Selasa, 17 Mei 2016

Doktor abal-abal kontra NU

Mantan Rais Syuriah PBNU KH. Afifuddin Muhajir tidak bisa menghadiri pertemuan ‘Halaqah Ulama NU’ yang bertempat di Batang, Jawa Tengah Senin (16/5). Namun beliau tetap mengirimkan makalahnya kepada panitia.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Al mukarramin para masyayikh dan para kiai.
Terus terang saya kecewa berat lantaran tidak bisa mengikuti pertemuan para kiai yang sangat penting ini. Untuk mengurangi rasa kecewa, saya mengiri beberapa catatan sbb:
A. Bahwa untuk menafsiri dan menjelaskan maksud suatu nash baik  dari al qur’an maupun dari as sunnah diperlukan hal -hal sbb:
@ mengetahui kaidah -kaidah bahasa yang secara garis besar meliputi tiga kajian: kajian lafadh, kajian makna dn kajian dalalah  (دلالة الالفاظ على المعاني)
@ mengetahui sababun nuzul/sababul wurud, baik yang mikro maupun yang makro.
@ mengaitkan nash yang sedang dikaji dengan maqashidusy syari’ah.
@ mengaitkan nash yang sedang dikaji dengan nash yang lain; mengaitkan ayat dengan ayat, hadits dengan hadits, ayat dengan hadits dan hadits dengan ayat.
Sering terjadi kekeliruan di dalam memahami nash akibat tidak dikaitkan dengan nash yan lain. Misalnya hadits: كل بدعة ضلالة tidak boleh dipisahkan dari hadits: من أحدث في امرنا هذا ماليس منه فهو رد
Dengan menyambungkan dua hadits tsb diperoleh kesimpulan bahwa bida’h yang dlalalah adalah بدعة دينية/بدعة شرعية. Yakni meng-agamakan sesuatu yang bukan agama atau mensyaria’tkan sesuatu yang bukan syaria’t.
Akan terjadi pemahaman yang keliru terhadap firman Allah: يا أيها الذين امنوا yang kita temukan berulang kali didalam al qur’an, bila dipisahkan dari ayat yang lain semisal firman Allah: أمن الرسول بما انزل اليه من ربه والمؤمنون، كل امن بالله وملائكته وكتبه ورسله، لا نفرق بين احد من رسله.
Dengan memadukan dua ayat tsb diperoleh pemahaman yang benar bahwa yang dimaksud dengan mukmin/orang beriman adalah orang yang percaya kepada Allah, para malaikat, kitab -kitab dan semua utussannya. Dengan demikian, orang yang tidak mengakui kerasulan nabi Muhammad bukanlah orang mukmin.
2. Dalam kerangka mengaitkan nash dengan nash ada perinsip yang harus menjadi pegangan. Yaitu mengembalikan nash -nash yang mutasyabihat kepada nash -nash yang muhkamat (رد المتشابهات الى المحكمات)،  yakni menafsiri nash -nash yang tidak jelas maknanya berdasarkan nash -nash yang memiliki makna yang terang benderang.
Contoh ayat mutasyabihat firman Allah: يد الله فوق ايديهم dan واصنع الفلك بأعيننا. 
Agar tidak salah dalam memahami ayat tsb, kita harus mengaitkannya dengan ayat -ayat lain yang muhkamat dalam persoalan yang sama, semisal firman Allah: ليس كمثله شئ dan ولم يكن له كفوا احد.
Namun orang -orang yang memiliki  kepentingan tertentu lebih suka melakukan hal sebaliknya. Yakni menundukkan yang muhkamat kepada yang mutasyabihat. Yang mereka lakukan bukan menafsiri yang mutasyabihat dengan acuan yang muhkamat, Tapi bersikukuh dengan yang mutasyabihat dan menafikan yang muhkamat.
Mereka masuk dalam apa yang dinyatakan oleh Allah:
فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويله.
Salah satu contohnya, mereka memberikan pemaknaan dengan kemauan sendiri terhadap firman Allah:
ان الذين امنوا والذين هادوا والنصارى والصبئين من امن بالله واليوم الاخر وعمل صالحا فلهم اجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون (البقرة: 62)
Sementara mereka tidak mau melihat ayat -ayat dan hadits yang maknanya sangat terang benderang, seperti firman Allah:
*ان الدين عند الله الاسلام
ومن يبتغ غير الاسلام دينا فلن يقبل منه وهو في لاخرة من الخاسرين
Dan hadits riwayat muslim dari Abu Hurairah:
والذي نفس محمد بيده، لا يسمع بي أحد من هذه الامة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن يالذي ارسلت به، الاكان من اصحاب لنار.
Penjelasan tsb tidak berarti Islam tidak mengajarkan toleransi. Tentu toleransi yes, justifikasi no.
3. Dalam NU ada hal -hal yang tidak boleh berubah dan ada bagian -bagian yang bisa berubah. Yang tidak boleh berubah salah satunya adalah Qanun Asasi
Bahwa NU berdasarkan al qur’an, assunnah, al ijmak dan al qiyas adalah  harga mati.
Namun dalam memahami hakikat qiyas terjadi perbedaan di kalangan ulama’ Nahdliyyin, sebagaimana perbedaan dalam hal yang sama telah terjadi dikalangan  empat imam madzhab bainal muwassi’in wal mudlayyiqin.
Orang NU dan pengurus NU semuanya terikat dengan Qanun Asasi ilman wa amalan wa sulukan. Orang yang mengaku NU tetap memiliki pandangan yang bertentangan dengan Qonun Asasi maka sesungguhnya dia bukan orang NU dan tidak berhak menisbatkan diri dengan Hadlratusy Syaikh Kiai Hasyim Asy’ari.
Orang seperti itu lebih baik mendirikan NU baru dari pada mengubah NU yang  didirikan pada tahun 1926.
4. Saya akhirnya menjadi heran, kok bisa Kiai Said Aqil Siraj menjadi ketua umum PBNU. Mengapa heran? Karena ternyata beliau memiliki pemikiran dan pandangan yang bukan hanya tidak sesuai tetapi bertolak belakang dengan ajaran yang selama ini menjadi keyakinan kaum nahdliyyin.
Pandangan beliau tentang Imam al Junaid al Baghdadi dan Imam al Ghazali adalah salah satu contohnya.
Dua imam yang dalam Qanun Asasi NU dinyatakan sebagai panutan kaum nahdliyyin di bidang tashawwuf justru mendapat stigma tidak baik dari Kiai Said. Tapi entah, apakah pandangan yang dituangkan di dalam desertasi doktornya itu sudah merupakan keyakinannya, atau sesugguhnya beliau memiliki keyakinan yang berbeda yang sengaja dikorbankan dalam rangka mudahanah (lip service) demi sebuah titel bergengsi bernama doktor? Tapi semua jawaban yang bisa diberikan sama -sama tidak benar dalam pandangan ajaran NU.
Yang jelas sampai saat ini tidak diketahui adanya pencabutan terhadap pandangan tsb.
Wallahu Alam

Tidak ada komentar: