Minggu, 21 Desember 2014

syubhat syiah secondprince : muawiyah mencela ali ?


syubhat : Dalam Sunan Ibnu Majah Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi 1/45 no 121 terdapat hadis riwayat Sa’ad berikut
حدثنا علي بن محمد . حدثنا أبو معاوية . حدثنا موسى بن مسلم عن ابن سابط وهو عبد الرحمن عن سعد بن أبي وقاص قال قدم معاوية في بعض حجاته فدخل عليه سعد فذكروا عليا . فنال منه . فغضب سعد وقال تقول هذا لرجل سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( من كنت مولاه فعلي مولاه ) وسمعته يقول ( أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي ) وسمعته يقول ( لأعطين الرأية اليوم رجلا يحب الله ورسوله ) ؟
Ali bin Muhammad menceritakan kepada kami yang berkata Abu Muawiyah menceritakan kepada kami yang berkata Musa bin Muslim menceritakan kepada kami dari Ibnu Sabith dan dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata ”Ketika Muawiyah malaksanakan ibadah haji maka Saad datang menemuinya. Mereka kemudian membicarakan Ali lalu Muawiyah mencelanya. Mendengar hal ini maka Sa’ad menjadi marah dan berkata ”kamu berkata seperti ini pada seseorang dimana aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ”barangsiapa yang Aku adalah mawlanya maka Ali adalah mawlanya”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Kamu disisiKu sama seperti kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahKu”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Sungguh akan Aku berikan panji hari ini pada orang yang mencintai Allah dan RasulNya”.
Hadis ini telah dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no 98. Hadis di atas adalah bukti yang paling kuat kalau Muawiyah memang telah mencela Imam Ali. Al Hafiz Muhammad bin Abdul Hadis As Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah no 118 telah menunjukkan dengan kata-kata yang jelas dalam komentarnya tentang hadis ini ”bahwa Muawiyah telah mencaci Imam Ali bahkan memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Imam Ali sebagaimana yang disebutkan oleh Muslim dan Tirmidzi”.
jawab : iya itu bukti kuat bagi pendengki yg suka su'udhon kepada sahabat nabi,bagaimana hadits itu shohih,sedangkan mempunyai illah yg banyak,
1) Adapun riwayat Ibnu Majah lemah karena Abu Mu’awiyah Adh-Dharir; ibnu hajar dalam taqribnya :Riwayatnya dari selain Al-A’masy terkadang terdapat kekeliruan. Al-Hakim mengatakan: Ia terkenal berlebihan dalam madzhab syi’ah.imam ahmad ibn hanbal : Riwayatnya dari selain Al-A’masy muththorib (guncang) dan tidak menghafalnya dg hafalan yg baik,
Ia menyalahi riwayat Abdussalam, sebagaimana dalam As-Sunan Al-Kubra kayra An-Nasa’iy 7/411 no.8343:
قال: أَخْبَرَنَا حَرَمِيُّ بْنُ يُونُسَ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ، عَنْ مُوسَى الصَّغِيرِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا فَتَنَقَصُّوا عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ ...
Sa’ad berkata: Suatu hari aku duduk (dalam satu majlis) kemudian mereka merendahkan Ali bin Abi Thalib ...
Dalam riwayat ini tidak disebutkan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu.
Selain itu, Abdurrahman bin Sabith tidak pernah mendengar hadits dari Sa’ad bin Waqqash sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ma’in [ Lihat: Taarikh Ibnu Ma’in riwayat Ad-Duuriy 3/87, Jaami’ At-Tahshiil karya Al-‘Alaaiy hal.222, Tuhfah At-Tahshiil karya Abu Zur’ah Al-‘Iraqiy hal.197.],
ibnu hajar : tidak shohih dia mendengar dari sahabat(ishobah 5/228)
dengan demikian sanadnya juga terputus.
adaupun tuduhan ibnu ma'in keliru,karena ibn sabith bertemu jabir,maka
Abdurrahamn bin tsabit itu kata banyak ulama, mursilul hadits, semua nama sahabat yang dia sebutkan itu adalah bentuk tadlisnya. ia memperoleh nama-nama sahabat itu dari para tabiin kibar meskipun tidak semua, ada beberapa yang ia temui langsung (terutama sahabat yang ada di mekah) dan ada juga melaui perantaraan sahabat yang dekat dengannya, hanya saja ibnu jabir ini suka tidak mau menyebutkan nama mereka, seolah kesannya ia bertemu langsung dengan mereka. berikut bukti bahwa ibnu tsabit sebelum menyebut nama sahabat ia menyebut nama tabiin kibar (yang semasa dengannya) terlebih dahulu:
ثنا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، ثنا الأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانِ بْنِ عَطِيَّةَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَابِطٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الأَوْدِيِّ قَالَ: قدم عَلَيْنَا مُعَاذٌ الْيَمَنَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الشِّحْرِ، رَافِعًا صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ، أَجَشَّ الصَّوْتِ، فَأُلْقِيَتْ عَلَيْهِ مَحَبَّتِي، فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى حَثَوْتُ عَلَيْهِ التُّرَابَ، ثُمَّ نَظَرْتُ إِلَى أَفْقَهِ النَّاسِ بَعْدَهُ، فَأَتَيْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ،
(tarikh islam adz dzahabi. hal 457)
Amru bin Maimun Al Adawi adalah tabiin kibar.
sedikit logika saja, kalau memang abdurrahman bin tsabit itu memang mendengar dari jabir harusnya ia juga mendengar dari shahabat nabi lainnya, tapi faktanya tak ada satupun hadis yang menunjukan hal tersebut kucuali hanya berupa an’anah semata. moso’ sih dari sekian sahabat yang didengar/dijumpai langsung cuma abdullah bin jabir doang?!
dan bukti lain adalah terjadinya syadz matan antara waki dengan abdullah bin numeir
versi waki (Bidayah wan Nihayah, hal: 282):
وَكِيْعٌ: حَدَّثَنَا رَبِيْع بنُ سَعْدٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بنِ سَابِطٍ، عَنْ جَابِرٍ:
أَنَّهُ قَالَ – وَقَدْ دَخَلَ الحُسَيْنُ المَسْجِدَ -: (مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى سَيِّدِ شَبَابِ
ngga ada tuh ada lafal yang mengatakan:
كنت مع جابر”
sebagaimana yang terdapat pada
حدثنا أبي، قال حدثنا ربيع بن سعد عن عبد الرحمن بن سابط قال: كنت مع جابر، فدخل حسين بن علي رضي الله عنهما، فقال جابر: من سره أن ينظر الى رجل من أهل الجنة فلينظر الى هذا، فأشهد لسمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقوله .
(Bughyat Ath Thalab Fi Tarikh Al Halab 5/92)
kalaupun benar ibn tsabit mendengar jabir maka itu tidak serta merta mendengar sa'ad karena hukum asalnya adalah mursal sampai ada tahdits darinya.
Dan soal syekh albani nampaknya syekh Albaniy rahimahullah men-sahih-kan hadits ini hanya lafadz yang marfuu’ (perkataan Rasulullah tentang keutamaan Ali) sebagaimana dalam dalam kitabnya silsilah hadits sahih 4/335 no.1750.
Imam Muslim meriwayatkan hadits tersebut dari lima jalur, tidak ada yang menyebutkan lafadz: (أَمَرَ مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ سَعْدًا) “Mu’awiyah bin Abi Sufyan memerintah Sa’ad mencaci Ali!?” kecuali riwayat Bukair bin Mismaar. Periwayatan haditsnya sedikit lemah dan menyalahi riwayat yang lebih kuat. Imam Bukhari mengatakan: Hadisnya ada sedikit kejangalan (fiihi nadzar). Adz-Dzahabiy mengatakan: Ada sesuatu (kelemahan dalam riwayatnya) Lihat: At-Taarikh Al-Kabiir karya Imam Bukhariy 2/115, Adh-Dhu’afaa’ Al-Kabiir karya Al-‘Uqailiy 1/150, Al-Kaamil karya Ibnu ‘Adiy 3/42, Al-Kaasyif karya Ad-Dzahabiy 1/276, Dengan demikian lafadz tersebut lemah dan mungkar
Dan sepertinya lafadz tambahan tersebut adalah perkataan Bukair, sebab jika itu adalah perkataan Sa’ad maka lafadznya akan seperti ini: “Mu’awiyah memerintahkan aku”.
Buktinya pada riwayat Al-Hakim, Bukair bin Mismaar tidak menyebutkan lafadz tersebut. [Mustadrak Al-Hakim 3/117 no.4575]
kalaupun itu hadits hasan seperti dikatakan ibnu hajar maka lafadznya adalah bukan amaro tapi ammaro yg berarti menjadikannya amir bukan memerintahkan mencela.
kalaupun shohih maka Lafadz tersebut tidak menunjukkan secara jelas bahwa Mu’awiyah memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Ali. Lafadz tersebut menunjukkan bahwa Mu’awiyah ingin tahu alasan Sa’ad tidak mencaci Ali, oleh sebab itu Mu’awiyah tidak marah ketika mendengar jawaban Sa’ad dan tidak menghukumnya. Dan sikap Mu’awiyah yang tidak menanggapi perkataan Sa’ad menunjukkan bahwa Mu’awiyah mengakui keutamaan Ali.
adapun perkataan Abu Hasan Al Sindiy atau Al Hafizh Muhammad bin ‘Abdul Hadiy Al Sindiy,maka syiah telah curang memotong perkataan beliau,coba ditulis lebih lengkap akan tersingkap tipu daya mereka.mari kita lihat lanjutannya :
وَمَنْشَأ ذَلِكَ الْأُمُور الدُّنْيَوِيَّة الَّتِي كَانَتْ بَيْنهمَا وَلَا حَوْل وَلَا قُوَّة إِلَّا بِاَللَّهِ وَاَللَّهُ يَغْفِرُ لَنَا وَيَتَجَاوَز عَنْ سَيِّئَاتنَا وَمُقْتَضَى حُسْن الظَّنّ أَنْ يُحْمَل السَّبّ عَلَى التَّخْطِئَة وَنَحْوهَا مِمَّا يَجُوز بِالنِّسْبَةِ إِلَى أَهْل الِاجْتِهَاد لَا اللَّعْن وَغَيْره
dan sebabnya itu karena perkara dunia yg terjadi antara keduanya,semoga alloh mengampuni kita dan kesalahan kita dan HUSNUDHON menuntut kita untuk membawa celaan itu kepada menganggap salah atau semisalnya yg dibolehkan ijtihad BUKAN MELAKNAT ATAU SEMISALNYA.
Mencela yang membuat murtad adalah mencela agamanya, adapun mencela karena permasalahan rumah tangga atau pertikaian dunia atau perselisihan karena ijtihad maka tidak menghilangkan persaudaraan keimanannya.
Misal: pernah terjadi cekcok antara Ali dan Fatimah radhiyallahu anhum hingga ali tidur di luar rumah
Thalhah dan zubair berperang melawan Ali, tetapi Ali dan Thalhah tetap menjadi ahli surga.
Abbas pernah bertengkar dan mencela Ali dengan celaan yang pedas sampai menjulukinya pendusta, pengkhianat, Zhalim, dan Curang, namun tak seorang pun yang punya pikiran seperti yang mereka katakan.
Dari Ibnu Tharif dan Ibnu Alwan dari Ja’far dari ayahnya, bahwa Ali mengatakan pada pasukannya :
“Kami tidak memerangi mereka karena mereka kafir, juga bukan karena mereka menganggap kami kafir, tetapi merasa kamilah yang benar, mereka pun merasa demikian.”
Biharul Anwar jilid 32 hal 321-330, Bab hukum memerangi Amirul Mukminin Ali.
Riwayat ini diriwayatkan juga oleh Himyari dari kitab Qurbul Isnad hal 45.
Jadi Ali sendiri tidak pernah menganggap Muawiyah sebagai kafir, seperti anggapan orang sekarang.

Tidak ada komentar: