Rabu, 06 Juli 2016

Idul fitri kembali Suci Seperti Bayi?


Ini termasuk konsekuensi dari kesalahan mengartikan idul fitri. Karena anggapan bahwa idul fitri = kembali suci, banyak orang keyakinan bahwa ketika idul fitri, semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, semua dosanya diampuni dan menjadi suci.

Keyakinan semacam ini termasuk kekeliruan yang sangat fatal. Setidaknya ada 2 alasan untuk menunjukkan salahnya keyakinan ini,

Pertama, keyakinan bahwa semua orang yang menjalankan puasa ramadhan, dosanya diampuni dan menjadi suci, sama dengan memastikan bahwa seluruh amal puasa kaum muslimin telah diterima oleh Allah, dan menjadi kaffarah (penghapus) terhadap semua dosa yang meraka lakukan, baik dosa besar maupun dosa kecil. Padahal tidak ada orang yang bisa memastikan hal ini, karena tidak ada satupun makhluk yang tahu apakah amalnya diterima oleh Allah ataukah tidak.

Terkait dengan penilaian amal, ada 2 hal yang perlu kita bedakan, antara keabsahan amal dan diterimanya amal.

1. Keabsahan amal.

Amal yang sah artinya tidak perlu diulangi dan telah menggugurkan kewajibannya. Manusia bisa memberikan penilaian apakah amalnya sah ataukah tidak, berdasarkan ciri lahiriah. Selama amal itu telah memenuhi syarat, wajib, dan rukunnya maka amal itu dianggap sah.

2. Diterimanya amal

Untuk yang kedua ini, manusia tidak bisa memastikannya dan tidak bisa mengetahuinya. Karena murni menjadi hak Allah. Tidak semua amal yang sah diterima oleh Allah, namun semua amal yang diterima oleh Allah, pastilah amal yang sah.

Karena itulah, terkait diterimanya amal, kita hanya bisa berharap dan berdoa. Memohon kepada Allah, agar amal yang kita lakukan diterima oleh-Nya. Seperti inilah yang dilakukan orang shaleh masa silam. Mereka tidak memastikan amalnya diterima oleh Allah, namun yang mereka lakukan adalah memohon dan berdoa kepada Allah agar amalnya diterima.

Siapakah kita diandingkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Seusai memperbaiki bangunan Ka’bah, beliau tidak ujub dan memastikan amalnya diterima. Namun yang berliau lakukan adalah berdoa,

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Ya Allah, terimalah amal dari kami. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 127).

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat dan generasi pengikut mereka. Yang mereka lakukan adalah berdoa dan bukan memastikan.

Mu’alla bin Fadl mengatakan:

كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يبلغهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم

“Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang bulan Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadhan.” (Lathaiful Ma›arif, Ibnu Rajab, hal.264)

Karena itu, ketika bertemu sesama kaum muslimin seusai ramadhan, mereka saling mendoakan,

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُم

“Semoga Allah menerima amal kami dan kalian”

Inilah yang selayaknya kita tiru. Berdoa memohon kepada Allah agar amalnya diterima dan bukan memastikan amal kita diterima.

Kedua, sesungguhnya ramadhan hanya bisa menghapuskan dosa kecil, dan bukan dosa besar. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِر

“Antara shalat 5 waktu, jumatan ke jumatan berikutnya, ramadhan hingga ramadhan berikutnya, akan menjadi kaffarah dosa yang dilakukan diantara amal ibadah itu, selama dosa-dosa besar dijauhi.” (HR. Ahmad 9197 dan Muslim 233).

Kita perhatikan, ibadah besar seperti shalat lima waktu, jumatan, dan puasa ramadhan, memang bisa menjadi kaffarah dan penebus dosa yang kita lakukan sebelumnya. Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan syarat: ‘selama dosa-dosa besar dijauhi.’ Adanya syarat ini menunjukkan bahwa amal ibadah yang disebutkan dalam hadis, tidak menggugurkan dosa besar dengan sendirinya. Yang bisa digugurkan hanyalah dosa kecil.

Lantas bagaimana dosa besar bisa digugurkan?

Caranya adalah dengan bertaubat secara khusus, memohon ampun kepada Allah atas dosa tersebut. Sebagaimana Allah telah tunjukkan hal ini dalam Al-Quran,

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisa: 31).

Allahu a’lam

Tidak ada komentar: