Kamis, 25 Agustus 2016

Pondok NU salaf kawasan tanpa rokok


Sekilas tidak ada yang khas dan membedakan Pondok Pesantren Langitan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, dari pondok-pondok pesantren tradisional atau salaf lainnya. Para kiai dan santri berbaju koko, bersarung, dan berpeci rapi. Setiap saat para santri bersikap tawaduk dan patuh kepada kiai.

Namun, ada satu hal yang cukup mencolok. Di pintu gerbang masuk kompleks Pondok Pesantren Langitan terpampang papan bertuliskan ”Selamat Datang di Pondok Pesantren Langitan. Anda Masuk Kawasan Tanpa Rokok”. Di dalam pondok juga terpajang tulisan ”Anda Berada di Kawasan Tanpa Rokok”.

Di Langitan, papan-papan peringatan itu bukanlah untuk basa-basi. Aturan larangan merokok ditegakkan secara keras dan tegas. Hukuman atas pelanggaran itu dijalankan langsung oleh kiai, pimpinan tertinggi di pondok, seperti halnya hukuman atas pelanggaran aturan shalat berjemaah.

”(Hukuman atas pelanggaran) merokok dan shalat berjemaah setara,” kata KH Abdullah Munif bin KH Ahmad Marzuqi, salah seorang pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Langitan.

KH Abdullah Munif bercerita tentang asal mula Ponpes Langitan melarang keras merokok. Dulu, seperti umumnya ponpes-ponpes salaf, para kiai di Langitan hingga KH Abdullah Faqih (wafat pada 2012) juga pernah menjadi perokok.

”Sepulang haji, beliau berhenti (merokok). Yang paling keras (melarang merokok) Kiai Faqih,” kata KH Abdullah Munif. ”Pak Kiai konsisten. Beliau melarang, beliau juga tidak merokok. Larangan merokok itu mulai sekitar 1980,” ujarnya.

Banyak pertimbangan mengapa merokok dilarang keras di Langitan. Selain tidak menyehatkan, merokok juga menghamburkan uang. ”Banyak kejadian anak (santri) yang melanggar, mereka banyak perokok. (Mereka) kehabisan uang, pinjam uang, sampai ada yang diusir karena mencuri,” lanjutnya.

Melihat mudarat yang ada, mengutip KH Abdullah Faqih, merokok sudah bisa dihukumi haram meski kebanyakan ulama menghukuminya makruh (sebaiknya dihindari). Sebelum dilarang total, aturan merokok di Langitan diterapkan secara bertahap, dari segi umur santri dan tempat merokok.

”Dulu, umur 17 tahun ke atas boleh merokok. Setahun kemudian, (minimal) umur 20 tahun. Setelah itu, (minimal) umur 25 tahun, hingga akhirnya semua umur dilarang,” papar KH Abdullah Munif. Mengenai tempat merokok, larangan juga bertahap: mulai dari larangan di kompleks utama hingga akhirnya semua tempat di kompleks pondok dilarang untuk dijadikan tempat merokok.

Berkat konsistensinya menegakkan larangan merokok, Ponpes Langitan mendapat penghargaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Menteri Kesehatan. Anti-merokok itulah yang membedakan Langitan dari ponpes salaf lainnya.

Kini, Ponpes Langitan tidak saja dikenal sebagai kawasan tanpa rokok, tetapi juga tempat terapi bagi pencandu rokok.

”Banyak yang kecanduan merokok datang, biasanya disuruh merokok dulu di hadapan yang memberi terapi. Diminta menikmati (rokok) dulu. Setelah itu, diterapi dan disuruh merokok lagi, lalu ditanya bagaimana rasanya. Terapinya hanya setengah jam,” kata KH Abdullah Munif. Mau mencoba?

Tidak ada komentar: