Minggu, 03 April 2016

ustadz hoax suka menuduh ustadz lain hoax

Hanya orang hina yg suka menghina
Hanya orang rendah yg suka merendahkan
Hanya ustadz hoax yg menuduh ustadz lain hoax
Untuk menutupi kehoaxan diri sendiri

Syubhat: Mohon maaf, tulisan ini tidak bermaksud menyinggung siapapun, 
Jawab:kalau hakikatnya menyinggung ya menyinggung.
Seperti: Maaf bukan maksud ngomongin orang,memang istrinya tu cereweet gak ketulungan..he
maaf diawal gak mengubah hakikat.

syubhat: tetapi fenomena yang saya pribadi dan kita bersama perlu memperhatikan. Kita juga berdoa semoga semakin banyak ustadz yang benar-benar ustadz dan membimbing masyarakat ke jalan  benar baik dunia nyata maupun dunia maya.
Jawab:amiin

Syubhat: Kita perlu berhati-hati dengan klaim “ustadz” baik dari orang lain ataupun orang yang sengaja menisbatkan diri ustadz padahal dia bukan seorang ustadz yang mumpuni dan kokoh ilmunya. Bahkan ada “ustadz HOAX”, ustadz jadi-jadian yang ternyata tujuanya untuk merusak Islam daru dalam
Jawab: gak usah melempar isu tuduhan.buktikan saja itu lebih dari cukup

Syubhat: Terlebih di dunia maya, yang memang seseorang bisa terlihat atau dianggap sebagai ustadz, mungkin ini fenomenanya:
1. Materi dakwah kadang hanya copy paste atau tulisan yang tidak terstruktur atau bahkan isinya kurang mendidik karena lebih memperkeruh suasana atau membuat ajaran Islam yang mulia terlihat kurang hikmah dan bijaksana
Jawab:cara berfikir ahli bid'ah modern:copas berarti salah.ini kesimpulan darimana?
Kalau soal mentarjih masalah ijtihadiyah apa itu termasuk memperkeruh??? Kaidah dari mana?

2. Kalau ada debat dan pertanyaan, segera mencari dan “bertanya” di google. Padahal belum tentu ilmu di google atau yang ia cari benar semua dan berbicara masalah agama itu perlu ilmu “ta’shil/dasar”
ilmu dasar juga perlu waktu yang cukup lama untuk menuntut ilmunya sehingga tidak gegabah berfatwa
Jawab:ini juga gaya berfikir yg gak obyektif.kalau ambil dari google mesti ustadz jadi-jadian..allohu akbar kaidah dari mana?

3. Mengaku ustadz, tetapi adab dan akhlaknya jauh dari akhlak dan adab Islami, sering berkata-kata kasar, mengumpat dan mencaci. Itu bahaya jika ditiru dan dianggap “boleh dan wajar” oleh mereka yang menganggapnya “ustadz”
Jawab: mengkritisi orang kafir atau berkomentar cerdas berdasarkan qorinah/ indikasi yg ada secara umum apakah termasuk mencaci?
Tuduhan ustadz hoax,ustadz google,ustadz copas,ustadz fb,ustadz abal2
layakkah dilontarkan sang ustadz yg mengaku robbani,salafi 'alal jaddah,alumni madinah,bersanad,sudah mulazamah

4. Mayoritas isi dakwah adalah menjelek-jelekkan orang lain, membicarakan dakwah orang lain, berkomentar mengenai fenomena yang terjadi tetapi bukan untuk menyejukkan, menenangkan serta mencerahkan kaum muslimin. Tetapi malah memperkeruh suasana, membuat sesak serta tidak memberikan solusi
Jawab:membicarakan dakwah orang lain secara ilmiah obyektif apakah berarti menjelek2an?

Kami juga sebenarnya tidak terlalu senang dipanggil “ustadz” karena ilmu belum mumpuni, hanya seroang penuntut ilmu yang ingin mempelajari agama dan sedikit berbagi
Jawab:merasa tawadhu' berarti belum tawadhu'

Semoga saya, anda dan Kita tidak terjerumus juga dengan fenomena ini:
Awalnya mungkin bisa jadi niatnya tulus dan ikhlas ingin meyebarkan ilmu agam lewat facebook dan media sosial. Akhirnya beberapa orang awam menilai ia adalah seorang yang berilmu dan seorang ustadz yang bisa menjadi rujukan masalah agama.
Padahal beberapa tulisan dan status yang ia buat awalnya copy-paste. Ia tidak belajar ilmu ushul dan tidak mempunyai dasar ilmu agama yang kuat. Akan tetapi gelar “ustadz” yang disematkan pada dirinya serta pujian orang awam membuat ia lupa dan terfitnahlah agamanya.
Jawab:apakah Menjawab sesuai kadar keilmuannya itu salah?

“jazakallahu khair atas ilmunya ustadz”
“syukron ustadz”
“sangat bermanfaat ustadz”
Itulah komentar-komentar berupa pujian yang bisa menjadi fitnah bagi ririnya. Sehingga jika ada yang bertanya pada ia –dengan keterbatasan ilmunya- ia gengsi menjawab “tidak tahu”. Akan tetapi ia mencari jawabnanya di mesin pencari seperti google, kemudian baru ia berfatwa. Padahal jelas belum tentu rujukan yang ia dapat benar, belum tentu kesimpulan yang ia ambil benar dan belum tentu ia tahu ternyata ada pendapat lain dalam masalah tersebut.
Jawab:ketika menemukan jawaban yg menurutnya lebih kuat pendalilannya apa itu salah
Ingat copas belum tentu salah atau benar,jadi jangan memastikan salah.
Yg gak copas pun belum tentu benar

Semoga kita dilindungi dari hal ini. Karena hal ini termasuk berkata-kata atas nama Allah tanpa Ilmu yang merupakan dosa TERBESAR bahkan dosanya di atas kesyirikan.
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah, “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan(mengharamkan) berkata-kata terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Al A’raf [7] : 33)
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menjelaskan ayat mengatakan,
فرتب المحرمات أربع مراتب، وبدأ بأسهلها وهو الفواحش، ثم ثنى بما هو أشد تحريما منه وهو الإثم والظلم، ثم ثلث بما هو أعظم تحريما منهما وهو الشرك به سبحانه، ثم ربع بما هو أشد تحريما من ذلك كله وهو القول عليه بلا علم، وهذا يعم القول عليه سبحانه بلا علم في أسمائه وصفاته وأفعاله وفي دينه وشرعه
“Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan.
1. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji).
2. Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar.
3. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi yaitu berbuat syirik kepada Allah.
4. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari’at-Nya.”
(I’lamul muwaqqi’in hal. 31, Dar Kutubil ‘Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1411 H, Asy-Syamilah)
Tetapi Fenomena ini jangan menyurutkan dan mengecilkan semangat untuk dakwah. Tetap semangat berdakwah dan bagi mereka yang sudah aktif berdakwah di dunia maya, semoga dakwahnya berkah dan terus aktif berdakwah dengan niat yang ikhlas dan semoga Allah meluruskan niat kita.
Jawab: ingat dakwah salaf bukan hanya monopoli alumni madinah,dan mereka juga bukan pemegang sertifikat kebenaran.
Jangan suka melempar tuduhan,karena berat tangungjawabnya.

Tidak ada komentar: