Salah satu kisah pelembut hati di bumi Syam. Bacalah perlahan, semoga memberikan pelajaran berharga untuk kita semua.
Sore itu di akhir musim gugur, kukunjungi desa Ubin di pinggiran propinsi Idlib yang berbatasan dengan provinsi Lattakia. Menemani tim kesehatan Misi Medis Suriah untuk memberikan pelayananan kesehatan masyarakat setempat.
Salah satu tempat yang kami singgahi adalah perkemahan pengungsi ummahatul mukminin. Penghuninya semua merupakan keluarga syuhada, perkemahan ini ditempati oleh para janda dan anak yatim yang suami atau ayah mereka gugur di medan pertempuran. Mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda, Lattakia, Aleppo, Idlib,Hama, Homs, bahkan dari Damaskus.
Sesampai di perkemahan tim medis segera menuju sebuah kemah dan melayani pasien. Sementara aku lebih memilih tetap tinggal di luar untuk tugas lain. Aku ingin menghibur anak-anak penghuni kemah. Sebelumnya aku memang sudah membekal seransel penuh biskuit coklat untuk mereka. Sebelum biskuit biscuit kubagikan, kuajak mereka membaca alquran bersama,
" Surat apa yang akan kita baca?" Tanyaku
“Al fiil, alkafirun, at takatsur, al lahab!! Anak-anak bersahutan menjawab.
Semua surat yang mereka pinta dengan suara penuh semangat kami baca semuanya.
"Nah sekarang paman abu zubair minta, kalian membacakan surat adh dhuha, bisa tidak?”
" Bisaaaaa!Wadh dhuha, wal laili idza saja..".
Selesai surat Adhdhuha mereka baca, "Paman, tolong bacakan untuk kami surat al Fajr! Ujar salah seorang dari mereka.
“Iya paman, bacakan bacakan!” Celetuk yang lain.
Aku mengangguk dan membacakan untuk surat Al Fajr untuk mereka.
"Ada yang bisa bernasyid?"Tanyaku selepas membaca surat alFajr.
Semua langsung terdiam dan tersenyum malu saling melihat dan saling mendorong hingga membuatku tertawa.
Tanpa menunggu lebih lama aku mulai membuka suara," An tudkhilani robbil jannah...!"
"Hadza ma aqsha atamanna...!"Merekapun menyahut.
Kami bernasyid bersama dengan riang gembira. Setelah membaca beberapa surat dari juz amma serta menyenandungkan nasyid bersama. Aku keluarkan biskuit dan membagikannya.
Sebungkus kue? Aku sadar tidak mungkin sebungkus biskuit bisa menghapus segala kesedihan mereka yang bertumpuk-tumpuk lagi tak terperikan. Namun aku hanya ingin melihat mereka kembali tersenyum meski sesaat, iya hanya sesaat. Saat mereka menerima sebungkus biskuit dariku, memakannya lalu perlahan senyum itu pudar berganti dengan wajah duka berhiaskan tetesan air mata kepedihan :’( cry emotikon
Aku berkemas bersiap kembali ke markas. Tiba-tiba datang 3 orang gadis cilik mengucap salam di hadapanku.
“Assalamu’alaikum paman!”
“Wa’alaikum warahmatullah!” Jawabku dengan sedikit terkejut.
“Emm, paman Abu zubair! Bisakah kami ingin meminta tolong sedikit!”
"Ehh, apakah kalian tadi belum dapat biskuit?" tanyaku.
Ketiganya malah saling melirik dan saling mendorong pundak dan berbisik-bisik, “Kamu saja, kamu saja yang berbicara!"
"Kalau begitu ini masih ada biskuit untuk kalian!" Sembari kuhulurkan kepada mereka.
"Tidak paman, kami tadi udah dapat." Akhirnya salah satu dari mereka mengangkat suara.
Aku benarkan posisi duduk dan menghadap mereka dan bertanya, "Lalu, apa yang bisa paman bantu saudariku?"
"Emm..paman Abu zubair membawa mushaf Alquran tidak?" kata salah seorang di antara mereka.
Aku sungguh terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar.
"Mushaf Alquran, untuk apa?" tanyaku.
"Paman, kami sangat ingin menghafal Alquran tapi sayang kami tidak memiliki mushaf.”
Serasa jantungku berhenti, aku seperti kehilangan kesadaran sesaat dengan apa yang aku dengar. Aku benar-benar tak menduga dengan permintaan mereka. Kupikir mereka meminta sekedar uang jajan, makanan, ataupun obat karena kondisi mereka yang amat susah. Tapi, alangkah agungnya permintaan dan keinginan mereka-Mushaf Alquran dan menghafalnya di kesempitan pengungsian.
“Paman Abu Zubair!” Mereka memanggilku
“Apa, apa? Jawabku geragapan.
"Kami ingin menghafal Al quran tapi kami tidak mempunyai mushaf." Mereka mengulangi perkataan sebelumnya.
"Maaf anak-anak, saat ini paman tidak membawa mushaf tapi paman janji insyaAllah besok kalau datang akan paman bawakan mushaf untuk kalian."
"Benar ya paman? jangan sampai lupa!"
"InsyaAllah, paman tidak lupa."
Hari semakin gelap, aku dengan tim kembali ke markas dengan segala perasaan bercampur aduk, yang jelas mataku menggerimis deras mengingati kejadian di pengungsian ummahatul mukminin.
Seminggu berikutnya kami kembali mengunjungi perkemahan pengungsi Ummahatul Mukminin. Belum juga kami sampai di pengungsian, terdengar sorai sambutan anak-anak. Kelihatannya mereka sudah mengenali mobil kami.
"Hore..hore..paman abu zubair datang!" mereka bersorak kegirangan.
Seperti sebelumnya, tim medis masuk kedalam sedangkan aku menunggu di luar bersama anak-anak. Tak lupa aku membekali diri seransel penuh biskuit untuk mereka. Kami membaca Alquran, menghafal hadits, dan menyenandungkan nasyid, dan terakhir membagikan biskuit.
Ketika aku tengah berkemas dan bersiap untuk pulang, Pandanganku menangkap tiga sosok gadis cilik berjalan ke arahku. Tak salah lagi mereka adalah yang sebelumnya menemuiku untuk meminta mushaf.
"Degh, Astaghfirullah aku lupa membawa mushafnya!" Aku membatin.
“Assalamu’alaikum paman abu zubair, mana mushaf untuk kami?’’ Sapa mereka ketika sudah berada di hadapanku.
"Wa’alaikum salam warahmatullah, maaf paman lupa membawanya!” Jawabku dengan perasaan bersalah.
"Yaahh..paman kok lupa?”
"Aduhh maaf, paman benar-benar lupa."
Tersirat kekecewaan yang sangat di wajah mereka.
“Lalu bagaimana paman mushaf kami?”
Aku semakin merasa bersalah sekali, "Maaf, sekali lagi paman minta maaf. insyaAllah paman akan bawakan!"
"Tidak apa-apa, tapi besok-besok pama abu zubair jangan lupa lagi!" Jawab mereka.
Aku menganggukkan kepala dengan mantap. Dan Aku tak ingin kelupaan untuk kedua kalinya. Begitu sampai di markas langsung kuambil dan kusiapkan beberapa mushaf, jauh lebih banyak dariapda yang mereka minta.
Di hari berikutnya meskipun tidak ada jadwal kunjungan aku berangkat ke perkemahan bersama abu Aisyah tanpa di sertai tim medis. Sengaja untuk menyerahkan mushaf Alquran dan biskuit tentunya. Bukan hanya 3 gadis kecil itu saja yang menerima mushaf karena aku membawa lebih dari 10 buah mushaf ke sana.
Satu persatu mereka mengantri mengambil. Masya Allah Masya Allah wajah-wajah itu berbinar saat mushaf berpindah tangan. Betapa bahagia mereka saat mengambil mushaf yang aku bawa. Tapi siapakah orang yang paling berbahagia waktu itu? Akulah orangnya. Semoga Allah menjaga mereka, menjadikan dan memudahkan jalan mereka menjadi para penghafal Alquran.
Namun tak bisa dipungkiri ada kesedihan yang amat mendalam ketika aku dalam perjalanan pulang ke markas, bahkan hingga sekarang. Kesedihan itu datang ketika terbayang anak-anak bangsaku yang berada dalam keadaan rasa aman namun jauh daripada Alquran.
Para sahabat bisa menyalurkan donasi kemanusiaan di Suriah dan tempat-tempat lain melalui lembaga yang antum percayai dan lebih menenangkan hati. Jika berjehendak melalui lembaga kami misi medis suriah/MMS via rekening berikut :
- MANDIRI 900 0019 330 720 (Kcp. Katamso, Yogyakarta)
- BCA 1691 967 749 (Kcu. Ahmad Dahlan, Yogyakarta)
- BRI 0029 0110 999 7500 (Kcu. Cik Ditiro,Yogyakarta)
- BNI 0317 563 523 (Kcp. Parang Tritis,Yogyakarta)
Semua atas nama IKRIMAH
Konfirmasi (opsional): Ikrimah 081809406405
Donasi khusus operasional MMS via rekening berikut :
- MANDIRI 171 000 150 6743 (Kcp. Kediri Joyoboyo)
- BCA 298 052 9935 (Kcp. Joyoboyo Kediri)
- BRI 126 101 001 79 8500 (KK. Buli)
Semua atas nama Ihsanul Faruqi
Konfirmasi (opsional): Ikrimah 081809406405
Barakalllahu Fikum dan jazakumullahu khairan katsira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar