Kamis, 07 Juli 2016

Hukum asal marawis/ hadrah itu haram


Hukum asal bagi seluruh jenis alat musik adalah haram, baik mendengarkan atau memainkannya, baik laki-laki maupun wanita. Berdasarkan hadits marfu dari Abu Malik Al Asy’ari radhiallahu’anhu :

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ والحريرَ والخَمْرَ والمَعَازِفَ

“Akan datang kaum dari umatku kelak yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan ma’azif (alat musik)” (HR. Bukhari secara mu’allaq dengan shighah jazm)

Juga hadits Amir bin Sa’ad Al Bajali, ia berkata:

دَخَلْتُ عَلَى قُرَظَةَ بْنِ كَعْبٍ، وَأَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، فِي عُرْسٍ، وَإِذَا جَوَارٍ يُغَنِّينَ، فَقُلْتُ: أَنْتُمَا صَاحِبَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ أَهْلِ بَدْرٍ، يُفْعَلُ هَذَا عِنْدَكُمْ؟ فَقَالَ: اجْلِسْ إِنْ شِئْتَ فَاسْمَعْ مَعَنَا، وَإِنْ شِئْتَ اذْهَبْ، قَدْ رُخِّصَ لَنَا فِي اللَّهْوِ عِنْدَ الْعُرْسِ

“Aku datang ke sebuah acara pernikahan bersama Qurazah bin Ka’ab dan Abu Mas’ud Al Anshari. Di sana para budak wanita bernyanyi. Aku pun berkata, ‘Kalian berdua adalah sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan juga ahlul badr, engkau membiarkan ini semua terjadi di hadapan kalian?’. Mereka berkata: ‘Duduklah jika engkau mau dan dengarlah nyanyian bersama kami, kalau engkau tidak mau maka pergilah, sesungguhnya kita diberi rukhshah untuk mendengarkan al lahwu dalam pesta pernikahan’” (HR. Ibnu Maajah 3383, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)

Yang namanya rukhshah (keringanan), tidak akan ada jika tidak ada larangan atau pengharaman.

Duff / rebana dan thabl / beduk tanpa diragukan lagi termasuk alat musik. Ibnu Atsir dalam kitab Nihayah Fii Gharibil Hadits Wal Atsar berkata:

العزف: اللعب بالمعازف وهي الدفوف وغيرها مما يضرب به

“Al ‘Azaf adalah memainkan alat musik semisal duff dan semacamnya yang ditabuh”

Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin (1/484) berkata:

وآلات المعازف: من اليراع والدف والأوتار والعيدان

“Alat musik berupa yaraa’, duff, sitar, ‘idaan”

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (10/46) berkata:

وفي حواشي الدمياطي، المعازف: الدفوف وغيرها مما يضرب به

“Dalam kitab Al Hawasyi karya Ad Dimyathi, al ma’azif maknanya duff dan sejenisnya yang ditabuh”

Oleh karena itu, duff dan thabl baik secara bahasa maupun secara syar’i termasuk ma’azif yang dilarang dalam hadits.

Perbedaan antara duff dan thabl, yang rajih, duff biasanya terbuka satu sisinya dan tidak memiliki jalajil sedangkan thabl biasanya tertutup kedua sisinya. Ibnu Hajar berkata:

الدف الذي لا جلاجل فيه فإن كانت فيه جلاجل فهو المزهر

“Duff itu yang tidak memiliki jalajil/ gemerincing. Jika ada jalajil-nya maka itu mizhar” (Fathul Baari, 2/440)

Jika anda sudah memahami hukum asal dalam hal ini, ketahuilah bahwa ada beberapa riwayat yang mengecualikannya, yaitu membolehkan memainkan duff hanya bagi wanita dan anak kecil saja. Sedangkan bagi laki-laki, tetap pada hukum asalnya yaitu haram. Tidak ada hadits dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ataupun atsar dari sahabat Nabi atau tabi’in bahwa mereka menabuh rebana atau memainkan rebana di depan orang lain.

Selain itu, yang lebih menguatkan bahwa hukum asal memainkan duff adalah haram adalah persetujuan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap Abu Bakar Ash Shiddiq ketika ia menyifati duff sebagai seruling setan, yaitu ketika ia mendengar permainan duff tersebut dari anak-anak perempuan. Penyifatan tersebut tidak mungkin terjadi kecuali dihasilkan dari pengetahuan Abu Bakar bahwa alat musik secara umum itu haram, termasuk duff. Hanya saja ketika itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan bahwa duff itu dibolehkan khusus bagi anak-anak perempuan di hari Id. Bahkan, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri menisbatkan duff kepada setan, beliau bersabda:

إن الشيطان ليخاف منك يا عمر

“Sungguh setan itu akan takut kepadamu wahai Umar”

Ini ketika ada budak wanita menabuh rebana, lalu datang Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu. Andai hukumnya mubah, tentu beliau tidak akan menisbatkan hal itu dengan setan. Adapun hadits-hadits yang diriwayatkan dalam bentuk lafadz jama’, semisal hadits ‘Aisyah Radhiallahu’anha, yang terdapat lafadz:

واضربوا عليه بالدف

“Mainkanlah duff untuknya (Rasulullah)”

Juga hadits Mu’adz Radhiallahu’anhu, yang terdapat lafadz:

دففوا على رأس صاحبكم

“Mainkanlah duff di atas kepada sahabatmu”

Atau hadits Anas Radhiallahu’anhu, yang terdapat lafadz:

اضربوا على رأس صاحبكم

“Mainkanlah duff di atas kepada sahabatmu”

Ini semua hadits-hadits yang dhaif, tidak bisa menjadi hujjah.

Tidak ada komentar: