Sabtu, 23 April 2016

Nabi mendoakan keburukan bagi mu'awiyah

BENARKAH NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM MENDOAKAN BURUK KEPADA MU’AWIYAH RADHIYALLAHU ANHU?

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كُنْتُ أَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَارَيْتُ خَلْفَ بَابٍ ، قَالَ : فَجَاءَ فَحَطَأَنِي حَطْأَةً وَقَالَ : اذْهَبْ وَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ ، قَالَ فَجِئْتُ فَقُلْتُ : هُوَ يَأْكُلُ ، قَالَ : ثُمَّ قَالَ لِيَ : اذْهَبْ فَادْعُ لِي مُعَاوِيَةَ ، قَالَ : فَجِئْتُ فَقُلْتُ : هُوَ يَأْكُلُ ، فَقَالَ : لَا أَشْبَعَ اللَّهُ بَطْنَهُ 

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Aku sedang bermain dengan anak-anak, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, maka aku bersembunyi di balik pintu. Beliau datang lalu menepuk bahuku dan bersabda,'Pergilah! Panggilkan Mu’awiyah untukku!'. Aku datang kemudian, aku berkata, 'Dia sedang makan,' lalu beliau bersabda,'Pergilah! Panggilkan Mu’awiyah untukku!' Aku datang, kemudian aku berkata,'Dia sedang makan,' maka beliau bersabda,'Semoga Allâh tidak mengenyangkan perutnya'.” [HR Muslim, no. 2604; dan lainnya].

Sebagian orang menjadikan hadits ini sebagai celaan bagi Mu’awiyah Radhiyallahu anhu , namun banyak ulama memahaminya sebagai keutamaan bagi Mu’awiyah Radhiyallahu anhu .

Imam Nawawi rahimahullah membuatkan nama bab untuk hadits ini dengan judul, 

مَنْ لَعَنَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ سَبَّهُ أَوْ دَعَا عَلَيْهِ ، وَلَيْسَ هُوَ أَهلاً لِذَلِكَ كَانَ لَهُ زَكَاةً وَأَجْراً وَرَحْمَةً

(Barang siapa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknatnya, atau mencelanya, atau mendoakan keburukan baginya, padahal dia tidak berhak mendapatkannya, hal itu menjadi kesucian, pahala, dan rahmat baginya).

Imam Nawawi rahimahullah berkata: 
Adapun doa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Mu’awiyah 'agar dia tidak kenyang' ketika ia terlambat, maka ada dua jawaban yang telah lewat. Pertama, bahwa itu perkataan dengan lidah yang tidak dimaksudkan. Kedua, bahwa itu adalah hukuman baginya karena keterlambatannya. (Imam) Muslim rahimahullah memahami dari hadits ini bahwa Mu’awiyah tidak berhak mendapatkan doa buruk, oleh karena itu ia memasukkan hadits tersebut ke dalam bab ini. Selainnya (imam Muslim) ada yang menjadikan hadits ini termasuk keutaamaan Mu’awiyah, karena pada hakikatnya ini menjadi doa kebaikan untuknya”. [Al-Minhaj, 16/156].

Di antara yang menguatkan pemahaman tersebut adalah hadits-hadits lain yang diriwayatkan Imam Muslim dalam bab yang sama, antara lain:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلَانِ ، فَكَلَّمَاهُ بِشَيْءٍ لَا أَدْرِي مَا هُوَ ؟ فَأَغْضَبَاهُ ، فَلَعَنَهُمَا ، وَسَبَّهُمَا فَلَمَّا خَرَجَا قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَصَابَ مِنْ الْخَيْرِ شَيْئًا مَا أَصَابَهُ هَذَانِ ، قَالَ : وَمَا ذَاكِ ؟ قَالَتْ : قُلْتُ : لَعَنْتَهُمَا وَسَبَبْتَهُمَا ، قَالَ : أَوَ مَا عَلِمْتِ مَا شَارَطْتُ عَلَيْهِ رَبِّي ؟ قُلْتُ : اللَّهُمَّ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ فَأَيُّ الْمُسْلِمِينَ لَعَنْتُهُ أَوْ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْهُ لَهُ زَكَاةً وَأَجْرًا 

Dari ‘Aisyah, ia berkata: "Ada dua laki-laki menemui Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Keduanya berbicara kepada beliau dengan sesuatu yang aku tidak memahaminya, lalu keduanya menjadikan beliau murka, maka beliau melaknat keduanya dan mencelanya. Ketika keduanya telah keluar, aku bertanya,'Wahai, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ! Siapakah yang mendapatkan kebaikan sebagaimana telah didapatkan oleh keduanya?' Beliau (balik) bertanya,'Apa itu?' Aku berkata,'Engkau telah melaknat keduanya dan mencelanya,' beliau bersabda,'Tidakkah engkau mengetahui syarat yang aku sampaikan kepada Rabbku? Yaitu aku berdoa, Wahai Allâh, sesungguhnya aku adalah manusia biasa, siapa saja umat Islam yang aku telah melaknatnya dan mencelanya, maka jadikanlah itu kesucian dan pahala baginya'.” [HR Muslim, 2600]

Semakna dengan yang dikatakan oleh Imam Nawawi di atas, Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Kemungkinan dikatakan, ini adalah keutamaan bagi Mu’awiyah berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 'Wahai Allâh, barangsiapa yang aku telah melaknatnya dan mencelanya (yaitu dari kalangan umat Islam-pen), maka jadikanlah itu kesucian dan rahmat baginya'.” [Siyar A’lamin-Nubala', 14/130; lihat juga Tadzkiratul- Huffadz, 2/699].

Bahkan sebagian ulama memahami doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu merupakan keutamaan Mu’awiyah seperti hakikatnya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah : 

Sesungguhnya Mu’awiyah telah mendapatkan manfaat dengan doa ini di dunia dan akhiratnya.

Adapun di dunianya, (yaitu) ketika ia menjadi gubernur di Syam. Dia makan tujuh kali sehari. Didatangkan piring besar yang berisi daging yang banyak dan bawang, lalu dia makan darinya. Dia makan tujuh kali sehari dengan daging, manisan, dan buah-buahan yang banyak. Dia berkata, 'Demi Allâh, aku belum kenyang, namun capek'. Ini adalah nikmat dan sesuatu yang dihitung (dibanggakan) yang disukai oleh raja-raja.

Sedangkan di akhiratnya, Imam Muslim telah menyertakan hadits ini dengan hadits yang juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lainnya dari banyak jalur dari sekelompok sahabat, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, 'Wahai Allâh, sesungguhnya aku adalah manusia biasa, siapa saja hamba yang aku telah mencelanya, atau menderanya, atau mendoakan keburukan padanya, padahal dia tidak pantas mendapatkannya, maka jadikanlah itu penebus dosa dan ibadah yang mendekatkannya di sisi-Mu pada hari kiamat'. 

Imam Muslim menggabungkan hadits pertama dengan hadits ini suatu keutamaan bagi Mu’awiyah, dan tidak membawakan hadits itu untuk selainnya. [Al-Bidayah wan-Nihayah, 18/119-120].

Tidak ada komentar: