Senin, 06 Juni 2016

Maksud umar : sebaik-baik bid'ah


semenjak kematian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabat Radhiyallahu ‘anhum terus menjalankan shalat tarawih dengan berpencar-pencar dan bermakmum kepada imam yang berbeda-beda.
Ibnu hajar :
“Demikianlah kondisi yang terjadi di masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau mengimami mereka selam tiga malam. Kemudian beliau meninggalkannya karena takut dianggap wajib atas mereka sebagai hadits Aisyah terdahulu. Sehingga kembalilah kaum muslimin kepada kebiasaan semula, hingga Umar mengumpulkan mereka. Semoga Allah mengganjarinya dengan kebaikan atas jasa beliau terhadap Islam. Ibnu At-Tiien dan yang lainnya berkata : “Umar bin Al-Khattab mengambil kesimpulan, denghan ketetapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan keabsahan shalat orang-orang yang bermakmum kepada beliau pada beberapa malam itu. Kalaupun ada yang beliu benci, hanya sebatas karena beliau khawatir akhirnya menjadi wajib atas mereka. Inilah yang menjadi rahasia kenapa Al-Bukhari mengutip hadits Aisyah yang terdahulu sesudah hadits Umar. Setelah nabi meninggal, kekhawitran itu sudah tidak berlaku lagi. Umar lebih mengutamakan kesimpulan demikian, karena berpencar-pencarnya kaum muslimin dapat menimbulkan perpecahan. Dan juga karena berjama’ah dengan satu imam itu lebih membawa semanngat bagi banyak orang yang shalat …. Dan terhadap ucapan Umar itu, mayoritas umat lebih cenderung …” [Fathul Bari IV : 203-204]
Abdurrahman bin Abdul Qariy berkata :

“Suatu malam di bulan Ramadhan, aku keluar bersama Umar bin Al-Khattab menunju masjid. Ternyata kami dapati manusia berpencar-pencar disana sini. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang shalat mengimami beberapa gelintir orang. Beliau berkomentar : “(Demi Allah), seandainya aku kumpulkan orang-orang itu untuk shalat bermakmum kepada satu imam, tentu lebih baik lagi”. Kemudian beliau melaksanakan tekadnya, beliau mengumpulkan mereka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman melanjutkan : “Pada malam yang lain, aku kembali keluar bersama beliau, ternyata orang-orang sudah sedang shalat bermakmum kepada salah seorang qari mereka. Beliaupun berkomentar :

“Sebaik-baik bid’ah, adalah seperti ini”.

Namun mereka yang tidur dahulu (sebelum shalat) lebih utama dari mereka yang shalat sekarang”

Yang beliau maksudkan yaitu mereka yang shalat di akhir waktu malam. Sedangkan orang-orang tadi shalat di awal waktu malam”

Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwattha (I : 136-137), demikian juga Al-Bukhari (IV : 203), Al-Firyabi (II : 73, 74 : 1-2). Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah (II : 91 : 1) dengan lafazh yang mirip, namun tanpa ucapan beliau : “sebaik-baiknya bid’ah, ya yang seperti ini”. Demikian juga Ibnu Sa’ad (V : 42) dan Al-Firyabi dari jalur lain (74 : 2) meriwayatkannya dengan lafazh : “kalau yang seperti ini dianggap bid’ah, maka sungguh satu bid’ah yang amat baik sekali”. Para perawinya terpercaya, kecuali Naufal bin Iyyas. Imam Al-Hafizh mengomentarinya dalam “At-Taqrib” ; “Bisa diterima”, maksudnya apabila diiringi hadits penguat, kalau tidak, maka tergolong hadits yang agak lemah. Begitu penjelasan beliau dalam mukaddimah buku tersebut.

Tidak ada komentar: