syubhat :
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
Selain
seorang ulama yang agung, beliau juga seorang mujahid. Tidak seperti
prasangka sebagian kecil manusia, yang menuduhnya tidak pernah ikut
berperang bersama kaum muslimin. Justru beliau adalah bintangnya dan
pemimpin mereka.
Berkata Al Alusi tentang Imam Ibnu Taimiyah:
“Adapun
keberanian dan jihadnya, maka suatu penjelasan apa pun tidak dapat
mencakupnya secara sempurna. Ia sebagaimana yang diceritakan Al Hafizh
Sirajuddin Abu Hafsh dalam Manaqib-nya adalah orang yang paling berani
dan tegar hati menghadapi musuh. Aku belum pernah melihat manusia yang
keberaniannya melebihi Ibnu Taimiyah dan semangat jihad melawan musuh
melebihi semangatnya Ibnu Taimiyah. Ia selalu berjihad di jalan Allah
dengan hati, lisan, dan tangannya dan tidak takut hinaan orang yang suka
menghina dalam membela agama Allah Ta’ala.
Banyak
orang menceritakan bahwa Syaikh Ibnu Taimiyah juga sering ikut bersama
pasukan Islam dalam peperangan melawan musuh. Apabila ia melihat pasukan
yang gelisah dan takut, maka ia memberikan semangat kepadanya,
memantapkan hatinya, menjanjikan kemenangan dan ghanimah kepadanya, dan
menjelaskan keutamaan jihad dan mujahidin.” (Syaikh Ahmad Farid, 60
Biografi Ulama Salaf, Hal. 796. Pustaka Al Kautsar)
Syaikh Ahmad Farid juga menceritakan keberanian Imam Ibnu Taimiyah di medan tempur:
“Seorang
panglima perang mencertakan tentang perang Syaqhab. Ia mengatakan,
“Syaikh Ibnu Taimiyah berkata kepadaku ketika dua pasukan sudah
terlihat,”Wahai kamu, perlakukanlah aku seolah aku sudah mati.” Lalu aku
membawanya (Ibnu Taimiyah) ke depan, sementara musuh-musuh sudah turun
bak banjir yang mengalir dengan deras. Peralatan perang mereka terlihat
di sela-sela debu yang berterbangan.
Lalu,
aku berkata kepadanya: Ini akan mengantarkanmu pada kematian. Batalkan
keinginanmu itu!” Ia menengadahkan mukanya ke langit, meluruskan
pandangannya, dan menggerakkan kedua bibirnya dalam waktu yang lama
kemudian bangkit dan maju ke medan perang. Aku tidak melihatnya lagi
sampai Allah memberikan kemenangan pada umat Islam yang berhasil masuk
ke kota Damaskus.” (Ibid, Hal. 798-799)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali juga meceritakan tentang Imam Ibnu Taimiyah:
قدم
إلى الشام هو وإخوته سنة اثنتي عشرة بنية الجهاد، لما قدم السلطان لكشف
التتر عن الشام. فخرج مع الجيش، وفارقهم من عسقلان، وزار البيت المقدس.
“Beliau
bersama saudaranya, dua belas tahun, datang ke Syam dengan niat
berjihad, ketika datangnya sultan untuk mengusir Tartar dari Syam. Ibnu
Taimiyah keluar bersama pasukan, dan berpisah dengan mereka dari
Asqalan, dan berziarah ke Baitul Maqdis.” (Imam Ibnu Rajab, Dzail
Thabaqat Al Hanabilah, 1/343. Mauqi’ Al Warraq)
Beliau
juga sangat tegas dengan penyimpangan penguasa walau pun penguasa itu
muslim. Hal itu dia buktikan dengan nasihatnya yang berani dan secara
terbuka kepada Sultan Ibnu Ghazan. Syaikh Ahmad Farid berkata:
“Tatkala
Sultan Ibnu Ghazan berkuasa di Damaskus, Raja Al Karaj datang kepadanya
dengan membawa harta yang banyak agar Ibnu Ghazan memberikan
kesempatakan kepadanya untuk menyerang kaum musimin Damaskus.”
(Demikianlah
rencana jahat Sultan, ingin bekerja sama dengan raja musuh untuk
menyerang kaum muslimin). Lalu Syaikh Ahmad Farid melanjutkan:
“Namun
berita ini sampai ke telinga Syaikh Ibnu Taimiyah. Sehingga ia langsung
bertindak menyulut api semangat kaum muslimin untuk menentang rencana
tersebut dan menjanjikan kepada mereka suatu kemenangan, keamanan,
kekayaan, dan rasa takut yang hilang. Lalu bangkitlah para pemuda,
orang-orang tua dan para pembesar mereka menuju sultan Ghazan.”
(Inilah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ia bersama umat Islam lainnya menuju
istana Sultan untuk menentang kebijakan dan rencana jahatnya bersama
Raja Al Karaj untuk menyerang kaum muslimin Damaskus. Inilah yang
orang sekarang bilang demonstrasi. Imam Ibnu Taimiyah tidak mengatakan:
“Aku akan nasihati Sultan Ghazan secara empat mata.” Justru ia
melakukannya bersama umat Islam secara terang-terangan. Apa yang akan
dikatakan dan dilakukan oleh Imam Ibnu Taimiyah, jika saat ini dia
melihat ada sebuah negara muslim yang meminta pertolongan Amerika
Serikat untuk menyerang kaum muslimin Iraq? Atau mengizinkan tentara
kafir membuka pangkalan militer di negeri muslim agar mereka mudah
mengendalikan negeri-negeri muslim? Dahulu ada Sultan Ibnu Ghazan dan
Raja Al Karaj yang bermesraan, namun masih ada Imam Ibnu Taimiyah. Saat
ini, ada pemimpin negeri muslim bermesraan dengan pemimpin kolonialisme
modern, AS, namun, saat ini tidak ada yang seperti Imam Ibnu Taimiyah!)
Selanjutnya Syaikh Ahmad Farid mengatakan:
“Tatkala
Sultan Ghazan melihat Syaikh Ibnu Taimiyah, Allah menjadikan hati
Sultan Ghazan mengalami ketakutan yang hebat terhadapnya sehingga ia
meminta Syaikh Ibnu Taimiyah agar mendekat dan duduk bersamanya.
Kesempatan
tersebut digunakan Syaikh Ibnu Taimiyah untuk menolak rencananya, yaitu
memberikan kesempatan kepada Raja Al Karaj yang hina untuk menghabisi
umat Islam Damaskus. Ibnu Taimiyah memberitahu Sultan Ibnu Ghazan
tentang kehormatan darah mslimin, mengingatkan dan memberi nasihat
kepadanya. Maka Ibnu Ghazan menurut nasihat Ibnu Tamiyah tersebut. Dari
situ, terselamatkanlah darah-darah umat Islam, terhaga isteri-isteri
mereka, dan terjaga budak-budak perempuan mereka.” (Selengkapnya lihat
60 Biografi Ulama Salaf, Hal. 797-798)
jawab : hehe..berbekal buku terjemahan...
jelas sekali itu adalah kondisi perang ..kalau membawa pasukan ya wajarlah...tidak ada secuil pun bukti beliau berdemo teriak2 depan istana penguasa...
semua itu hanya bualan ahli bid'ah saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar