Dalam bagian
sebelumnya telah diulas dalil-dalil dan alasan sebagian kalangan yang
menganggap bahwa umur umat Islam adalah antara 1400-1500 tahun sejak
diutusnya Nabi Muhammad shallallaahu‘alaihi wa sallam.
Dan sanggahan
pertama atas syubhat ini ialah bahwa yang disebutkan dalam hadits itu
sekadar perumpamaan yang bersifat longgar dan tidak bisa menjadi sumber
hukum (hujjah)
dalam masalah fikih. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh sejumlah
ulama seperti Imamul Haramain, Ibnu Rajab dan Ibnu Hajar.
Oleh karenanya,
dalam syarahnya Ibnu Hajar mengatakan, “Mereka yang lebih banyak amalnya
(Yahudi dan Nasrani) tidak harus berarti lebih lama eksistensinya
karena ada kemungkinan bahwa beramal di masa mereka lebih berat sehingga
pahalanya otomatis lebih besar. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah
yang artinya, ‘Wahai Rabb kami, janganlah Kaubebankan kepada kami beban
yang berat, sebagaimana yang telah Kau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami’.”
Alasan lain yang
menguatkan bahwa yang dimaksud oleh hadits ini ialah sebatas banyak
sedikitnya amal tanpa dikaitkan dengan panjang pendeknya tempo
masing-masing umat adalah bahwa mayoritas ahli sejarah menyebutkan
selang waktu antara Nabi Isa ‘alaihissalaam dengan Nabi kita shallallaahu’alaihi wa sallam adalah
600 tahun, dan ini merupakan pendapat Salman Al Farisi yang
diriwayatkan dalam Shahih Bukhari. Meski demikian, ada pula yang
berpendapat bahwa temponya kurang dari itu, sampai-sampai ada yang
mengatakan bahwa selang waktunya hanya 125 tahun!
Padahal, kita menyaksikan bahwa selang waktu yang telah dilalui oleh umat Islam sejauh ini adalah lebih dari 600 tahun1.
Dengan demikain, bila kita berpegang pada pendapat bahwa yang dimaksud
adalah perumpamaan panjang pendeknya tempo masing-masing umat (alias
bukan banyak sedikitnya amal mereka), maka konsekuensinya waktu asar
harus lebih panjang daripada waktu zuhur, padahal tidak ada seorang alim
pun yang berpendapat demikian. Ini berarti bahwa yang dimaksud lewat
perumpamaan tersebut sebenarnya ialah banyak-sedikitnya amalan. Wallaahu
Ta’ala a’lam. (Fathul Baari, Ibnu Hajar, 2/50-51, cet. Daarul Kutub Al-Ilmiyyah).
Ibnu Rojab
mengatakan, “Menentukan sisa waktu (umur) dunia dengan bersandar kepada
hadits-hadits seperti ini adalah sesuatu yang tidak dibenarkan karena
hanya Allah-lah yang mengetahui kapan terjadinya kiamat, dan tidak
seorang pun yang diberitahu tentang waktunya. Oleh karenanya, Nabi
ketika ditanya tentang kapan terjadinya kiamat telah menjawab, ‘Orang
yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya’.” Jadi, maksud
dari perumpamaan Nabi dalam hadits ini ialah sekedar mendekatkan waktu
terjadinya hari kiamat, tanpa menentukan waktunya. (Fathul Baari, Ibnu Rajab, 4/338).
Selain itu, bila kita perhatikan dalam hadits-hadits di atas, Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam menyebutkan dua hal,
Pertama:
perumpamaan antara ajal (umur) umat Islam dibanding ajal umat-umat
sebelum kita. Dan ini berarti meliputi seluruh manusia sejak zaman Adam ‘alaihissalam hingga diutusnya Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam, alias tidak terbatas pada kaum Yahudi dan Nasrani saja.
Kedua:
perumpamaan antara balasan amal umat islam dengan balasan amal dua umat
besar sebelum kita, yaitu Yahudi dan Nasrani. Kesimpulannya, menghitung
umur umat Islam dengan cara yang telah disebutkan (umur Yahudi minus
umur Nasrani) adalah keliru karena mestinya yang jadi acuan adalah umur
semua umat, yang dibandingkan dengan umat Islam. Dan umur semua umat
zahirnya seperti panjangnya waktu antara terbit fajar hingga waktu asar,
sedangkan umur umat islam sesingkat waktu antara asar hingga magrib.
Berhubung kita tidak tahu berapa lama usia umat-umat terdahulu, maka
mustahil kita bisa memprediksi umur umat Islam
Jadi, perbandingan
antara umat Islam dengan ahli kitab, bukan dalam hal panjang-pendeknya
umur masing-masing, melainkan dalam hal banyak sedikitnya pahala yang
didapat oleh masing-masing lewat amalnya. Ini dikarenakan saat berbicara
tentang umat Islam dengan ahli kitab, Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam
tidak menyebutkan “ajal” atau “eksistensi”, tetapi menggunakan istilah
“orang yg diberi kitab lalu mengamalkannya hingga waktu tertentu”, atau
dengan istilah “orang yang mempekerjakan suatu kaum”, dan sejenisnya,
sehingga tidak bisa menjadi acuan untuk menghitung umur masing-masing
umat.
Dari sini, ketika
disebut dalam hadits bahwa orang-orang Yahudi beramal hingga tengah
hari, tidak berarti mereka beramal sejak terbit fajar karena sebelum
mereka ada sejumlah umat yang berumur ribuan tahun telah mendahului
mereka dalam amal, dan Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam tidak
menyebutkan sejak kapan Yahudi mulai beramal. Namun, hanya dijelaskan
bahwa mereka beramal hingga masuk waktu zuhur. Oleh karenanya, tidak
bisa dijadikan acuan untuk menghitung berapa umur nisbah umur mereka
dibanding umur Nasrani dan umat Islam.
Di samping itu,
hadits perbandingan umur kita dengan umur-umur umat sebelum kita, bisa
dipahami dari sisi lain, yaitu bahwa umur rata-rata individu umat Islam
adalah jauh lebih singkat dibanding umur rata-rata individu umat-umat
sebelumnya. Sebagaimana singkatnya waktu asar dibanding waktu siang
secara keseluruhan. Jika kita anggap waktu asar sekitar 3 jam, sedangkan
waktu siang adalah 12 jam, berarti rata-rata umur individu umat Islam
adalah seperempat umur individu umat sebelumnya, namun umat Islam diberi
pahala yang lebih besar. Pemahaman ini justru lebih sesuai dengan
maksud hadits yang ingin menonjolkan besarnya karunia Allah atas umat
Muhammad, yakni walau usianya lebih pendek dan amalnya relatif lebih
sedikit, tetapi pahala yang diterimanya lebih banyak.
Bersambung…
Solo, 29 Jumada Tsaniyah 1437 H, bertepatan dengan 7 Maret 2016 M.
***
Penulis: Dr. Sufyan bin Fuad Baswedan
Doktor Ilmu Hadits dari Universitas Islam Madinah, KSA.
Referensi:
-
Kitab (الإفحام لمن زعم انقضاء عمر أمة الإسلام), Abdul Hamid Hindawi.
-
Risalah (كم الباقي من عمر الدنيا؟) Ash Shan’ani.
-
Shahih Bukhari.
-
Fathul Baari, Ibnu Rojab Al Hambaly.
-
Fathul Baari, Ibnu Hajar Al Asqalani.
-
(كتب ورسائل الشيخ ابن عثيمين 8/117) Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
1
Dengan mengingat bahwa Ibnu Hajar hidup antara tahun 773-852 H, yang
berarti bahwa ketika beliau menuliskan kata-kata tersebut, umat Islam
telah berumur lebih dari 800 tahun sejak diutusnya Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar