Nadzom yang biasa dibaca setelah ngaji dan baca Al-quran
كَلاَمٌ قَدِيْمٌ لاَّ يُمَلُّ سَمَاعُهُ
Alquran adalah kalam Allah yang dahulu, tidak bosan mendengarnya
تَنَزَّهَ عَنْ قَوْلٍ وَّفِعْلٍ وَّنِيَّةٍ
Bersih dari ucapan, perbuatan dan niatan
بِهِ أَشْتَفِيْ مِنْ كُلِّ دَاءٍ وَّنُوْرُهُ
Dengan Alquran saya mohon disembuhkan dari segala penyakit dan cahaya Alquran –
دَلِيْلٌ لِّقَلْبِيْ عِنْدَ جَهْلِيْ وَحَيْرَتِيْ
Petunjuk hati saya di kala kebodohan dan di saat kebingungan
فَيَا رَبِّ مَتِّعْنِيْ بِسِرِّ حُرُوْفِهِ
Wahai Tuhanku, senangkan diriku dengan rahasia huruf Alquran
وَنَوِّرْ بِهِ قَلْبِيْ وَسَمْعِيْ وَمُقْلَتِيْ
Dan dengan Alquran terangkan hatiku, pendengaranku dan penglihatankuAlquran adalah kalam Allah yang dahulu, tidak bosan mendengarnya
تَنَزَّهَ عَنْ قَوْلٍ وَّفِعْلٍ وَّنِيَّةٍ
Bersih dari ucapan, perbuatan dan niatan
بِهِ أَشْتَفِيْ مِنْ كُلِّ دَاءٍ وَّنُوْرُهُ
Dengan Alquran saya mohon disembuhkan dari segala penyakit dan cahaya Alquran –
دَلِيْلٌ لِّقَلْبِيْ عِنْدَ جَهْلِيْ وَحَيْرَتِيْ
Petunjuk hati saya di kala kebodohan dan di saat kebingungan
فَيَا رَبِّ مَتِّعْنِيْ بِسِرِّ حُرُوْفِهِ
Wahai Tuhanku, senangkan diriku dengan rahasia huruf Alquran
وَنَوِّرْ بِهِ قَلْبِيْ وَسَمْعِيْ وَمُقْلَتِيْ
Jawab:
Qadim bukan sifat alqur'an.tidak ada dalilnya.
Para sahabat dan tabiin juga tidak pernah mensifati dg qadim.
Karena disebut qadim kalau ada yg baru.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Kalangan salaf berkata, ‘Al-Quran adalah kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk dan mereka berkata bahwa Allah berbicara jika Dia kehendaki. Mereka menjelaskan bahwa kalam Allah adalah qadim, maksudnya jenisnya qadim. Tapi tidak ada seorang pun dari mereka yang berkata, ‘Sesungguhnya perkataan tertentu sifatnya qadim dan tidak ada seoarng pun yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah qadim. Tapi mereka berkata, ‘Sesungguhnya perkataan Allah (Al-Quran) yang diturukan, bukanlah makhluk.”
Jika Allah telah berkata dengan Al-Quran sebagaimana Dia kehendaki, maka Al-Quran adalah kalamNya, dan dia diturunkan dariNya dan bukan makhluk. Meskipun demikian, dia tidak bersifat azali qadim dengan qidamnya Allah, meskipun Allah selalu saja berkata apabila Dia kehendaki. Maka jenis kalamnya adalah qadim.
Siapa yang memahami pandangan kaum salaf dan membedakan antara berbagai pandangan, akan sirnalah berbagai syubhat dalam masalah pelik ini yang mengguncang penduduk bumi.” (Majmu Al-Fatawa, 12/54)
Beliau juga berkata, “Kalamullah maksudnya adalah Allah berbicara langsung, Dia berbicara atas kehendaknya dan kekuasaannya, perkataannya bukan mukhluk yang terpisah darinya, tidak berdiri sendiri di luar kekuasaan dan kehendakNya.
Kalangan salaf berkata, “Allah selalu berbicara jika Dia berkehendak.’ Jika ada yang berkata, kalam Allah qadim, dengan makna bahwa dia tidak berbicara setelah Dia berbicara, dan bahwa perkataannya bukan makhluk, dan bahwa maknanya bukan berarti dia berdiri sendiri, akan tetapi Dia senantiasa berbicara jika Dia kehendaki, maka ucapan itu benar.”
Tidak ada seorang pun salaf yang berkata bahwa zat perkataan tertentu itu qadim. Mereka hanya berkata, ‘Al-Qurana adalah kalam Allah yang diturunkan, bukan makhluk, darinya berawal dan kepadanya kembali.
Tidak ada di antara mereka yang berkata, ‘Sesungguhnya Al-Quran adalah qadim. Mereka tidak berkata, ‘Sesungguhnya perkataannya satu makna yang berdiri sendiri’ Mereka juga tidak berkata, ‘Sesungguhnya huruf-huruf Al-Quran atau huruf-huruf dan suara-suaranya qadim azali berdiri dengan zat Allah, walaupun jenis huruf-hurufnya senantiasa Allah berbicara dengannya jika Dia kehendaki. Tapi yang mereka katakan adalah; Sesungguhnya huruf-huruf Al-Quran bukanlah makhluk dan mereka mengingkari orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah menciptakan huruf-hurufnya.” (Majmu Fatawa, 12/566-567)
adapun perkataan Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitab Lum’atul I’tiqad, dia berkata (15), “Di antara sifat-sifat Allah Taala bahwa dia berbicara dengan kalam yang qadim dapat didengar oleh siapa yang dikehendaki dari kalangan hambaNya, didengar oleh Musa alaihissalam tanpa perantara, didengar oleh Jibril alaihissalam dan siapa saya yang Dia kehendaki dari kalangan malaikatNya dan rasul-rasulNya, dan bahwa Dia berbicara kepada orang-orang beriman di akhirat dan mereka akan berbicara kepadaNya dan bahwa mengizinkan mereka berjumpa denganNya.
Maka telah di jelaskan oleh Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Para pengikut kaum salaf rahimahullah berkata bahwa kalam Allah adalah qadim, maksudnya Dia senantiasa berbicara jika Dia kehendaki. Mereka tidak mengatakan bahwa perkataan tertentu itu sendiri yang bersifat qadimah, sebagaimana seruannya kepada Nabi Musa dan semacamnya.
Akan tetapi, mereka (kelompok Asy’ary dan siapa yang setuju dengan pendapat mereka) meyakini bahwa Al-Quran dan seluruh kalam Allah adalah qadim zatnya dan bahwa Allah Taala tidak berbicara dengan kehendaknya dan kekuasaannya.
Lalu mereka berbeda pendapat;
Di antara mereka ada yang berpendapat; Qadim maksudnya adalah satu makna, yaitu seluruh makna kitab Taurat, Injil dan Al-Quran dan bahwa kitab Taurat jika diungkapkan dengan bahasa Arab, maka dia menjadi Al-Quran sedangkan Al-Quran jika dibahasakan dengan bahasa Ibrani, maka dia menjadi Taurat. Mereka berkata bahwa AL-Quran berbahasa Arab, Allah tidak berbicara dengannya, tapi bisa jadi Dia menciptakannya pada sebagian tubuh, bisa juga diperbuat oleh Jibril dan Muhamad maka menjadi kalam dari Rasul tersebut yang dia terjemahkan dari makna yang satu dan berdiri dengan zat Tuhan yang Dia merupakan kumpulan seluruh makna kalam.
Di antara mereka ada yang berkata, bahkan Al-Quran yang qadim itu adalah huruf-huruf atau huruf-huruf dan suara-suara, dia qadim dan azali, berdiri dengan zat Rab, azali dan abadi. Jika Dia berbicara kepada Musa atau Malaikat atau para hamba pada hari kiamat, maka dia tidak berkata dengan perkataan yang dia berkata dengannya dengan kehendakNya dan kekuasaanNya ketika Dia berbicara, akan tetapi Dia menciptakan baginya kemampuan untuk mengetahui perkataan yang qadim yang melazimi zat Allah secara azali dan abadi. Menurut mereka, Dia senantiasa berkata,
يا آدم اسكن أنت وزوجك (سورة البقرة: 35)
“Wahai Adam, tinggallah engkau dan isterimu.” (QS. Al-Baqarah: 35)
يا نوح اهبط بسلام منا وبركات عليك (سورة هود: 48)
“Wahai Nuh, mendaratlah dengan keselamatan dari kami dan barakah atasmu.” (QS. Hud: 48)
يا إبليس ما منعك أن تسجد لما خلقت بيدي (سورة ص: 75)
“Wahai Iblis, apa yang mencegahmu untuk bersujud kepada makhluk yang Aku ciptakan dengan kedua tanganKu.” (QS. Shaad: 75)
Dan ayat semacamnya. Beliau telah menguraikan panjang lebar pendapat-pendapat tersebut dalam beberapa tempat.
Intinya adalah bahwa kedua pendapat tersebut, tidak ada seorang pun yang dapat mengutip tentang keduanya dari seorang pun kalangan salaf. Yang saya maksud adalah dari kalangan sahabat dan tabiin serta para tokoh ulama kaum muslimin yang telah dikenal ilmu dan agamanya yang di tengah umat telah dikenal lisannya yang benar. Tidak di masa Imam Ahmad bin Hambal, tidak dizamannya Imam Syafii tidak pula di zamannya Abu Hanifah dan masa sebelum mereka. Yang pertama kali mengada-ada masalah ini adalah Abu Muhamad Abdullah bin Said bin Kullab… “ (Majmu Fatawa, 17/85)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar