Minggu, 12 Juni 2016

Diskriminasi ala papua, munafik bungkam


Orang -orang udik dan media kristen kompas grup belakangan ini sibuk membentuk opini penentangan untuk beberapa daerah mayoritas muslim yang sudah memberlakukan larangan berjualan disiang hari bulan Ramadhan untuk menghormati yang sedang berpuasa.

Tentu media komando pastor tidak akan pernah menentang kebijakan pemerintah papua yang diwakili wilayah Ibukota Jayapura, Wamena, Paniai hingga Kabupaten Dogiyai

Kota Jayapura misalnya, sejak awal 2015 lalu telah memberlakukan perda yang melarang aktivitas perdagangan apapun (terutama aktivitas pasar) pada hari Minggu pagi hingga siang harinya.

Tujuannya adalah agar masyarakat kota yang mayoritas beragama Kristen ini melaksanakan kebaktian Minggu di gereja, daripada memilih berjualan
di pasar atau kios yang sudah dilarang.

Seperti diungkapkan oleh walikota Jayapura Dr. Benhur Tommi Mano, MM, ketika ditanya soal sanksi pelanggaran.

“Yang penting saya minta agar semua menghormati aturan serta menghargai jam ibadah Minggu”, mengutip dari Dharapos, pada awal Februari 2015.

Sementara itu, beberapa pendeta menyambut baik aturan tersebut. Karena Jayapura berslogan kota beriman, sehingga salah satu perwujudannya adalah pemerintah harus membuat aturan untuk melindungi kepentingan ibadah umat beragama, terutama yang mayoritas.

Perda juga mengatur tentang bagaimana pelayanan umum yang berlangsung pada hari-hari keagamaan. Walaupun sebenarnya, perda-perda sejenis bukan barang baru di tanah Papua.

Dan untuk mencapai asas “keadilan” dan mencegah kecemburuan sosial, larangan tak hanya berlaku bagi pedagang yang beragama Nasrani agar ikut kebaktian, tapi juga semua anggota masyarakat. Dan bukan hanya pedagang pasar, tapi juga semua toko hingga kaki lima.

Menariknya, masyarakat Muslim Jayapura tidak terlalu mempermasalahkan dan menganggap penerapan aturan tersebut sebagai sesuatu yang biasa saja, sebagaimana menurut sumber Risalah yang tidak disebut namanya.

“Hari Minggu di Jayapura kalau sebelumnya belum belanja atau tidak punya persediaan makanan, ya siap-siap seharian tidak makan. Karena tidak ada yang jualan sama sekali. Jadi tinggal bagaimana dibikin persiapannya saja sendiri”, jelas sumber yang asli Jawa itu.

Walau aturan larangan perdagangan hanya sampai siang hari, namun banyak pedagang yang lebih molor atau bahkan tidak menggelar dagangannya hari itu.

Putusan Jayapura menerapkan aturan melarang perdagangan di hari Minggu dimulai sejak 2014, kemudian juga diikuti beberapa Kabupaten lainnya, contohnya adalah Paniai.

“Pemkab Paniai bakal memberlakukan larang terhadap para pedagang yang berjualan di hari minggu dan larangan itu akan diberlakukan setelah dikeluarkannya surat instruksi Bupati”, kata Bupati Paniai, Hengki Kayame, kepada Antara Papu pada Maret 2015.

Bupati Hengki mengatakan, sebelum dikeluarkan instruksi tertulis, terlebih dahulu akan dilakukan sosialisasi ke para pedagang yang ada di pasar, kios dan ruko.


“Ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada pedagang agar tidak kaget saat intruksi tersebut dikeluarkan dan kami harapkan para pedagang dapat mematuhi aturan”, ujarnya.

“Larangan berjualan di hari minggu dilakukan karena Paniai merupakan Kota Injil sehingga hari Minggu harus dihargai dan tidak ada aktivitas (ekonomi)”, katanya.

Dia mengatakan, penghentian itu juga telah dilakukan di beberapa daerah kabupaten yang ada di Papua, seperti Kota Jayapura dan Wamena, bukan berarti Paniai ikut-ikutan.

Ia menambahkan, para pedagang yang melanggar instruksi Bupati maka akan dikenakan sangsi yang tercantum dalam instruksi yang dikeluarkan.

Selain Paniai, Kabupaten Dogiyai juga melakukan hal yang sama. Di
Kabupaten Dogiyai, Papua dilarang berjualan pada hari Minggu selama setengah hari. Mulai pukul 06:00 WIT pagi hingga pukul 14:00 WIT demi menghargai umat beragama yang sedang beribadah.

“Kami larang untuk orang asli Papua dan pedagang non-Papua jualan selama setengah hari di hari Minggu. Supaya hari minggu dipakai untuk ibadah,” jelas Yonatan Bunai, Perwira penghubung Polda Papua dan Pangdam Papua yang ditugaskan di Kabupaten Dogiyai, kepada suarapapua.com , Kamis (12/4/2016).

Kata Bunai, sejak diumumkannya aturan larangan berjualan pada hari minggu awalnya tetap masih jualan, namun sebulan setelahnya aturan itu mulai membuahkan hasil.

“Kami berhasil mengamankan penjual yang bandel dan sekarang mereka tidak biasa jual. Kami masih menunggu surat edaran dari pemerintah daerah Kabupaten Dogiyai untuk dilarang jualan setengah hari untuk hari Minggu. Karena kami belum mendapatkan surat edaran, namun tetap kami kontrol penjual siapa yang sedang menjual,” jelasnya.

Diharapkan, pemerintah segera mengeluarkan surat edaran untuk penjual, agar mereka tidak menjual setengah hari di hari Minggu.

“Selanjutnya kami mendesak pemerintah untuk hal ini dimasukan dalam perda kabupaten Dogiyai,” jelasnya.

Pilipus Kobepa. Kepala Propos Polisi Pamong Praja kepada suarapapua.com mengatakan, masyarakat merasa senang karena apa yang masyarakat inginkan terwujud. Katanya, dua kali pihaknya pernah turun lapangan untuk melarang menjual barang hari Minggu tapi mereka tidak mau dengar.

“Walaupun di awal-awal kami merasa susah, tetapi setelah kami terus berusaha bersama akhirnya sukses juga, tidak ada penjual yang menjual barang di hari minggu selama setengah hari,” katanya.

Kata Kobepa, pihaknya akan terus mengawal dan mengontrol aturan tersebut sambil menunggu surat keputusan dari bupati tentang aturan ini.

Artinya, dalam setahun, ada sebanyak 52 hari dimana pemerintah daerah di Papua membatasi aktivitas perdagangan untuk tujuan menghormati “kebaktian di hari Minggu” bagi umat Kristen.

Bagaimana dengan pemda Mayoritas Muslim saat 30 hari Ramadhan?
Warning: Anda tidak akan menemukan protes dan pembentukan opini terhadap berita diatas dimedia kristen Kompas Grup, Tribun News dan media -media komando pastor yang hari ini gencar beritakan sweeping warung dibulan puasa Ramadhan. Muslim yang kuat iman akan berhenti percaya terhadap Kompas Grup.

Tidak ada komentar: