Maling teriak maling, itu mungkin peribahasa yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena di atas. Kita bisa bandingkan aqidah syiah dengan aqidah kaum muslimin, ahlus sunah wal jamaah dalam masalah wala’ wal bara’ (loyalitas dan kebencian). Untuk menemukan kalimat takfir dalam referensi syiah, jauh lebih mudah dibandingkan kalimat takfir dalam referensi ahlus sunah.
Bagi Ahlus sunah, vonis kafir hanya diberikan untuk tindakan yang bertentangan dengan ushul islam (prinsip dasar islam), seperti mencela Allah atau Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, meyakini ada manusia yang lebih tinggi dari pada nabi dan rasul, menolak keotentikan al-Quran, menuduh para istri nabi dengan tuduhan zina, termasuk mengkafirkan para sahabat yang telah dijamin masuk surga. Karena semua tindakan ini mendustakan keterangan tegas yang terdapat dalam al-Quran dan sunah.
Disamping itu, ahlus sunah membedakan vonis kafir untuk perbuatan dengan vonis kafir untuk pelaku perbuatan. Dalam arti, tidak semua pelaku perbuatan kekafiran berhak dikafirkan. Sebagaimana, tidak semua pelaku maksiat berhak divonis telah berdosa. Masih banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk bisa menghukumi kafir bagi individu.
Berbeda dengan prinsip syiah imamiyah. Vonis kafir yang mereka lemparkan, tidak keluar dari masalah wilayah dan imamah, pengakuan kekuasaan dan kepemimpinan bagi Ali bin Abi Thalib dan imam ahli bait setelahnya. Orang yang tidak mendukung wilayah dan imamah ahlu bait syiah, dianggap telah keluar dari islam.
Padahal anda tidak akan menemukan satupun dalil yang menyebutkan status kafir untuk orang yang tidak mengakui imamah model syiah. Selain hadis dusta buatan syiah, atau ayat al-Quran yang dipelintir untuk mendukung aqidah mereka.
Anda bisa bayangkan, berapa jumlah kaum muslimin yang menjadi korban vonis kafir gara-gara prinsip semacam ini. Dan karena prinsip ini pula, syiah dengan tegas mengkafirkan seluruh sahabat, selain beberapa orang yang mereka kecualikan.
Berikut pernyataan para tokoh syiah,
Ibnu Babawaih al-Qummi dalam risalah al-I’tiqadat menyatakan,
واعتقادنا فيمن جحد إمامه أمير المؤمنين علي بن أبي طالب والأئمة من بعده عليهم السلام أنه كمن جحد نبوة جميع الأنبياء واعتقادنا فيمن أقر بأمير المؤمنين وأنكر واحدا من بعده من الأئمة أنه بمنزلة من أقر بجميع الأنبياء وأنكر نبوة نبينا محمد صلى الله عليه وآله
Keyakinan kami bahwa orang yang menentang kepemimpinan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan para imam setelahnya ’alaihimus salam itu seperti orang yang menentang kenabian seluruh para nabi. Keyakinan kami, bahwa orang yang mengakui kepemimpinan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib), namun menolak salah satu imam setelahnya, statusnya seperti orang yang mengakui kenabian seluruh nabi, tapi dia mengingkari kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi. (al-I’tiqadat, hlm. 103, Markaz Nasyr al-Kitab, Iran, 1370).
Kemudian penulis membawakan keterangan dusta atas nama Imam Ja’far as-Shadiq,
المنكر لآخرنا كالمنكر لأولنا
”Orang yang mengingkari imam generasi akhir, seperti yang mengingkari imam generasi awal.” (al-I’tiqadat, hlm. 103).
Keterangan lain disampaikan al-Majlisi, tokoh syiah yang bergelar al-Allamah al-Hujjah,
اعلم أن إطلاق لفظ الشرك والكفر على من لم يعتقد إمامة أمير المؤمنين والأئمة من ولده عليهم السلام وفضل عليهم غيرهم يدل أنهم مخلدون في النار
Ketahuilah, vonis syirik dan kafir yang diberikan kepada orang yang tidak meyakini kepemimpinan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) dan para imam keturunannya ‘alaihimus salam, dan lebih mengunggulkan orang lain di atas mereka (imam 12), menunjukkan bahwa orang ini kekal di neraka. (Bihar al-Anwar, 23/390).
Dia membawakan hadis dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الأئمة من بعدي اثنى عشر أولهم أمير المؤمنين علي بن ابي طالب وآخرهم القائم طاعتهم طاعتي ومعصيتهم معصيتي من أنكر واحدا منهم قد أنكرني
Para pemimpin setelahku ada 12 orang. Yang pertama Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Dan yang terakhir adalah al-Qoim (sang penegak). Mentaati mereka sama dengan mentaatiku. Bermaksiat kepada mereka sama dengan bermaksiat kepadaku. Siapa yang mengingkari salah satu diantara mereka, berarti dia telah mengingkariku. (Bihar al-Anwar, al-Majlisi as-Syi’i, 27/61).
Kemudian, As-Syaikh al-Mamiqani – bergelar al-Allamah ats-Tsani – dalam kitab Tanqih al-Maqal mengatakan,
وغاية ما يستفاد من الأخبار جريان حكم الكافر والمشرك في الآخرة على كل من لم يكن اثنى عشري
Kesimpulan terakhir yang bisa diambil dari semua riwayat (versi syiah), berlakunya vonis kafir dan syirik di akhirat, untuk semua orang yang bukan penganut syiah itsna ’asyariyah (syiah 12 imam). (Tanqih al-Maqal, 1/208).
Syiah Itsna ’Asyariyah adala syiah 12 imam yang saat ini dijadikan agama resmi negara Iran. Syiah ini yang dikembangkan Khumaini dan Hasan Nasrulat di Libiya, dan tokoh syiah lainnya.
Keterangan lain, disampaikan al-Faidh al-Kasyani dalam Minhaj an-Najah,
ومن جحد إمامة أحدهم – أي الأئمة الاثنى عشر – فهو بمنزلة من جحد نبوة جميع الأنبياء عليهم السلام
Siapa yang tidak mengakui salah satu kepemimpinan mereka – yaitu imam 12 – maka statusnya seperti orang yang tidak mengakui kenabian seluruh para nabi ’alaihimus salam. (Minhaj an-Najah, hlm. 48).
Keterangan lain, disampaikan Syaikh al-Mufid, dalam kitabnya Awail al-Maqalat, beliau mengatakan,
اتفقت الإمامية: على أن من أنكر إمامة أحد من الأئمة وجحد ما أوجبه الله تعالى له من فرض الطاعة فهو كافر ضال مستحق للخلود في النار
Penganut syiah imamiyah sepakat bahwa orang yang mengingkari kepemimpinan dari salah satu imam, dan menolak kewajiban untuk taat yang Allah bebankan kepadanya, maka dia kafir, sesat, berhak untuk kekal di neraka. (Awail al-Maqalat, hlm. 44)
Dan masih ada segudang keterangan mereka tentang kafirnya orang yang tidak mengimani imamah, tidak meyakini adanya imam 12 sebegaimana yang diajarkan syiah.
Ketika anda berkeyakinan bahwa kekhalifahan Abu Bakr, Umar, dan Utsman, maka bagi syiah, anda telah terjerumus ke dalam kekafiran. Karena mengakui kekhalifahan mereka, dianggap menentang kekhalifahan Ali, yang telah tegak sejak meninggalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mengkafirkan Sahabat, Puncak Takfir
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, karena prinsip imamah, syiah dengan sadis mengkafirkan semua yang tidak menomor-satukan Ali bin Abi Thalib dan 11 imam sisanya. Hingga mereka mengkafirkan para sahabat, selain yang mereka kecualikan.
Padahal, terdapat banyak dalil yang menunjukkan jaminan surga untuk para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya, firman Allah,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)
Makna “Orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari golongan muhajirin dan anshar” tidak lain adalah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Atau frman Allah,
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (baiat ridhwan). Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia menurunkan ketenangan untuk mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. al-Fath: 18)
Sementara dalam hadis shahih, terlalu banyak dalil yang menunjukkan jaminan surga bagi para sahabat.
Kita bisa bandingkan dua sikap takfir, antara mengkafirkan orang yang dijamin masuk surga dengan mengkafirkan orang yang tidak dijamin masuk surga. Mana dari dua sikap ini yang lebih parah?
Tentu semua jawaban tertuju di satu pilihan, mengkafirkan orang yang dijamin masuk surga statusnya lebih parah. Karena ada dua pelanggaran dalam kasus ini, takfir (mengkafirkan orang yang tidak layak dikafirkan) dan takdzib (mendustakan dalil).
Karena itu, mengkafirkan sahabat adalah puncak takfir.
Syiah Mengkafirkan Para Sahabat
Sudah menjadi rahasia umum, syiah imamiyah mengkafirkan para sahabat. Hanya karena mereka membaiat Abu Bakr, Umar, Utsman, kemudian Ali bin Abi Thalib.
Berikut beberapa keterangan mereka,
Pertama, riwayat palsu dari Imam Ja’far as-Shodiq tentang tafsir firman Allah,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (lagi), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka.. (QS. an-Nisa: 137)
Kata Imam Ja’far,
نزلت في فلان وفلان وفلان آمنوا بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم في أول الأمر، وكفروا حيث عرضت عليهم الولاية – أي إمامة علي – حين قال النبي صلى الله عليه وسلم: من كنت مولاه فهذا علي مولاه. ثم آمنوا بالبيعة لأمير المؤمنين عليه السلام، ثم كفروا حيث مضى رسول الله صلى الله عليه وآله، فلم يقروا بالبيعة، ثم ازدادوا كفرا بـأخذهم من بايعه بالبيعة لهم، فهؤلاء لم يبق فيهم من الإيمان شيء
Ayat ini turun terkait kasus 3 orang. Dulu mereka beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kafir karena menolak wilayah (kepemimpinan Ali), ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Siapa yang menjadikan aku walinya maka Ali harus menjadi walinya.’ Kemudian mereka beriman lagi dengan membaiat Amirul Muknin ’alaihis salam, kemudian mereka kufur lagi, karena setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, mereka tidak mengakui baiat Ali. Kemudian bertambah kufur dengan memaksa orang yang membaiat Ali untuk membaiat mereka. Mereka itulah, orang yang tidak tersisa sedikitpun iman. (Ushul Kafi, al-Kullaini, 1/420).
Yang dimaksud 3 orang dalam riwayat dusta di atas adalah Abu Bakr, Umar, dan Utsman. Menurut al-Kullaini, mereka itu merampas kepemimpinan Ali dan membatalkan baiat untuk Ali.
Dalam keterangan yang lain, dalam kitab yang sama, riwayat dusta dari Imam Ja’far as-Shadiq,
ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم: من ادعى إمامة من الله ليست له، ومن جحد إماما من الله، ومن زعم أن لهما في الإسلام نصيبا. يقصد أبو بكر وعمر رضي الله عنهما
Ada 3 orang yang tidak akan Allah ajak bicara di hari kiamat, tidak disucikan dan untuk mereka adzab yang pedih:
orang yang mengklaim imamah dari Allah tidak untuk Ali, orang yang menolak imam dari Allah, dan orang yang berkeyakinan bahwa dua orang ini (yaitu Abu Bakr dan Umar) masih memiliki bagian dalam islam. (Ushul al-Kafi, 1/373)
Sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua sahabat murtad. Dalam Bihar al-Anwar, al-Majlisi dengan tegas membawakan riwayat palsu dari Imam Abu Bakr al-Baqir,
ارتد الناس إلا ثلاثة نفر: سلمان وأبو ذر والمقداد. وأناب الناس بعد: كان أول من أناب أبو ساسان وعمار وأبو عروة وشتيرة، فكانوا سبعة فلم يعرف حق أمير المؤمنين إلا هؤلاء السبعة
Semua sahabat murtad kecuali 3 sahabat: Salman al-Farisi, Abu Dzar, dan al-Miqdad. Dan setelah itu banyak orang yang kembali. Orang yang pertama kali kembali adalah Abu Sasan, Ammar, Abu Urwah, dan Syatirah. Merekalah tujuh orang. Tidak ada yang mengetahui hak Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) kecuuali 7 orang itu. (Bihar al-Anwar, 22/333 – Rijal al-Kusyi, 1/26).
Juga disebutkan, bahwa Imam Abu Ja’far mengatakan,
ألا أحدثك بأعجب من ذلك: المهاجرون والأنصار ذهبوا إلا ثلاثة
Mau kusampaikan kepadamu peristiwa yang paling mengherankan dari pada itu, para kaum muhajirin dan anshar telah pergi (kufur), kecuali 3 orang. (Ushul Kafi, 2/244).
Tiga orang sahabat yang dimaksud adalah Salman, Abu Dzar, dan al-Miqdad radhiyallahu ‘anhum.
Saking bencinya mereka kepada Abu Bakr, mereka menuduh beliau sujud di atas berhala. Dalam al-Anwar an-Un’maniyah dinyatakan,
فإنه قد روي في الأخبار الخاصة أن أبا بكر كان يصلي خلف رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم والصنم معلق في عنقه، وسجوده له
Diriwayatkan dalam berita-berita khusus, bahwa Abu Bakr shalat menjadi makmum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara ada berhala kecil yang dikalungkan di lehernya. Dan Abu Bakr sujud ke berhala itu. (al-Anwar an-Un’maniyah, 1/53).
Sebenarnya masih terlalu banyak keterangan mereka tentang vonis kafirnya para sahabat dan kaum muslimin.. Selanjutnya kita bisa menilai, betapa bahayanya vonis kafir dalam sekte syiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar