pertanyaan :
Apa benar, harta suami berarti harta istri juga. Dan harta istri, milik istri pribadi. Mohon pencerahannya…
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Islam menghargai harta seseorang. Mengakui keabsahannya, selama harta itu diperoleh dengan jalan halal.
Baik itu harta milik pria maupun wanita, milik suami maupun istri. Semua orang mempunyai hak kepemilikan penuh terhadap harta pribadinya.
Dalam Al-Quran, Allah Ta’ala telah membedakan antara harta suami dan harta istri. Seperti yang Allah ungkapkan terkait aturan pembagian warisan. Karena itu, suami bisa mendapat warisan dari harta istri, sebaliknya istri juga mendapat warisan dari harta suami.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَكُمْ
نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ
كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ
وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ
فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
“Kalian wahai para
suami, berhak mendapatkan warisan seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh para istri, jika istri tidak mempunyai anak. Namun, Jika istrimu
itu mempunyai anak, maka kamu berhak mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya. Warisan itu dibagi sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat dan sesudah dibayar utangnya. Para istrimu berhak memperoleh
warisan seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Namun, jika kamu mempunyai anak, maka istrimu hanya berhak
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan. (QS. An Nisa: 12)Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala membedakan antara harta suami dan harta istri. Sehingga ketika meninggal, ada yang diwariskan untuk keluarganya. Si suami baru berhak menguasai harta istrinya sebagai warisan, setelah istrinya meninggal. Itupun dalam jumlah tertentu yang ditetapkan syariat. Demikian pula istri. Dia berhak mendapat bagian warisan dari harta suaminya, dengan jumlah tertentu yang ditetapkan syariat.
Adanya saling mewarisi antara suami dan istri, menunjukkan bahwa apa yang dimiliki suami tidak otomatis menjadi milik istri dan sebaliknya. Masing-masing memiliki hak atas harta yang mereka miliki. Jika semu harta yang masuk ke dalam rumah menjadi milik bersama, tentu tidak ada aturan masalah warisan.
Lalu apa hak istri?
Jika istri tidak bekerja, lalu apa hak istri untuk mencukupi kebutuhan?
Istri punya hak untuk mendapatkan nafkah dari suami. Nafkah dengan nilai yang layak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Namun suami tidak berkewajiban memberi lebih dari nafkah.
Allah berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Lelaki
itu menjadi pemimpin bagi para istrinya, disebabkan Allah memberikan
kelebihan bagi mereka dan karena mereka memberikan nafkah kepada
istrinya dari harta mereka. (QS. an-Nisa: 34)Boleh saja suami menyerahkan seluruh uang penghasilannya kepada istri untuk dikelola demi mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, perlu diingat bahwa harta tersebut adalah tetap dalam hitungan kepemilikan suami. Istri hanya sekedar pengelola. Oleh karena itu, istri harus berusaha maksimal dalam memegang amanah, tidak boleh dipergunakan di luar batas kebutuhan kecuali atas izin dari suaminya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan keberadaan istri sebagai pengemban amanah di rumah suaminya,
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، … ، وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ
زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Kalian
semua adalah penanggung dan akan ditanya tentang apa yang dia
pertaggung jawabkan… wanita menjadi penanggung jawab di rumah suaminya,
dan dia akan ditanya tentang apa yang dia pertanggung jawabkan…(HR. Bukhari 2409)Ketika istri menjadi ratu di rumah suaminya, dia bertanggung jawab untuk menjaga harta suami yang ada di rumahnya. Terutama ketika suami sedang pergi. Meskipun harta itu di luar kepemilikan istri. Allah berfirman menyebutkan ciri wanita sholihah,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Wanita
shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, untuk sesuatu yang dipelihara oleh Allah. (QS. an-Nisa: 34)Ibnu Katsir menyebutkan keterangan ahli tafsir, Imam as-Sudi, dia menjaga dirinya, kehormatannya dan harta suaminya, ketika suaminya tidak ada di rumah. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/293).
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
خَيْرُ
النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ ، وَإِذَا
أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي
نَفْسِهَا وَمَالِهَا
Sebaik-baik istri adalah wanita yang jika
suaminya melihatnya, menyenangkan suaminya, jika diperintahkan
suaminya, dia mentaatinya, dan jika suaminya jauh darinya, dia bisa
menjaga kehormatan dirinya dan hartanya. (HR. Thayalisi 2444 dan al-Bazzar 8537).Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar