Sabtu, 31 Agustus 2019

Rahmat Alloh memberi tempo 6 jam pelaku maksiat


اِنَّ صَاحِبَ الشَّمَالِ لَيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ فَإِنْ نَدِمَ وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا اَلْقَاهَا وَاِلاَّ كُتِبَتْ وَاحِدَةً

“Sesungguhnya malaikat yang berada di sebelah kiri mengangkat pena (tidak mencatat) selama enam jam ketika seorang hamba  muslim melakukan dosa. Jika ia menyesali perbuatannya dan meminta ampunan Allah, maka dilepaslah pena itu, namun jika tidak demikian, maka akan dicatat satu dosa.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dihasankan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahiihah (1209)).

Kamis, 22 Agustus 2019

Tidak menjawab adzan itu teledor

Ibnu Mas’ud menilai, tidak menjawab adzan termasuk tindakan teledor.
أربع من الجفاء …، وأن يسمع المؤذن فلا يجيبه في قوله
“Ada 4 perbuatan yang termasuk sikap teledor (terhadap agama), (diantaranya),… ada orang mendengar muadzin, namun dia tidak menjawab ucapannya.” (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi, no. 3552).

Adzan walaupun shalat wajib sendirian


Hadis dari Abu Sha’sha’ah al-Anshari, bahwa beliau pernah dinasehati sahabat Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu,

إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ، فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ، أَوْ بَادِيَتِكَ، فَأَذَّنْتَ بِالصَّلاَةِ، فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ، فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ، وَلاَ شَيْءٌ، إِلاَّ شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم

Saya lihat, kamu suka menggembala kambing dan berada di tempat yang jauh dari pemukiman. Ketika kamu jauh dari pemukiman, (ketika masuk waktu shalat), lakukanlah adzan dan keraskan suara adzanmu. Karena semua jin, manusia atau apapun yang mendengar suara muadzin, akan menjadi saksi kelak di hari kiamat. Seperti itu yang aku dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 3296, Ahmad 11393 dan yang lainnya).

Meskipun Abu Sha’sha’ah sendirian, beliau tetap dianjurkan adzan ketika hendak shalat wajib.

Doa orang yang menjawab adzan mustajab


Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, beliau bercerita,

Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Ya Rasulullah, para muadzin mengalahkan kami dalam menggapai keutamaan..

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قُلْ كَمَا يَقُولُونَ فَإِذَا انْتَهَيْتَ فَسَلْ تُعْطَهْ

Ucapkan seperti yang diucapkan muadzin, jika kamu telah selesai, berdoalah maka kamu akan diberi. (HR. Abu Daud 524, Ibn Hibban 1695 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth dan albani)

Syurga bagi orang yang menjawab adzan dengan penuh keyakinan


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,

Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Bilal mengumandangkan adzan. Ketika beliau sudah selesai, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَالَ مِثْلَ مَا قَالَ هَذَا يَقِينًا، دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Siapa yang mengucapkan seperti yang dilantunkan orang ini – Bilal – dengan yakin maka dia akan masuk surga. (HR. Ahmad 8624, Nasai 674 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth dan syaikh albani)

Minggu, 18 Agustus 2019

Syiah mencela hasan bin ali


umat sunni hingga saat ini meyakini bahwa sikap Al Hasan ini sebagai wujud nyata dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya:

“Sejatinya putraku ini adalah seorang pemimpin, dan semoga dengannya Allah menyatukan dua kelompok besar dari umat Islam.” (Bukhari)

Namun tahukah anda bahwa umat sunni yang mengapresiasi kebesaran jiwa Al Hasan ini ternyata tidak diteladani oleh penganut Syi’ah. Beberapa referensi Syi’ah malah menukilkan sikap yang berlawan arah. Beberapa tokoh Syi’ah malah menganggap sikap Al Hasan ini sebagai bentuk pengkhianatan.

Pada suatu hari, seorang  tokoh Syi’ah bernama Sufyan bin Laila berkunjung ke rumah Al Hasan bin Ali. Didapatkan beliau sedang duduk-duduk sambil berselimut di depan rumahnya. Sepontan Sufyan bin Laila mengucapkan salam kepada Al Hasan dengan berkata: “Semoga keselamatan atasmu, wahai orang yang telah menghinakan kaum mukminin! Karena merasa ganjil dengan ucapan selamat yang disampaikan oleh Sufyan, Al Hasan bertanya: Darimana engkau mengetahui hal itu? Ia menjawab: Engkau telah memangku kepemimpinan, lalu engkau melepaskannya dari bahumu. Selanjutnya engkau sematkan kepemimpinan itu di bahu penjahat ini agar ia leluasa menerapkan hukum selain hukum Allah.”

Kisah ini bisa anda temui pada beberapa refensi agama Syi’ah, semisal: Al Ikhtishash karya As Syeikh Al Mufid wafat thn: 413 H, hal: 82,  Ikhtiyaar Ma’rifat Ar Rijal, karya As Syeikh At Thusi wafat thn: 460, hal: 1/327 & Bihaarul Anwaar karya Muhammad Baqir Al Majlisi wafat thn: 1111 H, hal: 44/24.

Sabtu, 17 Agustus 2019

Salam kepada wanita muda,cantik itu makruh



Imam Malik bin Anas ditanya tentang hukum mengucapkan salam kepada wanita, maka beliau menjawab, “Kepada wanita tua tidak apa-apa. Sedangkan kepada wanita muda, saya tidak menyukainya.”[Al-Muwaththa` no. 1.722] Jawaban serupa juga diberikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.[Al-Adab asy-Syar’iyyah 1/352.] Imam an-Nawawi berkata,” Adapun salam antara wanita dengan pria, jika si wanita adalah istri, budak atau mahramnya, maka hukumnya seperti salam antara pria dengan pria ; sunnah memulai salam dan wajib menjawabnya. Adapun jika si wanita bukan mahram, jika ia cantik sehingga dikhawatirkan ada yang tergoda, lelaki tidak usah mengucapkan salam kepadanya. Dan jika itu terjadi, si wanita tidak perlu menjawab salamnya. Demikian pula sebaliknya.” [Al-Adzkâr, hlm. 407.]

Selasa, 13 Agustus 2019

TAKHRIJ HADITS MAN JADDA WAJADA


Tersebar ucapan : “من جدّ وجد” (Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan). Apakah ini adalah hadits Nabawi?

Jawab : ini bukan hadits nabawi, Imam Al Ghoziy dalam “Al Jaddu Al Hatsiis” berkata :

من جد وجد وربما قيل  من طلب وجد وجد هو بمعنى  لكل مجتهد نصيب وليسا في الحديث

“Hadits Man Jadda wajada, terkadang dikatakan Man Tholaba wa Jadda wajada adalah semakna dengan (Setiap orang yang bersungguh-sungguh, akan mendapatkan bagian), itu semuanya bukan hadits”.

Berkata penulis “Kasyful Khufaa’” :

في التمييز ليس بحديث بل هو من الأمثال السائرة وقال القاري لا أصل له بل هو من كلام بعض السلف وكذا حديث من لج ولج

“Dalam kitab “At Tamyiiz” : ‘ini bukan hadits, namun sajak’. Imam Al-Qooriy berkata : ‘tidak ada asalnya, ini adalah ucapan sebagian ulama Salaf, demikian juga dengan hadits Man Lajja walaja”.

IBNU ABBAS RADHIYALLAHU ANHU DIDUGA MELAKUKAN TAKWIL -KURSIY ADALAH ILMU-


Telah masyhur ayat kursi yang berbunyi :
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Kekal lagi terus menerus mengurus makhlukNya, tidak mengantuk dan tidak tidur KepunyaanNya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang meraka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS : Al-Baqarah : 255).


Sebagian ahli bid’ah bergembira ketika menemukan takwil Ibnu Abbas radhiyallahu anhu terhadap makna Firman Allah subhanahu wa ta’aalaa “وَسِعَ كُرْسِيُّهُ”, dikatakan beliau menakwilnya dengan Ilmu Allah. Mereka menemukan takwil tersebut dalam kitab tafsir ulama, diantaranya tertera dalam Tafsir Imam ath-Thabari (5/397-398, cet. Muasasah ar-Risalah) beliau menulis :
حدثنا أبو كريب وسلم بن جنادة، قالا حدثنا ابن إدريس، عن مطرف، عن جعفر بن أبي المغيرة، عن سعيد بن جبير، عن ابن عباس:”وسع كرسيه” قال: كرسيه علمه.
حدثني يعقوب بن إبراهيم، قال: حدثنا هشيم، قال: أخبرنا مطرف، عن جعفر بن أبي المغيرة، عن سعيد بن جبير، عن ابن عباس، مثله. وزاد فيه: ألا ترى إلى قوله:”ولا يؤوده حفظهما”؟
Semuanya sanadnya bermuara kepada Ja’far bin Abil Mughiroh, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas beliau berkata : “kursi-Nya adalah Ilmu-Nya”.

Namun antum wahai mubtadi’ jangan gembira dulu, karena yang mempelopori pernyataan ini adalah kaum Jahmiyyah. Bisyir bin Ghiyaats al-Mariisiy (w. 218 H) dengan “pede” mengatakan :
فَمَعْنَى الْكُرْسِيِّ الْعِلْمُ، فَمَنْ ذَهَبَ إِلَى غَيْرِ الْعِلْمِ أَكْذَبَهُ كِتَابُ اللَّهِ تَعَالَى
“makna kursiy adalah ilmu, maka barangsiapa yang mengatakan selain ilmu, berarti ia telah mendustakan Kitabullah Ta’aalaa”.

Siapakah Bisyir al-Mariisiy ini?, Imam adz-Dzahabi dalam Mizaanul I’tidaal (1/322) berkata tentangnya :
مبتدع ضال، لا ينبغي أن يروى عنه ولا كرامة.
“ahlu bid’ah sesat, tidak selayaknya meriwayatkan darinya dan tidak ada kemulian baginya”.
Sedangkan Imam az-Zrekliy dalam “al-A’laam” (2/55) berkata tentangnya :
فقيه معتزلي عارف بالفلسفة، يرمى بالزندقة. وهو رأس الطائفة (المريسية) القائلة بالإرجاء، وإليه نسبتها. أخذ الفقه عن القاضي أبي يوسف، وقال برأي الجهمية،
“faqiih, mu’taziliy, jago filsafat, dituduh dengan zindik, dia adalah gembongnya sekte “al-Mariisiyyah” yang mengusung murji’ah, dan paham ini dinisbatkan kepadanya. Belajar fiqih kepada Qodhi Abu Yusuf, dan dikatakan dia menganut Jahmiyyah”.
Jadi dari penilaian Imam az-Zrekliy semua aliran kesesatan masuk dalam dirinya.

Perkataan Bisyir diatas, dinukil oleh Imam Utsman bin Sa’id ad-Daarimiy penulis kitab sunan yang dimasukkan sebagai Kutubut Tis’ah, dalam kitabnya yang memang ditulis untuk membantah Bisyir al-Mariisiy yang berjudul “Naqd Imam ad-Darimiy ‘alaa Bisyir al-Mariisiy” (1/411, cet. Maktabah ar-Rusydiy). Kemudian setelah menukil ucapan yang penuh percaya diri dari Bisyir diatas, Imam ad-Daarimiy berkata :
فَيُقَالُ لِهَذَا الْمَرِيسِيِّ: أَمَّا مَا رَوَيْتَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فَإِنَّهُ مِنْ رِوَايَةِ جَعْفَرٍ الْأَحْمَرِ وَلَيْسَ جَعْفَرٌ مِمَّنْ يُعْتَمَدُ عَلَى رِوَايَتِهِ، إِذْ قَدْ خَالَفَتْهُ الرُّوَاةُ الثِّقَاتُ الْمُتْقِنُونَ. وَقَدْ رَوَى مُسْلِمٌ الْبَطِينُ، عَنْ سَعِيدِ بن جُبَير، عَن ابْنِ عَبَّاسٍ فِي الْكُرْسِيِّ خِلَافَ مَا ادَّعَيْتَ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ.
حَدثنَا يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، عَنْ وَكِيعٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عَمَّارٍ الدُّهْنِيِّ، عَنْ مُسْلِمٍ الْبَطِينِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: “الْكُرْسِيُّ مَوْضِعُ الْقَدَمَيْنِ، الْعَرْش لَا يُقَدِّرُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ”
“maka dikatakan kepada al-Mariisiy : “adapun apa yang engkau riwayatkan dari Ibnu Abbas, maka itu berasal dari riwayat Ja’far al-Ahmar, bukan Ja’far yang dijadikan pegangan riwayatnya, yangmana dia telah menyelisihi para perowi tsiqoh lagi mutqiin. Muslim al-Bathiin telah meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas tentang penafsiran Kursiy yang berbeda dengan apa yang engkau klaim.
Telah menceritakan kepada kami Yahya dan Abu Bakar ibnu Abi Syaibah, dari Wakii’, dari Sufyan, dari ‘Ammaar ad-Duhniy, dari Muslim al-Bathiin, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhumaa, beliau berkata : “Kursiy adalah tempat kedua telapak kaki Allah, sedangkan al-‘Arsy tidak ada yang tahu ukurannya kecuali Allah”.

Imam Al Albani dalam “ash-Shahihah” (1/226) berkata :
وما روي عن ابن عباس أنه العلم، فلا يصح إسناده إليه لأنه من رواية جعفر بن أبي المغيرة عن سعيد بن جبير عنه. رواه ابن جرير. قال ابن منده: ابن أبي المغيرة ليس بالقوي في ابن جبير.
“apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Kursiy adalah ilmu, tidak shahih sanadnya, karena itu berasal dari riwayat Ja’far bin Abil Mughiiroh dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Ibnu Jariir. Imam Ibnu Mandah berkata : “ibnu Abil Mughiiroh, tidaklah kuat didalam riwayat Ibnu Jubair”.

Imam ibnu Abil Izzi telah mengisyaratkan kelemahan riwayat Ibnu Abbas bahwa Kursiy adalah ilmu, dan merajihkan bahwa Kursiy adalah tempat kedua Telapak Kaki, dalam kitabnya “Syarah Aqidah ath-Thahawiyyah” (hal. 280, cet. Daarus Salaam) :
وَقِيلَ: كُرْسِيُّهُ عِلْمُهُ، وَيُنْسَبُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ وَالْمَحْفُوظُ عَنْهُ مَا رَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ، كَمَا تَقَدَّمَ
“dikatakan bahwa Kursi-Nya adalah Ilmu-Nya, dan dinisbatkan kepada Ibnu Abbas, namun yang mahfuudh (yang rajih) dari Ibnu Abbas adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah sebagaimana telah berlalu (yakni Kursiy adalah tempat kedua Telapak Kaki Allah-pent.)”.

Bagi yang menginginkan takhrij atsar Ibnu Abbas yang mentakwil Kursiy dengan Ilmu Allah, dapat merujuk di tautan berikut :
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=22720
Ada penjelasan yang sangat lengkap tentang kelemahan atsar tersebut.

Majalah al-Bukhuts al-Islamiyyah dibawah naungan dewan fatwa Saudi Arabia, juga menurunkan sebuah artikel dan didalamnya terdapat tulisan :
أما الرواية التي ذكر عن ابن عباس – رضي الله عنهما – من أن الكرسي هو العلم، فهي لا تصح عن ابن عباس لأنه لم يرد في اللغة العربية أن معنى الكرسي هو العلم .
قال ابن منظور : الكرسي: معروف واحد الكراسي، والكرسي في اللغة الشيء الذي يعتمد عليه ويجلس عليه ،
“adapun riwayat yang disebutkan dari Ibnu Abbas bahwa Kusriy adalah ilmu, maka ini tidak benar dari Ibnu Abbas, karena tidak ada dalam bahasa arab makna kursiy adalah ilmu.
Ibnu Mandhuur berkata : “Kursiy adalah ma’ruf, bentuk tunggal dari al-Karoosiy. Kursi secara bahasa adalah sesuatu yang digunakan untuk bersandar atau duduk”.

Kemudian majalah juga menulis :
وفيه دليل على إثبات القدمين لله – عز وجل – وقد جاءت بذلك الأحاديث الصحيحة.
“didalamnya terdapat dalil penetapan kedua Telapak kaki bagi Allah Azza wa Jalla, telah datang hadits-hadits yang shahih berkaitan dengan hal tersebut…”.
Setelah disebutkan haditsnya, lalu mereka berkata :
ولا يلزم من إثبات القدمين لله – عز وجل – التجسيم، ولا التشبيه، فهو سبحانه ليس له شبيه ولا مثيل في أسمائه ولا في صفاته.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“tidak melazimkan penetapan kedua Telapak Kaki bagi Alllah adalah tajsiim dan juga tasybiih, karena Allah tidak ada yang serupa dan semisal dengan-Nya dalam Asmaa’ dan sifat-Nya. Firman-Nya : {tidak ada yang semisal dengan-Nya sedikit pun, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat}”.
Lihat selengkapnya di tautan berikut :
http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=11981&PageNo=1&BookID=2

Kesimpulannya, pihak yang pro takwil dengan mengklaim itu berasal dari salaf / sahabat, pada point ini mereka harus gigit jari dulu.Wallahul A’lam

Senin, 12 Agustus 2019

Lafadz takbir hari raya 2x atau 3x?


Riwayat 2x shahih

 كان عبدُ اللهِ بنُ مسعودٍ يكبِّرُ من صلاةِ الفجرِ يومَ عرفةَ إلى صلاةِ العصرِ من يومِ النحرِ يقول اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ لا إلهَ إلا اللهُ واللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ وللهِ الحمدُ

الراوي : ظالم بن عمرو بن سفيان أبو الأسود الديلي.
المحدث : الزيلعي.
المصدر : نصب الراية.
الصفحة أو الرقم: 2/223.
خلاصة حكم المحدث : إسناده جيد

كان عبد الله يكبِّرُ من صلاة الفجر يومَ عَرفةَ إلى صلاة العصر من يوم النَّحرِ، يقول: الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر ولله الحمد

الراوي : الأسود بن يزيد.
المحدث : الكمال بن الهمام.
المصدر : شرح فتح القدير.
الصفحة أو الرقم: 2/80.
خلاصة حكم المحدث : مسنده جيد.

عن ابنِ مسعودٍ رضي اللهُ عنهُ أنهُ كان يُكبِّرُ أيامَ التشريقِ اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ لا إلهَ إلا اللهُ واللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ وللهِ الحمدُ

الراوي : -.
المحدث : الألباني.
المصدر : إرواء الغليل.
الصفحة أو الرقم: 3/125.
خلاصة حكم المحدث : إسناده صحيح.

Riwayat 2x dho'if lemah,fiihi tashif dan wahm

كان النبيُّ إذا صلى الصبحَ من غداةِ عرفةَ أقبل على أصحابِه ويقولُ : على مكانِكم ويقولُ : اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ لا إلهَ إلا اللهُ ، واللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ ، وللهِ الحمدُ

الراوي : جابر بن عبدالله.
المحدث : الألباني.
المصدر : إرواء الغليل.
الصفحة أو الرقم: 654.
خلاصة حكم المحدث : ضعيف جداً

 أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ كانَ إذا صلَّى غداةَ عرفةَ قالَ لأصحابِهِ : علَى مَكانِكُم ثمَّ يقولُ : اللَّهُ أَكْبرُ اللَّهُ أَكْبرُ ، اللَّهُ أَكْبرُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ ، واللَّهُ أَكْبرُ اللَّهُ أَكْبرُ وللَّهِ الحمدُ ، فيُكَبِّرُ عن غداةِ عرفةَ إلى صلاةِ العصرِ من أيَّامِ التَّشريقِ

الراوي : جابر بن عبدالله.
المحدث : البيهقي.
المصدر : فضائل الأوقات.
الصفحة أو الرقم: 100.
خلاصة حكم المحدث : إسناده فيه ضعف.
التخريج: أخرجه الدارقطني (2/ 50)، والبيهقي في ((الدعوات الكبير (2/ 165)، وفي ((فضائل الأوقات)) (ص: 420)

Sabtu, 10 Agustus 2019

Nikmatnya punya anak lembut hatinya


Anugrah nabi ibrahim adalah nabi ismailnyg lembut hatinya

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ

Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat lembut hatinya

lembut hati suka memaafkan, Jangan didik anak menjadi senggol bacok,senggol dikit pukul.

Makna sholih hanya baik sendiri tidak baik kepada yg lain???


Ini pemahaman yg menyimpang dari pemahaman para ulama'
al hafidz ibnu hajar menyatakan:

الْقَائِم بِمَا يَجِب عَلَيْهِ مِنْ حُقُوق اللَّه وَحُقُوق عِبَاده وَتَتَفَاوَت دَرَجَاته

“Orang yang menjalankan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap sesama hamba Allah. Kedudukan shalih pun bertingkat-tingkat.” Demikian kata Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari, 2: 314.

Jadi orang sholih tidak cukup baik sendiri,
Adapun mushlih adalah orang yg memperbaiki kerusakan di sekitarnya.

Benarkah tidak makan sebelum idul adha hanya bagi shohibul qurban?


Yang rojih Tidak makan sampai selesai sholat Iedul Adha adalah umum tidak hanya khusus bagi yang berkurban, hal inilah yang terpahami dikalangan Tabi'in atau bahkan di kalangan sahabat, karena Imam Syafi'i dalam kitabnya "al-Umm" (I/266) meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada al-Imam Sa'id bin al-Musayyib Rahimahullah yang berkata :
كَانَ الْمُسْلِمُونَ يَأْكُلُونَ فِي يَوْمِ الْفِطْرِ قَبْلَ الصَّلَاةِ وَلَا يَفْعَلُونَ ذَلِكَ يَوْمَ النَّحْرِ
"Kaum muslimin mereka makan pada Iedul Fitri sebelum sholat, namun mereka tidak makan sebelum sholat pada hari Iedul Adha." -selesai-.

Al-Imam Sa'id bin al-Musayyib rahimahullah adalah Tabi'i senior, menantunya Shohabi Jalil Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sehingga pernyataan beliau dengan "kaum muslimin", bisa jadi mencakup juga para sahabat, dan sekurang-kurangnya itu adalah para Tabi'in juga sama seperti dirinya.

Memang masalah makan-minum menunggu sampai sholat hukumnya sekedar sunnah saja, artinya jika mau makan dan minum sebelum sholat, maka ini tidak mengapa. Al-Imam Syafi'i rahimahullah dalam kitabnya diatas mengatakan :
وَلَا نَأْمُرُهُ بِهَذَا يَوْمَ الْأَضْحَى، وَإِنْ طَعِمَ يَوْمَ الْأَضْحَى فَلَا بَأْسَ عَلَيْهِ
"Kami tidak memerintahkan (makan sebelum sholat Ied)  pada hari Iedul Adha, jika ia makan (sebelum sholat) pada hari Iedul Adha, maka tidak mengapa." -selesai-.

Kamis, 08 Agustus 2019

syaikh Ibnu taimiyyah ikutan qunut shubuh bid'ah???

syubhat : Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama panutan kaum Wahabi juga berkata:
إذا اقتدى المأموم بمن يقنت في الفجر أو الوتر قنت معه ، سواء قنت قبل الركوع أو بعده ، وإن كان لا يقنت لم يقنت معه ، ولو كان الإمام يرى استحباب شيء والمأمومون لايستحبونه ، فتركه لأجل الإتفاق والإئتلاف كان قد أحسن … وكذلك لو كان رجل يرى الجهر بالبسملة فأمّ قوماً لا يستحبونه أو بالعكس ووافقهم فقد أحسن ”
“Apabila makmum bermakmum kepada imam yang membaca qunut dalam shalat shubuh atau witir, maka ia membaca qunut bersamanya, baik ia membaca qunut sebelum ruku’ atau sesudah ruku’. Apabila imamnya tidak membaca qunut, maka ia juga tidak membaca qunut. Apabila imam berpendapat sunnahnya sesuatu, sementara para makmum tidak menganggapnya sunnah, lalu imam tersebut meninggalkan sesuatu itu demi kekompakan dan kerukunan, maka ia telah melakukan kebaikan. Demikian pula apabila seorang laki-laki berpendapat mengeraskan membaca basmalah dalam shalat, lalu menjadi imam suatu kaum yang tidak menganjurkannya, atau sebaliknya, dan ia menunaikan shalat seperti madzhab mereka, maka ia benar-benar melakukan kebaikan.” (Syaikh Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, juz 22 hlm 268).
Komentar : hanya orang jahil alias pengekor yg bisa ditipu dg tipuan murahan.baca baik2! Ibnu taimiyah mensyaratkan Apabila imam berpendapat sunnahnya sesuatu, sementara para makmum tidak menganggapnya sunnah, lalu imam tersebut meninggalkan sesuatu itu demi kekompakan dan kerukunan, maka ia telah melakukan kebaikan,fahaaaam???beda kasus jika makmum menganggap itu bid’ah tidak perlu mengikuti,jadi makmum tidak menganggapnya sunnah tidak mesti bid’ah tapi mubah.dan juga konteksnya adalah imam meninggalkan yg dia anggap sunnah bukan imam ikut melakukan bid’ah karena makmum menyangka itusunnah.jadi jangan dibalik2 kecuali akal ente terbalik,he..