Kamis, 31 Maret 2016

imam asy-syafi'i dituduh membagi bid'ah

perkataan Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah-:
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ : بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ, فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُوْمٌ
“Bid’ah itu ada dua: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Semua yang sesuai dengan sunnah, maka itu adalah terpuji, dan semua yang menyelisihi sunnah, maka itu adalah tercela.” (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (9/113))
Semakna dengannya, apa yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi’i (1/469) bahwa beliau berkata:
اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ : مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ, وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ
“Perkara yang baru ada dua bentuk: (Pertama) Apa yang diada-adakan dan menyelisihi kitab atau sunnah atau atsar atau ijma’, inilah bid’ah yang sesat. Dan (yang kedua) apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang tidak menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut, maka inilah perkara baru yang tidak tercela”.

Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullah- dalam ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 121 mengomentari kedua perkataan Asy-Syafi’i di atas, “Di dalam sanad-sanadnya terdapat rawi-rawi yang majhul (tidak diketahui)”.
Hal ini karena di dalam sanad Abu Nu’aim terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Muhammad Al-Athasi. Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad dan As-Sam’ani dalam Al-Ansab menyebutkan biografi orang ini dan keduanya tidak menyebutkan adanya pujian ataupun kritikan terhadapnya sehingga dia dihukumi sebagai rawi yang majhul. Adapun dalam sanad Al-Baihaqi, ada Muhammad bin Musa bin Al-Fadhl yang tidak didapati biografinya. Ini disebutkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali dalam Al-Bida’ wa Atsaruhas Sayyi` alal Ummah hal. 63.

Tidak ada komentar: