Kamis, 05 Mei 2016

Uang jajan termasuk kewajiban nafkah?

Syubhat: 
“kalau kita kembalikan kepada aturan asalnya, yang namanya nafkah itu lebih merupakan ‘gaji’ atau honor dari seorang suami kepada istrinya. Sebagaimana ‘uang jajan’ yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya.
Adapun kebutuhan rumah tangga, baik untuk makan, pakaian, rumah, listrik, air, sampah dan semuanya, sebenarnya di luar dari nafkah suami kepada istri. Kewajiban mengeluarkan semua biaya itu bukan kewajiban istri, melainkan kewajiban suami”
Jawab:
Inti dari tulisan tersebut menyatakan bahwa yang disebut nafkah dari suami kepada istri adalah pemberian suami di luar pemenuhan kebutuhan rumah, makan, pakaian dan turunannya yang bebas digunakan istri sesuai keinginannya. Dan menurut tulisan ini, nafkah dari suami adalah sebagaimana uang jajan dari orang tua kepada anaknya.
Sanggahan untuk pernyataan ini, terdiri dari beberapa poin:

Nafkah suami kepada istri adalah kewajiban, dan berdosa jika tidak menunaikannya

Banyak dalil yang menunjukkan wajibnya seorang suami memberi nafkah kepada istri. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An Nisa: 34).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ‘dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka‘: “yaitu berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/292).
Allah Ta’ala juga berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً .
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. Ath Thalaq: 7).
Syaikh Muhammad bin Muhammad Mukhtar Asy Syanqithi mengatakan, “Para ulama menyatakan, dalam ayat yang mulia ini, ada 2 perkara penting:
  1. Wajibnya nafkah, yaitu dalam kalimat  لِيُنفِقْ. Sehingga memberi nafkah pada istri hukumnya wajib.
  2. Nafkah dikaitkan dengan keadaan si suami.  Jika suami adalah orang kaya, sesuai dengan apa yang Allah karuniakan baginya dari kekayaannya. Jika suami miskin, maka semampunya sesuai dengan apa yang Allah berikan padanya dalam kondisi miskin tersebut” (Sumber: website pribadi syaikh Muhammad Asy Syanqithi).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
كفى بًالمرء إثما أن يضيع من يقوت
cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud 1692, Ibnu Hibban 4240, dihasankan oleh Al Albani dalamShahih Abi Daud).
Maka wajib hukumnya seorang suami memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya, dan bila itu tidak dilaksanakan maka
 ia berdosa.
Dari sini bisa kita ambil faidah, bahwa penyataan “nafkah dari suami adalah sebagaimana uang jajan” memiliki konsekuensi bahwa suami yang tidak memberikan istrinya “uang jajan” berarti ia belum memberikan nafkah kepada istri, belum menunaikan kewajibannya dan ia berdosa. Tentu ini adalah konsekuensi yang berat jika tidak didukung oleh dalil syar’i.
Jadi uang jajan bukan nafkah yg wajib dipenuhi.terserah suami,istri tidak boleh menuntut.

Pemberian suami selain dari nafkah adalah bentuk sedekah yang paling afdhal

Setelah memahami makna dan batasan nafkah, perlu kita tekankan bahwa bukan berarti suami tidak perlu memberikan hal lain kepada istrinya selain nafkah yang wajib. Jadi, bukan berarti “uang jajan” tidak perlu diberikan kepada istri. Bahkan pemberian di luar nafkah yang wajib merupakan sedekah yang paling afdhal. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أربعةُ دنانيرَ : دينارٌ أعطيتَه مسكينًا ، دينارٌ أعطيتَه في رقبةٍ ، دينارٌ أنفقتَه في سبيلِ اللهِ ، و دينارٌ أنفقتَه على أهلِك ؛ أفضلُها الذي أنفقتَه على أهلِك
empat jenis dinar: dinar yang engkau berikan kepada orang miskin, dinas yang engkau berikan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, yang paling afdhal adalah yang engkau infakkan untuk keluargamu” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad 578, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad).
Maka seorang suami sangat dianjurkan memberikan sedekah kepada keluarganya, terutama yang dapat menunjang keshalihan dan kebaikan keluarganya. Suami memberikan mereka buku-buku bermanfaat, alat-alat belajar, pakaian-pakaian tambahan, kendaraan, dan sebagainya. Termasuk juga “uang jajan” yang bisa digunakan oleh sang istri untuk kebutuhannya, ini merupakan sedekah yang afdhal. Tentunya sesuai dengan kemampuan suami dan tanpa berlebih-lebihan.
Dan istri tidak boleh memaksa karena bukan wajib.

Tidak ada komentar: