Senin, 28 Oktober 2019

Syeikh utsaimin menyatakan albani gak berilmu?

Syubhat: al-’Utsaimin sendiri, sangat marah al-Albani, sehingga dalam salah satu kitabnya menyinggung al-Albani dengan sangat keras dan menilainya tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali:
ثم يأتي رجل في هذا العصر، ليس عنده من العلم شيء، ويقول: أذان الجمعة الأول بدعة، لأنه ليس معروفاً على عهد الرسول صلي الله عليه وسلم، ويجب أن نقتصر على الأذان الثاني فقط ! فنقول له: إن سنة عثمان رضي الله عنه سنة متبعة إذا لم تخالف سنة رسول الله صلي الله عليه وسلم، ولم يقم أحد من الصحابة الذين هم أعلم منك وأغير على دين الله بمعارضته، وهو من الخلفاء الراشدين المهديين، الذين أمر رسول الله صلي الله عليه وسلم باتباعهم.”
Artinya: “Ada seorang laki-laki dewasa ini yang tidak memiliki ilmu agama sama sekali mengatakan, bahwa azan Jumaat yang pertama adalah bid’ah, kerana tidak dikenal pada masa Rasul , dan kita harus membatasi pada azan kedua saja!
Kita katakan pada laki-laki tersebut: sesungguhnya sunahnya Utsman R.A adalah sunah yang harus diikuti apabila tidak menyalahi sunah Rasul SAW dan tidak di tentang oleh seorangpun dari kalangan sahabat yang lebih mengetahui dan lebih ghirah terhadap agama Allah dari pada kamu (al-Albani).
Beliau (Utsman R.A) termasuk Khulafaur Rasyidin yang memperoleh pentunjuk, dan diperintahkan oleh Rasullah SAW untuk diikuti”. Lihat: al-‘Utsaimin, Syarh al-’Aqidah al- Wasîthiyyah (Riyadl: Dar al-Tsurayya, 2003) hal 638.)

Jawaban: 
Kalau kita rujuk ke teks asli kita tidak akan menemukan syeikh utsaimin menyebut syeikh albani sedikitpun.
Itu hanya hayalan mereka.
Karena memang syeikh albani membolehkan adzan jumat kedua dg syarat terpenuhi syaratnya diantaranya waktunya tidak berdekatan sebagaimana adzan utsman.

العلامة الألباني
قال في رسالته " الأجوبة النافعة " :
[لا نرى الاقتداء بما فعله عثمان رضي الله عنه على الإطلاق ودون قيد ، فقد علمنا مما تقدم أنه إنما زاد الأذان الأول لعلة معقولة ، وهي كثرة الناس وتباعد منازلهم عن المسجد النبوي ، فمن صرف النظر عن هذه العلة وتمسك بأذان عثمان مطلقا ، لا يكون مقتديا به رضي الله عنه ، بل هو مخالف له حيث لم ينظر بعين الاعتبار إلى تلك العلة التي لولاها لما كان لعثمان أن يزيد على سنته عليه الصلاة والسلام وسنة الخليفتين من بعده.
متى يشرع الأذان العثماني؟:
فإذن إنما يكون الاقتداء به رضي الله عنه حقا عندما يتحقق السبب الذي من أجله زاد عثمان الأذان الأول وهو "كثرة الناس وتباعد منازلهم عن المسجد" كما تقدم.

Dalil pakai sayyidina

Syubhat:
(حديث ابن عمر: ” أنه كان إذا دعى ليزوج قال: الحمد لله وصلى الله على سيدنا محمد , إن فلانا يخطب إليكم فإن أنكحتموه فالحمد لله وإن رددتموه فسبحان الله ” (2/145) .
* صحيح.
أخرجه البيهقى (7/181)
Hadis Ibnu Umar bahwa jika beliau diundang untuk menikahkan, beliau berkata: “Segala puji milik Allah. Rahmat Allah semoga dihaturkan pada JUNJUNGAN kita Muhammad. Sungguh fulan melamar pada kalian. Jika kalian menikahkam maka alhamdulillah. Jika kalian menolak maka subhanallah” (Dikeluarkan oleh al-Baihaqi)
Syaikh Albani: “SAHIH” (Irwa’ al-Ghalil fi Takhrij Manar as-Sabil, 6/221)
Jawaban:sejak kapan ahli bid'ah taqlid kepada syeikh albani.
Kalau ahlussunnah jelas tidak pernah taqlid kepada albani.
Dan beliau syeikh albani telah menjelaskan bahwa di teks aslinya tidak ada kata sayyidina.
Kalau orang itu adil pasti merujuk ke kitab aslinya kalau mau berhujjah dengannya.
(1822) - (حديث ابن عمر: " أنه كان إذا دعى ليزوج قال: الحمد لله وصلى الله على سيدنا محمد , إن فلانا يخطب إليكم فإن أنكحتموه فالحمد لله وإن رددتموه فسبحان الله " (2/145) .
* صحيح.
أخرجه البيهقى (7/181) من طريق مالك بن مغول قال: سمعت أبا بكر بن حفص قال: " كان ابن عمر إذا دعى إلى تزويج قال: لا تفضضوا (وفى نسخة: تعضضوا) علينا الناس , الحمد لله , وصلى الله على محمد , إن فلانا خطب إليكم فلانة , إن أنكحتموه ... ".
قلت: وإسناده صحيح , وأبو بكر بن حفص هو عبد الله بن حفص بن عمر

Dalil peringatan haul lemah

Riwayat berikut ini sering dibawakan oleh sebagian orang yang memperingati kematian tokoh agama atau orang shalih secara rutin setiap tahun atau disebut juga dengan ritual haul.
Dikeluarkan oleh Ibnu Syubbah dalamTarikh Al Madinah (350),
قال أبو غسان : حدثني عبد العزيز بن عمران ، عن موسى بن يعقوب الزمعي ، عن عباد بن أبي صالح ، ” أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يأتي قبور الشهداء بأحد على رأس كل حول ، فيقول : سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار (سورة الرعد آية 24) ، قال : وجاءها أبو بكر ، ثم عمر ، ثم عثمان رضي الله عنهم …
“Abu Ghassan menuturkan, Abdul Aziz bin Imran menuturkan kepadaku, dari Musa bin Ya’qub Az Zam’i, dari Abbad bin Abi Shalih, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya mendatangi kuburan para syuhada setiap awal tahun. Kemudian Nabi mengatakan: Assalamu ‘alaikum bimaa shabartum fani’ma ‘uqbad daar (semoga keselamatan atas kalian atas kesabaran kalian, sungguh bagi kalian sebaik-baik tempat kembali) [QS, Ar Ra’du: 24]. Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu’anhum juga melakukan demikian“.
Riwayat ini munqathi’ atau terputus sanadnya, karena Abbad bin Abi Shalih atau Abbad bin Dzakwan Al Madini ini termasuk tabi’ut tabi’in, murid dari Sa’id bin Jubair. Abbad bin Shalih termasuk perawi thabaqah ke 6 maka tentunya tidak mungkin meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Bahkan hadits ini mu’dhal karena ada beberapa perawi yang digugurkan dalam sanadnya secara berurutan.
Namun terdapat jalan lain yang bersambung, dikeluarkan Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwwah (1228),
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ الْفَضْلِ الْقَطَّانُ بِبَغْدَادَ , قَالَ : أَخْبَرَنَا أَبُو سَهْلِ بْنُ زِيَادٍ الْقَطَّانُ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الْكَرِيمِ بْنُ الْهَيْثَمِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى بْنِ الطَّبَّاعِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا ابْنُ عِمْرَانَ ، عَنْ مُوسَى بْنِ يَعْقُوبَ ، عَنْ عَبَّادِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي الشُّهَدَاءَ ، فَإِذَا أَتَى فُرْضَةَ الشِّعْبِ , يَقُولُ : ” السَّلامُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ” ، ثُمَّ كَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ ، وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ أَبِي بَكْرٍ يَفْعَلُهُ ، وَكَانَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ عُمَرَ يَفْعَلُ ذَلِكَ
“Abul Husain bin Al Fadhl Al Qathan di Baghdad mengabarkan kepadaku, ia berkata, Abu Sahl bin Ziyad Al Qathan mengabarkan kepadaku, Abdul Karim bin Al Haitsam menuturkan kepadaku, Muhammad bin Isa bin At Thabba’ menuturkan kepadaku, Ibnu Imranmenuturkan kepadaku, dari Musa bin Ya’qub dari Abbad bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasa mendatangi kuburan para syuhada. Keitka Nabi mendatangi celah antara kuburan beliau mengatakan: Assalamu ‘alaikum bimaa shabartum fani’ma ‘uqbad daar (semoga keselamatan atas kalian atas kesabaran kalian, sungguh bagi kalian sebaik-baik tempat kembali). Kemudian Abu Bakar radhiallahu’anhu juga melakukan demikian sepeninggal Nabi, Umar radhiallahu’anhu juga melakukan demikian sepeninggal Abu Bakar dan Utsman radhiallahu’anhu juga melakukan demikian sepeninggal Umar“.
Namun riwayat ini sangat lemah karena terdapat Abdul Aziz bin Imran, perawi yang matruk.
  • Ibnu Hajar mengatakan: “ia matruk, kitab-kitabnya terbakar lalu ia meriwayatkan hadits dari hafalannya sehingga semakin parah kesalahannya, dan ia pakar dalam bidang nasab”.
  • Adz Dzahabi mengatakan: “ulama meninggalkannya”
  • Al Bukhari mengatakan: “munkarul hadits, haditsnya tidak ditulis”
  • An Nasa’i mengatakan: “matrukul hadits”
  • Abu Zur’ah Ar Razi mengatakan: “terlarang mendengarkan hadits darinya, ditinggalkan periwayatan darinya”
Selain itu, dalam riwayat ini tidak ada lafadz على رأس كل حول (pada setiap awal tahun) yang menjadi syahid (alasan inti) dari masalah peringatan kematian tahunan atau haul.
Diriwayatkan dengan jalan lain, dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Dalail An Nubuwwah (1233),
وَأَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بُطَّةَ , قَالَ : حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْجَهْمِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْفَرَجِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا الْوَاقِدِيُّ ، قَالَ : قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهُمْ فِي كُلِّ حَوْلٍ ، وَإِذَا تَفَوَّهَ الشِّعْبَ رَفَعَ صَوْتَهُ فَيَقُولُ : ” سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ” ، ثُمَّ أَبُو بَكْرٍ كُلَّ حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ، ثُمَّ عُثْمَانُ
“Abu Abdillah Al Hafidz mengabarkan kepadaku, ia berkata, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Buthah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Al Hasan bin Al Jahm menuturkan kepadaku, ia berkata, Al Husain bin Al Faraj menuturkan kepadaku, ia berkata,Al Waqidi menuturkan kepadaku, ia berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya mendatangi kuburan para syuhada setiap awal tahun. Kemudian Nabi mengatakan: Assalamu ‘alaikum bimaa shabartum fani’ma ‘uqbad daar (semoga keselamatan atas kalian atas kesabaran kalian, sungguh bagi kalian sebaik-baik tempat kembali) [QS, Ar Ra’du: 24]. Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu’anhum juga melakukan demikian“.
Riwayat ini juga munqathi‘, bahkanmu’dhal. Al Waqidi adalah perawi thabaqah ke-9 yang lahir tahun 130H, tidak mungkin meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Selain itu Al Waqidi juga perawi yang matruk.
  • Imam Al Bukhari mengatakan: “iamatrukul hadits
  • An Nawawi mengatakan: “ia dhaif secara ittifaq (sepakat) diantara para ulama”
  • Al Hakim mengatakan: “dzahibul hadits
  • Abu Zur’ah Ar Razi mengatakan: “matrukul hadits”
  • Imam Ahmad mengatakan: “ulama meninggalkannya”, beliau juga mengatakan: “ia pendusta”
  • Ishaq bin Rahwiyah mengatakan: “menurut saya ia adalah pemalsu hadits”
Juga masalah lainnya, terdapat Al Husain bin Al Faraj yang juga matruk dan Al Hasan bin Al Jahm statusnya majhul hal. Jelaslah dari ini bahwa riwayat ini sangat lemah.
Diriwayatkan dengan jalan lain dalamMushannaf Abdurrazzaq (6545),
عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ، عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ ، قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي قُبُورَ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ رَأْسِ الْحَوْلِ ، فَيَقُولُ : ” السَّلامُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ، فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ” ، قَالَ : وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ ، وَعُمَرَ ، وَعُثْمَانَ ، يَفْعَلُونَ ذَلِكَ
“Dari seorang lelaki penduduk Madinah, dari Suhail bin Abi Shalih, dariMuhammad bin Ibrahim At Taimi, ia berkata: bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya mendatangi kuburan para syuhada setiap awal tahun. Kemudian Nabi mengatakan: Assalamu ‘alaikum bimaa shabartum fani’ma ‘uqbad daar (semoga keselamatan atas kalian atas kesabaran kalian, sungguh bagi kalian sebaik-baik tempat kembali). Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiallahu’anhum juga melakukan demikian“.
Riwayat ini juga sangat lemah karena:
  1. Terdapat perawi yang mubham
  2. Muhammad bin Ibrahim At Taimi adalah seorang tabi’in, yang ia bertemu dengan Sa’ad bin Abi Waqqash. Oleh karena itu riwayat inimursal.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, hadits ini memiliki 4 jalan yang keadaannya:
  1. Munqathi’ bahkan mu’dhal 
  2. Menyambungkan riwayat 1 yang munqathi’ namun terdapat perawi yang matruk
  3. Terdapat dua perawi yang matruk
  4. Mursal
Maka dengan keadaan seperti ini, jalan-jalan yang ada tidak bisa saling menguatkan satu sama lain. Sehingga kesimpulannya hadits inisangat lemah.
Selain itu, andaikan riwayat ini shahih, sama sekali tidak bisa dijadikan alasan untuk melegalkan peringatan haul atau semacamnya. Karena:
  1. Riwayat ini berbicara mengenai ziarah kubur. Disebutkan di sana bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berziarah kubur, beliau tidak membuat acara atau ritual tertentu yang bertujuan memperingati kematian seseorang
  2. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berziarah kepada para syuhada secara umum bukan kepada 1 orang syuhada. Berbeda dengan peringatan haul yang khusus ditujukan untuk berziarah atau memperingati kematian satu orang yang dianggap orang shalih.
Maka, orang yang beralasan dengan riwayat ini untuk melegalkan peringatan haul selain berdalil dengan riwayat yang sangat lemah, juga merupakan pendalilan yang terlalu dipaksakan.

Dalil haul terpatahkan


Syubhat :
Pembahasan tentang upacara kematian ini sebenarnya cukup luas dan syubhat-syubhat tentangnya juga cukup banyak.[25] Namun, di sini saya akan mencantumkan satu syubhat secara khusus tentang acara peringatan haul yang dijadikan dalil oleh sebagian orang yang merayakannya. Berikut kutipan ucapan mereka:
Diriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam selalu berziarah ke makam para syuhada di Bukit Uhud pada setiap tahun. Demikian juga para sahabat:
وَ رَوَى الْبَيْهَقِي فِي الشَّعْبِ، عَنِ الْوَاقِدِي، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزُوْرُ الشُّهَدَاءَ بِأُحُدٍ فِي كُلِّ حَوْلٍ. وَ إذَا بَلَغَ رَفَعَ صَوْتَهُ فَيَقُوْلُ: سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّار
Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi SAW senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” — QS Ar-Ra’d: 24 — Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Inilah yang menjadi sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.
Lanjutan riwayat:
ثُمَّ أبُوْ بَكْرٍ كُلَّ حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ. وَ كاَنَتْ فَاطِمَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا تَأتِيْهِ وَ تَدْعُوْ. وَ كاَنَ سَعْدُ ابْنِ أبِي وَقَّاصٍ يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ ثُمَّ يَقْبَلُ عَلَى أصْحَابِهِ، فَيَقُوْلُ ألاَ تُسَلِّمُوْنَ عَلَى قَوْمٍ يَرُدُّوْنَ عَلَيْكُمْ بِالسَّلَامِ
Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, “Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?”
Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah (ziarah tahunan setiap bulan Rajab) ke maka Sayidina Hamzah yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid al-Masra’i karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut.[http://www.nu.or.id/]
Jawaban:
Sebetulnya syubhat seperti ini sangat nyata sekali kelemahannya bagi seorang yang dikaruniai oleh Alloh ilmu agama. Namun karena khawatir adanya saudara kami yang kurang berilmu tertipu dengan syubhat ini maka izinkanlah kami memberikan komentar terhadap syubhat ini:
  1. Kami telah mengecek kitab Syu’abul Imankarya al-Imam al-Baihaqi, bahkan kami juga melacaknya melalui program “Maktabah Syamilah”, namun sayangnya hadits dengan redaksi di atas tidak kami temukan. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat kami berharap kepada saudara kami yang membawakan hadits di atas untuk mencantumkan sumbernya secara jelas juz dan halamannya, agar kita lihat sanad hadits ini, sebab bila tanpa sanad, maka semua orang bisa berbicara, sebagaimana kata al-Imam Ibnul Mubarok rahimahulloh.
  2.  Kalau kita cermati nukilan di atas, kita akan merasakan kejanggalan, bagaimana al-Waqidi langsung meriwayatkan dari Rosululloh shalallahu ‘alayhi wa sallam, padahal beliau (al-Waqidi) wafat tahun 207 H. Berarti ada mata rantai sanad yang terputus. Apalagi, al-Waqidi telah dilemahkan haditsnya oleh mayoritas ulama ahli hadits seperti al-Bukhori, an-Nasa‘i, ad-Daroquthni, dan lain-lain, sehingga al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahulloh berkata menyimpulkan statusnya, “Matruk (ditinggalkan haditsnya) sekalipun dia luas ilmunya.[Tahdzib Tahdzib: 9/364–365. Lihat pula as-Siroh an-Nabawiyyah Fi Dhou‘i al-Mashodir Ashliyyah: 1/32–33 oleh Dr. Mahdi Rizqulloh.]
  3. Anggaplah hadits ini shohih, tetap bisa dijadikan dalil tentang perayaan haul? Coba anda bayangkan, dari arah mana segi perdalilan hadits ini? Bukankah yang terdapat dalam hadits ini hanya berbicara tentang ziarah kubur saja, lantas bagaimana bisa disamakan dengan perayaan haul yang lazim diamalkan manusia zaman sekarang dengan aneka variasi acaranya yang khas? Pernah model perayaan seperti diamalkan oleh Nabi dan para sahabatnya?! Sungguh, ini adalah penyesatan yang sangat nyata dalam berdalil.
  4. Kami tambahkan di sini bahwa mimpi Syaikh Junaid al-Masro’i di atas adalah bukanlah hujjah sama sekali, karena mimpi bukanlah landasan dalam agama Islam[Lihat masalah ini secara bagus dalam al-Muqoddimat al-Mumahhidat as-Salafiyyat Fi Tafsir Ru‘a wal Manamat hlm. 247–276 oleh Masyhur Hasan Salman dan Umar Abu Tholhah, dan kitabUshulun Bila Ushulin hlm. 63–76 oleh Dr. Muhammad bin Isma’il al-Muqoddam.]itu hanyalah bualan kaum sufi belaka yang beribadah dengan impian dan hawa nafsu. Demikian juga ritual rojabiyyah itu tidak ada dasarnya dalam agama, bahkan termasuk bid’ah dalam agama.[Lihat Bida’un wa Akhtho‘ 3 hlm. 18 oleh Ahmad as-Sulami.]