Dalam ekonomi rumah tangga Islam, memang benar bahwa uang istri adalah uang istri saja. Islam sangat mengakui dan menghormati kepemilikan harta oleh seorang istri, terlepas dari suaminya. Harta yang jelas dimiliki oleh seorang istri, tidak bisa dikuasai oleh suaminya.
Sekali lagi, ini berlaku pada harta yang jelas milik istri sendiri. Misalnya saja harta bawaan istri sebelum ia menikah dengan suaminya. Atau harta warisan yang diterima oleh seorang istri dari orangtuanya sendiri, ini juga hak mutlak milik dirinya sendiri. Begitu juga dengan mahar atau mas kawin yang diterima dari suaminya, maka itu miliknya sendiri. Dan juga hadiah/sedekah yang telah diterima dari suaminya atau dari yg lain, itu juga menjadi uang istri.
Uang belanja bukan uang istri tapi uang nafkah untuk semua dan itu bukan uang jajan
Allah Ta’ala juga berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً .
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath Thalaq: 7).
Syaikh Muhammad bin Muhammad Mukhtar Asy Syanqithi mengatakan, “Para ulama menyatakan, dalam ayat yang mulia ini, ada 2 perkara penting:
- Wajibnya nafkah, yaitu dalam kalimat لِيُنفِقْ. Sehingga memberi nafkah pada istri hukumnya wajib.
- Nafkah dikaitkan dengan keadaan si suami. Jika suami adalah orang kaya, sesuai dengan apa yang Allah karuniakan baginya dari kekayaannya. Jika suami miskin, maka semampunya sesuai dengan apa yang Allah berikan padanya dalam kondisi miskin tersebut” (Sumber: website pribadi syaikh Muhammad Asy Syanqithi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar