قال مالك: لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا؟ ما الحق والصواب إلا واحد. Imam Malik berkata “Tidak,demi Allah, hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu
Jumat, 20 Mei 2016
Sholat tasbih pada malam nishfu sya'ban bukan ajaran nabi
Ibnul Jauzi memasukkan hadits tentang shalat tasbih dalam Al Mawdhu’aat (kumpulan hadits-hadits maudhu’ atau palsu).
Ibnu Hajar dalam At Talkhish menyatakan, “Yang benar seluruh jalan yang membicarakan hadits tersebut dho’if. Hadits Ibnu ‘Abbas memang mendekati syarat hasan. Akan tetapi hadits tersebut mengalami syadz (menyelisihi perowi yang lebih kuat) karena adanya perowi yang bersendirian tanpa adanya syahid (hadits pendukung ) yang dapat teranggap. Shalat ini pun menyelisihi shalat lainnya yang biasa dilakukan.”
Ibnu Taimiyah dan Al Mizzi mendho’ifkan hadits ini. Sedangkan Imam Adz Dzahabi tawaqquf, tidak komentar apa-apa. Demikian dikatakan Ibnu ‘Abdil Hadi dalam Ahkamnya. Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad ‘Abdurrahman ‘Abdurrahim Al Mubarakfuri, 2/485-491, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ menyatakan, “Shalat tasbih adalah shalat yang tidak dianjurkan karena haditsnya tidaklah shahih. Bahkan hadits tersebut munkar dan sebagian ulama memasukkan dalam hadits maudhu’ (hadits palsu).”[Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan kedelapan, no. 2141, 8/165.]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata di dalam kitabnya at-Talkhishul Habir (2/7): “Dan (pendapat) yang haq (benar) adalah bahwa seluruh jalan-jalannya dha’if (lemah), walaupun hadits Ibnu ‘Abbas ini mendekati syarat hadits hasan. Akan tetapi hadits tersebut syadz, disebabkan; asingnya hadits ini, tidak ada jalan lain dan pendukung dari hadits lainnya yang dapat dijadikan standar (untuk memperkuat hadits ini), dan tata cara shalatnya yang menyelisihi shalat-shalat lainnya. Dan Musa bin Abdul Aziz (salah satu periwayat dalam sanad hadits ini) walaupun ia banyak benarnya dan shalih, namun ia tidak dapat dijadikan pedoman dan acuan dalam hadits yang asing (menyendiri) ini. Hadits ini di-dha’if-kan pula oleh Ibnu Taimiyah. Dan adz-Dzahabi tidak berkomentar tentang hadits ini…”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H) berkata di dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa (11/579): “…Hadits shalat tasbih telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun dari para Imam yang empat berpendapat bolehnya (melakukan shalat tasbih) ini. Bahkan Ahmad men-dha’if-kan hadits ini dan tidak menganggap bahwa shalat ini mustahab (sunnah)… dan barangsiapa merenungkan (meneliti) dasar-dasar (ilmu), niscaya dia akan mengetahui bahwa hadits ini maudhu‘ (palsu)…”.
Hadits ini pun dilemahkan oleh Syaikh Ibnu Baaz (1420 H), Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (1421 H), Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan yang lainnya.Lihat Majmu’ Fatawa Ibn Baaz (26/229), Majmu’ Fatawa wa Rasa-il Ibn ‘Utsaimin (14/224 dan 228), al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan (nomor 63), Syarah Sunan Abi Dawud (ceramah Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad)
Shalat tasbih tidak disyariatkan. An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan, “Tentang disunnahkannya shalat tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang tepat karena haditsnya adalah hadits yang dho’if. Shalat tasbih pun adalah shalat yang berbeda dengan shalat biasanya karena tata caranya yang berbeda. Oleh karena itu, tepatnya shalat tersebut tidak berdasar dari hadits dan tidak satu pun hadits shahih yang membicarakannya.” [Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, 4/54, Mawqi’ Ya’sub.]
Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, Imam Ahmad pernah berkata, “Tidak ada yang mengagumkanku (pada shalat tasbih).” Ada yang bertanya, “Mengapa engkau tidak menyukai shalat tasbih?” Beliau mengatakan, “Tidak ada satu pun hadits shahih yang benar membicarakan tentang shalat itu.” Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, tanda mengingkari shalat tersebut.[Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 3/324, Mawqi’ Al Islam.]
Tidak tepat pula jika shalat tasbih ini dikhususkan pada malam Jum’at saja, atau pada malam keduapuluh tujuh di bulan Ramadhan sebagaimana dipraktekkan di sebagian tempat. Pengkhususan seperti ini tentu saja butuh dalil yang shahih.Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/429, Maktabah At Taufiqiyah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar