Selasa, 19 April 2016

Syubhat penggalak anak gaduh dimasjid

Banyak dalil yang menunjukkan kebolehannya, diantaranya adalah :
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّيْ لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيْدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَزُ فِيْ صَلاَتِيْ مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّة وَجدِ أمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
Dari Anas bin Malik, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Sungguh aku akan memulai shalat (berjama’ah) dan aku ingin memperpanjangnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Maka aku memperingan (memperpendek) shalatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)-nya itu” [HR. Bukhari no. 677 dan Muslim no. 470].
Jawab: justru ini dalil kegaduhan tangisan itu bukan dari awal sholat.bahkan ketika mulai ada tangisan nabi mempercepat sholat.
Jadi tidak benar hadits sbagai dasar di masjid nabi terbiasa gaduh dg anak kecil.sungguh ini pemahaman yg jauh.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شِدَّادِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ إِحْدَى صَلاَتَيِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِل حَسَناً أَوْ حسَيْناً فَتَقَدَّمَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِيْ فَرَفَعْتُ رَأْسِيْ وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِد فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُوْدِيْ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ يَا رسول الله إِنَكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِكَ سَجْدَة أَطَّلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْر أَوْ أَنَّهُ يُوْحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِن ابْنِي ارْتَحَلَنِيْ فَكَرَهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
Abdullah bin Syaddad meriwayatkan bahwa ayahnya berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (yaitu maghrib atau ’isya’) sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam maju dan meletakkan cucunya tersebut lalu mengucapkan takbiratul-ihram dan memulai shalat. Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama”. Ayahku berkata : ”Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di tas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka akupun sujud kembali. Setelah selesai shalat, para shahabat bertanya : ’Wahai Rasulullah, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu”. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Semua dugaan kalian tidaklah terjadi. Akan tetapi cucuku ini sedang naik ke punggungku seperti sedang menunggang kendaraan. Aku tidak ingin menyudahinya sampai ia benar-benar berhenti sendiri” [HR. Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 1141; shahih].
Perhatikanlah ! Tangisan bayi yang didengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa keberadaan anak-anak yang dibawa orang tuanya dalam shalat berjama’ah di masjid adalah fenomena yang biasa di jaman itu.
Jawab: ini justru bukti bahwa cucu nabi hanya mengganggu nabi saja.tidak mengganggu jamaah secara langsung.
Jadi tidak masalah kalau ada anak di masjid ganggung ayahnya saja,namun jika mengganggu yg lain maka itu yg terlarang.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا
Dari Abi Qatadah Al-Anshary radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku melihat Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam sedang mengimami manusia dan Umamah binti Abil-’Ash – ia adalah anak dari Zainab binti Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam – (digendong) di atas pundakya. Apabila beliau rukuk, maka beliau meletakkannya, dan apabila beliau akan berdiri dari sujud, maka beliau kembali (menggendongnya)” [HR. Bukhari no. 494 dan Muslim no. 543; ini lafadh Muslim].
Jawab: jelas sekali nabi menggendong,menjaga betul supaya umamah tidak menggang yg lain.
Bukan malah dibiarkan liar tidak terjaga.maka jelas terlarang.
Imam An-Nawawi berkata ketika menjelaskan hadits di atas :
هَذَا يَدُلّ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَمَنْ وَافَقَهُ أَنَّهُ يَجُوز حَمْل الصَّبِيّ وَالصَّبِيَّة وَغَيْرهمَا مِنْ الْحَيَوَان الطَّاهِر فِي صَلَاة الْفَرْض وَصَلَاة النَّفْل , وَيَجُوز ذَلِكَ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوم , وَالْمُنْفَرِد

”Hadits ini sebagai dalil bagi madzhab Asy-Syafi’i rahimahullah dan yang sepakat dengannya bahwasannya diperbolehkan untuk membawa anak baik laki-laki dan perempuan serta hewan yang suci dalam shalat fardlu dan shalat sunnah, baik ia seorang imam, makmun, atau orang yang shalat sendirian (munfarid)” [Syarah Shahih Muslim lin-Nawawi].
Jawab:memang tidak afa larangan khusus,namun berarti seenaknya menaruh anaknya tanpa tanggungjawab.

Tidak ada komentar: