Kamis, 25 Desember 2014

syubhat idrus : Al-Imam Ahmad bin Hanbal Mengakui Bid’ah Hasanah ???


Syubhat : Al-Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ulama mujtahid yang mengakui bid’ah hasanah. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan fatwa beliau kepada muridnya.
Jawab : itu hanyalan kesimpulan dari kantong ente sendiri,tidaklah mengatakan demikian para murid beliau apalagi beliau.apakah ente lebih faham dari para murid beliau tentang perkataan beliau.
Syubhat : Al-Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi
meriwayatkan dalam kitab al-Mughni (1/838):
قَالَ الْفَضْلُ بْنُ زِيَادٍ: سَأَلْتُ أَبَا عَبْدِ اللهِ فَقُلْتُ: أَخْتِمُ الْقُرْآنَ؛ أَجْعَلُهُ فِي الْوِتْرِ أَوْ فِي التَّرَاوِيْحِ؟ قَالَ: اجْعَلْهُ فِي التَّرَاوِيْحِ حَتَّى يَكُوْنَ لَنَا دُعَاءٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ. قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ؟ قَالَ: إِذَا فَرَغْتَ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ فَارْفَعْ يَدَيْكَ قَبْلَ أَنْ تَرْكَعَ وَادْعُ بِنَا وَنَحْنُ فِي الصَّلاةِ وَأَطِلِ الْقِيَامَ. قُلْتُ: بِمَ أَدْعُوْ؟ قَالَ: بِمَا شِئْتَ. قَالَ: فَفَعَلْتُ بِمَا أَمَرَنِيْ وَهُوَ خَلْفِيْ يَدْعُوْ قَائِمًا وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ. قَالَ حَنْبَلٌ: سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُوْلُ فِي خَتْمِ الْقُرْآنِ: إِذَا فَرَغْتَ مِنْ قِرَاءَةِ: قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ فَارْفَعْ يَدَيْكَ فِي الدُّعَاءِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ. قُلْتُ: إِلَى أَيِّ شَيْءٍ تَذْهَبُ فِيْ هَذَا؟ قَالَ: رَأَيْتُ أَهْلَ مَكَّةَ يَفْعَلُوْنَهُ، وَكَانَ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ يَفْعَلُهُ مَعَهُمْ بِمَكَّةَ. انتهى. (الإمام ابن قدامة المقدسي، المغني، 1/838).
“Al-Fadhl bin Ziyad berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal: “Aku akan mengkhatamkan al-Qur’an, aku baca dalam shalat witir atau tarawih?” Ahmad menjawab: “Baca dalam tarawih sehingga kita dapat berdoa antara dua rakaat.” Aku bertanya: “Bagaimana caranya?” Ia menjawab: “Bila kamu selesai dari akhir al-Qur’an, angkatlah kedua tanganmu sebelum ruku’, berdoalah bersama kami dalam shalat, dan perpanjang berdirinya.” Aku bertanya: “Doa apa yang akan aku baca?” Ia menjawab: “Semaumu.” Al-Fadhl berkata: “Lalu aku lakukan apa yang ia sarankan, sedangkan ia berdoa sambil berdiri di belakangku dan mengangkat kedua tangannya.”
Hanbal berkata: “Aku mendengar Ahmad berkata mengenai khatmil Qur’an: “Bila kamu selesai membaca Qul a’udzu birabbinnas, maka angkatlah kedua tanganmu dalam doa sebelum ruku’.” Lalu aku bertanya: “Apa dasar Anda dalam hal ini?” Ia menjawab: “Aku melihat penduduk Mekah melakukannya, dan Sufyan bin ‘Uyainah melakukannya bersama mereka.” (Lihat pula, Ibn al-Qayyim, Jala’ al-Afham, hal. 226).
Jawab : inilah tingkah para ahlul bid’ah dari zaman ke zaman mirip syiah laknatulloh ‘alaihim, mendistorsi,memotong perkataan ulama’ guna memuaskan hawa nafsunya
Syubhat: Kesimpulan:
Dalam riwayat di atas ada beberapa anjuran dari Imam Ahmad bin Hanbal
1) Anjuran mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat taraweh
Jawab : emang kenapa ? dalam sholat tarwih gak boleh 30 juz ???
2) Setelah khatam, dianjurkan membaca doa
Jawab : doa setelah khatam alquran memang ada teladannya dari sahabat
apalagi sudah terbukti itu pernah dilakukan oleh salaf diluar sholat,
Riwayat Anas diriwayatkan oleh Tsabit Al Banani, Qotadah, Ibnu ‘Athiyah dan selainnya,
كَانَ إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ ، فَدَعَا لَهُمْ
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah ketika khatam Al Qur’an mengumpulkan keluarga dan anaknya, lalu Anas berdoa untuk kebaikan mereka.” (HR. Ibnul Mubarok, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Nashr, Ibnu ‘Ubaid, Ibnu Adh Dhurais, Ibnu Abi Daud, Al Faryabi, Ad Darimi, Sa’id bin Manshur, Ath Thobroni, Al Anbari. Al Haitsami katakan bahwa dalam periwayat dalam sanad Thobroni adalah tsiqoh, kredible. Syaikh Al Albani katakan bahwa dalam riwayat Ad Darimi sanadnya shahih)
3) Dibaca sebelum ruku’ shalat taraweh
Jawab : gak ada masalah karena memang sebelum rukuk adalah salah satu tempat qunut atau doa ,apalagi ada contoh dari sahabat
adapun qiyas dalam cabang ibadah itu diperbolehkan apalagi pengkhususan tempat doa ada dalam sholat.
أن أصل العبادة لا يصح إثباته بالقياس، فلا يصح لنا أن نثبت صلاة جديدة مثلا
لو جعل الإنسان قال في وسط النهارهناك صلاتان الظهر والعصر فيجعل في وسط
الليل صلاتين العشاء والصلاة الأخري نقول هذا مردود غير مقبول، لماذا؟ لأن
أصل العبادة لا يثبت بالقياس.
Syaikh Dr Saad as Syatsri mengatakan, “Ashl ibadah
itu tidak boleh ditetapkan dengan dasar qiyas atau analog. Kita tidak
boleh menetapkan shalat baru dengan dasar qiyas. Andai ada yang
mengatakan bahwa di pertengahan siang ada dua shalat yaitu zhuhur dan
ashar maka hendaknya di pertengahan malam juga ada dua shalat yaitu Isya
dan selainnya. Dengan tegas kita katakan bahwa ini adalah amalan yang
tertolak dan tidak diterima karena ashl ibadah tidaklah ditetapkan
dengan qiyas.
بخلاف
تفاريع العبادة فإننا قد نثبتها بواسطة القياس مثال ذلك لو جاء الإنسان
فقال التيمم يشرع له التسمية قياسا على الوضوء. الوضوء واضح هناك الأحاديث
ترد التسمية في الوضوء فنقول بمشروعية التسمية للوضوء لذا لو جاء الإنسان
قال نقيس الوضوء بالاغتسال والتيمم فيقول يشرع لها البسملة فيكون بذلك
وجهه.
Lain halnya dengan cabang2 ibadah, maka terkadang kita
menetapkannya dengan qiyas. Misalnya dituntunkan untuk menyebut nama
Allah ketika bertayamum dengan dasar qiyas dengan wudhu. Untuk wudhu
terdapat hadits yang menunjukkan dituntunkannya tasmiyah atau menyebut
nama Allah ketika berwudhu sehingga dengan tegas kita katakan
dituntunkan menyebut nama Allah ketika berwudhu sehingga jika ada yang
mengatakan kita analogkan mandi dan tayamum dengan wudhu oleh karena itu
dituntunkan menyebut nama Allah ketika itu maka ini adalah pendapat
yang sangat beralasan”
عن الإمام أحمد رحمه الله تعالى في رواية حنبل والفضل والحربي عنه - والتي لم نقف على أسانيدها - : من جعل دعاء الختم في صلاة التراويح قبل الركوع .
وفي رواية عنه - لا يعرف مخرجها - : أنه سهل فيه في دعاء الوتر ...
انظر : " مرويات دعاء ختم القرآن " .
Imam Ahmad rahimahullah ta’ala dalam riwayat Hanbal, Fadl dan Harby –yang tidak dapat kami ketahui sanadnya- yang menjadikan doa khatam (Al-Qur’an) dalam shalat Taraweh sebelum ruku. Dalam riwayat lain darinya –yang juga tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya- bahwa beliau membolehkan hal tersebut dalam doa witir. (Silakan lihat 'Marwiyyat Doa Khatmi Al-Qur’an'.
4) Kedua tangan diangkat dan doanya baca yang panjang
Mengangkat tangan saat qunut jelas bolehlah,adapun doa panjang itu gak harus itu ente salah kesimpulan,imam ahmad berkata perpanjang berdiri karena memang makna qunut salah satunya adalah tuulul qiyam(lamanya berdiri)
5) Doa yang dibaca bebas
Jawab : justru ini menunjukkan keteguhan imam ahmad memegang sunnah yaitu tidak mengkhususkan apa yg tidak khusus,beda dg ahlul bid’ah
6) Demikian ini dasarnya bukan al-Qur’an, bukan hadits dan bukan pula amaliah sahabat
Jawab : itu karena ente memotong perkataan ulama
7) Dasarnya justru penduduk Mekkah melakukan demikian
Jawab : amal penduduk adalah pendalilan yg mu’tabar menurut sebagian imam ahlussunnah seperti imam malik imam darul hijroh
8) Imam Sufyan bin ‘Uyainah, juga melakukan demikian
Jawab : justru itu menguatkan keabsahannya
9) Berarti apa yang beliau fatwakan termasuk bid’ah hasanah
Jawab : itu murni kesimpulan dari kocek ente sendiri
10) Berarti bid’ah hasanah memang ada
Jawab : itu kesimpulan pembenaran yg dipaksakan
Mari kita lihat lanjutan teks :
وكان سفيان بن عيينة يفعله معهم بمكة قال العباس بن عبد العظيم وكذلك أدركنا الناس بالبصرة وبمكة ويروي أهل المدينة في هذا شيئا وذكر عن عثمان بن عفان
Dan sufyan ibn uyainah dulu juga melakukannya bersama mereka di makkah,berkata : al abbas ibn abdil ‘adhim : dan begitu juga kami mendapati manusia di bashroh dan di makkah,dan ahlul madinah melihat dalam hal ini sesuatu,dan disebutkan pula dari sahabat utsman ibn ‘affan.
Syubhat : di antara bid’ah hasanah al-Imam Ahmad bin Hanbal adalah mendoakan gurunya dalam shalat sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi berikut ini:
قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: إِنِّيْ لأَدْعُو اللهَ لِلشَّافِعِيِّ فِيْ صَلاَتِيْ مُنْذُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، أَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ. (الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، 2/254).
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Kesimpulan:
1) Tidak ada riwayat dari hadits maupun dari sahabat, mendoakan orang tua dan guru dalam sujud di dalam shalat
Jawab : karena sudah jelas dalilnya bahwa nabi memerintahkan berdoa dalam sujud
tidak semua yg tidak dilakukan salaf otomatis bid'ah,karena memang doa apapun yg baik disyariatkan dalam sholat termasuk doa khatam qur'an asal tidak mengkhususkan doa tertentu karena memang tidak ada doa khusus,
Dalil tentang hal ini adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنِّى نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
“Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca al-Qur’an dalam keadaan ruku’ atau sujud. Adapun ruku’ maka agungkanlah Rabb azza wa jalla, sedangkan sujud, maka berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa, sehingga layak dikabulkan untukmu.” (HR. Muslim no. 479)
Ada ulama yang menyatakan bahwa ruku’ dan sujud adalah dua keadaan di mana seseorang tunduk dan hina di hadapan Allah, sehingga bacaan yang lebih pantas ketika itu adalah do’a dan bacaan tasbih. Oleh karena itu, terlarang membaca Al Qur’an ketika sujud dalam rangka untuk mengagungkan Al Qur’an dan untuk memuliakan yang membacanya. (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 3/91)
Salah seorang ulama Syafi’iyah, Az Zarkasyi rahimahullah berkata,
وَمَحَلُّ كَرَاهَتِهَا إذَا قَصَدَ بِهَا الْقُرْآنَ فَإِنْ قَصَدَ بِهَا الدُّعَاءَ وَالثَّنَاءَ فَيَنْبَغِي أَنْ تَكُونَ كَمَا لَوْ قَنَتَ بِآيَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ
“Yang terlarang adalah jika dimaksudkan membaca Al Qur’an (ketika sujud). Namun jika yang dimaksudkan adalah do’a dan sanjungan pada Allah maka itu tidaklah mengapa, sebagaimana pula seseorang boleh membaca qunut dengan beberapa ayat Al Qur’an” (Tuhfatul Muhtaj, 6/6, Mawqi’ Al Islam).
2) Imam Ahmad melakukannya selama 40 tahun, dengan redaksi doa susunan beliau sendiri
Jawab : dg redaksi sendiri bukan berarti membatasi diri harus dg itu,karena doanya bebas ya terserah mau redaksi sendiri atau yg lain yg penting tidak mengharuskan dg itu gak masalah.jadi yg mempermasalahkan adalah hanyalah orang yg bermasalah saja
3) Amaliah beliau termasuk bid’ah hasanah.
Jawab : itu hanyalah pembenaran yg dipaksakan semata

Tidak ada komentar: