Senin, 22 Agustus 2016

Aqiqah bagi bayi meninggal sebelum hari ke-7


Apabila ada bayi yang meninggal sebelum hari ke tujuh, apakah tetap disunnahkan melaksanakan aqîqah atau tidak? Ada dua pendapat Ulama dalam masalah ini:

Pendapat pertama menyatakan aqîqah tidak disunnahkan dilaksanakan lagi. Ini adalah pendapat al-Hasan al-Bashri rahimahullah dan madzhab Malikiyah dan sebagian Ulama Syâfi’iyah. (Lihat at-Tamhîd 4/313).

Pendapat kedua menyatakan tetap masih disunnahkan dan inilah madzhab Syâfi’iyah [Lihat al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab 8/448].
Pendapat kedua ini dirajihkan oleh syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin rahimahullah. Suatu hari Beliau trahimahullah ditanya, “Jika seorang anak mati setelah ia lahir beberapa saat, apakah harus diaqîqahi?”

Jawabannya, “Jika anak termasuk mati beberapa saat setelah kelahiran, ia tetap diaqîqahi pada hari ketujuh. Hal ini disebabkan anak tersebut telah ditiupkan ruh saat itu, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat. Dan di antara faidah aqîqah adalah seorang anak akan memberi syafâ’at pada kedua orang tuanya. Namun sebagian Ulama berpendapat bahwa jika anak tersebut mati sebelum hari ketujuh, maka gugurlah aqîqah. Alasannya, karena aqîqah baru disyariatkan pada hari ketujuh bagi anak yang masih hidup ketika itu. Jika anak tersebut sudah mati sebelum hari ketujuh, maka (anjuran-red) aqîqah gugur. Akan tetapi, barangsiapa diberi kelonggaran rezeki oleh Allâh k dan telah diberikan berbagai kemudahan, maka hendaklah ia menyembelih aqîqah. Jika memang tidak mampu, maka ia tidak dipaksa.” Liqâ al-Bâb al-Maftûh, kaset 14, no. 42

Tidak ada komentar: