Sabtu, 30 April 2016

Menutup dinding dg kain bukan ajaran islam tapi ajaran hindu



Soal:
Ana mau nanya tentang hukum menutupi dinding (rumah) dengan kain yang bergambar ka’bah atau sejenisnya tapi tidak ada makhluk bernyawanya?
Jawab:
Disebutkan dalam hadits yang riwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallambersabda:
إنَّ اللهَ لم يأمرْنا أن نكسوَ الحجارةَ والطينَ
“Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kita untuk memberi pakaian kepada batu dan tanah” (HR. Muslim no. 2107).
Imam An Nawawi rahimahullah berkata dalamSyarah Shahih Muslim 14/86:
فاستدلوا به على أنه يمنع من ستر الحيطان وتنجيد البيوت بالثياب وهومنع كراهة تنزيه لاتحريم هذا هو الصحيح وقال الشيخ أبو الفتح نصر المقدسى من أصحابنا هو حرام وليس في هذا الحديث ما يقتضي تحريمه لأن حقيقة اللفظ أن الله تعالى لم يأمرنا بذلك وهذا يقتضي أنه ليس بواجب ولا مندوب، ولا يقتضي التحريم.
“Para ulama berdalil dengannya larangan menutupi dinding rumah dengan kain. Namun larangan ini adalah makruh bukan haram dan itulah yang shahih. Sementara Syaikh Abul Fath Nashr Al Maqdisi dari ash-hab kami berkata: Hukumnya haram. Padahal lafadz hadits tersebut tidak menunjukkan haram, ia hanya mnunjukkan bahwa Allah tidak memerintahkan kita demikian, artinya bukan wajib dan bukan sunnah dan bukan haram”.
Dari perkataan beliau tersebut terlihat bahwa para ulama ada dua pendapat dalam masalah, sebagian mengharamkannya yaitu Abul Fath Nashr Al Maqdisi. Dan sebagian memakruhkannya yaitu Imam An Nawawi. Maka selayaknya untuk kita tinggalkan.

Poleng (kain bermotif kotak dengan warna hitam-putih) sudah menjadi bagian dari masyarakat Hindu di Bali,bahkan tidak berlebihan kalau diidentikan sebagai “warna khas Bali”. 

Dengan mudah kain bermotif ini ditemui hampir disetiap per-empatan, pohon besar, gerbang pura bahkan dipakai pula sebagai kain (jarig) penari kecak dan para pengawal/petugas keamanan tradisional (pecalang).

Kain poleng sudah menjadi bagian  kehidupan religius umat Hindu di Bali, baik sakral maupun profan. Di pura, kain poleng digunakan untuk tedung (payung), umbul-umbul, untuk menghias palinggih, patung, dan kul-kul.Tidak hanya benda sakral, pohon di pura pun banyak dililit kain poleng.
Makna filosofis saput poleng rwabhineda adalah rwabhineda itu sendiri. Menurut faham Hindu, rwabhineda itu adalah dua sifat yang bertolak belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan, panjang-pendek, tinggi-rendah, dan sebagainya.

Kain Poleng Sudhamala dan Tridatu
Saput poleng sudhamala merupakan cerminan rwabhineda yang diketengahi oleh perantara sebagai penyelaras perbedaan dalam rwabhineda. Sedangkan saput poleng sudhamala merupakan cerminan rwabhineda yang diketengahi oleh perantara sebagai penyelaras perbedaan dalam rwabhineda.

Kain Poleng Tridatu melambangkan ajaran Triguna yakni satwam, rajah, tamah. Warna putih identik dengan kesadaran atau kebijaksanaan (satwam), warna merah adalah energi atau gerak (rajah) dan warna hitam melambangkan penghambat (tamah).

Jika dikaitkan dengan kepercayaan Hindu.Dewa Tri Murti,warna merah melambangkan Dewa Brahma sebagai pencipta, warna hitam lambang Dewa Wisnu sebagai pemelihara dan warna putih melambangkan Dewa Siwa sebagai pelebur. Dewa Tri Murti ini terkait dengan kehidupan lahir, hidup dan mati. 
kain Poleng yang diikatan pada pohon-pohon besar atau juga tempat yang dianggap tenget (angker) dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa pada lokasi tersebut tinggal ditempatkan/stana energi “roh”para bhuta/penunggu karang. Kesakralan lokasi ini akan dijaga oleh warga setempat dengan memberikan “sesaji” secara rutin setelah mereka menghaturkan puja di pura.

KH.nawawi: kumpul laki perempuan satu kelas itu maksiat

Semalam, Malam senin 30 november, mimin sowan ke Hadhratusysyaikh KH.Nawawi bin Abdul Jalil, pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri. Beliau bertanya apakah di kampus saya sistem pembelajaran nya kumpul antara laki-laki dan perempuan. Saya jawab "nggeh kiai, kumpul ". Kemudian beliau menanggapi bahwa ilmu Allah tidak akan diberikan jika sistem belajar di kelas seperti itu. Beliau mengutip kisah imam Syafi'i ketika sowan ke kiai waqi' ; gurunya imam syafii. 

قال الامام الشافعي
شَكَوْتُ إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي - فَأرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ المعَاصي
وَأخْبَرَنِي بأَنَّ العِلْمَ نُورٌ -ونورُ الله لا يهدى لعاصي
Artinya ;" Saya (Imam Syafi’i) mengadu ke kiai waqi' tentang daya hafalku yang buruk. Kemudian beliau menyarankan saya untuk meninggalkan maksiat. Beliau juga memberitahukan saya bahwa ilmu Adalah cahaya , cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat "

Dawuh nya Kiai Nawawi, orang mencari ilmu itu harus menjauhi maksiat. Kalau di dalam kelas laki dan wanita kumpul jadi satu itu kan namanya maksiat. Bagaimana mau mendapatkan ilmu.

Syeikh albani taubat dari aqidah salafi?

Syubhat:

إذا أحطت علما بكل ما سبق استطعت بإذن الله تعالى أن تفهم بيسر من الآيات القرآنية والأحاديث النبوية والآثار السلفية التي ساقها المؤلف رحمه الله في هذا الكتاب الذي بين يديك (مختصره) أن المراد منها إنما هو معنى معروف ثابت لائق به تعالى ألا وهو علوه سبحانه على خلقه واستواؤه على عرشه على ما يليق بعظمته وأنه مع ذلك ليس في جهة ولا مكان.
“Jika (penjelasan) yang lewat telah kamu ketahui, maka dengan izin Allah, dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi serta atsar-atsar kalangan salaf yang telah dicantumkan oleh pengarang (al-Dzahabi) -rahimahullah- di dalam kitab ini yang di depanmu ini, maka kamu akan dengan mudah memahami bahwa yang dimaksud dari (teks-teks) itu adalah sebuah makna yang tsâbit dan dapat diketahui, serta yang layak bagi Allah ta‘âlâ. -Makna itu adalah- bahwa tinggi dan istiwâ’-Nya atas ‘arasy adalah berdasarkan yang layak untuk keagungan-Nya. Sementara dengan hal itu, Dia tiada berjihat (arah) dan tiada bertempat”.

Nah beranikah Para Laskar Wahabi menuduh sesat Muhaddits pujaannya sebab pernyataan Beliau “Allah wujud tanpa tempat dan arah” ???
Jawab: sebenarnya tuduhan murahan,akan tertipu hanya yg malas baca kitab asli.sebab kalau kita baca kitab lebih lengkap sedikit saja maja tersingkap boroknya.
Lihat lah penjelasan selanjutnya: 
إذ هو خالق كل شيء، ومنه الجهة والمكان، وهو الغني عن العالمين، وأن من فسرها بالمعنى السلبي فلا محذور منه، إلا أنه مع ذلك لا ينبغي إطلاق لفظ الجهة والمكان ولا إثباتهما لعدم ورودهما في الكتاب والسنة، فمن نسبهما إلى الله فهو مخطئ لفظأً إن أراد بهما الإشارة إلى إثبات صفة العلو له تعالى، وإلا فهو مخطئ معنى أيضاً إن أراد به حصره تعالى في مكان وجودي أو تشبيهه تعالى بخلقه.
وكذلك لا يجوز نفي معناهما إطلاقاً إلا مع بيان المراد منهما؛ لأنه قد يكون الموافق للكتاب والسنة؛

Lafadh makaan (tempat) dan jihah (arah) tidaklah terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Oleh karena itu kita tidak menetapkannya bagi Allah, karena 'aqidah al-asmaa' wash-shifaat tidaklah ditetapkan kecuali melalui dengan dalil.

Namun jika penolakan ini adalah dimaksudkan untuk menolak keberadaan Allah di atas langit secara hakiki (seperti yang dilakukan oleh Asyaa'irah), maka ini keliru. 

Atau dengan kata lain, seandainya penafikan ini maksudnya adalah untuk menafikan Allah berada di atas langit-Nya, di atas 'Arsy-Nya secara hakiki, maka kita pun menetapkannya.

Adapun tafshil mengenai tempat yang itu disandarkan kepada Allah, jika yang dimaksud adalah yang melingkupi sesuatu; maka kita menafikkannya, karena tidak ada sesuatu pun dari makhluk-Nya yang dapat melingkupi-Nya. Allah Maha Besar. Namun jika yang dimaksudkan dengan 'tempat' ini adalah amrun 'adamiyyun yang berada di luar alam, maka ini benar.

Jadi syeikh meniadakan karena memang tidak ada nash yg shorih/ jelas,namun beliau memperincinya dg baik.tidak mutlak ditolak atau diterima alias dikembalikan ke dalil yg ada.

Disunnahkan membunuh cicak atau tokek atau semua jenisnya ?


Memang benar bahwa ada nash-nash dari hadits nabawi yang menyebutkan bahwa Rasulullah memerintah kita untuk membunuh wazagh. 

Hanya saja yang jadi masalah terkait dengan penerjemahan dari bahasa Arab aslinya. Nash aslinya bahwa Nabi memerintahkan kita untuk membunuh hewan yang disebut sebagai wazagh. masalah cara penerjemahannya dari hewan wazagh ini, yang kadang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai cecak, dan kadang diterjemahkan sebagai tokek. Para ulama di Indonesia banyak berbeda pendapat ketika menterjemahkannya.

Makna Wazagh : Cecak Atau Tokek?
Tokek dalam bahasa Arab disebut dengan kataSaamm Abrash. Nama ilmiahnya Gecko gekko. Binatang ini masih satu famili dengan cicak ( Arab : al-wazagh ), yaitu famili Geckonidae. Nama ilmiah cicak Cosymbotus platyurus. Sedangkan cecak dalam bahasa Arab disebut dengan sihliyah (سحلية).
 Sebagian kalangan menterjemahkannya sebagai cecak, namun sebagian lagi menterjemahkan sebagai tokek.
Lalu mana yang benar, apakah yang dimaksud itu cecak, tokek atau memang keduanya?

Syubhat: 
secara bahasa.
Dalam kitab al-Qamus Al-Muhith dijelaskan,
الوَزَغَةُ ، مُحرَّكةً: سامُّ ابْرَصَ ، سُمِّيَتْ بها لِخِفَّتِها وسُرْعَةِ حَرَكَتِها،
“Cicak, (spesies lainnya adalah tokek) ,  dinamakan demikian karena ringannya dan cepat gerakannya”

Jawab:terjemahan kurang tepat,terkesan tendensius.
Wazagah disebut muharrokah yaitu tokek,dinamakan muharrokah karena ringannya dan cepatnya gerakan.
Terjemah dalam kurung hanyalah dari kantong sendiri

Syubhat: keduanya diperintahkan dibunuh.
Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata,
هي من الحشرات المؤذيات وجمعه أوزاغ وسام أبرص جنس منه وهو كباره
“ Cicak itu termasuk binatang melata yang mengganggu manusia, dan tokek adalah salah satu spesies darinya yang berbadan lebih besar.”

Jawab:disitu tidak sedikitpun ada penjelaskan yg kecil itu cicak,yg besar tokek.
Disitu hanyalah yg besar tokek,adapun yg kecil ya yg sejenis yaitu yg abros berwarna blirik bukan polosan.
makna wazagh lebih lebih tepat diartikan sebagai tokek dan bukan cecak. Bahasa Arabnya cecak adalah sihliyah (سحلية).

Bahkan yg disebut wazagh mempunyai suara toqtoqoh
ماذا عن رشّه بالماء المغليّ لإخراجه من الجحر مثلاً، أو رشه به لعدم التمكن من الوصول إليْه إذا كان في السقف ؟
ثم هل للوزغ صوت ؟ 

 إن كان الماء المغلي أو غيره يقتله حرقاً فلا يشرع ؛ كما جاء النهي عن التعذيب والقتل بالنار .
أما صوت هذه الفويسقة فلها صوت 
معروف ، أقرب ما يكون للطقطقة .
apakah cicak biasa bersuara seperti itu?

Jadi wazagh itu yg warna blirik saja.
لكن السحلية ليست هي الوزغ وإنما الوزغ هو ما يطلق عليه لفظ (البرص) والسحلية تختلف عن البرص

فالسحلية غير الحلكة أو اللحكى غير الوزغ، فهذه الثلاثة مختلفة.

Bahkan imam atho' membenci membunuh cicak
وقد كره عطاء قتل العظاءة أو العظاية وهي السحلية، وزعموا أنها كان تمج الماء على إبراهيم -عليه السلام- بينما كانت الوزغة تنفخ أشار إليه ابن قتيبة.

Di kamus manapun wazagh itu ya sammu abros alias tokek,gak ada yg menyebut sihliyah alias cicak biasa. 

معنى وزغ في لسان العرب الوَزَغُ دُوَيْبَّةٌ التهذيب الوَزَغُ سَوامُّ أَبْرَصَ ابن سيده الوَزَغةُ سامُّ أَبرصَ
معنى وزغ في تاج العروس
الوَزَغَةُ مُحَرَّكَةً : سامُّ أبْرَصَ كما في المُحْكَمِ وفي العُبَابِ : دُوَيْبَّةٌ سُمِّيَتْ بها لخِفَّتِهَا وسُرْعَةِ حَرَكَتِهَا

Organisasi cak NO ngaku ahli sunnah?

Alkisah di negeri antah berantah terdapat sebuah
organisasi keagamaan. Nama organisasi tsb adalah CAK
NO. Ajarannya gabungan antara islam dan kejawen.
Makanya asasnya bernama ASli WArisan JAwa. Ciri-ciri
dari pimpinan, tokoh beserta anggota organisasi ini
antara lain untuk prianya mudah tensi alias kebakaran
jenggot. Makanya jenggot mereka pada habis karena
terbakar. Nggak tahulah apa penyebab mereka ini
mudah marah. Yg jelas mereka marah kalo ada orang
yang ingin menjalankan sunnah dan menjauhi bid'ah
seperti yg diperintah Allah dan RasulNya. Kalo ketemu
orang yg seperti ini mereka menyebut wahabi. Mereka
nggak sadar kalo salah seorang pendiri organisasi
mereka bernama Abdul Wahab juga. Ya, Abdul Wahab,
bukan hanya BIN Abdul Wahab. Maka secara bahasa yg
pantas disebut Wahabi sebenarnya kelompok ini.
Kemungkinan kedua jenggot mereka ini terbakar karena
kebablasan nyumut rokok. Karena rokok bagi organisasi
ini suatu "kewajiban". Kalo nggak merokok nggak diakui
atau minimal kurang diakui loyalitasnya.
Sedangkan perempuannya juga pada kebakaran. Tapi yg
terbakar adalah kerudungnya atau bahkan bajunya.
Makanya kerudung mereka pendek-pendek atau hanya
pakai kupluk, atau bahkan nggak pake kerudung sama
sekali. Begitu juga dg bajunya. Sudahlah nggak bisa
dikatakan lagi. Nggak ada atsar atau bekas dari
keislaman mereka. Akan tetapi para pimpinan dan
tokoh mereka enjoy aja melihat yg demikian itu. Justru
kalo ada wanita yg mencoba menerapkan ajaran islam
yg sebenarnya malah dicemooh. Wal iyyadzu billah.
Demikianlah cerita dari negeri antah berantah.
Alhamdulillah kita masih dikenalkan oleh Allah
subhanahu wa ta'ala dg Islam yg benar. Sehingga kita
tdk mudah kebakaran jenggot, terbukti semakin banyak
panjang dan lebat saja kayak jenggotnya para Rasul,
Nabi dan para a'immatul ummah salafunasshalih .
Demikian juga para akhwatnya senantiasa istiqomah dan
tidak mudah kebakaran kerudung atau jilbabnya apalagi
bajunya.

Kenduri hari ke-7,40, ..,1000 keyakinan hindu

Tentang doa selamatan kematian 7, 40, 100 dan 1000 hari
Kita mengenal sebuah ritual keagamaan di dalam masyarakat muslim ketika terjadi kematian adalah menyelenggarakan selamatan/kenduri kematian berupa doa-doa, tahlilan, yasinan (karena yang biasa dibaca adalah surat Yasin) di hari ke 7, 40, 100, dan 1000 harinya. Disini kami mengajak anda untuk mengkaji permasalahan ini secara praktis dan ilmiah.
Setelah diteliti ternyata amalan selamatan kematian pada hari yang ditentukan diatas tersebut bukan berasal dari Al Quran, Hadits (sunah rasul) maupun Ijma Sahabat, malah kita bisa melacaknya dikitab-kitab agama hindu.
Dalam keyakinan Hindu roh leluhur (orang mati) harus dihormati karena bisa menjadi dewa terdekat dari manusia (Kitab Weda Smerti Hal. 99 No. 192). Selain itu dikenal juga dalam Hindu adanya Samsara (menitis/reinkarnasi).
Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 yang berbunyi :
Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu.

Dalam buku media Hindu yang berjudul : “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan yang tertinggal” karya : Ida Bedande Adi Suripto, ia mengatakan : “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu”.
Sedangkan penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari (hari 1,7,4,….1000) terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi:
 “Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.”

Jumat, 29 April 2016

Menaruh lampu ari-ari kufur dari ajaran hindu


فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ
تحفة المريد ص : 58

“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) hukumnya kafir dengan kesepakatan para ulama,

atau berkeyakinan terjadi sebab kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah didalamnya maka menurut pendapat yang paling shahih tidak sampai kufur tapi fasiq dan ahli bidah seperti pendapat kaum mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang hamba adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan Allah pada dirirnya,

atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka dihukumi orang bodoh/jahil

atau berkeyakinan yang menjadikan hanya Allah hanya saja segala sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang mukmin yang selamat, Insya Allah" 
 Tuhfah alMuriid 58

(terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46) :
1.  Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip)
2.   Sambutan, yaitu upacara penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) pada si jabang bayi
3.  Janganan, yaitu upacara suguhan terhadap “Empat Saudara” (sedulur papat) yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari (orang Jawa menyebut  kakang kawah adi ari-ari)
Hal ini dilakukan untuk panggilan kepada semua kekuatan-kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada ‘Saudara Empat”yang bersama-sama ketika sang bayi dilahirkan, untuk bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.
Sedangkan upacara terhadap ari-ari, ialah setelah ari-ari terlepas dari si bayi lalu dibersihkan dengan air yang kemudian dimasukkan ke dalam tempurung kelapa selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil atau guci. Ke dalamnya dimasukkah tulisan “Aum” agar sang Hyang Widhi melindungi. Selain itu dimasukkan juga berbagai benda lain sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, dikanan pintu apabila bayinya laki-laki, dikiri pintu apabila bayinya perempuan.
Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan. Apa yang diperbuat kepada si bayi maka diberlakukan juga kepada Saudara Empat tersebut. Kalau si bayi setelah dimandikan, maka airnya juga disiramkan kepada kendil tersebut.

riwayat lemah: mengubur ari-ari ?

Syubhat:

كَانَ يَأْمُرُ بِدَفْنِ سَبْعَةِ أَشْيَاءَ مِنَ اْلِانْسَانِ : الشَّعْرِ وَالظُّفْرِ وَالدَّمِ وَالْحِيْضَةِ وَالسِّنِّ وَالْعَلَقَةِ وَالْمَشِيْمَةِ (الحكيم عن عائشة)
“Nabi memerintahkan untuk mengubur 7 bagian dari manusia, rambut, kuku, darah, bekas haid, gigi, gumpalan daging dan ari-ari” (HR al-Hakim [al-Tirmidzi] dalam al-Nawadir, dari Aisyah tanpa sanad)

Riwayat yang hampir senada yang memiliki sanad adalah hadis berikut:

كان يأمر بدفن سبعة أشياء من الإنسان : الشعر ، والظفر ، والدم ، والحيضة ، والسن ، والمشيمة ، والقلفة (أخرجه الرافعي في ترجمة محمد بن علي بن إبراهيم أبي إبراهيم القطان (1/ 455) بسنده عن أبي محمد سعيد بن عبدالفريابي بـ (سرخس) : حدثنا مالك بن سليمان - هروي - : حدثنا داود بن عبدالرحمن عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة مرفوعاً)
Jawab:
Al Baihaqi mengatakan dalam Syu’abul Iman,
Telah diriwayatkan beberapa hadits dari beberapa jalur tentang mengubur rambut dan kuku, namun semuanya dha’if (lemah) . (Nasbur Raayah Fi Takhriji Ahaditsil Hidaayah 1/189)

 مالك بن سليمان الهروي قال العقيلي (4/ 173) :
"في حديثه نظر" .
قال الذهبي :
"وكذا قال السليماني ، وضعفه الدارقطني" .
Malik ibn sulaiman al harowi,dikatakan oleh imam al uqaili :dalam riwayatnya perlu ditinjau ulang.
Imam adzdzahabi: seperti itu pula dikatakan assulaimani,dan imam daruqutni melemahkannya.

Kamis, 28 April 2016

Syubhat pembagian bulan ramadhan


Hadits Pertama:
أوَّلُ شَهْرِ رَمَضانَ رَحمَةٌ وأوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“Bulan Ramadhan permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirannya adalah pembebasan dari neraka”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalamFadhail Ramadhan (I/14), Ibnu Asakir dalam Tarikh(XXIIV/19), Khathib al-Baghdadi dalam al-Muwadhdhih (II/149), al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa al-Kabir (III/437) dan lain-lain dari shahabat Abu Hurairah.
Hadits ini memang lemah. Letak kelemahannya adalah perawi yang bernama Maslamah bin Shalt yang tidak dikenal, dan perawi yang bernama Sallam bin Sulaiman bin Siwar menurut Ibnu Adi dianggap munkarul hadits.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Lisan al-Mizan (VI/33) berkata, bahwa Masalamah bin Shalt adalah matruk haditsnya. Ia juga menukil dari al-Azdi dan menilai bahwa Maslamah adalah dhaif serta haditsnya tidak boleh dibuat hujjah.
Al-Khathib al-Baghdadi mengomentari Sallam bin Sulaiman sebagai orang yang lemah haditsnya.
Dengan demikian hadits ini adalah dhaif sekali.
Jawab:
Hadis ini bersumber dari dua orang rawi yang dinyatakan daif, yaitu:
Maslamah bin As Shlt.
Abu Hatim berkata, ’Matruk al-Hadits”. (Lihat, Al-Jarh wa at-Ta’dil, VIII: 269; Ad-Du’afa wa al- Matrukin, III : 119)
Salam bin Sawwar.
Nama lengkapnya Salam bin Sulaiman bin Sawwar, Abul Abbas, as Tsaqafi, al Madain.
Menurut Abu Hatim, ’Ia rawi yang tidak kuat”. Ibnu Adi berkata, ’Munkar al-Hadits” (Lihat, Mizan al-I’tidal, II : 178)
Penilaian Para ulama Terhadap Hadis di atas:
Kata Al-Khathib al-Baghdadi:
وكان ضعيفا في الحديث ومن ضعفه اختلاف روايته هذا الحديث
“Salam daif dalam hadis, dan di antara bentuk kedaifannya terdapat ikhtilaf dalam meriwayatkan hadis ini” (Lihat,Mawdhih Awham al-Jam’I wa at-Tafriq, II:144)
Kata Muhammad al-Lakhmi:
إسناده ضعيف جدا والحديث منكر
“Sanadnya sangat daif, dan hadis itu munkar.” (Lihat, Masyikhah Abi Thahir Ibn Abu As-Shaqr, hlm. 83)
Al Huwaini berkata, “Ini adalah hadits batil."[Al Fatawa Al Haditsiyah, Jilid 1, Hlm 291.Program Al Maktabah Asy Syamilah.]
Jadi hadits tidak bisa dikuatkan apalagi menjadi penguat
 Al-Uqailiy:لا يتابع على حديثه
“ Hadistnya tidak bisa menjadi penguat.”

berkata Ibnu ‘Adiy:هو عندي منكر الحديث وعامة ما يرويه حسان إلا أنه لا يتابع عليه
“ Menurutku dia adalah Munkarul Hadist, dan kebanyakan hadistnya baik hanya saja tidak dapat menjadi penguat.” Lihat kitab Tahdziib At-Tahdziib 4/249,
Hadits Kedua:

Terkandung dalam hadits yang panjang dan di dalamnya terdapat lafazh hadits berikut:

وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
“(Ramadhan) adalah bulan yang permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirannya adalah pembebasan dari neraka”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalamShahih-nya (III/191) dengan isyarat lemah, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (III/305), al-Haitsami dalam Bughyah al-Bahits (I/412), dan Ibnu Adi dalam al-Kamil (V/293).

Sebagaimana dalam Syuab al-Iman-nya al-Baihaqi, hadits ini diriwayatkan melalui jalur Ali bin Zaid bin Jud’an dari Tabi’in Said bin al-Musayyab dari Shahabat Salman al-Farisi.

Terkait hadits ini, al-Hafizh as-Suyuthi berkata dalam al-Jami’ al-Kabir (I/26822) berkata:

قَالَ الحَافِظُ ابنُ حَجَرٍ فِى أطْرَافِهِ : مَدَارُهُ عَلَى عَلِىِّ بنِ زَيْد بنِ جُدْعَان وَهُو ضَعِيْفٌ وَيُوْسُفُ بنُ زِيَادٍ الرَّاوِى عَنْه ضَعِيْفٌ جِدًّا وَتَابَعَهُ إِياَسٌ بنُ عَبْدِ الغَفَّارِ عَنْ عَلِىّ بنِ زَيْد عِنْدَ البَيْهَقِى فِى شُعَبِ الإيْمَانِ قَالَ ابنُ حَجَر : وَإِياَسٌ مَا عَرَفْتُهُ.
“Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Athraf berkata: “Letak kelemahan dalam hadits tersebut adalah perawi Ali bin Zaid bin Jad’an dan dia dhaif, dan Yusuf bin Ziyad yang meriwayatkan darinya yang dhaif sekali. Dan dia dikuatkan (muta’baah) oleh Iyas bin Abdul Ghaffar dari Ali bin Zaid dalam riwayat al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman”. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Dan Iyas aku tidak mengenalnya”.

Dengan ini dapat difahami, status hadits di atas mula-mula sangat dhaif tetapi kerana adanya mutaba’ah (salah satu penguat), maka haditsnya naik menjadi dhaif biasa.
Menurut Dr. Muhammad Mushthafa al-A’zhami dalam tahqiq-nya terhadap Shahih Ibni Khuzaimah, bahwa hadits ini dhaif karena Ali bin Zaid bin Jud’an adalah lemah.
Jawab:  mana penguatnya?
Bagaimana Ali bin Zaid bin Jud’ân jadi penguat?. Orang ini seorang perawi yang lemah sebagaiamana diterangkan oleh Imam Ahmad rahimahullah, Yahya rahimahullah, Bukhâri rahimahullah, Dâru Quthni rahimahullah, Abu Hâtim rahimahullah dan lain-lain.
Ibnu Khuzaimah rahimahullah sendiri mengatakan, “Aku tidak menjadikannya sebagai hujjah karena hafalannya jelek.” Imam Abu Hatim rahimahullah mengatakan, “Hadits ini mungkar.”

Berkata Hammad Bn Zaid:
وكان يقلب الاحاديث
“ dia slalu membolak-balikan Hadist.”

Berkata Al-Fallas:
كان يحيى القطان يتقى الحديث عن على بن زيد
“ Yahya Al-Qothhan menjauhkan periwayatan hadist dari ‘Aliy Bin Zaid.” Lihat Mizanul ‘Itidal 3/127 oleh Ad-Dzahabi
 Yusuf bin Ziad an-Nahdi. Dia telah dinyatakan daif oleh para ahli hadis, antara lain: Al Bukhari dan Abu Hatim berkata,’Munkarul Hadits (hadisnya tidak halal diriwayatkan)”. Mizanul ‘Itidal, IV : 465.

Imam al-Bukhari berkata:
كُلُّ مَنْ قُلْتُ فِيْهِ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ لاَ تَحِلُّ الرِّوَايَةُ عَنْهُ
 “Setiap orang yang aku katakan padanya, ‘munkar al-Hadits’ tidak halal meriwayatkan hadis darinya” (Lihat, Ar-Raf’ wa at-Takmil fi al-Jarh wa at-Ta’dil: 208)
Perawi Hadits kayak begini mau jadi penguat?
Ingat tidak halal?
Syubhat: Al-Mubarakfuri dalam Tuhfah al-Ahwadzi (III/449) berkata, bahwa banyak ulama yang menilai Ali bin Zaid bin Jud’an adalah perawi lemah tetapi dinilai “shaduq” oleh Imam Tirmidzi. Sedangkan derajat “shaduq” jika yang mengatakan adalah Imam at-Tirmidzi, menurut Ahmad Syakir, sebagaimana dikutip Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam al-Manhal al-Lathif (hal. 130), adalah indikasi perawi hadits hasan.

Jawab: ini jelas distorsi pengelabuan.padahal imam attirmidzi tidak cuma bilang shoduq,ada lanjutannya
صدوق، إلا أنه ربما رفع الشيء الذي يوقفه غيره

Shoduq akan tetapi sering merofakkan/ menisbatkan ke nabi yg dianggap mauquf selainnya
Bahkan para ulama telah menjelaskan maksud attirmidzi bahwa shoduq bukan serta merta hasan,tapi aslinya dhoif lemah namun hasan dg syawahid.jadi bukan hasan lidzatihi.
Sebagaimana dikatakan syeikh mubarokfuri dalam tuhfatul ahwadzi:

قلت : علي بن زيد بن جدعان عند الترمذي صدوق كما في الميزان وغيره فلأجل ذلك حسنه وصححه على أن لهذا الحديث شواهد ، وكم من حديث ضعيف قد حسنهالترمذي لشواهده .
Sekarang mana penguatnya?semua tidak layak sama sekali.

Syubhat:
Imam Badruddin al-Aini dalam Umdah al-Qari(X/278), setelah menyampaikan hadits tersebut, berkata:

وَلاَ يَصِحُّ إسْنَادُهُ وَفِيْ سَنَدِهِ إِياَسٌ قَالَ شَيْخُنَا الظَّاهِرُ أَنَّهُ ابنُ أَبِي إِيَاسٍ قَالَ صَاحِبُ ( المِيْزَان ) إِيَاسُ بن أبِي إِيَاسٍ عَنْ سَعِيْدٍ بن المُسَيَّبِ لاَ يُعْرَفُ وَالخَبَرُ مُنْكَرٌ
“Sanadnya tidak shahih dan didalam sanadnya terdapat Iyas. Guru kami (al-Iraqi) berkata: “Yang zhahir, Iyas adalah Ibnu Abi Iyas. Penulis kitab al-Mizan berkata: “Iyas bin Abi Iyas dari Said bin Musayyab tidak dikenal. Dan haditsnya munkar”.

Hadits yang dinilai munkar oleh Badruddin al-Aini ini adalah hadits riwayat Harits bin Usamah dalamMusnad-nya dengan perawi yang berbeza dengan perawi Ibnu Khuzaimah, meski semua meriwayatkan dari jalur Said bin Musayyab dari Salman al-Farisi. Dengan demikian, riwayat yang dinilai munkar haditsnya hanya riwayat dari Harits bin Usamah.
Jawab: mana perkataan yg membatasi semacam itu.itu dari kantongmu sendiri.

Syubhat:
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Lisan al-Mizan (I/475) menulis tentang Iyas:

إِيَاسُ بن أبِي إِيَاسٍ عَنْ سَعِيْدٍ بن المُسَيَّبِ لاَ يُعْرَفُ أيْضًا وَخَبَرُهُ مُنْكَرٌ وَذَكَرَهُ العُقَيْلِيّ فَقَالَ مَجْهُولٌ وَحَدِيْثُهُ غَيْرُ مَحْفُوْظٍ
“Iyas bin Abi Iyas dari Said bin Musayyab tidak dikenal juga, dan haditsnya munkar. Al-Uqaili menyebutkannya dan berkata: “Ia majhul dan haditsnya tidak mahfuzh”

Lalu apa yang dimaksud dengan “munkar” tersebut? Apakah ia masuk kategori hadits yang sangat dhaif sebagaimana maklum dalam ilmu mushthalah hadits hingga tak dapat lagi diamalkan sama sekali dalam hal apapun? Mari kita kaji lebih lanjut.

Hadits munkar adalah hadits dengan perawi yang kesalahannya terlalu banyak, atau banyak sekali kelalaiannya, atau terlihat jelas kefasikannya. Pertanyaannya, apakah Iyas bin Abi Iyas demikian adanya? Tidak sama sekali. Dia hanya perawi yang majhul dan tidak sampai pada level seperti itu. Jika keadaan dia seperti itu tentu ulama tidak akan menilainya majhul lagi, karena jelas ia cacat.
Atau menurut definisi sebagian ulama, hadits munkar adalah hadits yang diriwayatkan perawi dhaif yang menyelisihi hadits yang diriwayatkan perawi tsiqah. Pertanyaannya, manakah hadits dengan perawi tsiqah dalam masalah ini yang diperselisihi hadits diatas? Adakah ulama yang mengatakan demikain? Tidak ada sama sekali kecuali analisa sebagian pengkaji yang hanya berusaha meraba-raba maksud dari Imam Badruddin al-Aini saja. Apalagi tidak ada ayat atau hadits yang secara sharih (jelas) diperselisihinya yang itu merupakan indikasi munkar dalam matannya.
Jika Iyas bin Abi Iyas tidak masuk dalam dua definisi diatas, lalu apa maksud istilah haditsnya munkar diatas? Coba kembali kita fahami dengan seksama ucapan al-Aini. Ia hanya mengatakan “Haditsnya munkar” dan itu sifatnya perawi bukan sifatnya hadits. Dan kemungkinan besar, maksud dari munkar tersebut ialah istilah yang disebutkan ulama mutaqaddimin, bahwa munkar adalah hadits yang diriwayatkan perawi yang hanya meriwayatkan satu hadits saja. Maksudnya, Harist bin Abi Utsamah dalam Musnad-nya, dari Abdullah bin Bakr dari  Iyas bin Abi Iyas dan Iyas tersebut hanya meriwayatkan satu hadits itu saja.
Jawab: itu hanya khayalanmu saja
Kata Ibnu Abu Hatim, “Saya bertanya kepada ayah saya tentang hadis…(di atas). Maka beliau menjawab:
هذا حدِيثٌ مُنكرٌ غلِط فِيهِ عَبدُ اللهِ بنُ بكرٍ إِنّما هُو أبانُ بنُ أبِي عيّاشٍ فجعل عَبدُ اللهِ بنُ بكرٍ أبانًا إِياسًا.
“Ini hadis yang munkar, Abdullah bin Bakr telah melakukan kesalahan di dalamnya, rawi sebenarnya tiada lain Aban bin Abu ‘Ayyas, lalu Abdullah bin Bakar menjadikan (mengganti) Aban dengan Iyas.” (Lihat, ‘Ilal al-Hadits, hlm. 289)
Kata Ibnu Hajar:
رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي (الشُّعَبِ) مِنْ طُرُقٍ : عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُجْرٍ بِهَذَا الإِسْنَادِ  وَمِنْ طَرِيقٍ أُخْرَى : عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَكْرٍ السَّهْمِيِّ  عَنْ إِيَاسِ بْنِ عَبْدِ الْغَفَّارِ  عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ  وَالأَوَّلُ أَتَمُّ وَمَدَارُهُ عَلَى عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ ضَعِيفٌ , وَأَمَّا يُوسُفُ بْنُ زِيَادٍ فَضَعِيفٌ جِدًّا وَأَمَّا إِيَاسُ بْنُ عَبْدِ الْغَفَّارِ فَمَا عَرَفْتُهُ
“Hadisnya diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab al-Iman melalui beberapa jalur periwayatan: Dari Ali bin Hujr dengan sanad ini. Dan dari jalur lain: dari Abdullah bin Bakr as-Sahmi, dari Iyas bin Abdul Ghaffar, dari Ali bin Zaid. Jalur pertama lebih komplit dan porosnya Ali bin Zaid, dan dia daif. Adapun Yusuf bin Ziyad, maka ia sangat daif. Sedangkan Iyas bin Abdul Ghaffar, maka aku tidak mengenalnya.” (Lihat,Ittihaf al-Muhirrah bil Fawa’id al-Mubtakirah min Athraf al-Asyrah, V:560)

Syubhat:
Imam Abdul Hayyi al-Luknawi dalam ar-Raf’ wa at-Takmil (hal. 201) berkata:

قَالَ الزَّيْنُ العِرَاقِيّ فِي تَخْرِيْجِ اَحَادِيْثِ احْيَاء العُلُوم كَثِيْرًا مَا يُطْلِقُونَ المُنْكَرَ عَلىَ الرَّاوِي لِكَوْنِهِ رَوَى حَدِيْثًا وَاحِدًا
“Zain al-Iraqi dalam Takhrij Ihya berkata: “Banyak sekali ulama mengucapkan istilah munkar untuk perawi karena dia meriwayatkan satu hadits saja”.
Jawab: apakah hanya meriwayatkan satu hadits saja?jelas tidak dg hadits ini yg perawinya iyas.
Syubhat:
Dan apa yang dikatakan al-Hafizh Ibnu Hajar di atas terdapat indikasi kesana. Dan jika ini benar, maka hadits ini bukan terkategorikan munkar yang masuk peringkat sangat dhaif, tetapi dhaif biasa disebabkan majhulnya perawi.
Jawab:
Yusuf bin Ziad an-Nahdi. Dia telah dinyatakan daif oleh para ahli hadis, antara lain, Al Bukhari dan Abu Hatim berkata, ’Munkar al-Hadits (hadisnya tidak halal diriwayatkan)”. (Lihat, Mizan al-‘Itidal, IV : 465)Imam al-Bukhari berkata, “Dia munkar al-hadis”(Lihat, Al-Tarikh al-Kabir, Dar el-Fikr, t.t. IV:357)
Imam al-Bukhari berkata:
كُلُّ مَنْ قُلْتُ فِيْهِ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ لاَ تَحِلُّ الرِّوَايَةُ عَنْهُ
 “Setiap orang yang aku katakan padanya, ‘munkar al-Hadits’ tidak halal meriwayatkan hadis darinya” (Lihat, Ar-Raf’ wa at-Takmil fi al-Jarh wa at-Ta’dil: 208).

Syubhat:
Dan mungkin inilah maksud Ibnu Arraq dalan Tanzih asy-Syari’at (II/57) yang menyebutkan istilah munkar boleh diamalkan dalam fadhail amal:

والمُنْكَرُ مِنْ قِسْمِ الضَّعِيْفِ وَهُوَ مُحْتَمَلٌ فِي الفَضَائِلِ
“Dan munkar adalah termasuk bagian hadits dhaif. Dan ia dimaafkan dalam fadhilah amal”


Dari segi matan, makna hadits ini pun tidak tepat karena seolah-olah memberi pengertian bahwa rahmat Allah hanya terkhusus pada 1/3 awal dari Ramadhan, maghfirah pada 1/3 pertengahan dan pembebasan dari api neraka hanya terkhusus pada 1/3 akhir dan makna hadits ini bertentangan dengan beberapa hadits shohih yang menunjukkan bahwa rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka terdapat dalam sepanjang bulan Ramadhan .
Hadits pertama statusnya sangat dhaif. Sedangkan hadits kedua berstatus dhaif biasa tidak sampai masuk peringkat dhaif sekali. Andaipun hadits yang kedua ini juga dhaif sekali, tetapi karena terdapat riwayat lain yang sederajat, maka sesuai dengan kaidah yang dicetuskan al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-Hafizh as-Suyuthi, derajatnya naik menjadi dhaif biasa, sehingga dapat diamalkan dalam fadhilah amal, targhib wa tarhib dan lain-lain.
Sayyid Alawi al-Maliki dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail (hal. 248) berkata:

قَالَ الاِمَامُ الرَّمْلِيّ الأحَادِيْثُ الشَدِيْدَةُ الضُّعْفِ اذاَ انْضَمَّ بَعْضُهَا اِلَى بَعْضٍ يُحْتَجُّ بِهَا فِي هَذَا البَابِ
“Imam Ramli berkata: “Hadits-hadits yang sangat dhaif ketika dikumpulkan sebagian darinya ke sebagian yang lain, maka dapat dibuat hujjah dalam bab ini (fadhail amal dll)”.
Jawab:itu klo tidak menyelisihi riwayat tsiqoh.
Faktanya menyelisihi riwayat bahwa semua hari ramadhan membebaskan dari neraka.

Al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi dalam Tadrib ar-Rawi (I/177) yang mengutip pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar berkata.

بَلْ رُبَّمَا كَثُرَتْ الطُرُق حَتَّى أَوْصَلَتْه إلىَ دَرَجَةِ المَسْتُوْرِ والسَّيّءِ الحِفْظِ بِحَيْثُ إذَا وُجِدَ لَهُ طَرِيْقٌ آخَرُ فِيْهِ ضَعْفٌ قَرِيْبٌ مُحْتَمِلٌ ارْتَقَى بِمَجْمُوعِ ذَلِكَ إلىَ دَرَجَةِ الحَسَنِ
 “Bahkan, terkadang banyaknya jalan riwayat hingga sampai kepada derajat perawi mastur dan yang jelek hafalannya, yang jika ditemukan jalan riwayat lain yang tidak sangat dhaif, maka ia naik ke derajat hasan sebab perhimpunannya”
Jawab: sedangkan hadits munkar itu sangat dhoif

ثالثاً المنكر
س1)- عرف الحديث المنكر ؟

يعرف الحديث المنكر بما يلي :-
1- هو الحديث الذي في إسناده راوي فاحش غلطه أو كثرت غفلته أو ظاهر فسقه .
2- هو ما خالف فيه الضعيف الثقة .
فإذا خالف الضعيف الثقة فيسمى الحديث الضعيف منكراً ويسمى حديث الثقة معروفاً , وعلى هذا يكون تعريف الحديث المعروف هو ما رواه الثقة مخالفاً لما رواه الضعيف فهو بهذا المعنى مقابل للمنكر .

س2)- ما حكم الحديث المنكر ؟
يتبين من تعريفي الحديث المنكر أنه من أنواع الضعيف جداً لأنه إما راويه ضعيف موصوف بفحش الغلط أو الغفلة أو الفسق , وأما ضعيف مخالفا لرواية الثقة , ويأتي الحديث المنكر من حيث الضعف بعد المتروك .
Syubhat: Ulama Wahabi Membenarkan Kandungan dan Beramal Dengan Hadith Ini
Yang sedikit agak aneh adalah, kandungan hadits ini ternyata digunakan juga oleh ulama untuk menerangkan keutamaan Ramadhan, bahkan termasuk ulama Salafi Wahabi, seperti Sholih al-Munajjid dalam mukaddimah Fatawa-nya, Utsaimin dalam Fatawa Nur (I/216) juga dalam Majmu’ Fatawa wa Rasail dan lain-lain. Tidak hanya itu, dalam Fatawa Syabakah Islamiyyah (kitab fatwa ulama Salafi Wahabi) nombor fatwa 29683, hadits di atas masuk kategori boleh diamalkan dalam fadhilah amal. Fatawa Lajnah Daimah (Arab Saudi) fatwa nombor 4145 juga menegaskan hadits tersebut dhaif biasa.
Jawab:
Kalau ente mengira kita taklid ta'ashub buta sama mereka maka ente salah besar.
Bahkan mereka menyuruh kita menjauhkan diri dari fanatik buta.
Terlebih hadist pembagian ini bertentangan dengan hadist yang lainnya diantaranya
1. Hadist Abu hurairoh atau Abu Sa’id Al-Khudriy:

ان لله عتقاء في كل يوم وليلة لكل عبد منهم دعوة مستجابة
“ Sesungguhnya Allah akan memerdekakan para hambanya (dari api neraka) pada setiap hari dan setiap malam, pada setiap hamba dari mereka mempunyai do’a yang akan dikabulkan.” (H.R Ahmad 2/254 berkata Syu’aib Al-Arnauth : Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)

dan dari hadist ini jelas bahwa‘Itqun Minannar terdapat pada setiap hari dan setiap malam bulan Ramadhan bukan pada sepertiga terkakhir saja.
2. Hadist Abu Hurairoh عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يبشر أصحابه قد جاءكم شهر رمضان شهر مبارك افترض الله عليكم صيامه “

Dari Abu Hurairoh Radhiyallahu’anhu berkata: Rosulullah ﷺ memberikan kabar gembira (dengan datangnya bulan ramdhan), sungguh telah datang kepada kalian Bulan Ramdhan bulan yang penuh keberkahan, Allah wajibkan kepada kalian puasa pada bulan itu.” ( H.R Ahmad 2/ 385 berkata Syeikh Syu’aib Al-Arnauth : Shahih dan sanad ini rijalnya dalam hadist yang mulia ini jelas bahwa bulan Ramadhan adalh bulan yang diberkahi, keberkahan tersebut mencakup Rahmat, Maghfiroh dan ‘Itqun Minannar. Dan ini terdapat pada seluruh bulan Ramadhan bukan pada hari-hari tertentu.

Oleh karena Hadist pembagian bulan Ramdhan tidak sah menurut tinjauan Ilmu Hadist, maka selayaknya kita tidak menyampaikannya kepada masyarakat terlebih para khatib dan penceramah, kecuali jika kita ingin menyampaikannya dengan menjelaskan kelemahannya.