Selasa, 28 April 2020

Romeo dan Juliet Versi Islami

KISAH CINTA SANG PEMUDA

Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata:

"Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat.

Suatu hari dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'.

Dia melihat dari mereka seorang wanita yang berparas rupawan sehingga wanita itu membuatnya jatuh cinta dan kasmaran.

Dan ternyata cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.

Kemudian sang pemuda mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut, tetapi apa boleh dikata si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya.

Ternyata cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin menjadi jadi.

Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda yang bunyinya: “Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu mau, aku akan mendatangimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku."

Sang pemuda menjawab melalui utusannya: "Aku tidak setuju dengan kedua-duanya,

(إني أخاف إن عصيت ربي عذاب يوم عظيم)الانعام/15

Sungguh aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya."

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata: Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.

Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah.

Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda.

Tubuhnya mulai kurus karena menahan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya.

Dan pemuda itu seringkali berziarah ke kuburnya, Dia menangis dan mendo'akannya.

Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya, dia bermimpi berjumpa dengan wanita itu dengan penampilan yang sangat menawan.

Dalam mimpi dia sempat bertanya: Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?

Dia menjawab: Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat membawa aku menuju kebaikan.

Pemuda itu bertanya, kalau demikian, kemanakah kau menuju?

Dia menjawab: Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berujung Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak.

Pemuda itu berkata: Aku berharap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.

Dia menjawab: Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu agar kita nanti bisa dikumpulkan bersama. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.

Si pemuda bertanya: Kapan aku bisa melihatmu?

Jawab si wanita: Tidak lama lagi kau akan datang melihat kami.

Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.

[Raudhatul Muhibbin 449-450]

Minggu, 26 April 2020

Syubhat UAS seputar doa berbuka puasa


Dia berkata:
Syekh Ibnu ‘Utsaimin Membolehkan Doa Yang Didha’ifkan Syekh al-Albani:
إن وقت الإفطار موطن إجابة للدعاء، لأنه في آخر العبادة، ولأن الإنسان أشد ما يكون غالباً من ضعف النفس عند إفطاره، وكلما كان الإنسان أضعف نفساً،وأرق قلباً كان أقرب إلى الإنابة والإخبات إلى الله عز وجل، والدعاء المأثور: «اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت» ومنه أيضاً قول النبي عليه الصلاة والسلام: «ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاءالله»
Sesungguhnya waktu berbuka adalah waktu terkabulnya doa, karena waktu berbuka itu waktu akhir ibadah, karena biasanya manusia dalam keadaan sangat lemah ketika akan berbuka, setiap kali manusia dalam keadaan jiwa yang lemah, hati yang lembut, maka lebih dekat kepada penyerahan diri kepada Allah Swt. Doa yang ma’tsur adalah:
اللهم لك صمت، وعلى رزقك أفطرت
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika af thartu”.
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan atas rezeki-Mu aku berbuka”.
Lalu menyebutkan 5 alasan boleh mengamalkan hadits dhaif

Jawab: seakan hendak mengadu dua syaikh ini, padahal  beliau justru menyetujui syeikh albani.
Syeikh utsaimin membolehkan karena 2 alasan
pertama, karena doa apapun saat berbuka itu mustajab
kedua, karena ada ulama laen yg menghasankannya, bukan karena dhoif terus boleh dalam fadhoil amal,tidak sama sekali.
Itu dari kantongnya sendiri bukan dari syeikh utsaimin.
Perhatikan fatwa lengkapnya
سئل الشيخ محمد الصالح العثيمين رحمه الله :
هل هناك دعاء مأثور عن النبي صلى الله عليه وسلم عند وقت
الإفطار؟ وما هو وقته ؟ وهل يتابع الصائم المؤذن في الأذان أم يستمر في فطره ؟
فأجاب :
" إن وقت الإفطار موطن إجابة للدعاء ؛ لأنه في آخر العبادة ؛
ولأن الإنسان أشد ما يكون - غالباً - من ضعف النفس عند إفطاره ، وكلما كان الإنسان
أضعف نفساً وأرق قلباً كان أقرب إلى الإنابة والإخبات إلى الله عز وجل ، والدعاء
المأثور : ( اللهم لك صمت ، وعلى رزقك أفطرت ) ، ومنه أيضاً : قول النبي عليه
الصلاة والسلام : ( ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله ) ، وهذان
الحديثان وإن كان فيهما ضعف لكن بعض أهل العلم حسنهما ، وعلى كل حال فإذا دعوت بذلك
أو بغيره عند الإفطار فإنه موطن إجابة " انتهى .
" مجموع فتاوى الشيخ ابن عثيمين " ( 19 / السؤال رقم 341 ) .

Jumat, 24 April 2020

Perbanyak tilawah quran malam hari ramadhan itu sunnah

📖✨ *PERBANYAK MEMBACA AL-QURAAN DI MALAM HARI BULAN RAMADHAN* 🌙✨


"ﺑﻌـﺾ ﺍﻟﻨـﺎﺱ ﻳﻜﺘﻔـﻲ ﻓـﻲ ﺗـﻼﻭﺓ ﺍﻟﻘــﺮﺁﻥ ﺑﻨﻬـﺎﺭ ﺭﻣﻀـﺎﻥ ﻓﻘـﻂ، ﻭ ﻻ ﻳﻘـﺮﺃ في لياﻟـﻲ ﺭﻣﻀـﺎﻥ."

⛅️ _"Sebagian orang mencukupkan membaca al-Qur'an pada siang hari Ramadhan saja, tidak mau membaca al-Qur'an pada malam harinya."_

✍ Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah wa ghafara lahu mengatakan:

 ﻭﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺳﺔ ﺑﻴﻨﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﻴﻦ ﺟﺒﺮﻳﻞ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻴﻼ.

📜 *"Dalam hadits Ibnu Abbas dijelaskan bahwa mudarosah(saling menyimak) Al-Qur'an antara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Jibril 'alaihis salam dilakukan pada malam hari."*

ﻓﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﺍﻹﻛﺜﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻼﻭﺓ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻟﻴﻼ.

🌷 Maka ini menunjukkan; *DISUKAINYA MEMPERBANYAK MEMBACA AL-QUR'AN PADA MALAM HARI RAMADHAN.*

ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻴﻞ:
Karena pada malam hari:

ﺗﻨﻘﻄﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻮﺍﻏﻞ،
• Telah terputus (selesai) segala kesibukan/aktivitas,

ﻭ ﺗﺠﺘﻤﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻬﻤﻢ،
• Terpadu padanya semangat,

ﻭ ﻳﺘﻮﺍﻃﺄ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺪﺑﺮ.
• Dan bertemu padanya antara hati dan lisan untuk mentadabburi al-Qur'an.

 ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ: "ﺇﻥ ﻧﺎﺷﺌﺔ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﻫﻲ ﺃﺷﺪ ﻭﻃﺄ ﻭﺃﻗﻮﻡ ﻗﻴﻼ."

🔑 Sebagaimana Firman Allah Ta'ala:

"إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا."
"Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa), dan (bacaan di waktu itu) lebih berkesan."
📖 (QS. Al-Muzzammil: 6)

📕 Sumber:
Lihat kitab Latha'if Al-Ma'arif, 315

Senin, 20 April 2020

Berjalan ke masjid sebab kesembuhan

Bismillah

Salah Satu Sebab Tersembuhkan Dari Penyakit
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:

"Berdzikir, menghadap Allah Ta'ala, Taubat kepada-Nya dan bergegas menuju panggilan shalat, maka betapa banyak perkara-perkara tersebut Allah jadikan sebab kesembuhan dari penyakit."

Miftah Dans Sa adah (1 /1 28).

Jumat, 17 April 2020

Jangan takut berubah


إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik .” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Salah faham penutupan masjid

Ustadz Mahfuzh Umri -Hafizhahullah- menulis:

Terkait tanggapan saudara Arifin Badri -'aafaniyallah wa iyyahu- tentang penutupan masjid.

*Pandangan Ulama Tentang Penutupan Masjid*

[1]. Imam Nawawi (631-676 H) -rahimahullah- berkata: "Tidak mengapa menutup masjid untuk selain waktu sholat untuk menjaga dan memelihara fasilitas masjid, itulah pendapat mereka (syafiiyyah), hal ini jika dikhawatirkan fasilitas tersebut terbengkalai dan hilang sementara tidak ada keperluan untuk membuka masjid. Adapun jika tidak dikhawatirkan ada kerusakan dan pelecehan terhadap kehormatan masjid maka dibiarkan masjid terbuka merupakan suatu sikap kelembutan bagi manusia. Adapun yg sesuai SUNNAH, masjid dibiarkan terbuka sebagaimana masjid Rasulullah -Shallallaahu alaihi wasallam- tidak pernah ditutup baik pada zaman beliau atau setelahnya." (al Majmu syarhulmuhadzdzab, juz 2 hal: 123).

Dari penjelasan Imam Nawawi -rahimahullah- tersebut, kesimpulan yg bisa diambil adalah:

1). Masjid ditutup di luar waktu sholat

2). Tujuannya menjaga fasilitas masjid

3). Jika tidak khawatir adanya penyalahgunaan maka sebaiknya terbuka

4). Masjid Nabi -shallaahu alaihi wasalam tidak pernah ditutup baik pada masa beliau atau setelahnya! Artinya; benar apa yg dikatakan ustadz Yazid -hafizhahullah- sesuai dengan penjelasan Imam Nawawi.

Lantas bagaimana saudara Arifin bicara seperti ini:
"Kalau anda masih sensi, percayalah biangnya ada di pikiran Anda sendiri, selama ini di pikiran Anda hanya ada satu orang, sehingga apapun pasti Anda tafsirkan dengan dia, padahal di dunia ini banyak yang seperti Anda, apalagi seperti dia!"
Padahal, Jika saudara Arifin memperhatikan ucapan ustadz Yazid -hafizhahullah-.
Perhatikan ucapan ustadz Yazid -Hafizhahullah-:
"Berkaitan tentang masalah Masjid, tidak boleh ditutup! Tidak ada dari zaman Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- sampai para imam mujtahidin masjid ditutup. Mestinya yang bijaksana masjid tetap dibuka, *yang sudah pasti sakit kena Corona tidak boleh sholat ke Masjid, bagi yang takut nular jangan ke Masjid!*"

Dari perkataan beliau tersebut kita bisa punya ide yang baik, yaitu: menggalang donatur utk mengadakan RAPID Test swadaya (insya Allah masih banyak orang yg mampu) sehingga menjadi bagian dari upaya dalam membantu pemerintah, yaitu: dari hasil RAPID test tersebut bahwa perumahan atau suatu daerah yang bebas Corona bisa tetap shalat di masjid sebagai upaya penting mengambil sebab syar'i dengan cara melaksanakan shalat untuk mendekatkan diri kepada Allah agar lepas dari wabah.

Nabi -shalallahu alaihi wa sallam- bersabda:

هل تنصرون إلا بضعفائكم بإخلاصهم ودعائهم وصلاتهم

"Bukankah kalian ditolong (oleh Allah) melainkan karena para dhua'afa (orang-orang lemah) kalian, yakni: dengan sebab keikhlasan mereka, doa mereka, dan *sholat mereka* !?"

Untuk urusan Corona (Covid-19), bukankah baik bermusyawarah dengan orang tua bagaimana sikap kita sebagai contoh hadits Ibn Abbas -radhiallahu'anhu- riwayat Bukhori dan Muslim, bahwa Umar ibn al Khattab -radhiallahu'anhu- bermusyawarah dengan kaum Muhajirin kemudian dengan para sahabat Anshar, ternyata yang Muwaffaq (diberi ketepatan) adalah musyawarah dengan Masyayikh-nya (para orang tua) para sahabat sesuai hadits Nabi yang disampaikan oleh Abdurrahman bin Auf.

Jangan lupa saudara Arifin! Anda punya kontribusi besar mengarahkan umat pada pemilu lalu! Waktu anda berpihak pada no. berapa dari paslon... Siapapun yang Anda dukung dan mengarahkan umat... sekarang apa yg terjadi ...??!! Dan Anda seakan tidak menganggap orang tua yang lebih dulu dalam segalanya...! Sekarang bagaimana pandangan saudara Arifin terkait kenyataan bergabung  tsb...?! Apakah sekarang ini terulang lagi... atau akan terulang lagi....?! Dengan beda masalah...?! Bukankah adab mufti itu musyawarah!? cukuplah contoh Umar bin Khattab -radhiallahu 'anhu- dan kebetulan kasusnya sama, yaitu wabah, yaitu Tha'un dan Corona.

[2]. Ibn Hajar al Asqalani (773-852 H) -rahimahullah- berkata:
"Dalam hadits tersebut (yaitu HR.Bukhori no.1598) mengandung beberapa faidah...: disyariatkannya pemasangan pintu-pintu masjid dan penutupan pintu." (Fathul Bari juz 4 hal: 525 cet.Dar at Thayyibah)

Dari keterangan Ibn Hajar al Asqalani -rahimahullah- beliau beristinbath tentang syariat pemasangan pintu dan penutupannya, yang diambil dari hadits Ibn Umar tentang penutupan pintu Ka'bah. Namun, yang menjadi perhatian penting siapa yg menutup pintu Ka'bah?
Disebutkan oleh Ibn Hajar -rahimahullah- yang membuka dan menutup adalah Utsman bin Talhah dan Bilal bin Rabah -radhiallahu'anhuma- ketika Nabi -shallallaahu alaihi wasallam- masuk Ka'bah dan sholat lalu ditutup (Fathul Bari juz: 4 hal:523).

Yang menarik untuk dikaji, ternyata Ibn Hajar -rahimahullah- menyebutkan hadits Ibn Umar -radhiallahu'anhu- riwayat Muslim, yaitu:

[عن عبدالله بن عمر:] أَقْبَلَ رَسولُ اللهِ ﷺ عامَ الفَتْحِ على ناقَةٍ لِأُسامَةَ بنِ زَيْدٍ، حتّى أَناخَ بفِناءِ الكَعْبَةِ، ثُمَّ دَعا عُثْمانَ بنَ طَلْحَةَ، فَقالَ: ائْتِنِي بالمِفْتاحِ، فَذَهَبَ إلى أُمِّهِ، فأبَتْ أَنْ تُعْطِيَهُ، فَقالَ: واللَّهِ، لَتُعْطِينِهِ، أَوْ لَيَخْرُجَنَّ هذا السَّيْفُ مِن صُلْبِي، قالَ: فأعْطَتْهُ إيّاهُ، فَجاءَ به إلى النبيِّ ﷺ فَدَفَعَهُ إلَيْهِ، فَفَتَحَ البابَ...، ثُمَّ ذَكَرَ بمِثْلِ حَديثِ حَمّادِ بنِ زَيْدٍ.
مسلم (٢٦١ هـ)، صحيح مسلم ١٣٢٩

Artinya:  Pada tahun pembebasan kota Makah, Rasulullaah -shallallaahu alaihi wasallam- menaiki onta milik Usamah bin Zaid kemudian turun di pelataran Ka'bah lalu memanggil Utsman bin Talhah, dan berkata: "Berikan padaku kunci Ka'bah!" Lalu Utsman bin Talhah mendatangi ibunya (minta kunci Ka'bah) ibunya menolak untuk memberikannya, kemudian Utsman bin Talhah berkata: "Demi Allah berikan kunci itu padaku atau pedang ini akan keluar dari sarungnya!"
Ibnu Umar -radhiallahu 'anhu- berkata: "Kemudian ibunya memberikan kunci tersebut kepada Utsman dan dibawa kepada Nabi -shallallaahu alaihi wasallam- dan diberikan pada beliau, lalu Nabi -shalallahu alaihi wasallam- membuka pintu Ka'bah." (HR.Muslim)

Yang perlu dikaji: kenapa ibunya menolak memberi kunci dan Utsman mengancamnya dg pedang?! padahal dia itu ibunya!

[3].  Al Marghinani ( 511-593 H) -rahimahullah- termasuk kibar fuqoha' Hanafiyyah berkata:
"Tidak disukai pintu masjid ditutup karena hal itu menyerupai pelarangan sholat, dikatakan (ada pendapat) boleh (ditutup) pada waktu-waktu di luar sholat apabila dikhawatirkan fasilitas masjid(terbengkalai)." (al Binayah fi Syarhil Hidayah juz:2 hal:562)

Dari keterangan di atas menunjukkan boleh ditutup ketika di luar waktu sholat dan beliau mengatakan makruh karena serupa dengan larangan orang untuk sholat.

[7]. Al Kamal ibn al Humam ( wafat th.861H) -rahimahullah- termasuk ulama Hanafiyyah, berkata:
"Menutup pintu masjid hukumnya Haram karena menyerupai larangan orang untuk sholat dan Allah Ta'ala berfirman:

:وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَـٰجِدَ ٱللَّهِ أَن یُذۡكَرَ فِیهَا ٱسۡمُهُۥ وَسَعَىٰ فِی خَرَابِهَاۤۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ مَا كَانَ لَهُمۡ أَن یَدۡخُلُوهَاۤ إِلَّا خَاۤىِٕفِینَۚ لَهُمۡ فِی ٱلدُّنۡیَا خِزۡیࣱ وَلَهُمۡ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ عَذَابٌ عَظِیمࣱ﴾ [البقرة ١١٤]

'Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak pantas memasukinya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mendapat azab yang berat.' (QS. Al Baqarah: 114)."
(Syarh Fathul Qadir 'alal Hidayah Syarhu Bidayah al Mubtadi juz:1 hal:434)

[5]. Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin -rahimahullah- berkata:
"Tidaklah kemudian dikatakan bahwa penutupan tersebut, berarti melarang masjid-masjid Allah dijadikan sebagai tempat berdzikir menyebut nama-Nya, karena penutupan tersebut terkadang untuk tujuan maslahat, suatu keperluan, ataupun karena hal DARURAT!"
(Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dalam Ta'liq terhadap Shahih Bukhari, Juz 5, hal 420).

Perkataan Syaikh Utsaimin -rahimahullah- dibawa kepada pengertian bolehnya masjid ditutup di luar waktu sholat karena hukum asal masjid adalah terbuka, dan fungsi utamanya untuk sholat jumat dan sholat wajib lima waktu, sebagaimana hadits:

، فإنَّ أفْضَلَ صَلاةِ المَرْءِ في بَيْتِهِ إلّا الصَّلاةَ المَكْتُوبَةَ.
البخاري (٢٥٦ هـ)، صحيح البخاري ٧٢٩٠

Artinya: "Seutama-utama sholat seseorang adalah di rumahnya, kecuali sholat wajib."
(HR. Bukhori no. 7290).

***

Jika kita memperhatikan pandangan para Ulama tersebut terkait penutupan masjid, bisa diambil beberapa kesimpulan:

1). Pembuatan pintu masjid dan penutupannya berdasarkan adanya pintu Ka'bah dan juga penutupannya sebagaimana hadits riwayat Bukhori, no.1958.

2). Masjid Nabi -shalallahu 'alaihi wa sallam- selau terbuka tidak pernah tertutup baik pada zaman beliau atau setelahnya sebagaimana penjelasan Imam An Nawawi -rahimahullah-.

3). Hukum asal masjid adalah terbuka (untuk pelaksanaan shalat).

4). Ulama berbeda pendapat tentang penutupan masjid.

5). Pendapat pertama: hukumnya boleh masjid ditutup dalam rangka menjaga fasilitas masjid dengan catatan; waktu penutupan di luar waktu pelaksanaan shalat.

6). Pendapat kedua: hukumnya Makruh, dengan alasan karena sama dengan melarang orang shalat.

7). Pendapat ketiga: hukumnya Haram, dengan alasan sama dengan menghalangi orang yang hendak shalat.

#Kesimpulan_akhir:

Hukum asal masjid adalah terbuka dan fungai utamanya adalah untuk shalat Jum'at dan shalat Jama'ah. Boleh ditutup untuk suatu maslahat dan itu pun di luar waktu shalat. Jika ditutup untuk waktu sholat sehingga orang dilarang masuk masjid dengan alasan DARURAT, maka definisi darurat harus jelas karena situasi dan kondisi masing masing-masing tempat dan daerah berbeda-beda, tidak bisa disamaratakan.

Untuk masalah Corona: Covid-19, bisa dipakai acuan peta pemerintah untuk kemudian dalam membantu pemerintah, masyarakat bisa melakukan tindakan-tindakan berupa:

1. Swadaya RAPID test.

2. Membantu yang kekurangan akibat terbatasnya akses ekonomi.

3. Terhindar dari saling curiga siapa yang terpapar Corona (Covid-19).

4. Bagi yang terbukti sehat, tetap bisa shalat di masjid karena sudah jelas tidak terpapar sebagai upaya penting mengambil sebab syar'i untuk mengangkat wabah secara keseluruhan.

5. Mengantisipasi bahkan meringankan dan mengobati saudara kita yang tertekan mentalnya yang berakibat fatal timbulmya penyakit lain dari Corona (Covid-19) sehingga menurunkan imun mereka karena tidak terjaganya iman mereka.

-------------------

Ditulis oleh: Mahfudz Umri.
Bekasi, tanggal 4 Syaban 1441H. / 28 Maret 2020 M.

Bukan Salafiy Menguji Salafiy

Ustadz Mahfudz Umri -hafizhahullah- menulis:

*Bukan Salafiy Menguji Salafiy*

Pada tanggal 11 april 2020, pukul 02:56, saudara Arifin Badri -hadaanallah wa iyyaah- menulis:

"Kesalafiyan Anda diuji.

Pendapat sahabat Abu Bakar dikritisi, Anda adem ayem.

Pendapat sahabat Umar bin Al Khatthab dikritisi anda woles saja.

Pendapat Imam Sa'id bin Musayyib dikupas tuntas Anda seakan sedang nyruput es kelapa muda."
(Selesai kutipan dari: https:*//www.facebook.com/405218379559341/posts/2855601271187694/*).

---------------

Maka, Saya (Mahfuzh Umri) katakan:

Jika kita perhatikan perkataan saudara Arifin di atas, ada hubungannya dengan ulasan dia yang tidak sopan kepada Sahabat Nabi dan Tabi'in, yang dia tulis di FBnya tgl 30 Maret 2020 pkl 06:19, dia menulis:

"Mereka berdua lebih senior dan lebih paham dalil dibanding dirimu senjata pemungkas muqallidun sedari dahulu kala.

Dahulu sahabat Ibnu Abbas -radhiallahu anhu- mengajarkan bahwa menunaikan haji dan umrah dalam satu perjalanan (Tamattu') adalah boleh bahkan lebih dianjurkan.

Namun Urwah bin Az Zubair dengan tegas menentang, berdalihkan dengan sikap sahabat Abu Bakar dan Umar radhiallahu anhuma, mengabaikan latar belakang sikap kedua khalifah tersebut. Baginya, kedua khalifah di atas lebih menguasai dalil, lebih senior dan lebih paham dibanding sahabat Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhu.

Saking yakinnya 'Urwah dengan pemahamannya, ia datang dengan maksud menasehati Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhu: Tidakkah engkau bertaqwa kepada Allah, engkau membolehkan orang lain untuk menunaikan haji tamattu'? Maka Ibnu Abbas menjawab: Wahai Urayyah (Urwah imut), tanyakan saja kepada ibumu.

Merasa yakin dengan pendapatnya,  maka urwah berusaha mementahkan jawaban Ibnu Abbas, Urwah kembali berkata: Akan tetapi Abu Bakar dan Umar tidak melakukan tamattu'

Maka Ibnu Abbas kembali menanggapinya dengan berkata:

والله ما أراكم منتهين حتى يعذبكم الله ، أحدثكم عن رسول الله ، وتحدثونا عن ابي بكر وعمر

Sungguh demi Allah kaliantidak akan berhenti dari keselah pahaman kalian hingga pada saatnya Allah turunkan azab kepada kalian, aku sampaikan kepada kalian dalil dari Rasulullah, namun dengan cerobohnya kalian mentahkan dengan pendapat Abu Bakar dan Umar.

Lagi lagi Urwah berusaha menentang penjelasan sahabat Ibnu Abbas dengan berkata:
لهما أعلم بسنة رسول الله ، وأتبع لها منك .

Sungguh keduanya lebih paham tentang sunnah Rasulullah dibanding dirimu wahai Ibnu  Abbas. (Riwayat Ahmad, Al Khathib Al Baghdadi Ibnu Abdil Bar dll)

Bila sikap pokoknya kata senior, atau pokoknya mereka lebih sepuh, atau pokoknya keberkahan bersama yang lebih tua, dan ucapan lain yang serupa ini, ternyata bukan hanya terjadi hari ini saja, tapi juga sudah sejak dahulu kala. Bahkan oleh seorang yang sangat berilmu, semisal Urwah bin Az Zubair.
(Selesai kutipan dari https:*//www.facebook.com/405218379559341/posts/2829325977148557/*)

Maka Saya (Mahfuzh Umri) katakan:
#Pertama, Mari kita hadirkan teks hadits dengan lengkap. Berikut ini ada dua jalan terkait riwayat tersebut:

Riwayat ke-1: Dari periwayatan Abdullah bin Abbas -radhiallahu'anhuma-:

عن عبدالله بن عباس: تمتَّعَ رسولُ اللَّهِ صلّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ فقال عُروةُ: نهى أبو بكرٍ وعُمرُ عَنِ المُتعةِ، فقال ابنُ عبّاسٍ: فما يقولُ عُرَيَّةُ؟ قال: نهى أبو بكرٍ وعُمرُ عَنِ المُتعةِ. قال: أُراهُمْ سيَهلِكونَ. أقولُ: قال رسولُ اللَّهِ، ويقولونَ: قال أبو بكرٍ وعُمرُ!
(شعيب الأرنؤوط {١٤٣٨ هـ}، تخريج سير أعلام النبلاء ١٥/ ٢٤٢- ٢٤٣  •  إسناده ضعيف .)

Artinya: Dari Abdullah bin Abbas -radhiyallaahu anhuma-, ia berkata: "Rasulullah -Shallallaahu alaihi wa sallam- melakukan haji tamatthu'." Kemudian Urwah berkata: "Abu Bakr dan Umar melarang haji tamatthu'!" Kemudian Ibnu Abbas berkata: Aku lihat mereka akan binasa, karena Aku katakan bahwa 'Rasulullah bersabda,' mereka malah menjawab: 'Abu Bakr dan Umar keduanya berkata (berbeda dengan sabda beliau)!'"
(HR. Ahmad, Ibnu Abdil Bar, dan al Khatib al Bagdadi).

Riwayat ke-2: Dari periwayatan Ayyub -rahimahullah-

 عن أيوب: قال عُرْوةُ لابنِ عبّاسٍ: ألا تَتَّقي اللهَ تُرَخِّصُ في المُتْعةِ؟ فقال ابنُ عبّاسٍ: سَلْ أمَّكَ يا عُرَيَّةُ، فقال عُرْوةُ: أمّا أبو بَكرٍ وعُمَرُ، فلم يَفْعَلا، فقال ابنُ عبّاسٍ: واللهِ ما أُراكم مُنتَهينَ حتى يُعذِّبَكمُ اللهُ، أُحدِّثُكم عن رسولِ اللهِ ﷺ، وتُحَدِّثونا عن أبي بَكرٍ وعُمَرَ؟ فقال عُرْوةُ: لَهُما أعلَمُ بسُنةِ رسولِ اللهِ ﷺ، وأتبَعُ لها منكَ.
شعيب الأرنؤوط (١٤٣٨ هـ)، تخريج زاد المعاد ٢/١٩١  •  إسناده صحيح

Artinya: Riwayat dari Ayyub, ia berkata bahwasanya Urwah -rahimahumallah- berkata kepada Ibnu Abbas -radhiallahu'anhu-: "Tidakkah engkau bertaqwa kepada Allah, engkau membolehkan (haji) tamatthu'?!" Maka Ibnu Abbas berkata: Tanyakan pada ibumu wahai Urayyah (tasghir dari Urwah)!" Lalu Urwah berkata: "Adapun Abu Bakr dan Umar -radhiallahu 'anhuma- keduanya tidak melakukannya (tamatthu)!". Kemudian Ibnu Abbas -radhiallahu'anhu- berkata: "Demi Allah! aku lihat kalian tidak berhenti hingga Allah adzab kalian! aku sampaikan pada kalian dari Rasulullah, dan kalian malah menyampaikan padaku dari Abu Bakr dan Umar!!?" Maka Urwah -rahimahullah- berkata: "Bukankah keduanya lebih tahu tentang sunnah dan lebih ittiba'(mengikuti) dibandingkan engkau!?"

#Takhrij Ringkas:

Adapun riwayat Ibnu Abbas -radhiallahu'anhu- dari jalan Syarik bin Abdillah al Qaadi dari al 'Amasy dari al Fudhail bin 'Amr -rahimahumullah-, sanad tersebut DHO'IF (lemah) karena perawi yg bernama Syarik bin Abdillah al Qaadi. Al Imam Al Albani berkata dlm kitab Silsilah al Ahadits ad Dha'ifah juz 11 no.hadits 5089:
"Hadits ini sanad lemah semua perawinya tsiqah kecuali Syarik bin Abdillah al Qaadi, meskipun dia termasuk rawinya Imam Muslim namun dia tidak bisa dijadikan hujjah tapi bisa dijadikan mutaba'ah sbgmna dijelaskan al Hafidz adz Dzahabi diakhir biografinya dlm kitab al Mizan dan yang sebelumnya, yaitu al Hafidz al Mundziri di akhir kitabnya  at Targhib. Para Ulama beda pendapat tentangnya (Syarik). Ibnu Hajar -rahimahullah- memberikan rangkumannya dalam at Taqrib dan berkata: "Dia (Syarik) Shaduuq, tapi banyak salahnya, dan hafalannya berubah setelah menjadi qadi di Kufah."

Adapun riwayat Ayyub -rahimahullah- dari jalan Abdur Razzaq telah berbicara kepada kami; Ma'mar dari Ayyub dan sanad tersebut shahih sebagaimana penjelasan al Imam Al Albani dalam Silsilah al Ahaadits as Shahiihah, juz 6 hal: 1096.

*Jika kita perhatikan tulisan saudara Arifin Badri tersebut, dia menggabung dua riwayat, padahal jalan kedua riwayat tersebut berbeda; yang pertama DHO'IF dan yang kedua SHAHIH sebagaimana penjelasan di atas.*

#Kedua, *saudara Arifin Badri tidak sepantasnya mengatakan bahwa Urwah -rahimahullah- adalah: "yang notabene seorang Tabi'in sebagai muqallid"; dan dikatakan sebagai "menentang Ibn Abbas"! kenapa??:*

[1]. Urwah -rahimahullah- adalah termasuk al Fuqoha' as Sab'ah, yaitu salah satu dari tujuh Fuqoha terkemuka di Madinah.
(Lihat: Syiar a'laamu an Nubalaa', juz 4 hal: 423)


[2]. Kenapa saudara Arifin Badri mengatakan tentang Urwah -rahimahullah- dengan perkataan tidak sopan kepada Ulama Tabiin dengan sebutan "muqollid (dengan nada negatif) menentang dan mementahkan jawaban Ibn Abbas."!??
Kenapa yang ada dalam kepala saudara Arifin itu pikiran-pikiran negatif kepada Urwah -rahimahullah-!!?
Lihatlah Umar bin al Khattab -radhiallahu'anhu- ketika menanyakan hadits izin bertamu kepada Abu Musa al Asyari -radhiallahu'anhu- hingga minta saksi, apakah dianggap tidak percaya atau menentang hadits Nabi !??

Silahkan lihatlah hadits tersebut:

عن أبي سعيد الخدري كُنّا في مَجْلِسٍ عِنْدَ أُبَيِّ بنِ كَعْبٍ، فأتى أَبُو مُوسى الأشْعَرِيُّ مُغْضَبًا حتّى وَقَفَ، فَقالَ: أَنْشُدُكُمُ اللَّهَ هلْ سَمِعَ أَحَدٌ مِنكُم رَسولَ اللهِ ﷺ يقولُ: الاسْتِئْذانُ ثَلاثٌ، فإنْ أُذِنَ لَكَ، وإلّا فارْجِعْ قالَ أُبَيٌّ: وَما ذاكَ؟ قالَ: اسْتَأْذَنْتُ على عُمَرَ بنِ الخَطّابِ أَمْسِ ثَلاثَ مَرّاتٍ، فَلَمْ يُؤْذَنْ لي فَرَجَعْتُ، ثُمَّ جِئْتُهُ اليومَ فَدَخَلْتُ عليه، فأخْبَرْتُهُ، أَنِّي جِئْتُ أَمْسِ فَسَلَّمْتُ ثَلاثًا، ثُمَّ انْصَرَفْتُ.
قالَ: قدْ سَمِعْناكَ وَنَحْنُ حِينَئِذٍ على شُغْلٍ، فلوْ ما اسْتَأْذَنْتَ حتّى يُؤْذَنَ لكَ قالَ: اسْتَأْذَنْتُ كما سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ ﷺ قالَ: فَواللَّهِ، لأُوجِعَنَّ ظَهْرَكَ وَبَطْنَكَ، أَوْ لَتَأْتِيَنَّ بمَن يَشْهَدُ لكَ على هذا. فَقالَ أُبَيُّ بنُ كَعْبٍ: فَواللَّهِ، لا يَقُومُ معكَ إلّا أَحْدَثُنا سِنًّا، قُمْ، يا أَبا سَعِيدٍ، فَقُمْتُ حتّى أَتَيْتُ عُمَرَ، فَقُلتُ: قدْ سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ ﷺ يقولُ هذا.
مسلم (٢٦١ هـ)، صحيح مسلم ٢١٥٣  •  [صحيح]  •

Dari Abu Sa'id Al Khudri -radhiallahu 'anhu-, ia berkata:
"Dahulu kami di suatu majlis di samping Ubay bin Ka'ab, lalu datanglah Abu Musa Al Asy'ari -radhiallahu'anhum- dalam keadaan marah hingga ia pun berhenti, lalu ia berkata: 'Aku persaksikan kalian di hadapan Allah, apakah salah seorang diantara kalian ada yang mendengar Rasulullah-shalallahu alaihi wa sallam- bersabda: 'Permintaan izin itu tiga kali, apabila diizinkan maka boleh bagimu, dan bila tidak diizinkan maka pulanglah!'". Lalu Ubay -radhiallahu'anhu- berkata: "Lantas kenapa??" Abu Musa berkata: "Aku kemarin telah meminta izin kepada Umar bin Khattab -radhiallahu'anhu- tiga kali, Namun Umar belum juga mengizinkanku lalu aku pun pulang. Kemudian hari ini aku masuk ke (rumah) Umar maka aku kabarkan padanya bahwa aku kemarin datang dan mengucapkan salam tiga kali kemudian aku pulang."
Lalu Umar berkata: "Sungguh kami telah mendengarmu namun kami saat itu sedang dalam kesibukan. Seandainya kau (kemarin) terus meminta izin sampai kau pun diizinkan!'
Lalu Abu Musa berkata: "Sungguh aku telah meminta izin sebagaimana (cara) yang aku dengar dari Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-." Maka Umar -radhiallahu 'anhu- berkata: "Demi Allah! Sungguh Aku akan menyakiti punggung dan perutmu! Atau kau membawakan kepadaku orang yang menjadi saksi atas (hadits) yang kau sebutkan itu (tentang cara meminta izin -pent.)!"
Maka Ubay bin Ka'ab -radhiallahu'anhu- berkata: "Demi Allah! Tidak ada seorangpun yang akan bangkit berangkat bersamamu kecuali yang paling muda diantara kami. Berdirilah wahai Abu Sa'id!"
Maka aku (Abu Sa'id) bangkit dan aku datangi Umar lalu aku katakan: 'Sungguh aku pun telah mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wa sallam- bersabda yang demikian itu."
(HR. Muslim).

Alhamdulillah, *Umar bin Khattab -radhiallahu'anhu- menyampaikan alasannya kepada Abu Musa al Asyari -radhiallahu'anhu-, yaitu: agar jangan ada yang berdusta atas nama Nabi -shallallaahu alaihi wasallam-, dan beliau bukan menuduh Abu Musa al Asy'ari -radhiallahu'anhu-. Seandainya Umar bin Khattab -radhiallahu'anhu- tidak menjelaskan alasannya, bisa jadi saudara Arifin Badri mengatakan yang sama pada Umar sebagaimana kepada Urwah bahwa ia "menentang", atau bahkan juga "mengancam", "...sok senior...", dan lain sebagainya!!*
Dan sungguh ucapan seperti itu memang bukanlah ucapan salafiy kepada para Salaf !

Kita perhatikan lagi hadits berikut

[عن أبي موسى الأشعري:] فقال عمرُ لأبي موسى: أما إني لم أتَّهِمْك، ولكن خشيتُ أن يتقوَّلَ الناسُ على رسولِ اللهِ ﷺ.
الألباني (١٤٢٠ هـ)، صحيح أبي داود ٥١٨٤  •  إسناده صحيح  •  أخرجه أبو داود (٥١٨٤) واللفظ له، ومالك في «الموطأ» (٢/٩٦٤

Dari Abu Musa Al Asy'ari -radhiallahu 'anhu-, ia berkata bahwasanya Umar -radhiallahu'anhu- berkata kepadanya: "Adapun aku, sungguh aku tidak menuduhmu (berdusta)! Tetapi aku khawatir manusia nantinya gampang berdusta mengklaim sesuatu atas nama Rasulullah -shalallahu 'alaihi wa sallam-!"
(HR. Abu Daud, dishahihkan Al Albani dalam shahih Abi Daud, 5184, dan yang lainnya).

[3]. Lihatlah hadits Abu Hurairah -radhiallahu'anhu- ketika Ibnu Umar -radhiallahu'anhu- mendengar riwayat dari Abu Hurairah tentang keutamaan menshalati dan mengiringi jenazah hingga dikuburkan, Ibnu Umar mengutus Khabbab kepada Aisyah -radhiallahu 'anhum jamii'an- untuk menanyakan tentang hadits tersebut. Apakah Ibnu Umar tidak percaya terhadap riwayat Abu Hurairah -radhiallahu 'anhum- padahal beliau menyandarkan pada Nabi -shallallaahu 'alaihi wasallam-?? Tentu jawabannya tidak...! Namun, entah kalau ulasan dari saudara Arifin Badri...??!!
Mari perhatikan hadits tersebut

[عن أبي هريرة:] أنَّهُ كانَ قاعِدًا عِنْدَ عبدِ اللهِ بنِ عُمَرَ، إذْ طَلَعَ خَبّابٌ صاحِبُ المَقْصُورَةِ، فَقالَ يا عَبْدَ اللهِ بنَ عُمَرَ: أَلا تَسْمَعُ ما يقولُ أَبُو هُرَيْرَةَ، أنَّهُ سَمِعَ رَسولَ اللهِ ﷺ يقولُ: مَن خَرَجَ مع جِنازَةٍ مِن بَيْتِها، وَصَلّى عَلَيْها، ثُمَّ تَبِعَها حتّى تُدْفَنَ كانَ له قِيراطانِ مِن أَجْرٍ، كُلُّ قِيراطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَن صَلّى عَلَيْها، ثُمَّ رَجَعَ، كانَ له مِنَ الأجْرِ مِثْلُ أُحُدٍ؟

Dari Abu Hurairah -radhiallahu'anhu-, bahwasanya ia dahulu sedang duduk di samping Abdullah bin Umar -radhiallahu'anhuma-, tiba-tiba muncullah Khabbab (shaahibul Maqshuurah) -radhiallahu 'anhu-, lalu Khabbab berkata: "Wahai Abdulllah bin Umar, tidakkah kau mendengar apa yang dikatakan Abu Hurairah? Bahwa ia telah mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wa sallam- bersabda: 'Barangsiapa keluar bersama jenazah dari rumahnya dan juga menshalatinya kemudian mengikuti mengantar jenazah itu sampai dikuburkan, maka baginya mendapatkan pahala sebesar dua Qirath. Setiap satu Qirath itu sebesar gunung Uhud.
Barangsiapa menshalati jenazah tersebut sampai ia pulang maka baginya mendapatkan pahala sebesar gunung Uhud?"

فأرْسَلَ ابنُ عُمَرَ خَبّابًا إلى عائِشَةَ يَسْأَلُها عن قَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ، ثُمَّ يَرْجِعُ إلَيْهِ فيُخْبِرُهُ ما قالَتْ: وَأَخَذَ ابنُ عُمَرَ قَبْضَةً مِن حَصى المَسْجِدِ يُقَلِّبُها في يَدِهِ، حتّى رَجَعَ إلَيْهِ الرَّسُولُ، فَقالَ: قالَتْ عائِشَةُ: صَدَقَ أَبُو هُرَيْرَةَ، فَضَرَبَ ابنُ عُمَرَ بالحَصى الذي كانَ في يَدِهِ الأرْضَ، ثُمَّ قالَ: لقَدْ فَرَّطْنا في قَرارِيطَ كَثِيرَةٍ.
مسلم (٢٦١ هـ)، صحيح مسلم ٩٤٥  •  [صحيح]  •

Maka Ibnu Umar mengutus Khabbab kepada Aisyah -radhiallahu 'anhum jamii'an- untuk menanyakannya tentang perkataan Abu Hurairah tersebut agar Khabbab kembali kepada Ibnu Umar dengan mengabarkan apa yang dikatakan oleh Aisyah -radhiallahu'anhum-. Maka Ibnu Umar mengambil kerikil masjid lalu ia bulak-balikkan di tangannya. Sampai utusannya itu (Khabbab) datang lalu mengatakan bahwasanya Aisyah berkata: "Abu Hurairah telah benar!"
Maka Abdullah bin Umar melemparkan kerikil yang ada di tangannya itu ke bumi! Lalu berkata: "Sungguh kita telah menyia-nyiakan banyak Qirath!!"
(HR. Muslim).

[4]. Sepantasnya saudara Arifin Badri berbaik sangka kepada Urwah -rahimahullah-, karena beliau itu Tabi'in, salah seorang dari tujuh Fuqoha Madinah! Dan seharusnya saudara Arifin memandang Urwah -rahimahullah- dari sudut yang pandang positif, karena "Tidak ada seorang ulama pun -yang telah diterima oleh ummat secara umum-, dengan sengaja menyelisihi sunnah Rasulullah -shallallaahu alaihi wasallam- !! ... Karena mereka sepakat dengan keyakinan yang pasti atas wajibnya Ittiba' kepada Rasul -shalallahu alaihi wa sallam-. "
(Raf'ul Malam 'anil aimmatil 'alaam hal: 60 Tahqiq: Abdurrohman bin Ahmad al Jumaizi Dar al 'Ismah)

[5]. Kita berbaik sangka kepada Urwah bin az Zubair -radhiallahu 'anhuma- yang telah menyanggah Ibnu Abbas -radhiallahu'anhu- adalah karena kecemburuan Urwah kepada Sunnah, dan karena Abu Bakr dan Umar -radhiallahu'anhuma- merupakan seniornya Ibnu Abbas -radhiallahu'anhu- , dan boleh jadi (dengan penilaian positif kita pada Urwah) sikap beliau itu karena mengamalkan hadits:

 اقتدوا باللذَينِ من بعدي أبي بكرٍ وعمرَ !
ابن عبد البر (٤٦٤ هـ)، جامع بيان العلم ٢/١١٦٥  •  حسن  •  أخرجه الترمذي (٣٦٦٢)، وابن ماجه (٩٧)، وأحمد (٢٣٢٩٣)

"Hendaklah kalian mengikuti dua orang ini sepeninggalku, yaitu: Abu Bakar dan Umar!"
(HR. Tirmidzi, dan yang lainnya).

*Jika kita perhatikan penilaian kedua orang Salaf tersebut begitu sopan, menjaga kehormatan dan berusaha mengarah pada penilaian positif dan pembelaan,* bukan seperti saudara Arifin! di mana dia malah mengatakan:
 "senjata pamungkas muqollidin sedari dahulu kala....",
 "namun Urwah bin az Zubair dengan tegas menentang....".
 "Baginya, kedua khalifah di atas lebih menguasai dalil, lebih senior dan lebih paham dibanding sahabat Ibn Abbas radhiyallahu anhu......"
 "saking yakinnya Urwah dengan pemahamannya......."
 "maka Urwah berusaha mementahkan jawaban Ibn Abbas....."
"Bila sikap 'pokoknya kata senior atau pokoknya mereka lebih sepuh ikuti yang lebih sepuh"

[6]. Kita lihat bagaimana salafiy menyikapi kaum Salaf, pasti berbeda dengan penilaian dari yang bukan Salafiy (terkait atsar di atas yang dibawakan oleh saudara Arifin Badri -'aafaniyallah wa iyyahu- ).

1). Penilaian al Khatib al Baghdadi -rahimahullah- (392 - 463 H.) terhadap Urwah bin az Zubair -rahimahullah-, beliau berkata: "Benar adanya tentang Abu Bakr dan Umar -radhiallahu'anhuma- sebagaimana yang disifati oleh Urwah ( yakni al Baghdadi mengakui sifat yg diberikan Urwah pada mereka berdua, yaitu: lebih paham Sunnah dan lebih Ittiba'). Namun tidak boleh bagi seseorang untuk Taklid yang kemudian meninggalkan Sunnah Rasulullah -shallallaahu alaihi wasallam-!".
(al Faqih wal mutafaqqih juz:1 hal:378)

 2).  Penilaian adz Dzahabi (673-748 H), beliau berkata:
  "Aku katakan: Urwah tidak bermaksud mempertentangkan (sabda) Nabi -shalallahu alaihi wasallam- dengan (perkataan) keduanya (yaitu: Abu Bakr dan Umar) bahkan Urwah berpendapat bahwa tidaklah Abu Bakr dan Umar melarang haji Tamatthu' kecuali memang keduanya sudah mengetahui (hadits) yang me-mansukh (menghapus larangan tersebut)."
(Syiar 'alaam an Nubalaa'.juz:15 hal:243)
 
3).  Begitu pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (661-728 H) -rahimahullah- ketika menyikapi Umar bin al Khattab -radhiallahu'anhu- tentang hadits Isti'dzan (cara meminta izin). Ibnu Taimiyah berkata:
"Demikian juga dengan Umar bin al Khattab -radhiallahu'anhu-, beliau belum mengetahui Sunnah meminta izin hingga Abu Musa al Asy'ari -radhiallahu 'anhu- memberitahukannya dan meminta saksi dari sahabat Anshar. Padahal Umar -radhiallahu 'anhu- lebih tahu tentang Sunnah dibandingkan orang yang menyampaikan (hadits isti'dzan) kepadanya (yaitu Abu Musa al Asyari)."
(Raf'ul malam 'anil aimmatil 'alaam hal:77 tahqiq Abdurrahman bin Abdillah al Jumaizi Dar al 'Aashimah)

*Ibnu Taimiyah -rahimahullah- dengan sopan menilai bahwa Umar -radhiallahu'anhu- tidak mengetahui tentang hadits Isti'dzan dan beliau menegaskan bahwa Umar lebih unggul ilmu tentang Sunnah dibandingkan Abu Musa al Asyari. Tidak ada celaan sama sekali... Tidak ada under estimate terhadap mereka. Padahal telah terjadi dialog cukup tegang antara Umar bin al Khattab dengan Abu Musa al Asy'ari -radhiallahu'anhuma-, lebih tegang dibandingkan dialog antara Ibnu Abbas -radhiallahu'anhu- dengan Urwah -rahimahullah-. Begitu juga dialog yang terjadi antara Ibnu Umar dengan Khabbab -radhiallahu 'anhum- terkait keutamaan menshalati dan menguburkan jenazah. Akan tetapi, tidak ada Ulama yang menilai dengan kesan menyudutkan! Semua berusaha membawa kepada keadaan sudut pandang positif, khusnuzhan. Lihatlah sikap al Khatib al Baghdadi, Imam adz Dzahabi, dan begitu pula Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, -rahimahullah jamii'an-.*

Bandingkan perkataan saudara Arifin di akun Facebooknya itu dengan penilaian para Salafiyun di atas...
Di tulisan saudara Arifin itu terdapat kesan meremehkan lafadz "Kibaar" (senior), padahal istilah-istilah tersebut merupakan istilah syar'i. Sebagaimana dalam hadits:

 البركةُ مع أكابرِكم.
ابن حبان (٣٥٤ هـ)، صحيح ابن حبان ٥٥٩

"Keberkahan itu ada bersama orang-orang senior (para kibar) diantara kalian."
(HR. Ibnu Hibban).

Lihat kitab  حقوق كبار السن في الإسلام oleh Syaikh Abdur Razzaq al Badr -radhiallahu'anhu-, guru besar Univ. islam Madinah tempat saudara Arifin Badri belajar.

Ada kesan memperolok-olok hadits "Keberkahan bersama para kibar", padahal kita tahu bahwa para Ulama sudah menjelaskan makna "kibar" tersebut, diantaranya penjelasan Syaikh Sulaiman ar Ruhaily -hafizhahullah-, bahwa kibar, yaitu senior dalam umur dan senior dalam ilmu.
Senior dalam umur tidak bisa dipungkiri, bahkan Syaikh AbdurRazzaq al Badr memberi contoh hadits dan Atsar tentang hak-hak senior di antaranya:

1). Hadits Sahl bin Abi Hastmah -radhiyallaahu anhu- beliau berkata:

عن سهل بن أبي حثمة: انْطَلَقَ عبدُ اللَّهِ بنُ سَهْلٍ، ومُحَيِّصَةُ بنُ مَسْعُودِ بنِ زَيْدٍ، إلى خَيْبَرَ وهي يَومَئذٍ صُلْحٌ، فَتَفَرَّقا فأتى مُحَيِّصَةُ إلى عبدِ اللَّهِ بنِ سَهْلٍ وهو يَتَشَمَّطُ في دَمِهِ قَتِيلًا، فَدَفَنَهُ ثُمَّ قَدِمَ المَدِينَةَ، فانْطَلَقَ عبدُ الرَّحْمَنِ بنُ سَهْلٍ، ومُحَيِّصَةُ، وحُوَيِّصَةُ ابْنا مَسْعُودٍ إلى النبيِّ صَلّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَذَهَبَ عبدُ الرَّحْمَنِ يَتَكَلَّمُ، فَقالَ: كَبِّرْ كَبِّرْ وهو أحْدَثُ القَوْمِ، فَسَكَتَ فَتَكَلَّمَا ... المزيد
البخاري (٢٥٦ هـ)، صحيح البخاري ٣١٧٣

Sahl bin Abi Hatsmah -rahimahullah- mengatakan bahwasanya Abdullah bin Sahl dan Muhayyishah bin Mas'ud bin Zaid pergi ke Khaibar, yang saat itu dalam masa perdamaian, lalu keduanya berpisah. Kemudian Muhayyishah mendapatkan 'Abdullah bin Sahal dalam keadaan gugur bersimbah darah lalu dia menguburkannya. Kemudian dia kembali ke Madinah. Lalu 'Abdur Rahman bin Sahal, Muhayyishah dan Huwayyishah, keduanya anak Mas'ud, menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. 'Abdur Rahman bin Sahal memulai berbicara, namun Beliau -Shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda; "Yang lebih tua, yang lebih tua! (yang diutamakan bicara terlebih dahulu. -pent)".  Dia (Abdur Rahman) memang yang paling muda usia diantara kaum yang hadir, lalu dia pun diam. Maka keduanya (yang lebih tua) berbicara....."
(HR. Bukhari).

2). Hadits Abi Musa al Aay'ari -radhiallahu'anhu-

عن أبي موسى الأشعري: إنَّ مِن إجلالِ اللهِ إكرامَ ذي الشَّيبةِ المُسلِمِ، وحاملِ القُرآنِ غيرِ الغالي فيه والجافي عنه، وإكرامَ ذي السُّلطانِ المُقسِطِ.
أبو داود (٢٧٥ هـ)، سنن أبي داود ٤٨٤٣  وحسنه الألباني

Artinya: "Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah Ta'ala adalah menghormati orang muslim yang telah beruban, dan para penghafal Al-Qur'an dengan tanpa berlebihan atau mengurangi, serta memuliakan penguasa yang adil."
(HR. Abu Daud).

3). Dari al Fadhl bin Musa -rahimahullah-, dia berkata:
"Aku dan Abdullah bin Mubarok menuju sebuah jembatan, aku katakan kepada Abdullah bin Mubarok: 'Silahkan engkau duluan!' Ia menjawab: 'Tidak, Silahkan engkau yang lebih dulu!' Maka aku menghitung-hitung, ternyata umurku lebih tua dua tahun darinya."
 (al Jaami' lakhlaqi ar Raawi wa adaabi aa Saami' juz 1/285).

*Kita memahami hal tersebut karena dakwah seperti itulah yang diserukan guru-guru kita yang senantiasa istiqomah hingga sekarang, dan semoga sampai kelak menghadap Allah Ta'ala.
Itulah manhaj kita, yaitu: memahami Al Quran dan  As Sunnah sebagaimana yang dipahami para Sahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut Tabi'in. (As Salafush shaalih)*

Itulah yg diserukan oleh ustadz saya... guru saya... Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat ... Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.. -hafizhahumullaah- dari dahulu sampai sekarang, sampai kita berjumpa dengan Allah Ta'ala insya Allah, semoga kita istiqomah, dan bukan dakwah kepada hingar bingar politik.. bukan mengikuti kemauan khalayak ramai... kegaduhan yang tidak bermakna!

Lihatlah perkataan Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat -hafizhahullah-, beliau berkata: "Yaitu sebuah kitab yang dari awal sampai akhir, insya Allah Ta'ala, berbicara mengenai sebagian dari Ushul (dasar-dasar) aqidah mereka, aqidahnya kaum Salaf yang terdiri dari para Sahabat, kemudian orang-orang yg mengikuti manhaj atau cara dan sikap beragama mereka; dari para Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in, dan seterusnya; dari para Imam dan Ulama yang berjalan di atas manhaj mereka dari zaman ke zaman, di timur dan di barat bumi, dari yang alim sampai orang awam, semoga Rahmat Allah tercurah atas mereka semuanya."
(Syarah Aqidah Salaf hal:9-10)

Beliau pun berkata: "Bahwa wahyu itu lebih tinggi dari akal manusia, karena dia datang dari pencipta manusia, yaitu: Rabbul 'aalamiin. Wahyulah yang menjadi dasar atau asas, bukan akal! Bahwa ruang bagi akal sangat sempit dan terbatas. Sedangkan wahyu berasal dari Allah, Rabb semesta alam dan tidak ada batasannya."
(Syarah Aqidah Salaf hal:13)

Perhatikan pernyataan beliau tentang manhaj, yaitu: cara beragama mengikuti wahyu, bukan akal, bukan taqlid pada pendapat akal siapapun dia, akan tetapi mengikuti al Quran dan as Sunnah sesuai pemahaman salaf.
Mana tuduhan taklid...!? Bahwa kami muqollid karena tidak mau tergiring hiruk-pikuk politik...!? Sekarang apa yg terjadi ...?! Orang yang engkau dukung jadi no. 1 di Republik ini sudah bergabung dengan orang yang engkau kritik di depan umum (https://www.youtube.com/watch?v=3PEu0lL396U , cuplikan vidio ini lebih pantas diberi judu: jangan masuk lubang berkali-kali! atau: jangan terjebak berkali kali),
Padahal ia merupakan pimpinan negri ini yg notabenenya sebagai Ulil Amri !! apakah ini SALAFIY....???!!!!
Tolong beritahu referensinya kalau memang hal tersebut merupakan manhaj Salaf...! Benar kita diuji kesalafiyan kita oleh yg bukan salaf.

Lihatlah perkataan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas -hafizhahullah-, beliau berkata: "Mengikuti manhaj (jalan) Salafush Shalih (yaitu: para Sahabat) adalah kewajiban bagi setiap invidu Muslim."
(Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah hal:99)

Beliau pun berkata: "Tidak boleh kita beribadah melainkan dengan apa yang telah Allah syariatkan dalam kitabNya atau yang telah disyariatkan dalam Sunnah NabiNya yang terpelihara! Tidak dengan bid'ah dan tidak dengan hawa nafsu."
(Konsekuensi Cinta kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hal:20-21)

*Bukankah semua itu sebagai bukti seruan beliau kepada Al Quran dan As Sunnah!? Bukan taqlid yang Anda tuduhkan wahai saudara Arifin Badri! Dan masih banyak seruan-seruan mereka berdua, baik dalam tulisan maupun ceramah, untuk menjauhi taklid, maksudnya taklid buta, dan mereka mengajak untuk Ittiba'.*

#Ghuluw dan #Taqlid

Adapun mengenai perkara taqlid, kita semua paham; bahwa untuk orang awam yang belum paham dalil, boleh taqlid bahkan wajib.
(Lihat: Syarhu al Ushul min 'Ilmil ushul hal:527 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin, Dar al Aqidah).

Bahkan, seorang mujtahid boleh taqlid dalam  keadaan mendesak, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata:
"Adapun orang yg mampu beeijtihad, maka yang benar adalah boleh baginya taqlid di mana dia tidak mampu ber-ijtihad yang disebabkan belum cukup baginya dalil-dalil atau sempitnya waktu untuk ijtihad, atau tidak jelas baginya dalil, maka ketika dia tidak mampu sehingga gugur kewajiban baginya untuk ber-ijtihad dan beralih pada gantinya, yaitu: Taqlid."
( Majmu' al Fatawaa juz:20 hal:113)

Dalam masalah tersebut kita kembali pada pembahasan Ushul fiqh, *artinya jangan terlalu phobi dengan taqlid, namun kita pun tetap wajib berusaha ittiba'.*

Adapun tentang ghuluw, bedakan antara cinta dan ghuluw, antara berkecamuknya rasa syukur karena beliaulah yg menunjukkan kita ke manhaj yang haq ini... (tapi, jangan-jangan ini pun dianggap ghuluw juga!?).
Lantas bagaimana dengan perkataan Imam Ahmad bin Hambal tentang Imam Syafi'i -rahimahumullah-, beliau berkata:

لو لا الشافعي ما عرفنا فقه الحديث

Artinya: "Seandainya kalau bukan karena Syafi'i, kita tidak bisa memahami Fiqih hadits!"
(Silsilatu 'alaamu al Muslimin juz:12 hal:62)

Apakah Imam Ahmad -rahimahullah-tersebut termasuk ghuluw atau tidak?? Padahal ucapannya seperti itu! Akan tetapi, pada hakikatnya hal tersebut menunjukkan rasa syukur dan terimakasih..

[عن أبي هريرة:] لا يَشكُرُ اللهَ مَن لا يَشكُرُ النّاسَ.
أبو داود (٢٧٥ هـ)، سنن أبي داود ٤٨١١

Artinya: "Tidaklah  bersyukur kpd Allah orang yg tdk bersyukur kpd manusia."
(HR. Abu Daud).

Lalu bagaimana halnya kalau orang tersebut telah membimbing kita hingga kenal dengan manhaj yang haq ini!?
Sehingga rasa senang serta cinta menuntut hingga tingkat rasa syukur tersebut...
Dan jangan lupa, siapakah dahulu yang diantara pertama kali memberi bimbingan dan mengajar dengan penuh kesabaran...

*Ada baiknya kita mengingat kembali, ataukah memang tidak perhatian, terhadap Prinsip Dasar Dakwah Salaf yang berkah ini! Banyak ulama yang berupaya menjelaskan prinsip-prinsip tersebut, yaitu: bahwasanya dakwah salaf bukan dakwah politik (non-Syar'i)... Dakwah salaf bukan dakwah sandiwara!*
*Mesir jadi contoh dalam masalah dakwah politik itu! Hingga da'i politiknya berhasil menjadi presiden lalu apa yg terjadi...!? Demikian pula Afganistan, masih berdarah-darah hingga sekarang...! Dakwah Salaf bukan pula dakwah ekonomi (yang hanya sibuk mengurusi ekonomi)...!*

Mari kita kaji satu kitab yang mengingatkan kita akan garis-garis besar dakwah Salaf, diantaranya kitab:
 ست الدرر من أصول أهل الآثر
Enam Prinsip Dasar Dakwah Salaf.
Kitab tersebut karya Syaikh Abdul Malik bin Ahmad al Mubarok Ramadhani al Jazaairy -hafizhahullah-.

Pernah saya tanyakan kepada Syaikh Ali Hasan al Halabi -hafizhahullah- beberapa waktu lalu di Hotel Grand Alia, Mampang Prapatan, Senen, Jakarta, tentang kitab tersebut sebagai panduan dalam berdakwah, lalu beliau merekomendasikan kitab tersebut.

Enam prinsip penting dalam dakwah yang dibahas dalam kitab tersebut adalah:

Prinsip pertama, إخلاص الدين yaitu: menegakkan Tauhid; menjauhi syirik besar dan kecil secara terperinci.

Prinsip Kedua, الطريق واحد
Jalan hanya satu, yaitu: mengikuti Sunnah dan menjauhi bid'ah, baik aqidah dan ibadah.

Prinsip Ketiga, اتباع الكتاب وااسنة على فهم السلف الصالح
Yaitu: mengikuti al Quran dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.

Prinsip Keempat, نيل السؤدد بالعلم yaitu: meraih kemuliaan dengan ilmu, yakni bukan dengan politik dan bukan dengan yang lain.

Prinsip Kelima, الرد على المخالف من الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
Yaitu: Membantah orang yg menyimpang bagian dari amar makruf nahi munkar.

Prinsip Keenam, التصفية والتربية
Yaitu: Membersihkan dan memurnikan agama dari segala perkara yg bukan bagian dari agama dan dianggap agama, kemudian mendidik umat dengan manhaj yang benar.

Semoga kedepannya menjadi bahan kajian bersama bagi kita semua para da'i dan mad'u, terutama panitia kajian sehingga diharapkan dakwah Salaf tetap di atas jalannya dan tidak silau dengan hiruk pikuk follower dan politik.
والله أعلم بالصواب

Saya tutup tulisan ini dengan bait-bait syair yang pernah disampaikan Syaikh Hafidz al Hakami (1342-1377 H) -rahimahullah-:

وَحَاصِلُ العِلْم ما أُمْلِي الصِّفَاتِ لَهُ ** فَأَصْغِ سَمْعَكَ واسْنَتْصِتْ إلَى كَلِمِي

وَذَاكَ لَا حِفْظَكَ الفُتْيَا بِأحْرُفِهَا ** وَلَا بِتَسْوِيدِكَ الْأَوْرَاقَ بِالْحُمَمِ

وَلَا تَصَدُّر صَدْرَ الْجَمْع مُحْتَبِيًا ** تُمْلِيهِ لَمْ تَفْقَهِ الْمَعْنِيَّ بالكَلِمِ

ولا العِمَامَة إذْ تُرخَى ذُؤابَتُها ** تَصَنُّعًا وخِضاب الشيْبِ بالْكَتَمِ

ولا بِقَوْلكَِ يعني دائبًا ونَعَمْ ** كَلا ولا حَمْلكَ الأسْفارَ كالْبُهُمِ

ولا بِحَمْلِ شهاداتٍ مُبَهْرَجَةٍ ** بِزُخْرُفِ القَوْلِ مِن نَثْرٍ ومُنْتَظِمِ

بلْ خَشْيَة اللهِ في سِرٍّ وفِي عَلَنٍ ** فاعْلَمْ هيَ العِلْمُ كلَّ العِلْمِ فالْتَزِمِ

_Orang yang berhasil meraih ilmu adalah yang memiliki sifat-sifat yang akan kusebutkan.....maka siapkan pendengaranmu dan dengar dengan seksama kalimatku_

_Ia bukanlah ketika engkau hafal fatwa dengan huruf-hurufnya.....bukan pula lembaran-lembaran yang kau hitamkan dengan arang_

_bukan pula saat engkau tampil di hadapan khalayak seraya duduk (ihtiba').....lalu kau dikte mereka tapi kau tak paham maknanya_

_tidak juga dengan sorban yang kau julurkan ujungnya..... ataupun dengan menghitamkan rambut yang telah memutih dengan maksud membuat-buat_

_tidak juga dengan selalu mengatakan "iya" "tidak"(berfatwa).....tidak juga dengan selalu memikul kitab-kitab seperti hewan pengangkut barang_

_dan juga bukan dengan membawa ijazah-ijazah yang membanggakan.....berhiaskan kalimat prosa ataupun sya'ir_

_tapi keberhasilan adalah ketika *engkau TAKUT KEPADA ALLAH* di saat sepi maupun ramai.....sadarlah itulah ilmu yang sebenarnya maka lazimkan ia_

---------------------------

Ditulis oleh: Mahfudz Umri,
di Bekasi tgl 22 Sya'ban 1441H/ tgl 16 April 2020

Diposting di akun Facebook: Mochammad Hilman Alfiqhy

Selasa, 14 April 2020

Hukum membaca basmalah di pertengahan surat


jika kita membacanya di pertengahan surat, misalnya kita baca surat al-Baqarah langsung dari ayat 183, maka tidak masalah baca basmalah, tapi jika hanya membaca ta’awudh dan langsung baca ayatnnya, tidak dicela.

Dalam al-Adab as-Syar’iyah dinyatakan,

وتستحب قراءة البسملة في أول كل سورة في الصلاة وغيرها نص عليه وقال: لا يدعها قيل له: فإن قرأ من بعض سورة يقرؤها؟ قال لا بأس

Dianjurkan membaca basmalah di awal semua surat, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Sebagaimana yang ditegaskan Imam Ahmad. Beliau mengatakan, “Jangan sampai ditinggalkan.”

Ada yang bertanya kepada beliau, “Jika dia membaca basmalah di tengah surat?” jawab Imam Ahmad, “Tidak masalah dia baca.” (al-Adab as-Syar’iyah, Ibnu Muflih, 2/326).

Senin, 13 April 2020

Dalil social distancing yg lemah


- Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah berkata:

"..........misalnya hadist Abdullah bin Abi Aufa dimana ia memarfu'kannya: " Berbicaralah dengan penderita kusta dengan jarak seukuran 2 tombak.." Dikeluarkan oleh Abu Nuaim dalam At-Thib dengan sanad wahin/dhoif. Demikian pula riwayat yang dikeluarkan oleh At-Thabrani dari jalan Ma'mar, dari Az-Zuhri, ia berkata: " Umar bin Khotob pernah berkata kepada Mu'aiqib (penderita kusta) : " Duduklah bersamaku namun dengan jarak seukuran tombak..." Dan juga dari jalan Khorijah bin Zaid, dimana Umar juga berkata demikian. Namun kedua atsar tersebut munqothi'/terputus...."

Kitab Fathul Baari Bi Syarhi Sahih Al-Bukhori (10/169)

Sabtu, 11 April 2020

Hukum sholat jum'at di rumah saat wabah


syubhat: Menyelisihi kesepakatan para ulama yang menyatakan tidak sahnya shalat Jumat di rumah.

Jawab: itu jika masih memungkinkan ke masjid tidak mutlak.

Syubhat: Menyelisihi maqashid syariat (tujuan syariat) diperintahkannya shalat Jumat untuk berkumpul jamaah yang banyak dalam satu tempat.

Jawab: itu khusus bagi zona merah, tidak bisa di gebyah uyah, tidak semua tempat

Syubhat: Menyelisihi tata cara ibadah dalam shalat Jumat.Dahulu di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat Jumat dilaksanakan satu di kota Madinah, bukan dilaksanakan di banyak rumah.

Jawab: tidak ada yg beda cuma tempatnya aja, kondisi normal tidak bisa menghukumi kondisi tidak memungkinkan,
الضرورات تبيح المحظورات

http://www.salafvoice.com/article.aspx?a=19769

https://ar.islamway.net/fatwa/78132/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D8%AC%D9%85%D8%B9%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%85%D9%86%D8%B2%D9%84-%D9%81%D9%8A-%D8%B2%D9%85%D9%86-%D8%A7%D9%84%D9%83%D8%B1%D9%88%D9%86%D8%A7

KENAPA KITAB AL UMM KARYA IMAM SYAFI'I JARANG DIKAJI DI NEGRI INI ??

Re post


Di negri ini yang mayoritas umat Muslim mengaku mazhab Syfiiyah namun ternyata kitab-kitab karya Imam Syafi'i justru jarang dikaji, mungkin penyebabnya kalau dikaji secara terbuka kelihatan bahwa orang-orang yang mengaku bermahzab syafiiyah amalannya justru jauh dari apa yang diajarkan oleh Imam Syafi'i.
Semisal saja soal musik, banyak orang di Indonesia yang mengaku mengikuti mazdhzab syafiiyah namun nyatanya mereka bermusik, bahkan banyak diantaranya mengaku menggunakan musik untuk sarana dakwah kepada yang awam, subhanaAllah.
Lihat-lihat dengan baik fatwa-fatwa beliau tentang musik berikut ini.

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah –dalam bab washiat- berkata

وَإِنْ كان لَا يَصْلُحُ إلَّا لِلضَّرْبِ بَطَلَتْ عِنْدِي الْوَصِيَّةُ وَهَكَذَا الْقَوْلُ في الْمَزَامِيرِ كُلِّهَا

“Jika al-uud (kayu yang dimaksud oleh pewasiat) tidak bisa digunakan kecuali untuk dimainkan (semacam gitar-pen) maka wasiatnya batal menurutku. Demikian juga pembicaraan mengenai seluruh jenis seluring (alat musik)”  (Al-Umm 4/92)

Sangat jelas bahwa Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengharamkan seseorang yang berwasiat untuk memberikan al-‘uud (kayu) yang ia miliki kepada orang lain, jika yang dimaksud dengan al-‘uud tidak ada selain kayu yang bersenar (gitar). Adapun jika sang pewasiat ternyata memiliki jenis al-uud yang lain, seperti busur panah dan tongkat maka washiat yang dijalankan hanyalah pada busur dan tongkat untuk diberikan kepada orang lain tersebut.

Imam Asy-Syafi’i juga menegaskan bahwa hukum haramnya washiat ini juga berlaku pada seluruh jenis mizmar (alat musik/seruling).


Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga berkata –tentang hukum potong tangan bagi pencuri-:

فَكُلُّ ما له ثَمَنٌ هَكَذَا يُقْطَعُ فيه إذَا بَلَغَ قِيمَتُهُ رُبُعَ دِينَارٍ مُصْحَفًا كان أو سَيْفًا أو غَيْرَهُ مِمَّا يَحِلُّ ثَمَنُهُ فَإِنْ سَرَقَ خَمْرًا أو خِنْزِيرًا لم يُقْطَعْ لِأَنَّ هذا حَرَامُ الثَّمَنِ وَلَا يُقْطَعُ في ثَمَنِ الطُّنْبُورِ وَلَا الْمِزْمَارِ

“Maka segala barang yang berharga menyebabkan dipotong tangan sang pencuri jika harga barang tersebut mencapai seperempat dinar. Barang tersebut baik mushaf (al-Qur’an) atau pedang atau yang lainnya yang hasil penjualannya halal. Jika ia mencuri khomr atau babi maka tidaklah dipotong tangannya karena hasil penjualan khomr dan babi adalah haram. Dan juga tidak dipotong tangan sang pencuri jika mencuri tunbur (kecapi/rebab) dan mizmar (seruling)” (Al-Umm 6/147)

Sangat jelas bahwa Al-Imam Asy-Syafi’i menyamakan hukum alat musik sama seperti hukum khomr, sama-sama haram, dan tidak halal hasil penjualannya, karenanya jika ada pencuri yang mencuri barang-barang haram ini maka tidaklah dipotong tangannya.

Al-Imam Asy-Syafi’i juga berkata (tentang hukum di antara orang-orang kafir ahli al-jizyah):

وَلَوْ كَسَرَ له طُنْبُورًا أو مِزْمَارًا أو كَبَرًا … وَإِنْ لم يَكُنْ يَصْلُحُ إلَّا لِلْمَلَاهِي فَلَا شَيْءَ عليه وَهَكَذَا لو كَسَرَهَا نَصْرَانِيٌّ لِمُسْلِمٍ أو نَصْرَانِيٌّ أو يَهُودِيٌّ أو مُسْتَأْمَنٌ أو كَسَرَهَا مُسْلِمٌ لِوَاحِدٍ من هَؤُلَاءِ أَبْطَلْت ذلك كُلَّهُ

“Kalau seandainya ia menghancurkan kecapi atau seruling atau gendang maka…. jika benda-benda ini tidak bisa digunakan kecuali sebagai alat musik maka tidak ada sesuatu yang harus ia ganti rugi. Dan demikian pula jika seorang muslim yang merusak (kecapi dan seruling) milik seorang muslim atau yang merusak adalah orang nasrani atau orang yahudi atau orang kafir musta’man, atau orang muslim yang lain yang telah merusak salah satu dari benda-benda tersebut maka aku anggap semuanya batil (tidak perlu diganti rugi-pen)”(Al-Umm 4/212)

Lihatlah… bahkan menurut Imam Syafi’i jika yang melakukan pengrusakan adalah seorang yang kafir terhadap alat-alat musik milik seorang muslim maka sang kafir tidak perlu menanggung biaya ganti rugi.

Dalam kitab Az-Zawaajir

وَقَدْ عُلِمَ مِنْ غَيْرِ شَكٍّ أَنَّ الشَّافِعِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَرَّمَ سَائِرَ أَنْوَاعِ الزَّمْرِ

“Dan telah diketahui tanpa keraguan bahwasanya Imam Asy-Syafi’i radhiallahu ‘anhu mengharamkan seluruh jenis alat musik” (Az-Zawaajir ‘an iqtiroofil kabaair 2/907)

Syubhat tidur miring ke kiri


Syubhat:Teori kedokteran menyebutkan bahwa hendaknya ibu hamil dengan kehamilan besar tidur dengan miring ke kiri. Hal ini dikarenakan vena cava inferior yang merupakan salah satu pembuluh darah utama berada di bagian belakang sebelah kanan, sehingga jika terlalu lama tidur terlentang atau menghadap ke kanan, akan menghambat aliran darah ini karena tertekan oleh organ dan janin yang besar.

Jawab: alloh lebih tahu apa yg lebih manfaat bagi tubuhmu.sunnah itu pasti manfaatnya pasti benarnya, teori kedokteran bukan ilmu pasti kebenarannya.

Syubhat:Hukumnya mubah
Karena tidak ada dalil yang mengharamkan atau memakruhkan, bukan berarti hanya karena sunnah tidur sebelah kanan kemudian tidur sebelah kiri menjadi otomatis makruh hukuknya. Terlebih hukum asal sesuatu urusan dunia adalah mubah

الأصل في الأشياء الإباحة

“Hukum asal sesuatu (urusan dunia) adalah mubah”

Jadi tidak ada masalah bagi ibu hamil tidur miring ke kiri karena hukumnya mubah

Jawab: salah ambil kaidah, itu untuk yg belum ada sunnahnya dalam hal itu.adapun setelah ada sunnahnya maka kaidahnya:
 ترك السنة مكروه
Meninggalkan sunnah itu makruh.
Kan tidak ada dalil yg melarang?kalau ada yg melarang jadi haram dong bukan makruh lagi.

Syubhat:Sekiranya ada yang memegang pendapat makruh, maka tetap boleh ibu hamil tidur miring ke kiri karena ada hajat untuk kesehatan ibu dan bayi. Sebagaimana kaidah fikhiyah berbunyi,

المكروه يباح عند الحاجة

“Hal makruh diperbolehkan ketika ada hajat/keperluan”

Jawab: perkara ibu dan bayi bukan  perkara baru, sudah ada sejak zaman dahulu.sejak zaman nabi tidak ada yg mempermasalahkan, itu hajat dari kantongmu sendiri.

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/5565/%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%88%D9%85-%D8%B9%D9%84%D9%89-%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%82-%D8%A7%D9%84%D8%A3%D9%8A%D8%B3%D8%B1-%D9%85%D9%83%D8%B1%D9%88%D9%87

orang yg rajin baca al-qur'an tidak akan pikun


Ibnu abbas berkata,
من قرأ القرآن لم يرد إلى أرذل العمر لكيلا يعلم بعد علم شيئا، وذلك قوله عز وجل {ثم رددناه أسفل سافلين إلا الذين آمنوا} ، قال: إلا الذين قرءوا القرآن .

"siapa yg selalu membaca al-quran, maka dia tidak akan pikun di usia tuanya, dimana dia tidak tahu lagi apa pun yg dulu pernah diketahuinya. itulah firman Allah; {Kemudian Kami kembalikan dia menjadi pikun di usia tua,* kecuali orang2 beriman},** yaitu kecuali orang2 yg membaca al-quran."
[HR. al-hakim, no. 3952]

al-hakim menshahihkan hadits ini, disepakati oleh adz-dzahabi.
dishohihkan juga syaikh albani dalam shohih attarghib no.1435

Hukum makan bekicot


syubhat 1 : Bekicot termasuk jenis hewan yang tidak mempunyai darah mengalir sehingga tidak dapat disembelih. Allah ta’ala berfirman :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” [QS. Al-Maaidah : 3].
JAWAB : apakah semua yang tidak dapat disembelih itu haram,
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata,

جواز أكل الحلزون بنوعيه : البري والبحري ، ولو طبخ حيّاً فلا حرج ؛ لأن البري منه ليس له دم حتى يقال بوجوب تذكيته وإخراج الدم منه ؛ ولأن البحري منه يدخل في عموم حل صيد البحر وطعامه .

“Boleh saja memakan dua jenis bekicot yaitu bekicot darat dan bekicot air. Sekalipun dimasak hidup-hidup, tidaklah masalah. Karena bekicot darat itu tidak memiliki darah yang mengalir, lantas bagaimana mungkin dikatakan wajib disembelih. Sedangkan bekicot air termasuk dalam keumuman ayat “Dihalalkan bagimu binatang buruan air dan makanan (yang berasal) dari air.” (Fatawa Al Islam Sual Wa Jawab no. 114855)
adapun ayat itu maka itu khusus untuk yang mungkin disembelih.
وقوله: { إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ } عائد على ما يمكن عوده عليه، مما انعقد سبب موته فأمكن تداركه بذكاة، وفيه حياة مستقرة، وذلك إنما يعود على قوله: { وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ }
adapun firman alloh :kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”maka itu kembali ke yang mungkin kembalinya yaitu dari apa-apa yang sah cara matinya yaitu yang mungkin disembelih dan masih hidup saat itu.dan itu kembali ke perkataan sebelumnya yakni yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas.(tafsir ibnu katsir juz 3 hal 22)
syubhat 2 : Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
وَلَا يَحِلُّ أَكْلُ الْحَلَزُونِ الْبَرِّيِّ، وَلَا شَيْءٍ مِنَ الْحَشَرَاتِ كُلِّهَا ....... لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ. وَقَوْلِهِ تَعَالَى: إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ. وَقَدْ صَحَّ الْبُرْهَانُ عَلَى أَنَّ الذَّكَاةَ فِي الْمَقْدُورِ عَلَيْهِ لَا تَكُونُ إِلَّا فِي الْحَلْقِ أَوِ الصَّدْرِ، فَمَا لَمْ يُقْدَرْ فِيهِ عَلَى ذَكَاةٍ فَلَا سَبِيلَ إِلَى أَكْلِهِ: فَهُوَ حَرَامٌ.
“Tidak dihalalkan makan keong darat (bekicot) dan semua jenis hasyaraat…….berdasarkan firman Allah ta’ala : ‘Diharamkan bagimu (memakan) bangkai’ (QS. Al-Maaidah : 3) dan firman-Nya ta’ala : ‘kecuali yang sempat kamu menyembelihnya’ (QS. Al-Maaidah : 3). Dan telah shahih dalam nash bahwa penyembelihan itu dilakukan pada tempat yang telah ditentukan, yaitu pada tenggorokan atau dada. Dan sesuatu yang tidak sanggup untuk disembelih, maka tidak boleh dimakan. Haram hukumnya” [Al-Muhallaa, 6/76-77].
JAWAB : apakah jika tidak disembelih atau dibunuh lewat tenggorokan itu otomatis haram ???
Kami pun mendapatkan unta dan kambing sebagai harta rampasan. Salah seekor unta menjadi liar dan lari, kemudian seorang laki-laki memanahnya dan tepat mengenainya sehingga unta itu diam. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ لِهَذِهِ اْلإِبِلِ أَوَابِدَ كَأَوَابِدِ الْوَحْشِ، فَإِذَا غَلَبَكُمْ مِنْهَا شَيْءٌ فَافْعَلُوْا بِهِ هكَذَا.

“Sesungguhnya unta ini mempunyai sifat liar seperti sifat liar hewan liar, apabila ada unta yang lari lagi, maka perlakukanlah unta itu seperti ini.Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2185)], Shahiih al-Bu-khari (no. 5503, 2448), Shahiih Muslim (no. 1986). Awaabid adalah bentuk jamak dari aabidah yaitu hewan yang menjadi liar dan lari dari manusia. Adapun maksud sabda beliau j: “Perlakukanlah unta itu seperti ini,” mak-sudnya panahlah unta itu sehingga engkau dapat menyembelihnya, jika tidak bisa juga, maka bunuhlah unta tersebut kemudian makanlah.
Dari Abi Tsa’labah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا رَمَيْتَ بِسَهْمِكَ، فَغَابَ عَنْكَ، فَأَدْرَكْتَهُ، فَكُلْهُ، مَا لَمْ يُنْتِنْ.

“Apabila engkau melepaskan anak panahmu dan (hewan itu) hilang kemudian engkau mendapatkannya kembali, maka makanlah selama (hewan itu) belum membusuk.”Shahiih Muslim (III/1532, 1931 (10)
jadi menyembelih pada tenggorokan itu hukum asal tapi bukan barometer satu-satunya penyebab kehalalan.

sebutan disembelih tidak terbatas ditenggorokan saja 

Syuraih –sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata,
كُلُّ شَىْءٍ فِى الْبَحْرِ مَذْبُوحٌ
“Segala sesuatu yang hidup di air telah disembelih (artinya: halal).” (Disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya)
bisa saja dengan merebus,dsb.penyembelihannya dengan cara direbus, dipanggang, atau ditusuk dengan garpu atau jarum hingga mati namun disertai menyebut ‘bismillah’. (Al Mudawanah, 1: 542) 
Imam Malik pernah ditanya tentang suatu hewan di daerah Maghrib yang disebut halzun (bekicot) yang biasa berada di gurun dan bergantungan di pohon, apakah boleh dimakan? Imam Malik menjawab, “Aku berpendapat bekicot itu semisal belalang. Jika bekicot ditangkap lalu dalam keadaan hidup direbus atau dipanggang, maka tidak mengapa dimakan. Namun jika ditemukan dalam keadaan bangkai, tidak boleh dimakan.” (Muntaqo Syarh Al Muwatho’, 3: 110)
syubhat 3: Dan syari’at telah mengecualikan belalang tentang kehalalannya dari hewan yang tidak dapat disembelih ini, sehingga dapat dimakan meskipun dalam keadaan telah mati (bangkai). Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata :
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ: الْجَرَادُ، وَالْحِيتَانِ، وَالْكَبِدُ، وَالطِّحَالُ
“Telah dilhalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah, yaitu : belalang dan ikan, serta hati dan limpa” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 4/55 no. 3894-3895 dan dalam Al-Kubraa 1/254].Oleh karena itu, bekicot masuk dalam keumuman keharaman bangkai
JAWAB : ini pengecualian dari bangkai dan darah saja,bukanlah pengecualian binatang yang tidak dapat disembelih apalagi binatatang yang tidak punya darah yang mengalir.
dan bukan keladziman binatang yg tidak dapat disembelih otomatis dia disebut bangkai.maitah itu bangkai bukan yg tidak dapat disembelih.

soal bangkai bekicot jelaslah itu haram.

Hukum qunut nazilah saat wabah

Syaikh Utsaimin memberi kaidah bagus dalam masalah qunut nazilah:
Jika musibah itu berasal dari Allah maka tidak disyariatkan qunut nazilah.
Adapun jika berasal dari perbuatan zalim manusia maka disyariatkan.
Sedangkan wabah penyakit itu Allah yang menurunkannya sehingga tidak disyariatkan qunut nazilah.
Oleh karena itu di zaman Umar saat terjadi wabah penyakit tha'un tidak ada satupun shahabat yang qunut nazilah. Umarpun tidak memerintahkannya.

Hukum puasa setelah pertengahan sya'ban

Pertanyaan:
Ustadz, apa benar apabila telah lewat pertengahan bulan sya’ban maka tidak boleh berpuasa sunnah ?

Jawab:
Ada sebuah hadits yang menjadi sebab perselisihan di kalangan ulama. Yaitu sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam :

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا

“Apabila telah pertengahan bulan sya’ban maka janganlah kamu berpuasa.” HR Abu Daud dan Attirmidzi.

Menurut jumhur ulama hadits ini lemah. Maka berpuasa sunnah dari pertengahan sya’ban diperbolehkan.
Juga karena ada hadits lain. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Jangan dahului ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa melakukan puasa.” HR Bukhari dan Muslim.

Hadits ini menunjukkan bolehnya berpuasa setelah pertengahan sya’ban.

Sedangkan sebagian ulama lain memandangkan hadits larang berpuasa setelah pertengahan sya’ban itu shahih. Ini pendapat yang dibela oleh ibnu Qayyim dan syaikh Al Bani.

Sehingga atas dasar itu dilarang berpuasa setelah pertengahan sya’ban. Adapun hadits larang mendahului ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari maksudnya bagi mereka yang tidak berpuasa dari awal sya’ban.

Ini ditunjukkan oleh hadits Aisyah:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا

“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam berpuasa sya’ban (hampir) seluruhnya, beliau berpuasa sya’ban kecuali sedikit saja.” HR Bukhari dan Muslim.

Dan ini adalah pendapat ulama madzhab syafi’iyah. Dan kepada pendapat ini saya condong.
Wallahu a’lam

Sumber
Telegram Tanya Jawab Ustadz Badusalam Hafizhohullah

Jumat, 10 April 2020

Sedikit penyesalan dengan diam

DIAMLAH...
MAKA KAU AKAN SEDIKIT MENYESAL

Abu Hatim Al Busti rahimahullahu berkata:

الواجب على العاقل أن يلزم الصمت الى أن يلزمه التكلم

فما أكثر من ندم إذا نطق وأقل من يندم إذا سكت

"Wajib bagi orang yang berakal untuk senantiasa diam sampai datang sesuatu yang mengharuskan dia untuk bicara.

Karena betapa banyak orang yang menyesal ketika berbicara, dan sedikit orang yang menyesal ketika dia banyak diam".

Roudhotul 'Uqola' hal: 43

┈┈•••○○❁✿❁○○•••┈┈•

Kamis, 09 April 2020

Aisyah mencela musik

Aisyah Istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mecela lagu dan musik.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

وَقَدْ كانت عائشة رَضِيَ اللَّهُ عنها صغيرة فِي ذلك الوقت ولم ينقل عنها بعد بلوغها وتحصيلها إلا ذم الغناء وَقَدْ كان ابْن أخيها القاسم بْن مُحَمَّد يذم الغناء ويمنع من سماعه وَقَدْ أخذ العلم عنها.

"Aisyah radhiyalahu anha ketika itu masih kecil. Dan tidak pernah dinukilkan dari Aisyah setelah dia baligh kecuali pencelaannya kepada lagu. Dan keponakannya Al-Qasim bin Muhammad juga mencela lagu dan melarang untuk mendengarkannya. Dan dia mengambil ilmu dari Aisyah" (Talbis Iblis hal. 212)

Hadits sedekah penutup 70 keburukan


الصَّدقةُ تسُدُّ سبعين بابًا من السُّوءِ

Sedekah itu bisa menutup 70 pintu keburukan(HR.thobroni 4/274)
Hadits lemah dilemahkah syeikh albani dalam dhoiful jami' 3543 dan juga suyuti dalam al jami' asshogir 5125

Bolehkah mengucapkan RIP kepada orang kafir


Sebelumnya Maaf ana tegaskan Disini tidak ada sangkut paut nya terhadap seorang artis yang meninggal dunia tetapi ini tentang Aqidah Kaum Muslimin yang sudah Mulai Luntur.

Mengucapkan R.I.P atau arti bahasa indonesia nya Beristirahat Dengan Tenang bagi kaum kafir maka ini Bertentangan Dengan Dalil.

Karena Jika seseorang itu Meninggal dengan dalam keadaan Kafir maka di Dalam Agama Islam maka ia (Orang Kafir) Tidak Meninggal dengan Tenang/Damai, Melainkan Ia meninggal dalam Keadaan Di Laknat Oleh Allah 'Azza wa Jalla.

Bahkan Adzab kubur berupa akan di Tampakkan kepada Mereka Neraka pada Waktu Pagi dan Petang dan itu bukan hanya satu hari, Tapi sampai datang nya hari kiamat.

Di Hari pembalasan nanti Orang orang Kafir di Tempatkan di Neraka paling bawah yakni Neraka Jahannam.

Allah Ta'ala berfirman,

وَلِلَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ.
.
“Dan orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Mulk: 6)

Tetapi apakah Boleh Kaum Muslimin Mengucapkan Innalillahi wa Innailahi rojiun kepada Kaum Kafir?

Boleh, ini sesuai Fatwa Syaikh bin Baz Rahimahullah Ta'ala, "“Seorang kafir jika meninggal, tidak mengapa kita ucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, alhamdulillah, semisal keluargamu, ini tidak mengapa. Manusia kembali kepada Allah dan semuanya milik Allah, tidak mengapa hal seperti ini..." Tetapi untuk Mendoakan spt Semoga di Terima di sisi Tuhan, Mendoakan kebaikan, Mendoakan agar dosa di ampuni, Maka ini TIDAK BOLEH, dan HARAM

Allah Ta'ala Berfirman,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ.
.
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim. (at-Taubah: 113).

Hadits shodaqoh tolak bala'


باكروا بالصدقة فإن البلاء لا يتخطى الصدقة
"Bersegeralah kamu untuk bersedekah;kerana sesungguhnya bala-bencana itu tidak lah akan melangkah (melintasi) sedekah.''
[HR.Al-Baihaqi 4/189]

Hadits lemah sekali menurut syaikh albani dalam dhoiful jami' 2317.hadits palsu menurut ibnu aljauzi dalam maudhu'at 2/483

Menyanyi kebiasaan nasrani

#ANDA NASHRANI??

Syaikhul islam ibnu taimiyah rahimahullah berkata:

"SESUNGGUHNYA, ORANG-ORANG SESAT (NASHRANI) ENGKAU AKAN MENDAPATI KEBANYAKAN ACARA KEAGAMAAN MEREKA TEGAK DENGAN NYANYIAN-NYANYIAN MERDU DAN LUKISAN-LUKISAN INDAH. OLEH KARENA ITU, TIDAKLAH PERHATIAN MEREKA KEPADA URUSAN AGAMANYA MELEBIHI URUSAN NADA-NADA. KEMUDIAN, DARI KEBIASAAN NASHRANI YG MENJADIKAN NYANYIAN-NYANYIAN SEBAGAI BAGIAN DARI AGAMA MEREKA, ENGKAU AKAN MENDAPATI KEBANYAKAN UMAT INI (ISLAM) TELAH TERTIMPA MUSIBAH-MUSIBAH SENANG MENDENGARKAN KASIDAH-KASIDAH, JUGA PERBAIKAN HATI DAN SUASANA DENGAN MENDENGARKAN KASIDAH-KASIDAH TERSEBUT YG DI DALAMNYA TERDAPAT KESERUPAAN DENGAN KEADAAN ORANG-ORANG YG SESAT (NASHRANI)

{SYARH IQTIDHA' AL-SHIROTH AL-MUSTAQIM HALAMAN 30}

Semoga bermanfaat🌹

PENGINGKARAN KERAS UMMUL-MU'MININ 'AISYAH radhiyallahu anha TERHADAP PENYANYI


       بسم الله الرحمن الرحيم

 Telah populer akhir-akhir ini munculnya seorang penyanyi yang isi nyanyiannya menggambarkan tentang Ummul-Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu anha.

Ketahuilah -saudaraku semoga Allah memberikan kita petunjuk- sesungguhnya nyanyian adalah haram di dalam syariat yang mulia ini. Menjadikan nyanyian sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah adalah bid'ah yang mungkar, menyelisihi kesepakatan kaum Muslimin.

Berkata Al-Hafidz Ibnush-Shalãh Asy-Syafi'i As-Salafi rahimahullah:

وقولهم في السماع (إنه من القربات والطاعات) قول مخالف لإجماع المسلمين.

 Pendapat mereka tentang nyanyian: "bahwasanya nyanyian termasuk qurbah (pendekatan diri) dan ketaatan" adalah pendapat yang MENYELISIHI KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN.
📚(Dinukil oleh Ibnul-Qayyim dalam Kasyful-Ghithâ':39, lihat As-Saif Al-Yamâni Alâ Man Abâhal-Aghâni Lisyaikhina Al-Imâm:100)

Sekiranya Ummul-Mu'minin masih hidup dan melihat orang yang menyanyikan tentang beliau, sungguh beliau akan ingkari. Sungguh telah datang atsar yang mulia dari Ummul-Mu'minin Aisyah radhiyallahu anha yang menunjukkan pengingkaran beliau yang sangat keras terhadap penyanyi.

Dari Ummu Alqomah rahimahallah:
ﺃﻥ ﺑﻨﺎﺕ ﺃﺧﻲ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﺧﻔﻀﻦ ﻓﺄﻟﻤﻦ ﺫﻟﻚ، ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻌﺎﺋﺸﺔ: ﻳﺎ ﺃﻡ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ، ﺃﻻ ﻧﺪﻋﻮ ﻟﻬﻦ ﻣﻦ ﻳﻠﻬﻴﻬﻦ؟ ﻗﺎﻟﺖ: " ﺑﻠﻰ، ﻗﺎﻟﺖ: ﻓﺄﺭﺳﻞ ﺇﻟﻰ ﻓﻼﻥ اﻟﻤﻐﻨﻲ ﻓﺄﺗﺎﻫﻢ، ﻓﻤﺮﺕ ﺑﻪ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﺒﻴﺖ، ﻓﺮﺃﺗﻪ ﻳﺘﻐﻨﻰ، ﻭﻳﺤﺮﻙ ﺭﺃﺳﻪ ﻃﺮﺑﺎ، ﻭﻛﺎﻥ ﺫا ﺷﻌﺮ ﻛﺜﻴﺮ، ﻓﻘﺎﻟﺖ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ:" ﺃﻑ، ﺷﻴﻄﺎﻥ ﺃﺧﺮﺟﻮﻩ، ﺃﺧﺮﺟﻮﻩ، ﻓﺄﺧﺮﺟﻮﻩ

 Bahwasanya sebagian anak perempuan dari saudara Aisyah dikhitan (sunat) sehingga mereka merasakan sakit, maka dikatakan kepada Aisyah: wahai Umm-Mu'minin, bolehkah kita mengajak orang yang menghibur mereka? Aisyah menjawab: iya (boleh). Maka dicarilah penyanyi fulan, lalu ia mendatangi mereka (untuk menghibur).

Aisyah pun mendatangi rumah saudaranya, beliau melihat orang itu sedang menyanyi, sambil menggoyang kepalanya karena keasyikan (menyanyi), penyanyi itu berambut tebal. Maka Aisyah pun menegur: Hus! Ini Syaitan, keluarkan dia! Keluarkan dia!.
Mereka pun mengeluarkan sang penyanyi.

📚Atsar ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1247), dan Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (10/223) dan ini lafaznya, dengan sanad hasan. Dishahihkan oleh Ibnu Rajab dalam Nuzhatul-Asma':55, dan dihasankan Al-Albani dalam Ta'liqnya atas Al-Adab Al-Mufrad.

 📝Jika ada yang berkata: Ummu Alqomah namanya adalah Marjanah. Al-Hafizh Ibnu Hajar menghukuminya maqbulah (jika ada yang mengikuti riwayatnya maka diterima, jika tidak maka lemah), adapun Adz-Dzahabi mengatakan: la tu'raf (tidak dikenal), dalam Al-Kasyif beliau katakan: wuttsiqot (ditsiqahkan) dengan shigah tamrid.

Saya katakan: Ummu Alqamah bisa kita hukumi Shaduqah sekalipun tidak sampai pada tingkat tsiqah. Hal ini berdasarkan beberapa pendukung:

-Ummu Alqomah ditsiqahkan oleh Al-Ijli dalam Ats-Tsiqat (2116), dan disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqat (5/466), dan meriwayatkan darinya dua perawi tsiqoh yaitu: anaknya Alqomah dan Bukair bin Al-Asyaj. Rawi yang seperti ini ditsiqahkan oleh sebagian ulama, atau minimal haditsnya dihasankan.

-Al-Imam Al-Bukhari mengeluarkan riwayat Ummu Alqamah dalam Shahihnya secara muallaq di "Bab Al-Hijamah wal-Qai' Lish-Shaim" dengan shighah jazm. Beliau berkata:
قال بكير عن أم علقمة: كنا نحتجم عند عائشه، فلا تنهى.
Berkata Bukair (Ibnul-Asyaj) dari Ummu Alqamah: kami berbekam di sisi Aisyah, beliau tidak melarang kami.

 Bahkan beliau menjadikan atsar ini hujjah dalam kitabnya Al-Tarikh Al-Kabir (2/180) ketika beliau melemahkan hadits:
(ﺃﻓﻄﺮ اﻟﺤﺎﺟﻢ ﻭاﻟﻤﺤﺠﻮﻡ)
 Telah batal puasa orang yang berbekam dan dibekam.

Beliau sebutkan salah satu riwayat hadits ini dari Laits dari Atha' dari Aisyah. Kata Al-Bukhari: tidak shahih.
Lalu beliau membawakan riwayat dari Aisyah yang menguatkan bahwa hadits Aisyah tersebut tidak shahih. Beliau sebutkan atsar Ummu Alqamah dari Aisyah sebagaimana di atas.

Ini menunjukkan kalau beliau berhujjah dengan hadits Ummu Alqamah. Wallahu A'lam.

-Al-Hafizh Ibnu Abdil-Barr meshahihkan riwayat Ummu Alqamah dalam kitab Muwattha' Al-Imam Malik.

Setelah menyebutkan hadits pertama yang diriwayatkan Alqamah dari ibunya Marjanah Ummu Alqamah, beliau berkata:

 ﻭاﻟﺤﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺘﺼﻞ ﻟﻤﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻋﻠﻘﻤﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻋﻠﻘﻤﺔ ﻋﻦ ﺃﻣﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ

 Hadits ini shahih bersambung dari Malik dari Alqamah bin Abi Alqamah dari ibunya dari Aisyah.
(At-Tamhid:20/108)

وبالله التوفيق.

Rabu, 08 April 2020

Doa tolak bala' berisi kesyirikan(lii khomsatun)

*Awas, Beredar Anjuran Doa Tolak Bala Rasa Syi'ah Bumbu Syirik*
----------------------

Mungkin banyak orang yang tidak memperhatikan. terdapat himbauan agar umat muslim membaca doa tolak bala yang lafaznya sebagai berikut;

لي خمسة أطفي بها حر الوباء الخاتمة ** المصطفى والمرتضى وابناهما وفاطمة

Artinya:
_"aku punya lima (sosok), yang dengannya aku memadamkan panasnya wabah, -mereka adalah- Nabi penutup al-Musthofa, al-Murtadho ('Ali), kedua putranya (Hasan & Husein), dan Fathimah "_

Berikut adalah beberapa tanggapan atas doa yang dikatakan doa tolak bala tersebut:

1. Sebenarnya, lafaz yang dikatakan doa tolak bala tersebut adalah syair yang dinukil oleh Ahmad Ridho Khan al-Balerwi (1856-1921) pendiri Tarekat Sufi al-Balerwiyyah dari Pakistan. Dia terindikasi kuat pengagum berat Syi'ah namun berkedok Sunni. Syair yg dinukilnya dalam al-Fatawa ar-Radhwiyyah (6/187) itu berbunyi:

لِي خَمْسَةٌ أُطْفِي بِهاَ حَرَّ الوَباَءِ الحاطِمَة
المُصْطَفَى وَالمُرتَضَى وَابْناَهُماَ وَفَاطِمَة

Artinya:
_"aku punya lima (sosok), yang dengannya aku memadamkan panasnya wabah yang dahsyat, -mereka adalah-; al-Musthofa (Nabi), al-Murtadho ('Ali), kedua putranya (Hasan & Husein), dan Fatimah "_

Tulisan-tulisan Ahmad Ridho Khan al-Balerwi banyak sekali mengandung pengkultusan melampaui batas pada Ahlul Bait. Dia juga sering membawakan riwayat-riwayat Syi'ah, seperti;

إن علياً قسيم النار

"Sesungguhnya 'Ali dalah pembagi neraka". [al-Amnu wal-'Ula: 58, al-Balerwi]

2. Jelas sekali lafaz syair yang dikatakan doa tolak bala tersebut tidak mengandung ungkapan permintaan kepada Allah sama sekali, justru mengandung unsur kesyirikan, jika melihat makna zhahirnya. Paling tidak syirik kecil, jika dimaksudkan sebagai tawassul kepada Allah melalui _jah_ (kehormatan) Nabi dan Ahlul Bait. Karena tidak ada riwayat yang shahih bahwa para sahabat-sahabat terkemuka semisal Abu Bakar dan 'Umar, dan juga ribuan Sahabat lainnya, pernah bertawassul dengan _jah_ Ahlul Bait sepeninggal Nabi.

Tawassul yang disyariatkan, hanya ada tiga (3) bentuk;
🍒 Tawassul dengan amal shalih
🍒 Tawassul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah dalam doa.
🍒 Tawassul melalui do'anya orang shalih yang masih hidup.
Hanya tiga ini yang ada dalil-dalilnya yang shahih.

3. Adapun jika diyakini bahwa kelima hal itu mampu dengan sendirinya menangkal bala', maka jelas ini termasuk syirik besar yang bisa mengeluarkan dari Islam, na'udzubillah.

4. Lalu di manakah Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa dalam lafaz syair yang katanya doa tolak bala tersebut? Sama sekali tidak disebutkan Allah di situ. Padahal hanya Dia yang mengabulkan doa. Hanya Dia yang mampu menolak dan mengangkat bala'. Bahkan Dia-lah yang menciptakan Rasullulah 'alaihissholatu wassalam, 'Ali, Fathimah, Hasan, dan Husein radhiallahu 'anhum ajma'in.

5. Kenapa justru bukan doa-doa dari al-Quran atau yang asli datang dari Nabi yang dianjurkan? Doa manakah yang lebih mulia dan lebih hebat; doa yang diturunkan Allah, yang diajarkan langsung oleh Rasulullah, ataukah doa buatan manusia yang tidak jelas siapa dia, yang justru lebih kental aroma Syi'ah-nya?

6. Jika kita renungkan, justru doa-doa tolak bala yang diajarkan al-Quran atau yang dituntunkan Rasullulah, mengandung ikrar Tauhidullah. Ini jauh bertolak belakang dengan kandungan lafaz syair yang katanya doa tolak bala tersebut.

Contohnya, lafaz dzikir yang diucapkan oleh Yunus 'alaihissalam ketika ditelan ikan Hut yang besar:

لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَٰنَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

_”Tidak ada ilah yang berhak diibadahi (dan dimintai pertolongan) selain Engkau Ya Allah, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zhalim.”_ -Sura Al-Anbiya': 87.

Berkat tahlil dan tasbih tersebut, Allah menyelamatkan Yunus 'alaihissalam.

Adapun dzikir yang diajarkan Nabi ketika terjadi kesusahan dan kesempitan, contohnya adalah;

لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ العَظِيمُ الحَلِيمُ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيمِ، لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأرْضِ وَرَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ

_"Tidak ada ilah selain Allah yang Maha Agung lagi Maha Penyantun (yang tidak tergesa-gesa dalam menghukum). Tidak ada ilah selain Allah, Rabbnya 'Arsy yang agung. Tidak ada ilah selain Allah, Rabb bagi segenap langit dan bumi, dan Rabbnya 'Arsy yang mulia."_ [Shahih al-Bukhari: 7426, Muslim: 2730]

Lihatlah, semuanya mengandung ikrar Tauhid. Berarti dengan tauhid, kita akan diselamatkan di dunia dan akhirat.

7. Justru di saat-saat seperti ini, seluruh umat semestinya kembali murni menyeru Allah semata. Sungguh aneh, justru orang-orang musyrik terdahulu, jika mengalami suasana genting, mereka kembali memurnikan doa mereka hanya kepada Allah saja. Mereka lupakan berhala-berhala mereka. Allah pun menyelamatkan mereka. Hanya saja, setelah mereka diselamatkan Allah, mereka kembali berbuat kesyirikan dengan menyeru selain Allah.

فَإِذَا رَكِبُواْ فِي ٱلۡفُلۡكِ دَعَوُاْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ فَلَمَّا نَجَّىٰهُمۡ إِلَى ٱلۡبَرِّ إِذَا هُمۡ يُشۡرِكُونَ

_"Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)."_ -Sura Al-Ankabut: 65.

Nah, apakah kita justru akan melakukan sebaliknya? Menyeru selain Allah di saat musibah seperti ini? Kita tidak boleh lupa, bahwa binasanya umat-umat terdahulu, justru karena mereka berbuat kesyirikan, mereka menyeru kepada selain Allah. Ini banyak dikisahkan dalam al-Quran.

Tidak ada tempat berlari dari azab Allah melainkan dengan kembali kepada Allah semata, dengan menghilangkan sekecil apapun ketergantungan di hati terhadap makhluk.

________
*Referensi:*
--- موسوعة الفرق: الطريقة البريلوية (dorar.net)

Tabiin mengkhususkan shalat nisyfu sya'ban berjamaah?

Itu hanya berdasarkan isroiliyyat bukan dalil shohih

Imam al-haitami berkata,
 وَالْحَاصِلُ أَنَّ لِهَذِهِ اللَّيْلَةِ فَضْلًا وَأَنَّهُ يَقَعُ فِيهَا مَغْفِرَةٌ مَخْصُوصَةٌ وَاسْتِجَابَةٌ مَخْصُوصَةٌ وَمِنْ ثَمَّ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِيهَا وَإِنَّمَا النِّزَاعُ فِي الصَّلَاةِ الْمَخْصُوصَةِ لَيْلَتهَا وَقَدْ عَلِمْت أَنَّهَا بِدْعَةٌ قَبِيحَةٌ مَذْمُومَةٌ يُمْنَعُ مِنْهَا فَاعِلُهَا ، وَإِنْ جَاءَ أَنَّ التَّابِعِينَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ كَمَكْحُولٍ وَخَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانَ وَغَيْرِهِمْ يُعَظِّمُونَهَا وَيَجْتَهِدُونَ فِيهَا بِالْعِبَادَةِ ، وَعَنْهُمْ أَخَذَ النَّاسُ مَا ابْتَدَعُوهُ فِيهَا وَلَمْ يَسْتَنِدُوا فِي ذَلِكَ لِدَلِيلٍ صَحِيحٍ وَمِنْ ثَمَّ قِيلَ أَنَّهُمْ إنَّمَا اسْتَنَدُوا بِآثَارٍ إسْرَائِيلِيَّةٍ وَمِنْ ثَمَّ أَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ أَكْثَرُ عُلَمَاء الْحِجَازِ كَعَطَاءٍ وَابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ وَفُقَهَاء الْمَدِينَة وَهُوَ قَوْلُ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمْ قَالُوا وَذَلِكَ كُلُّهُ بِدْعَةٌ إذْ لَمْ يَثْبُت فِيهَا شَيْءٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِهِ . (الفتاوي القهية الكبري)

"Kesimpulannya, sesungguhnya malam nishfu sya'ban ini mempunyai keutamaan n bahwasanya di dalamnya terdapat ampunan khusus serta dikabulkannya doa secara khusus. Itulah, imam asy-syafi'i berkata; 'sesungguhnya doa pd malam itu mustajab.’ Jadi, yg diperselisihkan adlh shalat yg dikhususkan pd malam ini, n sungguh engkau telah mengetahuinya bahwa ia adlh bid'ah yg buruk lg tercela, dmana kita dilarang melakukannya. Meskipun, ada yg mengatakan bahwa kaum tabi'in dari syam, seperti makhul, khalid bin ma'dan, luqman, dll. mereka mengagungkan mlm ini n bersungguh2 dlm beribadah. N dari merekalah orang2 mengadakan bid'ah pd malam itu tanpa bersandarkan dalil yg shahih. Lebih dari itu, sesungguhnya mereka bersandar pd atsar2 israiliyat yg diingkari oleh mayoritas ulama hijaz, seperti atho' n ibnu abi mulaikah, serta para fuqoha madinah. N ini adlh pendapat asy-syafi'i, malik, n selain mereka, dmana mereka mengatakan semua itu bid'ah yg tdk ada dasarnya sedikit pun dari nabi saw n jg tdk seorang pun dari sahabatnya."
[al-fatawa al-fiqhiyah al-kubra, jld 2, hlm 80-81]

Selasa, 07 April 2020

Kesesatan lirik lagu aisyah

DUHAI BIDUWANITA DAN PASANGAN DUETNYA YANG LAGI MEMBUMINGKAN MUSIK YANG DI IRINGI SYAIR (DUSTA).
BERTAUBATLAH KALIAN.
--------------------------------------------

*DARI MBS 01*

Ijin menanyakan akhi Danton sekarang lagi heboh lagu tentang A'isyah Rodhiallohuanha istri dari Rosululloh sholallohu alaihi wassalam termasuk menghina beliau atau tidak akhi
Apakah kita boleh mendo'akan kehinaan bagi orang2 yg suka menghina Nabi sholallohu alaihi wassalam atau ibunda A'isyah Rhodiallohu anha
Mohon pencerahan akhi
---------------
Jika Menghina jelas tidak..
Tapi bait2 Sya'ir itu jelas (BERDUSTA) atas Nama Nabiﷺ dan 'Aisyah radhyallahu 'anha..
Dikatakan dalam bait sya'irnya : "Bila marah, Nabi kan bermanja mencubit hidungmu.."

Ana tak menemui riwayat seperti ini di kitab Hadist Manapun serta Dalam Sirah Nabawiyyah.
Kapan Nabiﷺ jika marah mencubit hidung 'Aisyah ?
Dalam kitab apa di sebutkan perbuatan Nabiﷺ ini ?
Oleh karena itu, perbuatan ini adalah Perbuatan (BERDUSTA) kepada Nabiﷺ dan 'Aisyah radhyallahu 'anha..

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291)

Karena setiap perkataan, perbuatan dan seluruh sisi2 kehidupan Nabiﷺ merupakan Hujjah dan Hukum dalam Islam..
Jika dikatakan Nabiﷺ tatkala marah mencubit hidung 'Aisyah, maka konsekuensi hukumnya adalah :

*DI SUNAHKAN JIKA MARAH KEPADA ISTERI, MAKA PARA SUAMI MEMEGANG (MEMENCET) HIDUNG ISTERINYA DAN BERMANJA2 KEPADANYA..?!"*

Maka jelas hal ini adalah kedustaan ! Karena Nabiﷺ memerintahkan kepada kita,

إِذَا غَضِبَ الرَّجُلُ فَقَالَ أَعُوْذُ بِاللهِ ، سَكَنَ غَضْبُهُ
“Jika seseorang dalam keadaan marah, lantas ia ucapkan, ‘A’udzu billah’, maka redamlah marahnya.” (Silsilah Hadits Ash-Shahihah No. 1376)

Atau :

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika salah seorang di antara kalian marah, maka diamlah.” (HR. Ahmad I/239) dll

Jadi, walaupun bait2 sya'ir tersebut tujuannya memuji, namun tidak seharusnya di lakukan dengan berdusta dan bertambah pula dengan musik2 yang diharamkan..
------------

Dan tidak boleh mendo'akan keburukan dan mencaci maki orang lain,

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ
"Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang didzalimi." (QS. al-Maidah: 148)

Senin, 06 April 2020

Bintang tsuroyya tanda hilangnya wabah


 إذا طلعَ النَّجمُ ذا صباحٍ رُفِعَتِ العاهةُ
Ketika muncul bintang(tsuroyya) pagi hari diangkatlah wabah
الراوي : أبو هريرة.
المحدث : أحمد شاكر.
المصدر : مسند أحمد.
الصفحة أو الرقم: 16/207.
خلاصة حكم المحدث : إسناده ضعيف.
التخريج: أخرجه أحمد (8476).
Lafadz lain
إذا طَلَعتِ الثُّريَّا صباحًا رُفِعَتِ العاهةُ عن أهلِ البَلَدِ.
Ketika muncul bintang tsuroyya pagi hari, diangkatlah wabah dari penduduk suatu negeri

hadits ini dilemahkan syekh ahmad syakir juga syeikh albani dalam silsilah addhoifah:367 namun dishohihkan syeikh al arnout dalam takhrij muskil al aatsar hal.2288-2290
wabah yg dimaksud adalah wabah tanaman atau hama.
Tsuroyya adalah bintang yg muncul di pagi awal musim kemarau

Minggu, 05 April 2020

Bermain bersama ayah

Buku2 antropologi tentang fatherhood menemukan fakta bahwa sepanjang sejarah, bermain bersama anak adalah urusan ayah. Ternyata bermain bersama Ayah, membangun kecerdasan sosial, anak memahami aturan dengan kasadaran tanpa keterpaksaan. Konon, jika ayah bermain bersama anak, ia lebih fokus dan asyik menikmati. Konon bermain bersama bunda kurang asyik, krn bunda tak fokus, otaknya bercabang, mungkin ingat jemuran dan cucian. Hmm, anak memang makhluk yg paling sensitif pd ketidaktulusan.
Begitupula bertutur atau berkisah, para pakar "fathering" juga mengatakan bahwa para ayah lebih mengena pesannya dan mendalam makna tuturnya. AlQuran bahkan mencatat dialog ayah dgn anak ada 14 dialog, sementaea ibu dan anak hanya 2 dialog. Karena ayah ayah keren sepanjang sejarah, lisan dan narasinya hebat. Walau kata2nya tak banyak, konon mendalam dan berkesan. Sebaliknya, para ibu, konon kata katamya banyak, namun tak jelas. Karenanya, itulah mungkin mengapa syurga bukan di mulut bunda tetapi di telapak kaki bunda. Jadi para Ayah jalankan peran hebatmu, para Ibu punya peran lain yg sama sama hebat. #fitrahbasedlife