beberapa ulama melarang wanita naik kuda, namun bukan karena alasan hadis tidak jelas di atas. Mereka melarang wanita naik kuda, karena faktor menampakkan aurat dan lekuk tubuh, disamping kuda merupakan hewan tunggangan yang umumnya digunakan lelaki. Karena naik kuda menampakkan kesan gagah, dan pemberani.
Sementara wanita dilarang meniru gaya laki-laki.
Ibnu Abidin – ulama hanafi – (w. 1252 H) menjelaskan keterangan di atas,
(قَوْلُهُ لِلْحَدِيثِ) وَهُوَ “لَعَنَ اللَّهُ الْفُرُوجَ عَلَى السُّرُوجِ” ذَخِيرَةٌ. لَكِنْ نَقَلَ الْمَدَنِيُّ عَنْ أَبِي الطَّيِّبِ أَنَّهُ لَا أَصْلَ لَهُ اهـ. يَعْنِي بِهَذَا اللَّفْظِ وَإِلَّا فَمَعْنَاهُ ثَابِتٌ، فَفِي الْبُخَارِيِّ وَغَيْرِهِ” {لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ}”
Keterangan penulis, ‘wanita dilarang naik kuda karena ada hadisnya’ maksudnya adalah hadis: ’Allah melaknat farji yang berada di atas sarji’ (Dzakhirah). Hanya saja, al-Madani mengutip keterangan dari Abu Thayib bahwa hadis itu la ashla lahu. Maksudnya, dengan redaksi semacam ini, tidak ada di kitab hadis. Akan tetapi, secara makna, diakui syariat. Diriwayatkan Bukhari dan lainnya sebuah hadis: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat lelaki yang meniru gaya wanita dan wanita yang meniru gaya lelaki.’
Kemudian Ibnu Abidin menyebutkan dalil lainnya,
وَلِلطَّبَرَانِيِّ “أَنَّ امْرَأَةً مَرَّتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَقَلِّدَةً قَوْسًا فَقَالَ : لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ وَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ”
Dalam riwayat Thabrani, bahwa ada seorang wanita yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkalung busur panah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah melaknat setiap wanita yang meniru gaya laki-laki dan lelaki yang meniru gaya wanita.
Ibnu Abidin juga memberi catatan ketika wanita terpaksa harus naik kuda,
(قوله ولو لحاجة غزوٍ إلخ) أي بشرط أن تكون متسترة وأن تكون مع زوج أو محرم
Keterangan penulis: ‘wanita boleh naik kuda untuk kebutuhan perang…’ artinya dengan syarat, tertutup, harus bersama suami atau mahram. (Hasyiah Ibnu Abidin, 6/423)
Dengan memahami keterangan di atas, kita bisa menarik kesimpulan untuk kasus wanita naik motor laki. Bagi masyarakat kita, wanita naik motor laki dianggap sebagai hal tabu. Karena masyarakat memahami, motor itu didesain khusus untuk lelaki. Memberikan kesan gagah, perkasa, gentle, pembalap, dst.
Sehingga wanita yang memakai motor laki, jelas terkena hadis larangan tasyabbuh, meniru dan menyerupai lawan jenis. ”Allah melaknat setiap wanita yang meniru gaya laki-laki dan lelaki yang meniru gaya wanita.”
Terlebih jika mereka yang naik motor semacam ini dengan mengenakan pakaian ketat, celana ketat atau menampakkan lekuk tubuh. Kasus semacam ini tidak kita bahas, karena hukumnya sudah jelas.
Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar