti. Termasuk diantaranya masalah ucapan selamat ulang tahun, HBD (happy birth day), baraka Allahu fi umrik dan sebagainya. Benarkah dilarang?

Jawab: justru kalau perkara baru merujuk pada tradisi atau pemahaman dari kantong sendiri tidak mengikuti amalan ulama' salaf maka ujungnya jadi ahli bid'ah yg tradisi serba boleh...

Syubhat : Dalil Mengucapkan Selamat Para ulama ahli hadits menjadikan hadits sahih berikut sebagai dasar Tahniah atau ucapan selamat:

ﻭﺁﺫﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﺘﻮﺑﺔ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺣﻴﻦ ﺻﻠﻰ ﺻﻼﺓ اﻟﻔﺠﺮ، ﻓﺬﻫﺐ اﻟﻨﺎﺱ ﻳﺒﺸﺮﻭﻧﻨﺎ ... ﻭاﻧﻄﻠﻘﺖ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻓﻴﺘﻠﻘﺎﻧﻲ اﻟﻨﺎﺱ ﻓﻮﺟﺎ ﻓﻮﺟﺎ، ﻳﻬﻨﻮﻧﻲ ﺑﺎﻟﺘﻮﺑﺔ، ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ: ﻟﺘﻬﻨﻚ ﺗﻮﺑﺔ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻚ (رواه البخاري)

Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallama memberi tahu kepada kami tentang diterimanya taubat saat Subuh... Saya (Ka'b bin Malik) berjalan menuju Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallama, lalu para Sahabat menemui saya secara berkelompok seraya mengucapkan selamat. Mereka berkata: "Selamat atas diterimanya taubatmu oleh Allah" (HR al-Bukhari)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

ﻭﻓﻴﻬﺎ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺳﺠﻮﺩ اﻟﺸﻜﺮ ﻭاﻻﺳﺘﺒﺎﻕ ﺇﻟﻰ اﻟﺒﺸﺎﺭﺓ ﺑﺎﻟﺨﻴﺮ ﻭﺇﻋﻄﺎء اﻟﺒﺸﻴﺮ ﺃﻧﻔﺲ ﻣﺎ ﻳﺤﻀﺮ اﻟﺬﻱ ﻳﺄﺗﻴﻪ ﺑﺎﻟﺒﺸﺎﺭﺓ ﻭﺗﻬﻨﺌﺔ ﻣﻦ ﺗﺠﺪﺩﺕ ﻟﻪ ﻧﻌﻤﺔ ﻭاﻟﻘﻴﺎﻡ ﺇﻟﻴﻪ ﺇﺫا ﺃﻗﺒﻞ "

Di dalam hadis tersebut disyariatkan sujud Syukur, bergegas memberi kabar baik, mengabarkan kepada orang tersebut dengan cara yang terbaik, dan ucapan selamat kepada orang yang baru mendapatkan nikmat, serta berdiri jika ia menyambut" (Fathul Bari Syarah Sahih al-Bukhari 8/124).

Jawab: apakah ka'ab bin malik ulang tahun?betapa lucu cara beragama ahli bid'ah...

Syubhat: Atsar Mengucapkan Selamat Atas Kelahiran Anak Al-Hafidz As-Suyuthi dalam kitabnya Wushul al-Amani fi Ushul at-Tahani (1/94) menyebut ada banyak bentuk ucapan selamat, baik Ramadlan, Hari Raya, setelah perang, pernikahan, termasuk juga kelahiran:

ﻭﺃﺧﺮﺝ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﺪﻋﺎء ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﻟﺴﺮﻱ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﻗﺎﻝ: ﻭﻟﺪ ﻟﺮﺟﻞ ﻭﻟﺪ ﻓﻬﻨﺄﻩ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ: ﻟﻴﻬﻨﻚ اﻟﻔﺎﺭﺱ، ﻓﻘﺎﻝ اﻟﺤﺴﻦ اﻟﺒﺼﺮﻱ: ﻭﻣﺎ ﻳﺪﺭﻳﻚ؟ ﻗﻞ: ﺟﻌﻠﻪ اﻟﻠﻪ ﻣﺒﺎﺭﻛﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻣﺔ ﻣﺤﻤﺪ، ﻭﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﻗﺎﻝ: ﻛﺎﻥ ﺃﻳﻮﺏ ﺇﺫا ﻫﻨﺄ ﺭﺟﻼ ﺑﻤﻮﻟﻮﺩ ﻗﺎﻝ: ﺟﻌﻠﻪ اﻟﻠﻪ ﻣﺒﺎﺭﻛﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﻋﻠﻰ ﺃﻣﺔ ﻣﺤﻤﺪ.

Ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab ad-Dua' dari jalur as-Sari bin Yahya, ia berkata: "Seorang memiliki anak, lalu yang lain mengucapkan: "Selamat atas kelahiran penunggang kuda". Hasan al-Bashri berkata: "Dari mana kamu tahu? Katakanlah semoga Allah menjadikan anakmu sebagai berkah bagimu dan umat Muhammad". Dari jalur Hammad bin Zaid, ia berkata: "Jika Ayyub mengucapkan kelahiran anak, ia ucapkan semoga Allah menjadikan anakmu sebagai berkah bagimu dan umat Muhammad".

Jawab: apakah anaknya ulang tahun??

Syubhat : Ijtihad Ulama Tentang Doa Panjang Umur Syaikh Abdul Hamid asy-Syarwani berkata:

ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺘﺤﻴﺔ ﺑاﻟﻄﻠﺒﻘﺔ ﻭﻫﻲ ﺃﻃﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺑﻘﺎءﻙ ﻓﻘﻴﻞ: ﺑﻜﺮاﻫﺘﻬﺎ، ﻭاﻷﻭﺟﻪ ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ اﻷﺫﺭﻋﻲ ﺇﻧﻪ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ اﻟﺪﻳﻦ ﺃﻭ اﻟﻌﻠﻢ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻭﻻﺓ اﻟﻌﺪﻝ ﻓﺎﻟﺪﻋﺎء ﺑﺬﻟﻚ ﻗﺮﺑﺔ ﻭﺇﻻ ﻓﻤﻜﺮﻭﻩ اﻩـ ﻣﻐﻨﻲ ﺯاﺩ اﻷﺳﻨﻰ ﺑﻞ ﺣﺮاﻡ اﻩـ.

Adapun penghormatan dengan Thalbaqah, yaitu doa "Semoga Allah memanjangkan umurmu", dikatakan makruh. Pendapat yang kuat adalah yang disampaikan al-Adzra'i, yaitu (ditafsil/ diperinci):
(1) jika disampaikan kepada orang yang ahli ibadah, ahli ilmu, atau pemimpin yang adil maka sunah.
(2) Jika tidak maka makruh. Syaikh Zakaria Al-Anshari menambahkan haram" (Hawasyai asy-Syarwani 9/229).

Jawab: samakah doa panjang umur dg selamat ulang tahun???
doa panjang umur bisa kapanpun bukan khusus tiap hari lahir...

Syubhat: Jika masih ditemukan pendapat para ulama yang ahli di bidang ijtihad, mengapa langsung memvonis tasyabbuh dengan orang kafir?

Jawab:itu bukan ijtihad tapi pemahaman dari kantong ente sendiri..

Hukum menjual kulit kurban untuk operasional


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, orang yang berqurban tidak boleh menjual apapun dari hasil qurbannya. Karena orang yang berqurban, dia menyerahkan semua hewannya dalam rangka beribadah kepada Allah. Sehingga dia tidak boleh menguangkannya atau memberikan bagian dari hasil qurbannya untuk membayar jasa pihak jagal.

Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا . قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menangani onta kurbannya, mensedekahkan dagingnya, kulitnya, dan asesoris onta. Dan saya dilarang untuk memberikan upah jagal dari hasil qurban. Ali menambahkan: Kami memberikan upah dari uang pribadi. (HR. Bukhari 1717 & Muslim 1317).

Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi ancaman, orang yang menjual kulit kemudian uangnya dimanfaatkan pribadi, bisa membatalkan pahala qurbannya. Beliau bersabda,

مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِهِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ

Siapa yang menjual kulit qurbannya maka tidak ada qurban baginya. (HR. Al-Hakim 2/390 dan dihasankan al-Albani)

Kedua, panitia qurban, statusnya adalah wakil dari shohibul qurban. Sehingga apapun yang dilakukan panitia qurban, dianggap sebagai praktek pemilik qurban. Oleh karena itu, panitia qurban tidak diizinkan menjual kulit qurban, kemudian uangnya dimanfaatkan untuk biaya operasional. Karena statusnya sama dengan menjual hasil qurban, yang manfaatnya kembali kepada pemilik qurban.

Hukum menjual kulit kurban untuk sedekah


mengenai hukum menjual hasil qurban kemudian hasilnya disedekahkan

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum masalah ini.

Madzhab Hanafiyah dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat berpendapat bahwa ini diperbolehkan. Dalam Tabyin al-Haqaiq – kitab madzhab Hanafi – dinyatakan,
ولو باعهما بالدراهم ليتصدق بها جاز ; لأنه قربة كالتصدق بالجلد واللحم

”Jika dia menjual kurbannya dengan pembayaran uang dirham untuk disedekahkan dalam bentuk dirham, hukumnya boleh. Karena ini termasuk ibadah, sebagaimana sedekah dengan kulit atau dagingnya.” (Tabyin al-Haqaiq, 6/9)

Ibnul Qoyim dalam Tuhfah al-Maudud menyebutkan beberapa riwayat dari Imam Ahmad, diantaranya keterangan al-Khallal,

وأخبرني عبد الملك بن عبد الحميد أن أبا عبد الله [يعني الإمام أحمد] قال : إن ابن عمر باع جلد بقرةٍ وتصدق بثمنه

Abdul Malik bin Abdul Humaid menyampaikan kepadaku bahwa Imam Ahmad pernah mengatakan, ’Sesungguhnya Ibnu Umar menjual kulit sapi, kemudian beliau sedekahkan uangnya.’ (Tuhfah al-Maudud, hlm. 89)

Mayoritas ulama – Malikiyah, Syafiiyah dan Hambali – melarang jual beli ini. Dalilnya adalah beberapa hadis di atas yang maknanya umum.
As-Syaukani mengatakan,

اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذا الجلود. وأجازه الأوزاعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور وهو وجه عند الشافعية قالوا : ويصرف ثمنه مصرف الأضحية

Ulama sepakat bahwa dagingnya tidak boleh dijual, demikian pula kulitnya. Sementara al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat sebagian ulama Syafiiyah mengatakan, “Uang hasil menjual qurban disedekahkan sebagaimana hewan qurban.” (Nailul Authar, 5/153)

Setelah menimbang keterangan di atas, dalam Fatwa Islam dinyatakan,

وعلى هذا ؛ فلا حرج في إعطاء الجلود للجمعيات الخيرية التي تتولى بيعه والتصدق بثمنه ، وهذا من المشاريع النافعة ؛ لأن أكثر الناس لا ينتفعون بجلد الأضحية ، فبيع الجلد والتصدق به فيه تحقيق للمصلحة المقصودة ، وهو نفع الفقراء ، مع السلامة من المحذور وهو اعتياض المضحي عن شيء من أضحيته .

فلو نوى المضحي أنه أعطى الجلد هدية للجمعية الخيرية التي تقوم بجمعه ، فلا حرج في ذلك .

ثم تقوم الجمعية ببيعه والتصدق بثمنه فيما شاءت من الأعمال الخيرية .

Oleh karena itu, tidak masalah memberikan kulit ke yayasan sosial yang bertugas menjualnya dan mensedekahkan uangnya. Dan ini termasuk penanganan yang manfaat. Karena umumnya orang tidak bisa memanfaatkan kulit qurban. Sehingga menjual kulit untuk disedekahkan, mewujudkan inti maslahat itu. Yaitu memberi manfaat bagi ornag miskin, disamping menghindair yang terlarang, yaitu memanfaatkan hasil qurban untuk mendapat keuntungan dari qurbannya.

Jika orang yang berqurban berniat memberikan kulit qurbannya ke yayasan sosial yang mengumpulkannya, tidak masalah. Kemudian yayasan ini menjual kulit itu, dan mensedekahkan uangnya untuk kepentingan sosial.

Allahu a’lam

(Fatwa Islam, no 110665)

Berkurban satu kambing lebih baik dari urunan sapi


Sebagian ulama menjelaskan, kurban satu kambing lebih baik dari pada ikut urunan sapi atau unta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi (Shahih Fiqh Sunnah, 2:375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 dan Syarhul Mumthi’ 7:458).
Imam As-Saerazi Asy-Syafi’i mengatakan, “Kambing (sendirian) lebih baik dari pada urunan sapi tujuh orang. Karena orang yang berkurban bisa menumpahkan darah (menyembelih) sendirian.” (Al Muhadzab 1:74).

Di antara alasan lain yang menunjukkan lebih utama kurban sendiri dengan seekor kambing adalah sebagai berikut:
Kurban yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun unta, bukan 1/7 sapi atau 1/10 unta (urunan dengan sahabat).

Tiada alasan tidak berkurban


Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

لاَ أُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا لِمَنْ قَدَّرَ عَلَيْهَا

“Aku tidaklah memberi keringanan untuk meninggalkan berkurban bagi orang yang mampu menunaikannya.” (Ahkamul Udhiyah wal ‘Aqiqah wat Tadzkiyah, hal. 12).

Jumat, 12 Agustus 2016

Pernikahan terbaik


Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرَهُ

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah.”

Dalam riwayat Abu Daud dengan lafazh,

خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ

“Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah.”

(HR. Abu Daud, no. 2117; Al-Hakim, 2: 181-182. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim juga shahih sebagaiman dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, 6: 344)

Tanah air kaum muslimin


sebagian para Ulama ada yang mencoba mendudukkan makna yang benar dari hadits palsu cinta tanah air dengan beberapa penafsiran, di antaranya:Maksud dari “tanah air” di sini adalah surga yang merupakan tanah air orang tua manusia, yaitu nabi Adam Alaihissallam. Tentu saja mencintai surga merupakan tanda iman yang benar
Atau maksudnya adalah kota suci Mekkah, yang merupakan tanah air tempat kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia[ Lihat kitab Kasyful khafâ’ (2/87).].

Cinta tanah air berlebihan termasuk fanatik yang tercela


حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَانِ

Cinta tanah air adalah bagian dari iman

Hadits ini adalah hadits yang palsu bahkan tidak diketahui asal-usulnya, sebagaimana penjelasan dari para Ulama Ahli hadits.

Imam ash-Shagani berkata, Mulla ‘Ali al-Qâri dan imam-imam lain menghukuminya sebagai hadits palsu, sementara para Ulama yang lain mengatakan bahwa hadits ini tidak ditemukan asal-usulnya.[Lihat kitab al-Maqâshidul Hasanah (hlm. 297), al-Asrârul Marfû’ah (hlm. 190) dan Kasyful khafâ’ (2/87).]

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin mengatakan, “Hadits ini sangat populer di kalangan orang-orang awam (dan disangka) bahwa ini hadits shahih, padahal ini adalah hadits palsu dan dusta (atas nama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ). Bahkan maknanya juga tidak benar, karena cinta tanah air termasuk ta’ashshub (fanatik yang tercela).”[Majmû’ul Fatâwa war Rasâil (49/40).]

Di antara dalil yang digunakan oleh para Ulama untuk menyanggah makna hadits ini adalah firman Allâh Azza wa Jalla :

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِنْهُمْ ۖ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung (tanah air)mu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Seandainya mereka benar-benar melaksanakan perintah yang diberikan kepada mereka, maka tentu itu lebih baik bagi mereka  dan lebih bisa mengungatkan keimanan mereka [An-Nisâ’/4:66]

Ayat ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka dicela karena mencintai tanah air secara berlebihan sehingga tidak mau beriman dan melaksanakan perintah Allâh Azza wa Jalla . Dan yang dimaksud dengan mereka di sini adalah orang-orang munafik.[Lihat kitab al-Asrârul Marfû’ah (hlm. 190).]

Syukur tidak cukup dg lisan saja


Abu Hazim berkata,

وأما مَن شكر بلسانه ولم يشكر بجميع أعضائه : فمثَلُه كمثل رجل له كساء فأخذ بطرفه ، فلم يلبسه ، فلم ينفعه ذلك من البرد ، والحر ، والثلج ، والمطر ” .

“Siapa saja yang bersyukur dengan lisannya, namun tidak bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu seperti seseorang yang mengenakan pakaian. Ia ambil ujung pakaian saja, tidak ia kenakan seluruhnya. Maka pakaian tersebut tidaklah manfaat untuknya untuk melindungi dirinya dari dingin, panas, salju dan hujan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 84)

Kamis, 11 Agustus 2016

Semua benda langit beredar


Syaikh al-Albani berpendapat yang lebih tepat heliosentris. Ini lebih mendekati hasil penelitian empiris. Kemudian beliau menjawab mengenai tafsir surat yasin ayat 38 di atas, yang itu menjadi salah satu dalil utama geosentris. Syaikh al-Albani menyatakan,

Bahwa di surat Yasin, Alah menyebutkan beberapa tanda kekuasaan-Nya,

Di ayat 33 – 36, Allah berbicara tentang bumi.

Di ayat 37 dan 38, Allah berfirman tentang matahari.

Di ayat 39 dan bagian awal ayat 40, Allah berbicara tentang bulan.

Kemudin di akhir ayat 40, Allah berfirman,

وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

Dan semuanya beredar di alam semesta. (QS. Yasin: 40).

Kemudian Syaikh al-Albani menyimpulkan, bahwa kata ‘semua’ lebih dekat jika kita berlakukan untuk bumi, matahari, dan bulan. Sehingga semuanya berputar. (Silsilah al-Huda wa an-Nur, volume 1/497).

Bagi yg belum berkesempatan berjihad


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ، أَوْ كَالَّذِى يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ

Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi Sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari. (HR. Bukhari 6006 & Muslim 7659)

Pahala yang luar biasa, dan kesempatan bagi siapapun yang saat ini bercita-cita ingin mendapatkan pahala jihad. Semoga bisa dikumpulkan bersama para mujahidin.

Ibnu Batthal dalam syarh Shahih Bukhari mengatakan,

من عَجَز عن الجهاد في سبيل الله، وعن قيام الليل، وصيام النهار – فليعملْ بهذا الحديث، ولْيسعَ على الأرامل والمساكين؛ لِيُحشر يومَ القيامة في جملة المجاهدين في سبيل الله، دون أن يَخطو في ذلك خُطوة، أو يُنفق درهمًا، أو يلقى عدوًّا يرتاعُ بلقائه، أو ليحشر في زُمرة الصائمين والقائمين

Siapa yang tidak mampu berjihad di jalan Allah, tidak mampu rajin tahajud atau puasa di siang hari, hendaknya dia praktekkan hadis ini. Berusaha memenuhi kebutuhan hidup janda dan orang miskin, agar kelak di hari kiamat dikumpulkan bersama para mujahidin fi Sabilillah. Tanpa harus melangkah di medan jihad atau mengeluarkan biaya, atau berhadapan dengan musuh. Atau agar dikumpulkan bersama orang yang rajin puasa dan tahajud. (Syarh Shahih Bukhari – Ibnu Batthal, )

Nikah mendatangkan kekayaan


Sebagaimana dinyatakan oleh A’isyah radhiyallahu ‘anha,

تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ يَأتِينَكُم بِالأَمْوَالِ

“Nikahilah wanita, karena akan mendatangkan harta bagi kalian”. (HR. Hakim 2679 dan dinilai ad-Dzahabi sesuai syarat Bukhari dan Muslim).

Larangan Menyebut Masyarakat/zaman Jahilliyah


Sekalipun ada penyimpangan yang dilakukan sebagian masyarakat muslim, namun kita tidak boleh menyebut mereka dengan masyarakat jahiliyah. Menyebut ‘masyarakat jahiliyah’ berarti menganggap mereka semua bodoh dan tidak tahu aturan. Sementara di tangah mereka masih banyak orang baik.

Karena itulah, sebagian ulama mengatakan penggunaan istilah jahiliyah dibagi menjadi 2:

[1] Untuk menyebut individu

Boleh digunakan untk menyebut orang yang melakukan penyimpangan.

[2] Untuk menyebut keseluruhan masyarakat.

Para ulama penyebutan semacam ini tidak boleh, karena tidak semua melakukan pelanggaran yang sama.

Syaikhul Islam mengatakan,

فالناس قبل مبعث الرسول صلى الله عليه وسلم كانوا في حال جاهلية… وكذلك كل ما يخالف ما جاءت به المرسلون من يهودية ، ونصرانية : فهي جاهلية ، وتلك كانت الجاهلية العامة ، فأما بعد مبعث الرسول صلى الله عليه وسلم قد تكون في مصر دون مصر، وقد تكون في شخص دون شخص… فأما في زمان مطلق : فلا جاهلية بعد مبعث محمد صلى الله عليه وسلم ؛ فإنه لا تزال من أمته طائفة ظاهرين على الحق إلى قيام الساعة

Manusia sebelum diutusnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka dalam kondisi jahiliyah…. Demikian pula semua yang menyimpang dari ajaran para rasul, seperti yahudi, atau nasrani maka itu jahiliyah. Itulah jahiliyah umum. Namun setelah diutusnya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, kebiasaan jahilliyah terkadang ada di sebagian negara dan tidak ada di tempat lain, terkadang ada pada diri seseorang, yang tidak ada di orang lain… namun jika disebut secara mutlak, tidak ada lagi jahiliyah setelah diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena di tengah umat ini akan selalu ada sekelompok orang yang berpegang dengan kebenaran sampai kiamat. (Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, 1/258).

Untuk itulah para ulama memberikan kritikan terhadap pernyataan salah satu dai pergerakan yang menyatakan, “Jahiliyah abad 20.” Istilah ini sama halnya menyebut zaman ini berikut penghuninya adalah zaman jahiliyah. Dan tentu saja ini kekeliruan. (Mu’jam al-Manahi al-Lafdziyah, hlm. 212 – 215).

Selasa, 09 Agustus 2016

Bid'ah menghapus amalan

Banyak dari umat Islam saat ini, apabila dikatakan kepada mereka, “Alloh telah berfirman” atau kita sampaikan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda …”, mereka malah menjawab, “Namun, kyai/ustadz kami berkata demikian …”. Apakah mereka belum pernah mendengar firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya” (Al Hujurot : 1) [?] Yaitu janganlah kalian mendahulukan perkataan siapapun dari perkataan Alloh dan Rosul-Nya.
Dan perhatikan pula ayat selanjutnya dari surat ini. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al Hujurot : 2).
Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam I’lamul Muwaqi’in mengatakan,
“Apabila mengeraskan suara mereka di atas suara Rasul saja dapat menyebabkan terhapusnya amalan mereka. Lantas bagaimana kiranya dengan mendahulukan pendapat, akal, perasaan, politik, dan pengetahuan di atas ajaran rasul [?] Bukankah ini lebih layak sebagai penghapus amalan mereka [?]“

Fanatik tokoh agama penyebab kesesatan, seperti yahudi


Allah menceritakan tentang keadaan orang-orang Yahudi,

وَلَا تُؤْمِنُوا إِلَّا لِمَن تَبِعَ دِينَكُمْ

“Dan jangan kamu percaya melainkan pada ORANG yang mengikuti agamamu.” (QS Ali Imran: 73)
- حدثنا بشر قال، حدثنا يزيد قال، حدثنا سعيد، عن قتادة: " ولا تؤمنوا إلا لمن تبع دينكم "، هذا قول بعضهم لبعض.7247 - حدثني المثنى قال، حدثنا إسحاق قال، حدثنا ابن أبي جعفر، عن أبيه، عن الربيع مثله.7247 م - حدثنا محمد بن الحسين قال، حدثنا أحمد بن المفضل قال، حدثنا أسباط، عن السدي: " ولا تؤمنوا إلا لمن تبع دينكم " قال: لا تؤمنوا إلا لمن تبع اليهودية
Ini perkataan orabg yahudi kepada sesama mereka:jangan mengikuti kecuali ORANG yg beragama yahudi saja.
(Lihat tafsir at-thobari)

Imam nawawi tidak menyatakan ortu nabi di neraka???



عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِيْ؟ قَالَ: فِي النَّارِ. فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

Dari Anas, bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, di manakah tempat ayahku (yang telah meninggal) sekarang berada?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Ketika orang tersebut menyingkir, maka beliau memanggilnya lalu berkata, “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka” (HR. Imam Muslim dalam Shahîh-nya (203).

imam Nawawi berpendapat sesungguhnya kedua ortu nabi di neraka :

فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء

“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi “.

Ahli bid'ah membantah :

Beliau berkomentar demikian bukan berarti berpendapat kedua orangtua nabi  di neraka. Jika beliau mengatakan demikian maka beliau akan mengatakannya secara jelas karena beliau juga pensyarah hadits Muslim.

Mereka terlalu memaksakan hujjah dengan mengatakan bahwa beliau juga berpendapat orangtua nabi di neraka. Seandainya beliau berpendapat seperti itu, niscaya beliau akan memperjelas komentarnya, semisal :

فيه دليل على ان ابويه ماتا على الكفر فهما في النار

“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa kedua orangtua nabi Saw wafat dalam keadaan kafir dan masuk neraka “.

Namun beliau tidak mengatakannya. Maka komentar beliau sebenarnya ditujukan kepada ayah orang yang bertanya bukan pada ayah nabi Saw sendiri. Sedangkan beliau diam dan tidak berkomentar tentang ayah nabi Saw karena beliau paham bahwa menyakiti hati nabi Saw hukumnya haram dan tak ada perkara yang lebih menyakitkan hati Nabi Saw selain mengatakan kedua orantuanya di neraka.

Baiklah, untuk mengetahui maksud sebenarnya dari komentar imam Nawawi tersebut, maka alangkah baiknya kita dengarkan penjelasan dari seorang ulama pengikutnya yang lebih memahami ucapan beliau yaitu imam As-Suyuthi berikut :

الذي عندي أنه لا ينبغي أن يفهم من قول النووي في شرح مسلم في حديث (( أن رجلا قال يا رسول الله : أين أبي ... الخ )) أنه أراد بذلك الحكم على أبي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، بل ينبغي أن يفهم أنه أراد الحكم على أبي السائل ، وكلامه ساكت عن الحكم على الأب الشريف

“ Menurut pemahamanku hendaknya tidak memahami ucapan imam Nawawi di dalam syarh hadits Muslim tentang Hadits “ Sesungguhnya seseorang berkata kepada Rasul Saw di mana ayahku…dst “, bahwasanya yang beliau maksud adalah ayah nabi Saw. Akan tetapi hendaknya dipahami bahwasanya beliau menghendaki hokum pada ayah orang yang bertanya. Dan beliau diam, tidak mengomentari atas hokum ayah nabi Saw “.
(At-Ta’dzhim wal minnah : 171)

Jawaban ahlussunnah:
Kalau ente ingin penjelasan shorih gamblang detail,gampang ntar ane kasih.
Sekarang kita mana dalil gamblang yg menyatakan itu hanya ortu penanya saja bukan ortu nabi??
Assuyuti memang dari awal berlebihan menyanjung keluarga nabi.
Sedangkan nabi sendiri jelas menggandeng ortunya dg ortu penanya dg huruf athof yaitu wawu:dan.
Sekarang baca keterangan imam nawawi yg sangat gamblang ini.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ a قَالَ: زَارَ النَّبِيُّ n قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِيْ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِيْ وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِيْ أَنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِيْ فَزُوْرُوْا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ

Dari Abu Hurairah berkata, “Nabi pernah menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang yang berada di sampingnya juga turut menangis kemudian beliau bersabda, ‘Saya tadi meminta izin kepada Rabbku untuk memohon ampun baginya (ibunya) tetapi saya tidak diberi izin, dan saya meminta izin kepada-Nya untuk menziarahi kuburnya (ibunya) kemudian Allah memberiku izin. Berziarahlah karena (ziarah kubur) dapat mengingatkan kematian.’” (HR. Imam Muslim dalam Shahîh-nya (976–977).

قال في "عون المعبود" :

( فَلَمْ يَأْذَن لِي ) : لأَنَّهَا كَافِرَة وَالاسْتِغْفَار لِلْكَافِرِينَ لا يَجُوز اهـ .
dalam aunul ma'bud:
lafadz alloh tidak mengizinkanku maksudnya ibu nabi itu kafir dan istighfar untuk orang kafir tidak boleh.

وقال النووي رحمه الله :

فِيهِ : النَّهْي عَنْ الاسْتِغْفَار لِلْكُفَّارِ اهـ .
Imam nawawi berkata:didalam hadits ini larangan beristighfar untuk orang kafir.

Hayoo..mau ngeles gimana lagiii...?