Jumat, 03 Juni 2016

Ilmu hisab dan syiah


Imam Ibnu Daqiqil Ied berkata: Menurut pendapat saya, hisab tidak boleh dijadikan sandaraan dalam puasa.[Taqiyuddin Ibnu Daqiqil Ied. Ihkaam Al Ahkam Syarhu Umdat Al Ahkaam, Tahqiqi Ahmad Muhammad Syakir, cetakan kedua tahun 1407H, Dar aalam Al Kutub, Bairut. Hal 2/8.]

Ketika mengomentari hadits
“إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ ”
: Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata : ‘Pada mereka (bangsa Arab) ada orang yang dapat menulis dan mengetahui hisab, (dinamakan umiyun) karena yang menulis sangat sedikit sekali. Yang dimaksud hisab dalam hadits ini adalah hisab nujum dan perjalanannya (falak) dan mereka hanya sedikit yang mengerti hal ini, sehingga hukum berpuasa dan lainnya tergantung kepada rukyah agar tidak menyulitkan mereka karena sulitnya hisab. Lalu hukum ini berlaku terus pada puasa walaupun setelahnya banyak orang yang telah mengetahui hisab. Bahkan dzahir hadits dipahami tidak adanya hukum puasa dengan hisab. Hal ini dijelaskan dalam hadits-hadits lainnya yang berbunyi: فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّة ثَلاَثِيْنَ dan tidak menyatakan: “Tanyalah kepada Ahli Hisab!”.

Lalu beliau rahimahullah berkata lagi: ‘Sebagian kaum berpendapat merujuk kepada ahli hisab. Mereka adalah Syiah Rafidhah, dan dinukilkan dari sebagian ahli fiqih bahwa mereka menyetujuinya, Al Baaji berkata: ‘Ijma’ Salafush Shalih sudah menjadi hujjah atas mereka’. Dan Ibnu Bazizah berkata: ‘Ini adalah madzhab yang batil, sebab syari’at telah melarang memperdalam ilmu perbintangan, karena ia hanyalah persangkaan dan hipotesa semata tidak ada kepastian dan tidak juga perkiraan yang rajih (zhann rajih). Ditambah lagi seandainya perkara puasa dihubungkan dengannya. Maka tentulah menyulitkan, karena yang mengetahuinya sedikit sekali.[Fathul Bari, op.cit. hal 4/127.]

Tidak ada komentar: