قال مالك: لا، والله حتى يصيب الحق، ما الحق إلا واحد، قولان مختلفان يكونان صوابًا جميعًا؟ ما الحق والصواب إلا واحد. Imam Malik berkata “Tidak,demi Allah, hingga ia mengambil yang benar. Kebenaran itu hanya satu. Dua pendapat yang berbeda tidak mungkin keduanya benar, sekali lagi kebenaran itu hanya satu
Selasa, 31 Maret 2020
Hukum Berjoget
Menurut madzhab Hanafi, orang yang menghalalkan berjoget adalah kafir. Yang dimaksud joget di sini, artinya melakukan gerakan miring kesana kemari yang disertai membungkukkan dan mengangkat badan dengan cara tertentu, sebagaimana tarian tarekat sufi.[Lihat Hâsyiyah Ibnu Abidin, 4/259.]
Ash-Shan’ani rahimahullâh mengatakan: “Berjoget dan bertepuk tangan adalah kebiasaan orang fasik dan bejat; bukan kebiasaan orang yang mencintai Allâh dan takut kepada-Nya…”.[Subulus-Salâm, 5/1.]
Senin, 30 Maret 2020
Shahihkah riwayat: wabah seperti api yg menyala?
هذه الرواية وردت من رواية أبي منيب الدمشقي بمعناها.
ومن المخالفة أيضًا لرواية شهر بن حوشب عن رابه قال:
" قام عمرو بن العاص خطيبًا ، فقال : أيها الناس ، إن هذا الوجع إذا وقع فإنما يشتعل اشتعال النار ، فتحصنوا منه في الجبال ". اهـ.
بينما وردت رواية أخرى أصح من ذلك، خلاف ذلك قال الحافظ ابن حجر:
قال أحمد : حدثني أبو سعيد مولى بني هاشم قال : ثنا ثابت بن يزيد قال : ثنا عاصم - هو ابن سليمان - ، عن أبي مُنِيْب، أن عمرو بن العاص قال في الطاعون ، في آخر خطبة خطب الناس:
" إن هذا رجز مثل السيل من تَنَكَّبه أخطأه ، ومثل النار من تنكبها أخطأها، و من أقام أحرقته فآذته ". فقال شرحبيل بن حسنة : إن هذا رحمة ربكم و دعوة نبيكم و قبض الصالحين قبلكم .
رجاله ثقات، وأخرجه الطبراني من طريق جرير ، عن عاصم .
و " أبو مُنِيْب " - بضم أوله و كسر النون بعدها تحتانية ساكنة ثم موحدة - : دمشقي يعرف بـ " الأحداب " ، مشهور بكنيته ، نزل البصرة ، و وثقه العجلي.
وقد أثبت البخاري سماعه من معاذ، و ذكره ابن حبان في " الثقات " .
انتهى.
وقد حاول التوفيق بينهما الحافظ ابن حجر فقال:
و" شهر " فيه مقال، و قد يكون في الواسطة بينه و بين معاذ في هذا الحديث ، و شيخة غير مسمًى، و قد خالف في تسمية الذي رد على عمرو بن العاص، وخالف أيضًا في خروج عمرو بن العاص بالناس ، و في الرواية المتقدمة الصحيحة أنه صدق شرحبيل بن حسنة ، و أن معاذ بن جبل قال كما قال شرحبيل ، و كذا أبو عبيدة .
فإن كانت الرواية محفوظة: احتمل أن يكون عمرو بن العاص خطب مرتين ؛ مرة في أول الأمر فرد عليه شرحبيل بن حسنة و غيره ، و مرة في آخر الأمر فرد عليه أبو واثلة.
انتهى.
قلتُ: التوفيق غير ممكن، إذ أن في رواية رد شرحبيل بن حسنة أنه كانت آخر خطبة خطبها عمرو بن العاص رضي الله عنه كما في الرواية، فيكون رد أبي واثلة غير محفوظة أساسا.
بالإضافة أنها وردت من قول أبي عبيدة وأبي طلحة رضي الله عنهما صححه الحافظ ابن حجر في الفتح (١٠/١٩٧)، وفي بذل الماعون (1/241) فقال:
و أخرج الطحاوي في " معاني الآثار " بسند صحيح، عن أنس، أن عمر أتى الشام، فاستقبله أبو طلحة و أبو عبيدة بن الجراح ، فقالا :
"يا أمير المؤمنين ، إن معك وجوه أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم و خيارهم ،وإنا تركنا من بعدنا مثل حريق النار - يعني الطاعون - فارجع العام"، فرجع. فلما كان العام المقبل ، جاء فدخل يعني الطاعون ". اهـ.
والله أعلم.
Minggu, 29 Maret 2020
Pengumpulan alquran bid'ah
Jika ada yang berkata, “Jika mengumpulkan al-Qur’an merupakan bentuk penjagaan Al-Qur’an lantas kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya?”
Jawabannya sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqolaani rahimahullah, beliau berkata :
“Al-Khotthoobi rahimahullah dan yang lainnya berkata, “Dan ada kemungkinan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengumpulkan al-Qur’an dalam sebuah mushaf karena beliau menanti-nanti datangnya nasikh(ayat yang menhapus) yang menaskh-kan(menghapus) sebagian hukum-hukum al-Qur’an atau tilawahnya. Tatkala selesai turunnya Al-Qur’an –dengan wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam- maka Allahpun mengilhamkan kepada khulafaa ar-Rosyidin untuk mengumpulkan al-Qur’an sebagai bentuk penunaian janji yang benar bahwasanya Allah akan menjaga al-Qur’an bagi umat Muhammadiah –semoga Allah menambah kemuliaan mereka-. Dan permulaan penjagaan al-Qur’an dimulai melalui tangan Abu Bakr As-Shiddiq dengan musyawarah/masukan Umar radhiallahu ‘anhumaa” (Fathul Baari 9/12)
Mereka (para sahabat) mengumpulkan al-Qur’an dalam rangka merealisasikan firman Allah
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS Al-Hijr : 9)
“Ibnu Al-Baaqillaani berkata : Apa yang dilakukan oleh Abu Bakr merupakan fardu kifaayah, dengan dalil sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Janganlah kalian menulis dariku selain Al-Qur’an” digandengakan dengan firman Allah
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya” (QS Al-Qiyaamah : 17)(Fathul Baari 9/14)
Bantahan larangan shalat berjamaah saat wabah
Jawaban DR Musyaffa dariny Hafizhahullah terhadap fatwa ustadz Yazid Hafizhahullah:
a. Ayat itu saat keadaan normal .. bukan saat tersebarnya wabah .. sehingga tdk tepat menggunakan ayat itu utk keadaan saat wabah menyebar.
Hal itu seperti berdalil dg hadits ttg wajibnya berdiri dlm shalat utk orang yg kl shalat berdiri maka akan membahayakan kesehatannya.
b. Tdk benar masjid tdk pernah ditutup .. bahkan pernah terjadi di zaman dahulu masjid² ditutup krn keadaan tertentu.
c. Perkataan al-hafizh, tdk ada pembatasan bahwa amalan² itu harus dilakukan di masjid
d. Bertaubat dan ibadah² lainnya saat wabah tdk harus di masjid juga .. sehingga kita masih bisa melakukannya di rumah.
Wallahu a'lam.
======================
Bantahan atas jawaban DR. Musyaffa' terhadap tulisan ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله تعالى
A). Hukum asal sholat jumat dan jamaah di masjid shg tepat berdalil dengan ayat tersebut, yaitu QS.at Taubah:18.
Adapun mengatakan wabah menyebar maka harus melihat peta yg sudah dibuat oleh pemerintah, karena tidak bisa kata "menyebar" diberlakukan pada semua tempat, untuk kemudian menggunakan kaidah
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
artinya "menghindari kerusakan lebih dahulu daripada meraih kemaslahatan." kaidah ini tidak tepat karena mafsadah wabah korona tidak menimpa seluruh tempat bahkan sudah ditentukan daerahnya (jika Bekasi misal daerah merah apakah semua bekasi? Jawabannya tidak karena pemerintah sudah memetakan kecamatan mana bahkan kelurahan mana atau RW atau RT atau perumahan) sehingga tidak bisa disamaratakan, jika demikian maka mafsadah korona sifatnya mauhumah, terikat dengan tempat yang dipetakan dan ditetapkan oleh pemerintah...
وهو مفسدة موهومة مقيدة بالأماكن المعينة من قبل الحكومة
sementara sholat jumat dan lima waktu berjamaah di masjid, maslahat rojihah, yaitu مصلحة راجحة jika demikian maka Kaidah yg dipakai bukan درء المفاسد مقدم على جلب المصالح akan tetapi Kaidah yang tepat adalah المصلحة الراجحة مقدمة على المفسدة الموهومة yaitu "kemaslahatan yang jelas didahulukan daripada mafsadah yang belum jelas"
Adapun mengkiyaskan dengan orang wajib berdiri ketika sholat yang membahayakan kesehatannya tidak tepat, kenapa? Sudah jelas dia tidak mampu berdiri dipaksakan sehingga membahayakan kesehatannya...
Kalau mau diqiyaskan pada wanita yang haji harus minum obat penahan haid, haji maslahatnya rajihah(jelas) sementara minum obat penahan haid potensi bahaya (mafsada), tapi sifatnya mauhumah (belum jelas) karena diminum sementara menurut dokter, disinilah berlaku kaidah di atas, yaitu kemaslahatan yg jelas didahulukan daripada mafsada yang belum jelas,
Atau kaidah yang disampaikan syaikh As Sa'di لا يترك أمر معلوم لأمر موهوم ( Taisir al Karim ar Rahman fi tafsir Kalami al Mannan hal: 911 tafsir surat Abasa cet. Dar as Sunnah)
B). Adapun berdalil masjid pernah ditutup dengan Hadits Riwayat Bukhori no. 1598, yang ditutup adalah ka'bah, dan Nabi shallallaahu alaihi wa sallam tetap sholat di antara rukun yamani.
C). Ustadz Yazid bin Abdul Qadir jawas tidak menyatakan pembatasan amalan tsb di masjid akan tetapi menjelaskan amalan amalan tsb mengangkat bala'
D). Adapun ibadah bisa dilakukan di rumah saat wabah ... tidak bisa disamaratakan menyebarnya wabah di semua tempat dan lihat point "a" di atas.
============
Ditulis oleh: Mahfudz Umri
2 Syaban 1441 H/ 26 Maret 2020
a. Ayat itu saat keadaan normal .. bukan saat tersebarnya wabah .. sehingga tdk tepat menggunakan ayat itu utk keadaan saat wabah menyebar.
Hal itu seperti berdalil dg hadits ttg wajibnya berdiri dlm shalat utk orang yg kl shalat berdiri maka akan membahayakan kesehatannya.
b. Tdk benar masjid tdk pernah ditutup .. bahkan pernah terjadi di zaman dahulu masjid² ditutup krn keadaan tertentu.
c. Perkataan al-hafizh, tdk ada pembatasan bahwa amalan² itu harus dilakukan di masjid
d. Bertaubat dan ibadah² lainnya saat wabah tdk harus di masjid juga .. sehingga kita masih bisa melakukannya di rumah.
Wallahu a'lam.
======================
Bantahan atas jawaban DR. Musyaffa' terhadap tulisan ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه الله تعالى
A). Hukum asal sholat jumat dan jamaah di masjid shg tepat berdalil dengan ayat tersebut, yaitu QS.at Taubah:18.
Adapun mengatakan wabah menyebar maka harus melihat peta yg sudah dibuat oleh pemerintah, karena tidak bisa kata "menyebar" diberlakukan pada semua tempat, untuk kemudian menggunakan kaidah
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
artinya "menghindari kerusakan lebih dahulu daripada meraih kemaslahatan." kaidah ini tidak tepat karena mafsadah wabah korona tidak menimpa seluruh tempat bahkan sudah ditentukan daerahnya (jika Bekasi misal daerah merah apakah semua bekasi? Jawabannya tidak karena pemerintah sudah memetakan kecamatan mana bahkan kelurahan mana atau RW atau RT atau perumahan) sehingga tidak bisa disamaratakan, jika demikian maka mafsadah korona sifatnya mauhumah, terikat dengan tempat yang dipetakan dan ditetapkan oleh pemerintah...
وهو مفسدة موهومة مقيدة بالأماكن المعينة من قبل الحكومة
sementara sholat jumat dan lima waktu berjamaah di masjid, maslahat rojihah, yaitu مصلحة راجحة jika demikian maka Kaidah yg dipakai bukan درء المفاسد مقدم على جلب المصالح akan tetapi Kaidah yang tepat adalah المصلحة الراجحة مقدمة على المفسدة الموهومة yaitu "kemaslahatan yang jelas didahulukan daripada mafsadah yang belum jelas"
Adapun mengkiyaskan dengan orang wajib berdiri ketika sholat yang membahayakan kesehatannya tidak tepat, kenapa? Sudah jelas dia tidak mampu berdiri dipaksakan sehingga membahayakan kesehatannya...
Kalau mau diqiyaskan pada wanita yang haji harus minum obat penahan haid, haji maslahatnya rajihah(jelas) sementara minum obat penahan haid potensi bahaya (mafsada), tapi sifatnya mauhumah (belum jelas) karena diminum sementara menurut dokter, disinilah berlaku kaidah di atas, yaitu kemaslahatan yg jelas didahulukan daripada mafsada yang belum jelas,
Atau kaidah yang disampaikan syaikh As Sa'di لا يترك أمر معلوم لأمر موهوم ( Taisir al Karim ar Rahman fi tafsir Kalami al Mannan hal: 911 tafsir surat Abasa cet. Dar as Sunnah)
B). Adapun berdalil masjid pernah ditutup dengan Hadits Riwayat Bukhori no. 1598, yang ditutup adalah ka'bah, dan Nabi shallallaahu alaihi wa sallam tetap sholat di antara rukun yamani.
C). Ustadz Yazid bin Abdul Qadir jawas tidak menyatakan pembatasan amalan tsb di masjid akan tetapi menjelaskan amalan amalan tsb mengangkat bala'
D). Adapun ibadah bisa dilakukan di rumah saat wabah ... tidak bisa disamaratakan menyebarnya wabah di semua tempat dan lihat point "a" di atas.
============
Ditulis oleh: Mahfudz Umri
2 Syaban 1441 H/ 26 Maret 2020
Ucapan umar: sebaik-baik bid'ah ini adalah secara bahasa
Al-Allamah Ibnu Hajar Al-Haitami didalam fatwa yang ditulisnya menyatakan.
“Ucapan Umar berkenaan dengan tarawih : “Sebaik-baiknya bid’ah…” yang dimaksud adalah bid’ah secara bahasa. Yaitu sesuatu yang diperbuat tanpa contoh sebeumnya ; sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Artinya : Katakanlah : “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara raul-rasul…” [Al-Ahqaf : 9]
Jadi yang dimaksud bukanlah bid’ah secara istilah. Karena bid’ah secara istilah menurut syari’at adalah sesat, sebagaimana yang ditegaskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun sebagian ulama yang membaginya menjadi bid’ah yang baik dan tidak baik, sesungguhnya yang mereka bagi hanyalah bid’ah menurut bahasa. Sedangkan orang yang mengatakan setiap bid’ah itu sesat maksudnya adalah bid’ah menurut istilah.ngkinannya tidaklah pasti.
[Lihat Al-Ibda Fi Mudhaaril ibtida hal. 22-24]
WANITA YANG KEHILANGAN NIKMATNYA BERIBADAH SETELAH MENIKAH
🌷KISAH PENUH HIKMAH : WANITA YANG KEHILANGAN NIKMATNYA BERIBADAH SETELAH MENIKAH
Ada seorang wanita bertanya kepada seorang syaikh :
“Wahai Syaikh, sebelum saya menikah, ketika saya masih seorang gadis yang sering berpuasa dan sholat malam... saya bisa merasakan betapa luarbiasanya nikmat al-Qur’an... Namun sekarang, saya merasa nikmatnya ketaatan telah hilang dariku...!!
Syaikh :
"Baiklah... apa yang paling kau perhatikan dari suamimu?"
Sang Wanita :
Wahai Syaikh, saya bertanya kepada anda tentang al-Qur’an, puasa, sholat dan nikmatnya ketaatan... Namun anda malah bertanya kepadaku tentang suamiku?!
Syaikh :
Iya wahai saudari... Kenapa ada sejumlah wanita yang tidak bisa lagi merasakan manisnya keimanan dan lezatnya ketaatan serta nikmatnya ibadah?
Nabi ﷺ bersabda :
( ولا تَجدُ المرأة حلاوة الإيمان حتَّى تؤدِّي حقَّ زوجها )
“Seorang wanita tidak akan merasakan manisnya keimanan sampai ia memenuhi hak suaminya.”
[Shahih at-Targhîb : 1939]
Apa saja hak-hak suami yang harus ditunaikannya?
(Lihatlah) Isteri Sa’id bin al-Musayyib semoga Allah merahmatinya yang berkata :
( ما كنَّا نُكلِّم أزواجَنَا إلَّا كما تُكلِّمون أمراءَكم )
“Kami tidak membicarakan suami-suami kami melainkan sebagaimana kalian membicarakan penguasa-penguasa kalian (yaitu tidak boleh mencela penguasa di depan khayalak, menjelekkan mereka, mencabut ketaatan dari mereka, dll, -pent).
[Hilyatul Awliyâ V/168]
Sesungguhnya, ini adalah kehormatan dan kedudukan yang tinggi di dalam hati seorang isteri terhadap suaminya.
Nabi ﷺ pernah berkata kepada salah seorang sahabat wanita?
أذاتَ بَعْلٍ ؟
“Apakah engkau memiliki suami?”
Wanita itu menjawab : “Iya”
Nabi ﷺ lalu bertanya :
كيف أنتِ له؟
“Bagaimana sikapmu kepadanya?”
Sahabat wanita tersebut menjawab :
لا آلوه "أي" ( لا أقصِّر في طاعته )
“Saya tidak pernah meremehkan ketaatan kepadanya.”
Lantas Nabi ﷺ berkata :
( فانظري أين أنت منه إنَّما هو جنَّتُك ونارُك )
“Perhatikanlah sikapmu terhadap dirinya, karena sesungguhnya suami itu adalah surga dan nerakamu.”
[Shahih at-Targhib : 1933]
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sahabat Nabi yang paling ahli menafsirkan al-Qur’an (Turjumanul Qur’an) berkata tentang firman Allah ﷻ :
( فالصالحات قانتات حافظات للغيب...)
“Maka wanita-wanita yang shalihah adalah mereka yang paling patuh dan paling menjaga diri ketika suaminya tidak ada...”
(QS an-Nisa’ : 34)
Dikatakan قانتات (Qônitât) yaitu طائعات ﻷزواجهن، wanita-wanita yang taat kepada suami-suami mereka.
Mereka tidak disebut طائعات (Thâ`i’ât) [namun disebut qânitât] karena kata “qunût” (akar kata qônitât) bermakna kepatuhan yang kuat dan sempurna.
Bagaimana mengetahui seorang isteri sebagai seorang wanita yang shalih lagi patuh?
إن نظر إليها سرَّتْه ..
🌷 Jika ia dipandang, maka menyenangkan suaminya
وإنْ أمرها أطاعتْه ..
🌷 Jika ia diperintah, maka mematuhi suaminya
وَإِنْ أقسم أبرَّتْه ..
🌷 Jika ia mendapatkan pembagian (giliran), maka ia menerimanya (dengan lapang)...
وَإِنْ غابَ عنها حفظتْه في نفسها وماله ..
🌷 Jika suaminya tidak ada di sisinya, maka ia menjaga kehormatannya dan harta suaminya...
إِنْ غابَ عن عينها علمت ما يغضبه؛ فانتهت عنه
🌷 Jika suaminya berpaling darinya, maka ia tahu apa yang menyebabkan suaminya marah, lalu ia berhenti darinya (membuat suaminya marah)...
- ولا تصرفات لا يرضاها .
🌷 Tidak ada tindakan-tindakan yang tidak diridhainya
- ولا أقلَّ ولا أكْثرَ ممِّا لا يريده .
🌷 Tidak pula sedikit atau banyak yang tidak dikehendakinya..
Nabi ﷺ bersabda :
( ألا أخبركم بنسائكم في الجنة ؟ الودود الولود إذا غَضِبتْ أو أسيء إليها أو غضب زوجها قالت: هذه يدي في يدك لا أكتحلُ بِغمْضٍ حتى ترضى )
Mau kalian kukabarkan tentang isteri-isteri kalian di dalam surga? Yaitu mereka adalah wanita yang penyayang lagi subur. Apabila mereka marah, atau diperlakukan buruk, atau suaminya marah kepadanya, maka mereka mengatakan : “Ini tanganku di genggaman tanganmu, aku tidak akan bisa memejamkan mata sampai engkau ridha kepadaku (memaafkanku).”
[Shahih at-Targhîb : 1941]
Seorang wanita yang shalihah adalah yang senantiasa mengingat sabda Rasulnyaﷺ yang mengatakan :
( لا يَنظر الله إلى امرأة لا تشكر لزوجها )
“Allah tidak akan memandang wanita yang tidak mau bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya.”
[HR. an-Nasa’i dan Hakim dengan sanad yang shahih]
Tidak akan hilang hal ini dari benak wanita yang shalihah...
Juga Sabda Nabinya ﷺ :
( لو كنتُ أمرتُ أحداً أنْ يسجد ﻷحد ﻷمرتُ المرأةَ أنْ تسجدَ لزوجها )
“Sekiranya aku diperbolehkan untuk memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya.”
[Shahih at-Targhib]
Diantara kriteria diterimanya amalan seorang wanita, adalah atas keridhaan suaminya. Nabi ﷺ bersabda :
( ولا تؤدِّي المرأة حق الله عزوجل حتى تؤدِّي حق زوجها كله )
“Seorang wanita tidaklah dikatakan memenuhi hak Allah ﷻ sampai ia memenuhi hak suaminya secara penuh.”
[Shahih at-Targhîb : 1943]
Nabi ﷺ juga memperingatkan kaum wanita dalam sabdanya :
( إثنان لا تجاوز صلاتهما رؤسهما، عبد آبق من مواليه حتى يرجع، وامرأة عصتْ زوجها حتى ترجع )
“Ada dua golongan yang sholatnya tidak sampai melebihi kepalanya (yaitu tidak diangkat sampai kepada Allah, pent), yaitu seorang budak yang kabur dari tuannya sampai ia kembali kepadanya, dan seorang wanita yang membangkang dari suaminya sampai ia bertaubat.”
[Shahîh at-Targhîb : 1948]
📌 Diterjemahkan dari artikel yang dishare oleh Syaikh Walid Saifun Nashr di dalam grupnya.
Ada seorang wanita bertanya kepada seorang syaikh :
“Wahai Syaikh, sebelum saya menikah, ketika saya masih seorang gadis yang sering berpuasa dan sholat malam... saya bisa merasakan betapa luarbiasanya nikmat al-Qur’an... Namun sekarang, saya merasa nikmatnya ketaatan telah hilang dariku...!!
Syaikh :
"Baiklah... apa yang paling kau perhatikan dari suamimu?"
Sang Wanita :
Wahai Syaikh, saya bertanya kepada anda tentang al-Qur’an, puasa, sholat dan nikmatnya ketaatan... Namun anda malah bertanya kepadaku tentang suamiku?!
Syaikh :
Iya wahai saudari... Kenapa ada sejumlah wanita yang tidak bisa lagi merasakan manisnya keimanan dan lezatnya ketaatan serta nikmatnya ibadah?
Nabi ﷺ bersabda :
( ولا تَجدُ المرأة حلاوة الإيمان حتَّى تؤدِّي حقَّ زوجها )
“Seorang wanita tidak akan merasakan manisnya keimanan sampai ia memenuhi hak suaminya.”
[Shahih at-Targhîb : 1939]
Apa saja hak-hak suami yang harus ditunaikannya?
(Lihatlah) Isteri Sa’id bin al-Musayyib semoga Allah merahmatinya yang berkata :
( ما كنَّا نُكلِّم أزواجَنَا إلَّا كما تُكلِّمون أمراءَكم )
“Kami tidak membicarakan suami-suami kami melainkan sebagaimana kalian membicarakan penguasa-penguasa kalian (yaitu tidak boleh mencela penguasa di depan khayalak, menjelekkan mereka, mencabut ketaatan dari mereka, dll, -pent).
[Hilyatul Awliyâ V/168]
Sesungguhnya, ini adalah kehormatan dan kedudukan yang tinggi di dalam hati seorang isteri terhadap suaminya.
Nabi ﷺ pernah berkata kepada salah seorang sahabat wanita?
أذاتَ بَعْلٍ ؟
“Apakah engkau memiliki suami?”
Wanita itu menjawab : “Iya”
Nabi ﷺ lalu bertanya :
كيف أنتِ له؟
“Bagaimana sikapmu kepadanya?”
Sahabat wanita tersebut menjawab :
لا آلوه "أي" ( لا أقصِّر في طاعته )
“Saya tidak pernah meremehkan ketaatan kepadanya.”
Lantas Nabi ﷺ berkata :
( فانظري أين أنت منه إنَّما هو جنَّتُك ونارُك )
“Perhatikanlah sikapmu terhadap dirinya, karena sesungguhnya suami itu adalah surga dan nerakamu.”
[Shahih at-Targhib : 1933]
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sahabat Nabi yang paling ahli menafsirkan al-Qur’an (Turjumanul Qur’an) berkata tentang firman Allah ﷻ :
( فالصالحات قانتات حافظات للغيب...)
“Maka wanita-wanita yang shalihah adalah mereka yang paling patuh dan paling menjaga diri ketika suaminya tidak ada...”
(QS an-Nisa’ : 34)
Dikatakan قانتات (Qônitât) yaitu طائعات ﻷزواجهن، wanita-wanita yang taat kepada suami-suami mereka.
Mereka tidak disebut طائعات (Thâ`i’ât) [namun disebut qânitât] karena kata “qunût” (akar kata qônitât) bermakna kepatuhan yang kuat dan sempurna.
Bagaimana mengetahui seorang isteri sebagai seorang wanita yang shalih lagi patuh?
إن نظر إليها سرَّتْه ..
🌷 Jika ia dipandang, maka menyenangkan suaminya
وإنْ أمرها أطاعتْه ..
🌷 Jika ia diperintah, maka mematuhi suaminya
وَإِنْ أقسم أبرَّتْه ..
🌷 Jika ia mendapatkan pembagian (giliran), maka ia menerimanya (dengan lapang)...
وَإِنْ غابَ عنها حفظتْه في نفسها وماله ..
🌷 Jika suaminya tidak ada di sisinya, maka ia menjaga kehormatannya dan harta suaminya...
إِنْ غابَ عن عينها علمت ما يغضبه؛ فانتهت عنه
🌷 Jika suaminya berpaling darinya, maka ia tahu apa yang menyebabkan suaminya marah, lalu ia berhenti darinya (membuat suaminya marah)...
- ولا تصرفات لا يرضاها .
🌷 Tidak ada tindakan-tindakan yang tidak diridhainya
- ولا أقلَّ ولا أكْثرَ ممِّا لا يريده .
🌷 Tidak pula sedikit atau banyak yang tidak dikehendakinya..
Nabi ﷺ bersabda :
( ألا أخبركم بنسائكم في الجنة ؟ الودود الولود إذا غَضِبتْ أو أسيء إليها أو غضب زوجها قالت: هذه يدي في يدك لا أكتحلُ بِغمْضٍ حتى ترضى )
Mau kalian kukabarkan tentang isteri-isteri kalian di dalam surga? Yaitu mereka adalah wanita yang penyayang lagi subur. Apabila mereka marah, atau diperlakukan buruk, atau suaminya marah kepadanya, maka mereka mengatakan : “Ini tanganku di genggaman tanganmu, aku tidak akan bisa memejamkan mata sampai engkau ridha kepadaku (memaafkanku).”
[Shahih at-Targhîb : 1941]
Seorang wanita yang shalihah adalah yang senantiasa mengingat sabda Rasulnyaﷺ yang mengatakan :
( لا يَنظر الله إلى امرأة لا تشكر لزوجها )
“Allah tidak akan memandang wanita yang tidak mau bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya.”
[HR. an-Nasa’i dan Hakim dengan sanad yang shahih]
Tidak akan hilang hal ini dari benak wanita yang shalihah...
Juga Sabda Nabinya ﷺ :
( لو كنتُ أمرتُ أحداً أنْ يسجد ﻷحد ﻷمرتُ المرأةَ أنْ تسجدَ لزوجها )
“Sekiranya aku diperbolehkan untuk memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya.”
[Shahih at-Targhib]
Diantara kriteria diterimanya amalan seorang wanita, adalah atas keridhaan suaminya. Nabi ﷺ bersabda :
( ولا تؤدِّي المرأة حق الله عزوجل حتى تؤدِّي حق زوجها كله )
“Seorang wanita tidaklah dikatakan memenuhi hak Allah ﷻ sampai ia memenuhi hak suaminya secara penuh.”
[Shahih at-Targhîb : 1943]
Nabi ﷺ juga memperingatkan kaum wanita dalam sabdanya :
( إثنان لا تجاوز صلاتهما رؤسهما، عبد آبق من مواليه حتى يرجع، وامرأة عصتْ زوجها حتى ترجع )
“Ada dua golongan yang sholatnya tidak sampai melebihi kepalanya (yaitu tidak diangkat sampai kepada Allah, pent), yaitu seorang budak yang kabur dari tuannya sampai ia kembali kepadanya, dan seorang wanita yang membangkang dari suaminya sampai ia bertaubat.”
[Shahîh at-Targhîb : 1948]
📌 Diterjemahkan dari artikel yang dishare oleh Syaikh Walid Saifun Nashr di dalam grupnya.
Selasa, 24 Maret 2020
Hadits tetap dirumah saat wabah syadz
التنبيه على شذوذ لفظ "في بيته"
Telah tersebar hadits yang berbunyi:
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-، أَنَّهَا قَالَتْ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَأَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، *فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا* يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ ".
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wabah (tha'un), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan kepadaku:
"Bahwasannya wabah (tha'un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha'un) *dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah)* dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid".
📚إسناده صحيح على شرط البخاري • أخرجه البخاري (٣٤٧٤)، والنسائي في «السنن الكبرى» (٧٥٢٧)، وأحمد (٢٦١٣٩) واللفظ له.
Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (3474), An-Nasa'i dalam As-Sunan Al-Kubra (7527), Ahmad (26139) dan lafadz ini adalah lafadz riwayat Ahmad.
📝Saya katakan:
Pertama, Asal hadits ini Shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan selainnya. Namun dengan lafaz yang lebih umum yaitu:
فيمكث في بلده
Dia tinggal di negerinya (daerah/tempat terjadi tha'un).
Bukan lafaz:
فيمكث في بيته
Dia tinggal di rumahnya.
Tentu kedua makna lafaz di atas berbeda. Lafaz yang pertama memberikan makna lebih umum, bahwa siapa saja yang berada di suatu tempat yang tersebar wabah tha'un (baik di rumah ataupun di mana saja selama masih di wilayah tersebarnya wabah) dalam keadaan dia bersabar dan mengharap pahala maka dia akan mendapatkan pahala syahid.
Adapun lafaz kedua memberikan makna sempit; yaitu orang yang mendapatkan pahala syahid hanya mereka yang berdiam diri di rumah dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala.
Kedua, ternyata lafaz tersebut hanya diriwayatkan oleh Abdussomad bin AbdilWarits Abu Sahl Al-Anbari Al-Bashri dari Dawud bin Abil furot.
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (26139) dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam Al-Asma was-Shifat (1/376),
Dan kedudukan Abdussomad ini adalah perawi yang shaduq tidak sampai derajat tsiqah, sebagaimana yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Bahkan sakalipun kita menyimpulkan beliau adalah tsiqah, namun tidak sampai derajat para perawi yang tsiqat atsbat. Oleh karena itu berkata Ibnu Qani' rahimahullah:
Tsiqah Yukhti' (tsiqah namun sering salah)
(Lihat Tahdzib At-Tahdzib:6/328)
Perawi yang seperti ini tidak bisa dijadikan hujjah ketika berkesendirian, apalagi jika menyelisihi para perawi yang banyak dan lebih tsiqah darinya.
Berikut ini adalah para perawi yang beliau selisihi dalam riwayat hadits di atas:
1. Musa bin Ismail At-Tabudzaki, tsiqah tsabt (tsiqah dan sangat teliti dalam riwayatnya) (lihat Tahdzibul-Kamal (29/2), beserta ta'liqnya)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no.3474), dan dari jalannya Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (5/253).
2. Habban bin Hilal al-Bahili: tsiqah tsabt hujjah, para ulama sepakat atas ketsiqahannya (Lihat Tahdzibul-Kamal:5/328, beserta ta'liqnya)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5734)
Saya katakan: 2 perawi ini saja yang diselisihi oleh Abdussomad bin AbdilWarits, maka sudah cukup sebagai qarinah kesalahan riwayatnya.
Maka apalagi jika beliau menyelisihi para perawi lain lagi:
3.Yunus bin Muhammad bin Muslim Al-Muaddib: tsiqah.
(Lihat Tahdzibul-Kamal: 32/540)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad (no.24358) dan An-Nasai dalam Al-Kubra (7527).
4.Abdullah bin Yazid Abu Abdurrahman Al-Muqri': tsiqah.
(Lihat Tahdzibul-Kamal:16/318)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad (no.25212)
5.Al-Maqburi: belum jelas bagi penulis siapa yang dimaksud dengan Al-Maqburi dalam riwayat ini.
riwayatnya dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad (no.1761)
Mereka semua meriwayatkan dari Dawud bin Abil furot dengan lafaz :
في بلده
Di negerinya (tempat terjadi wabah)
📝Saya katakan:
Diantara yang menguatkan kesalahan riwayat di atas bahwa maksud hadits di atas adalah perintah untuk tetap tinggal di daerah tersebar wabah dan tidak keluar darinya, sebagaimana hadits-hadits yang kita telah ketahui bersama tentang larangan keluar dari negeri yang tersebar wabah tha'un.
Yang menguatkan apa yang saya jelaskan adalah jalan lain dari hadits di atas:
1. Dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad (no.1353), Imam al-Bukhari (no.6619) dari jalan An-Nadhr bin Syumail dari Dawud bin Abil furot dengan lafaz:
ﻭﻳﻤﻜﺚ ﻓﻴﻪ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ اﻟﺒﻠﺪ
Dia tetap tinggal di dalamnya, tidak keluar dari negerinya.
An-Nadhar bin Syumail Abul-Hasan Al-Mazini: tsiqah tsabt.
2.dikeluarkan oleh Ibnu Abdil-Barr dalam At-Tamhid (12/259) dengan sanad yang Shahih, dari jalan Arim Muhammad bin Al-Fadhl As-Sadusi dari Dawud bin Abil furot
dengan lafaz:
ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻦ ﻋﺒﺪ ﻳﻘﻊ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﺑﺄﺭﺽ ﻓﻴﺜﺒﺖ ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ....
Tidaklah seorang hamba mendapati wabah tha'un di suatu tempat, lalu dia tetap dan tidak keluar (darinya)...
Arim Muhammad bin Al-Fadhl: Tsiqah Tsabt.
📝 Uraian di atas memberikan kita kesimpulan bahwa lafaz "tinggal di rumah" dalam hadits Tha'un di atas adalah lafaz yang SYADZ, tidak Shahih dari Nabi shalallahu alaihi wassalam. Wallahu a'lam.
Telah tersebar hadits yang berbunyi:
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-، أَنَّهَا قَالَتْ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَأَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، *فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا* يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ ".
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wabah (tha'un), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan kepadaku:
"Bahwasannya wabah (tha'un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha'un) *dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah)* dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid".
📚إسناده صحيح على شرط البخاري • أخرجه البخاري (٣٤٧٤)، والنسائي في «السنن الكبرى» (٧٥٢٧)، وأحمد (٢٦١٣٩) واللفظ له.
Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (3474), An-Nasa'i dalam As-Sunan Al-Kubra (7527), Ahmad (26139) dan lafadz ini adalah lafadz riwayat Ahmad.
📝Saya katakan:
Pertama, Asal hadits ini Shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan selainnya. Namun dengan lafaz yang lebih umum yaitu:
فيمكث في بلده
Dia tinggal di negerinya (daerah/tempat terjadi tha'un).
Bukan lafaz:
فيمكث في بيته
Dia tinggal di rumahnya.
Tentu kedua makna lafaz di atas berbeda. Lafaz yang pertama memberikan makna lebih umum, bahwa siapa saja yang berada di suatu tempat yang tersebar wabah tha'un (baik di rumah ataupun di mana saja selama masih di wilayah tersebarnya wabah) dalam keadaan dia bersabar dan mengharap pahala maka dia akan mendapatkan pahala syahid.
Adapun lafaz kedua memberikan makna sempit; yaitu orang yang mendapatkan pahala syahid hanya mereka yang berdiam diri di rumah dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala.
Kedua, ternyata lafaz tersebut hanya diriwayatkan oleh Abdussomad bin AbdilWarits Abu Sahl Al-Anbari Al-Bashri dari Dawud bin Abil furot.
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (26139) dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam Al-Asma was-Shifat (1/376),
Dan kedudukan Abdussomad ini adalah perawi yang shaduq tidak sampai derajat tsiqah, sebagaimana yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Bahkan sakalipun kita menyimpulkan beliau adalah tsiqah, namun tidak sampai derajat para perawi yang tsiqat atsbat. Oleh karena itu berkata Ibnu Qani' rahimahullah:
Tsiqah Yukhti' (tsiqah namun sering salah)
(Lihat Tahdzib At-Tahdzib:6/328)
Perawi yang seperti ini tidak bisa dijadikan hujjah ketika berkesendirian, apalagi jika menyelisihi para perawi yang banyak dan lebih tsiqah darinya.
Berikut ini adalah para perawi yang beliau selisihi dalam riwayat hadits di atas:
1. Musa bin Ismail At-Tabudzaki, tsiqah tsabt (tsiqah dan sangat teliti dalam riwayatnya) (lihat Tahdzibul-Kamal (29/2), beserta ta'liqnya)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no.3474), dan dari jalannya Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (5/253).
2. Habban bin Hilal al-Bahili: tsiqah tsabt hujjah, para ulama sepakat atas ketsiqahannya (Lihat Tahdzibul-Kamal:5/328, beserta ta'liqnya)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5734)
Saya katakan: 2 perawi ini saja yang diselisihi oleh Abdussomad bin AbdilWarits, maka sudah cukup sebagai qarinah kesalahan riwayatnya.
Maka apalagi jika beliau menyelisihi para perawi lain lagi:
3.Yunus bin Muhammad bin Muslim Al-Muaddib: tsiqah.
(Lihat Tahdzibul-Kamal: 32/540)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad (no.24358) dan An-Nasai dalam Al-Kubra (7527).
4.Abdullah bin Yazid Abu Abdurrahman Al-Muqri': tsiqah.
(Lihat Tahdzibul-Kamal:16/318)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad (no.25212)
5.Al-Maqburi: belum jelas bagi penulis siapa yang dimaksud dengan Al-Maqburi dalam riwayat ini.
riwayatnya dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad (no.1761)
Mereka semua meriwayatkan dari Dawud bin Abil furot dengan lafaz :
في بلده
Di negerinya (tempat terjadi wabah)
📝Saya katakan:
Diantara yang menguatkan kesalahan riwayat di atas bahwa maksud hadits di atas adalah perintah untuk tetap tinggal di daerah tersebar wabah dan tidak keluar darinya, sebagaimana hadits-hadits yang kita telah ketahui bersama tentang larangan keluar dari negeri yang tersebar wabah tha'un.
Yang menguatkan apa yang saya jelaskan adalah jalan lain dari hadits di atas:
1. Dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad (no.1353), Imam al-Bukhari (no.6619) dari jalan An-Nadhr bin Syumail dari Dawud bin Abil furot dengan lafaz:
ﻭﻳﻤﻜﺚ ﻓﻴﻪ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ اﻟﺒﻠﺪ
Dia tetap tinggal di dalamnya, tidak keluar dari negerinya.
An-Nadhar bin Syumail Abul-Hasan Al-Mazini: tsiqah tsabt.
2.dikeluarkan oleh Ibnu Abdil-Barr dalam At-Tamhid (12/259) dengan sanad yang Shahih, dari jalan Arim Muhammad bin Al-Fadhl As-Sadusi dari Dawud bin Abil furot
dengan lafaz:
ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻦ ﻋﺒﺪ ﻳﻘﻊ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﺑﺄﺭﺽ ﻓﻴﺜﺒﺖ ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ....
Tidaklah seorang hamba mendapati wabah tha'un di suatu tempat, lalu dia tetap dan tidak keluar (darinya)...
Arim Muhammad bin Al-Fadhl: Tsiqah Tsabt.
📝 Uraian di atas memberikan kita kesimpulan bahwa lafaz "tinggal di rumah" dalam hadits Tha'un di atas adalah lafaz yang SYADZ, tidak Shahih dari Nabi shalallahu alaihi wassalam. Wallahu a'lam.
Hukum pulang kampung saat terjadi wabah
Yg dilarang adalah jika berniat lari dari takdir alloh atau tidak ada kebutuhan apa, seperti sekedar refresing,berwisata maka itu terlarang.
Namun jika ada kebutuhan tertentu yg mendesak maka diperbolehkan.
Syeikh bin baz berkata
أما إذا خرج الإنسان لحاجة أخرى ليس لقصد الفرار فلا بأس،
Adapun ketika keluar karena ada kebutuhan laen tertentu, bukan niat lari dari daerahnya maka tidak apa-apa
ibnu hajarval haitami berkata
قال ابن حجر الهيتمي: والحاصل أن من خرج لشغل عَرَضَ له أو للتداوي من علة بHukum pulang kampung saat terjadi wabah
Yg dilarang adalah jika berniat lari dari takdir alloh atau tidak ada kebutuhan apa, seperti sekedar refresing,berwisata maka itu terlarang.
Namun jika ada kebutuhan tertentu yg mendesak maka diperbolehkan.
Syeikh bin baz berkata
أما إذا خرج الإنسان لحاجة أخرى ليس لقصد الفرار فلا بأس،
Adapun ketika keluar karena ada kebutuhan laen tertentu, bukan niat lari dari daerahnya maka tidak apa-apa
ibnu hajar al haitami berkata
قال ابن حجر الهيتمي: والحاصل أن من خرج لشغل عَرَضَ له أو للتداوي من علة به أو غيره، فلا يختلف في جواز الخروج له لأجل ذلك
Dan kesimpulannya siapa yg keluar karena kesibukan yg ditujukan padanya atau untuk berobat dari suatu penyakit atau selainnya maka tidak ada beda pendapat ttg bolehnya keluar kota karena alasan itu.ه أو غيره، فلا يختلف في جواز الخروج له لأجل ذلك
Dan kesimpulannya siapa yg keluar karena kesibukan yg ditujukan padanya atau untuk berobat dari suatu penyakit atau selainnya maka tidak ada beda pendapat ttg bolehnya keluar kota karena alasan itu.
pahala syahid utk yg diam rumah saja saat ada wabah penyakit?wow
Rasulullah ﷺ bersabda,
فليس من رجل يقع الطاعون فيمكث في بيته صابرا محتسبا يعلم أنه لا يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد .
"maka, tidaklah ada seorang lelaki yg (di daerahnya) terjadi wabah penyakit, lalu dia diam di rumahnya, sabar & hanya mengharap ridha Allah, dia tau bahwa tdk ada yg menimpanya selain apa yg dituliskan Allah baginya; melainkan dia mendapatkan spt pahala syahid."
.
- ini adlh riwayat ahmad bukan bukhori.
-dalam sanadnya ada rowi namanya yahya bin ya'mar dia tidak mendengar dari aisyah kata imam abu dawud
-gak muttashil kok shohih darimana?
- al hafizh ibnu hajar berkata,
أن من اتصف بالصفات المذكورة يحصل له أجر الشهيد وإن لم يمت بالطاعون
"bahwasanya orang yg memenuhi kriteria spt yg disebutkan, dia mndptkn pahala syahid, meski dia tdk mati karna wabah yg berjangkit." (fathul bari, 10/194)
Ini bagi yg وقع به yg terkena wabah, bukan diam di rumah doang.
Ibnu hajar juga berkata:
أَنَّ مَنْ لَمْ يَمُتْ مِنْ هَؤُلَاءِ بِالطَّاعُونِ كَانَ لَهُ مِثْل أَجْر الشَّهِيد وَإِنْ لَمْ تَحْصُل لَهُ دَرَجَة الشَّهَادَة بِعَيْنِهَا
فليس من رجل يقع الطاعون فيمكث في بيته صابرا محتسبا يعلم أنه لا يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد .
"maka, tidaklah ada seorang lelaki yg (di daerahnya) terjadi wabah penyakit, lalu dia diam di rumahnya, sabar & hanya mengharap ridha Allah, dia tau bahwa tdk ada yg menimpanya selain apa yg dituliskan Allah baginya; melainkan dia mendapatkan spt pahala syahid."
.
- ini adlh riwayat ahmad bukan bukhori.
-dalam sanadnya ada rowi namanya yahya bin ya'mar dia tidak mendengar dari aisyah kata imam abu dawud
-gak muttashil kok shohih darimana?
- al hafizh ibnu hajar berkata,
أن من اتصف بالصفات المذكورة يحصل له أجر الشهيد وإن لم يمت بالطاعون
"bahwasanya orang yg memenuhi kriteria spt yg disebutkan, dia mndptkn pahala syahid, meski dia tdk mati karna wabah yg berjangkit." (fathul bari, 10/194)
Ini bagi yg وقع به yg terkena wabah, bukan diam di rumah doang.
Ibnu hajar juga berkata:
أَنَّ مَنْ لَمْ يَمُتْ مِنْ هَؤُلَاءِ بِالطَّاعُونِ كَانَ لَهُ مِثْل أَجْر الشَّهِيد وَإِنْ لَمْ تَحْصُل لَهُ دَرَجَة الشَّهَادَة بِعَيْنِهَا
Perintah diam di rumah saat wabah???
Nabi ﷺ berpesan kpd abdullah bin amr bin ash ra., jika terjadi masa fitnah:
الزم بيتك ، واملك عليك لسانك
"Tetaplah kamu di rumahmu & jaga baik2 lisanmu."
(Hr. Ahmad, abu dawud, & ibnu majah)
_____
.
* maksud fitnah dsini, terkait politik, kekacauan, dekadensi moral, & penguasa yg tdk amanah.pembunuhan dimana-mana
Jangan terlalu memaksakan dalil
Wallahu a'lam..
Minggu, 15 Maret 2020
FATWA SYAIKH AHMAD AL-KURI AL-MAURETANI -hafizhahullaah-
PERTANYAAN: Apakah boleh bagi kaum muslimin yang sehat untuk meninggalkan Shalat Jum’at dan Shalat Jama’ah karena takut dari penyakit Corona?
MAKA BELIAU MENJAWAB -semoga Allah memberikan taufik kepada beliau-:
PERTAMA: Takut terhadap musuh yang nyata ketika berperang di jalan Allah: adalah tidak menggugurkan Shalat Jama’ah. Maka bagaimana bisa Shalat Jama’ah gugur karena disebabkan takut dari penyakit yang masih belum pasti mengenai?!
{وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ...}
“Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu…” (QS. An-Nisaa’: 102)
KEDUA: Wabah dan penyakit ini sebab hakikinya adalah dosa dan maksiat.
Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ...}
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,…” (QS. Asy-Syuuraa: 30)
Allah juga berfirman:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Bukankah Allah -Ta’aalaa- telah menjelaskan bahwa obatnya hanyalah dengan kembali kepada Allah; dengan bertaubat, istigfar, Shalat membaca Al-Qura-n, berdo’a…Dan (obatnya) bukanlah dengan meninggalkan sebagian yang Allah wajibkan atas kita berupa Shalat Jum’ah dan Jama’ah!!
KETIGA: Firman Allah -Ta’aalaa-:
{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا.
PERTANYAAN: Apakah boleh bagi kaum muslimin yang sehat untuk meninggalkan Shalat Jum’at dan Shalat Jama’ah karena takut dari penyakit Corona?
MAKA BELIAU MENJAWAB -semoga Allah memberikan taufik kepada beliau-:
PERTAMA: Takut terhadap musuh yang nyata ketika berperang di jalan Allah: adalah tidak menggugurkan Shalat Jama’ah. Maka bagaimana bisa Shalat Jama’ah gugur karena disebabkan takut dari penyakit yang masih belum pasti mengenai?!
{وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ...}
“Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu…” (QS. An-Nisaa’: 102)
KEDUA: Wabah dan penyakit ini sebab hakikinya adalah dosa dan maksiat.
Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ...}
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,…” (QS. Asy-Syuuraa: 30)
Allah juga berfirman:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Bukankah Allah -Ta’aalaa- telah menjelaskan bahwa obatnya hanyalah dengan kembali kepada Allah; dengan bertaubat, istigfar, Shalat membaca Al-Qura-n, berdo’a…Dan (obatnya) bukanlah dengan meninggalkan sebagian yang Allah wajibkan atas kita berupa Shalat Jum’ah dan Jama’ah!!
KETIGA: Firman Allah -Ta’aalaa-:
{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا.
Jumat, 13 Maret 2020
Hukum Onani Menggunakan Tangan Istri
Ketika seorang suami mendapatkan ujian wanita, semisal melihat hal-hal yang dapat membangkitkan syahwatnya, maka tuntunan Islam adalah agar segera mendatangi istrinya dan melampiaskan pada yang halal sehingga pikirannya menjadi tenang kembali
.
Inilah contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau melihat sesuatu dan segera mendatangi istrinya yaitu Zainab dan setelahnya beliau menemui para sahabat dan bersabda: "Jika seorang di antara kalian melihat seorang wanita yang menakjubkan (tanpa sengaja), maka hendaknya ia mendatangi (bersetubuh dengan) istrinya, karena hal itu akan menolak sesuatu (berupa syahwat) yang terdapat pada dirinya” (HR. Muslim no. 1403). Akan tetapi terkadang istri sedang mengalami haid dan suami hanya memiliki satu istri. Apakah ia bisa menggunakan tangan istrinya? Istri menggunakan tanggannya sampai suami “selesai hajatnya”
Jawabannya adalah BOLEH
.
Karena ini termasuk dalam keumuman ayat menjaga kemaluan yaitu pada istri yang halal
.
Istri adalah permisalan ladang bercocok-tanam maka datangilah asalkan tidak di duburnya.
Allah berfirman, “Istri-istrimu adalah ( seperti ) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja yang kamu kehendaki”(QS.Al-Baqarah: 223). Penjelasan dari beberapa ulama.
.
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata: “Istimna’ (masturbasi/onani) adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jimak. Hukumnya haram jika dikeluarkan dengan tangan sendiri. Mubah (boleh) jika dengan tangan istrinya” (Tuhfatul Muhtaj 13/350)
.
Al-Mawardi berkata: “Boleh bagi suami mengeluarkan mani dengan bantuan istrinya, kapan saja, bagaimanapun caranya asalkan lewat kemaluan istri (haram lewat dubur, pent). Boleh juga bagi suami mengeluarkan mani dengan tangan Istri” (Al-Iqna’ lil Mawardi).
JANGAN DIKIRA : لَا تَظُنُّ أَنَّ
Nambah Uslub (326)
JANGAN DIKIRA : لَا تَظُنُّ أَنَّ
Contoh:
لَا تَظُنُّ أَنَّ الحَياةَ الزَّوْجِيَّةَ تَخْلُو مِنْ مَشاكِلَ.
Jangan dikira bahwa berumah tangga itu tanpa masalah.
كِتابَةُ المَقالِ البَسيطِ مِثْلَ هَذَا لَا تَظُنُّ أَنَّهَا سَهْلَةٌ.
Jangan dikira menulis makalah sederhana seperti ini mudah.
لَا تَظُنُّ أَنَّ اَلَّذِي ظَلَمْتَهُ سَيَعْفو عَنْكَ بِسُهُولَةٍ.
Jangan dikira orang yang kamu dzolimi itu akan mudah memaafkanmu.
مَنْشوراتُكَ الكاذِبَةُ لَا تَظُنُّ أَنَّهَا لَنْ تُسْأَلَ عَنْهَا.
Jangan dikira postingan hoaksmu tidak akan engkau pertanggungjawabkan.
لَا تَظُنُّ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ مَا يَخْطُرُ بِبالِكَ.
Jangan dikira bahwa Allah tidak tahu apa yang ada dalam benakmu.
JANGAN DIKIRA : لَا تَظُنُّ أَنَّ
Contoh:
لَا تَظُنُّ أَنَّ الحَياةَ الزَّوْجِيَّةَ تَخْلُو مِنْ مَشاكِلَ.
Jangan dikira bahwa berumah tangga itu tanpa masalah.
كِتابَةُ المَقالِ البَسيطِ مِثْلَ هَذَا لَا تَظُنُّ أَنَّهَا سَهْلَةٌ.
Jangan dikira menulis makalah sederhana seperti ini mudah.
لَا تَظُنُّ أَنَّ اَلَّذِي ظَلَمْتَهُ سَيَعْفو عَنْكَ بِسُهُولَةٍ.
Jangan dikira orang yang kamu dzolimi itu akan mudah memaafkanmu.
مَنْشوراتُكَ الكاذِبَةُ لَا تَظُنُّ أَنَّهَا لَنْ تُسْأَلَ عَنْهَا.
Jangan dikira postingan hoaksmu tidak akan engkau pertanggungjawabkan.
لَا تَظُنُّ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ مَا يَخْطُرُ بِبالِكَ.
Jangan dikira bahwa Allah tidak tahu apa yang ada dalam benakmu.
BEDANYA ; إِلَّا أنَّ
Nambah Uslub (327)
BEDANYA ; إِلَّا أنَّ
Contoh:
هِيَ جَميلَةٌ مِثْلَكَ، إِلَّا أَنَّهَا لَا تُعْجِبُنِي .
Dia cantik sama seperti kamu. Bedanya, dia tidak membuatku tertarik .
هوَ أَيْضًا يَدْرُسُ مَعَنَا فِي هَذِهِ الجامِعَةِ إِلَّا أَنَّهَ فِي كُلّيَّةِ الشَّريعَةِ .
Dia juga kuliah di kampus ini seperti kita. Bedanya, dia di fakultas syariah .
هوَ طالِبٌ ذَكيٌّ مِثْلُكَ إِلَّا أَنَّهُ لَا يُشارِكُ كَثِيرًا فِي المُناقَشَةِ.
Dia mahasiswa pandai seperti kamu. Bedanya, dia tidak aktif dalam diskusi
بَالِي أَيْضًا فِي إندُونِيسْيَا مِثْلُ جَاكَرْتَا إِلَّا أَنَّهَا تَسْكُنُ جَزيرَةً مُسْتَقِلَّةً
Bali juga di Indonesia seperti Jakarta. Bedanya, Bali ada di pulau tersendiri .
هَذَا الشُّرْبُ مِثْلُ القَهْوَةِ إِلَّا أَنَّهَا لَيْسَتْ مَرَّةً.
Minuman ini seperti kopi. Bedanya, ini tidak pahit .
BEDANYA ; إِلَّا أنَّ
Contoh:
هِيَ جَميلَةٌ مِثْلَكَ، إِلَّا أَنَّهَا لَا تُعْجِبُنِي .
Dia cantik sama seperti kamu. Bedanya, dia tidak membuatku tertarik .
هوَ أَيْضًا يَدْرُسُ مَعَنَا فِي هَذِهِ الجامِعَةِ إِلَّا أَنَّهَ فِي كُلّيَّةِ الشَّريعَةِ .
Dia juga kuliah di kampus ini seperti kita. Bedanya, dia di fakultas syariah .
هوَ طالِبٌ ذَكيٌّ مِثْلُكَ إِلَّا أَنَّهُ لَا يُشارِكُ كَثِيرًا فِي المُناقَشَةِ.
Dia mahasiswa pandai seperti kamu. Bedanya, dia tidak aktif dalam diskusi
بَالِي أَيْضًا فِي إندُونِيسْيَا مِثْلُ جَاكَرْتَا إِلَّا أَنَّهَا تَسْكُنُ جَزيرَةً مُسْتَقِلَّةً
Bali juga di Indonesia seperti Jakarta. Bedanya, Bali ada di pulau tersendiri .
هَذَا الشُّرْبُ مِثْلُ القَهْوَةِ إِلَّا أَنَّهَا لَيْسَتْ مَرَّةً.
Minuman ini seperti kopi. Bedanya, ini tidak pahit .
LAGI-LAGI : مَرَّةً أُخْرَى
Nambah Uslub (328)
LAGI-LAGI : مَرَّةً أُخْرَى
Contoh:
اتَّصَلْتُ بِهِ مِنْ جَديدٍ وَلَكِنْ لَمْ يَرُدّ عَلَي مَرَّةً أُخْرَى.
Saya kembali meneleponnya, tapi lagi-lagi dia tidak menjawab.
خَسِرَ مُنْتَخَبُنا مَرَّةً أُخْرَى فِي بُطولَةِ كَأْسِ آسْيَا.
Timnas kita lagi-lagi kalah dalam kejuaraan Piala Asia.
تَأَخَّرَ هوَ مَرَّةً أُخْرَى رَغْمَ أَنَّ الْأَسْتَذَا قَدْ حَذَّرَهُ بِذَلِكَ.
Lagi-lagi dia terlambat, padahal Ustad sudah mengingatkannya tentang itu.
حاوَلْتْ أَنْ أَثِقَ بِهِ وَلَكِنْ خَالَفَ وَعْدَهُ مَرَّةً أُخْرَى.
Aku mencoba mempercayainya, tapi lagi-lagi dia mengkhianati janjinya.
زُرْتُهُ بِالْأَمْسِ وَلَكِنْ مَرَّةً أُخْرَى لَمْ يَكُنْ فِي بَيْتِهِ.
Kemarin saya kunjungi dia, tapi lagi-lagi dia tidak di rumah.
LAGI-LAGI : مَرَّةً أُخْرَى
Contoh:
اتَّصَلْتُ بِهِ مِنْ جَديدٍ وَلَكِنْ لَمْ يَرُدّ عَلَي مَرَّةً أُخْرَى.
Saya kembali meneleponnya, tapi lagi-lagi dia tidak menjawab.
خَسِرَ مُنْتَخَبُنا مَرَّةً أُخْرَى فِي بُطولَةِ كَأْسِ آسْيَا.
Timnas kita lagi-lagi kalah dalam kejuaraan Piala Asia.
تَأَخَّرَ هوَ مَرَّةً أُخْرَى رَغْمَ أَنَّ الْأَسْتَذَا قَدْ حَذَّرَهُ بِذَلِكَ.
Lagi-lagi dia terlambat, padahal Ustad sudah mengingatkannya tentang itu.
حاوَلْتْ أَنْ أَثِقَ بِهِ وَلَكِنْ خَالَفَ وَعْدَهُ مَرَّةً أُخْرَى.
Aku mencoba mempercayainya, tapi lagi-lagi dia mengkhianati janjinya.
زُرْتُهُ بِالْأَمْسِ وَلَكِنْ مَرَّةً أُخْرَى لَمْ يَكُنْ فِي بَيْتِهِ.
Kemarin saya kunjungi dia, tapi lagi-lagi dia tidak di rumah.
TIDAK SEPERTI : لَيْسَ كَ
Nambah Uslub (329)
TIDAK SEPERTI : لَيْسَ كَ
Contoh:
العَرَبيَّةُ لُغَةٌ سَهْلَةٌ لَيْسَتْ كَمَا يَظُنُّ بَعْضُ النّاسِ.
Bahasa Arab itu mudah, seperti yang dikira sebagian orang.
تَعَلُّمُ العَرَبيَّةِ لَيْسَ كَتَعَلُّمِ غَيْرِها مِنَ اللُّغَاتِ.
Belajar bahasa Arab itu tidak seperti belajar bahasa-bahasa yang lain.
تُعَلِّمُ اللُّغَةِ لَيْسَ كَتَعَلُّمِ العُلُومِ الطَّبيعيَّةِ.
Belajar bahasa itu tidak seperti belajar ilmu alam.
الجَوُّ القَرَويُّ نَقي لَيْسَ كَمَا وَجَدْنَا فِي المَدينَةِ.
Udara desa itu besih, tidak seperti yang kita jumpai di kota.
الحَياةُ واقِعيَّةٌ لَيْسَتْ كَمَا شاهَدْتَ فِي الأَفْلامِ.
Hidup itu nyata, tidak seperti yang kamu tonton di film-film.
TIDAK SEPERTI : لَيْسَ كَ
Contoh:
العَرَبيَّةُ لُغَةٌ سَهْلَةٌ لَيْسَتْ كَمَا يَظُنُّ بَعْضُ النّاسِ.
Bahasa Arab itu mudah, seperti yang dikira sebagian orang.
تَعَلُّمُ العَرَبيَّةِ لَيْسَ كَتَعَلُّمِ غَيْرِها مِنَ اللُّغَاتِ.
Belajar bahasa Arab itu tidak seperti belajar bahasa-bahasa yang lain.
تُعَلِّمُ اللُّغَةِ لَيْسَ كَتَعَلُّمِ العُلُومِ الطَّبيعيَّةِ.
Belajar bahasa itu tidak seperti belajar ilmu alam.
الجَوُّ القَرَويُّ نَقي لَيْسَ كَمَا وَجَدْنَا فِي المَدينَةِ.
Udara desa itu besih, tidak seperti yang kita jumpai di kota.
الحَياةُ واقِعيَّةٌ لَيْسَتْ كَمَا شاهَدْتَ فِي الأَفْلامِ.
Hidup itu nyata, tidak seperti yang kamu tonton di film-film.
OKE : حَسَنًا
Nambah Uslub (330)
OKE : حَسَنًا
Contoh:
حَسَنًا، شُكْرًا عَلَى الِاتِّصالِ
Oke, Terimakasih sudah menghubungi.
حَسَنًا، نذْهَبُ الآن إذَن؟
Oke, kalau begitu kita berangkat sekarang?
حَسَنًا، أنَا مُوافِقٌ.
Oke, saya setuju.
حَسَنًا، سَأَخْبَرُكَ لَاحِقًا.
Oke, nanti saya kabari.
حَسَنًا، أَرْسِلْ إِلَيَّ رَقْمَ حِسابِكَ.
Oke, kirimkan ke saya nomor rekeningmu.
OKE : حَسَنًا
Contoh:
حَسَنًا، شُكْرًا عَلَى الِاتِّصالِ
Oke, Terimakasih sudah menghubungi.
حَسَنًا، نذْهَبُ الآن إذَن؟
Oke, kalau begitu kita berangkat sekarang?
حَسَنًا، أنَا مُوافِقٌ.
Oke, saya setuju.
حَسَنًا، سَأَخْبَرُكَ لَاحِقًا.
Oke, nanti saya kabari.
حَسَنًا، أَرْسِلْ إِلَيَّ رَقْمَ حِسابِكَ.
Oke, kirimkan ke saya nomor rekeningmu.
KETIMBANG : بَدَلًا مِنْ
Nambah Uslub (331)
KETIMBANG : بَدَلًا مِنْ
Contoh:
بَدَلًا مِنْ الجُلوسِ هُنَا اذْهَبُوا إِلَى المَكْتَبَةِ.
Ketimbang duduk disini, pergilah kalian ke perpustakaan.
اشْتَرِ هَذَا الكِتابَ بَدَلًا مِنْ أَنَّ تُصَوِّرَهُ.
Belilah buku ini ketimbang menfoto copinya.
بَدَلًا مِنْ مُراسَلَتِهِ أَهَاتِفِهُ مُباشَرَةً.
Ketimbang mengiriminya pesan, saya meneleponnya langsung.
الأَحْسَنُ أَنَامُ بَدَلًا مِنْ الخُروجِ مَعَكُمْ.
Lebih baik saya tidur ketimbang keluar bersama kalian.
بَدَلًا مِنْ قِراءَةِ المَجَلَّةِ اقْرَأْ القُرْآنَ.
Ketimbang membaca majalah, bacalah Alquran.
KETIMBANG : بَدَلًا مِنْ
Contoh:
بَدَلًا مِنْ الجُلوسِ هُنَا اذْهَبُوا إِلَى المَكْتَبَةِ.
Ketimbang duduk disini, pergilah kalian ke perpustakaan.
اشْتَرِ هَذَا الكِتابَ بَدَلًا مِنْ أَنَّ تُصَوِّرَهُ.
Belilah buku ini ketimbang menfoto copinya.
بَدَلًا مِنْ مُراسَلَتِهِ أَهَاتِفِهُ مُباشَرَةً.
Ketimbang mengiriminya pesan, saya meneleponnya langsung.
الأَحْسَنُ أَنَامُ بَدَلًا مِنْ الخُروجِ مَعَكُمْ.
Lebih baik saya tidur ketimbang keluar bersama kalian.
بَدَلًا مِنْ قِراءَةِ المَجَلَّةِ اقْرَأْ القُرْآنَ.
Ketimbang membaca majalah, bacalah Alquran.
Nambah Uslub (332)
APA YANG MEMBUAT : مَا الَّذِي جَعَلَ
Contoh:
مَا الَّذِي جَعَلَكَ حَزِينًا؟
Apa yang membuat kamu sedih?
مَا الَّذِي جَعَلَها تَبْكِي؟
Apa yang membuat dia menangis?
مَا الَّذِي جَعَلَكَ تُغَيُّرُ رَأْيَكَ؟
Apa yang membuatmu berubah pikiran?
مَا الَّذِي جَعَلَكَ لَمْ تَعُدْ تُصَدِّقُني؟
Apa yang membuatmu tidak lagi percaya padaku?
مَا الَّذِي جَعَلَ هَذَا الفَيْروسَ يَنْتَشِرُ بِهَذِهِ السُّرْعَةِ؟
Apa yang membuat virus ini menyebar begitu cepat?
APA YANG MEMBUAT : مَا الَّذِي جَعَلَ
Contoh:
مَا الَّذِي جَعَلَكَ حَزِينًا؟
Apa yang membuat kamu sedih?
مَا الَّذِي جَعَلَها تَبْكِي؟
Apa yang membuat dia menangis?
مَا الَّذِي جَعَلَكَ تُغَيُّرُ رَأْيَكَ؟
Apa yang membuatmu berubah pikiran?
مَا الَّذِي جَعَلَكَ لَمْ تَعُدْ تُصَدِّقُني؟
Apa yang membuatmu tidak lagi percaya padaku?
مَا الَّذِي جَعَلَ هَذَا الفَيْروسَ يَنْتَشِرُ بِهَذِهِ السُّرْعَةِ؟
Apa yang membuat virus ini menyebar begitu cepat?
KAPAN KIRA-KIRA : متى يُتَوَقَّع
Nambah Uslub (333)
KAPAN KIRA-KIRA : متى يُتَوَقَّع
Contoh:
متى يتوقع أنْ تُعْلَن نَتائجُ الامتُحانِ؟
Kapan kira-kira hasil ujian diumumkan?
متى يتوقع أن تأتي مرَّةَ أخْرَى
Kaqn kira-kira kamu datang lagi?
متى يتوقع أن تثْمَر هذه الشَّجرَةُ
Kapan kira-kira pohon ini berbuah?
متى يتوقع أن تسْمَح لي مقابَلتَك?
Kapan kira-kira bapak mengizinkan saya menemui bapak?
متى يتوقع أن تَنتَهِي هذه الحَفْلةُ
Kapan kira-kira acara ini akan berakhir?
KAPAN KIRA-KIRA : متى يُتَوَقَّع
Contoh:
متى يتوقع أنْ تُعْلَن نَتائجُ الامتُحانِ؟
Kapan kira-kira hasil ujian diumumkan?
متى يتوقع أن تأتي مرَّةَ أخْرَى
Kaqn kira-kira kamu datang lagi?
متى يتوقع أن تثْمَر هذه الشَّجرَةُ
Kapan kira-kira pohon ini berbuah?
متى يتوقع أن تسْمَح لي مقابَلتَك?
Kapan kira-kira bapak mengizinkan saya menemui bapak?
متى يتوقع أن تَنتَهِي هذه الحَفْلةُ
Kapan kira-kira acara ini akan berakhir?
APA LAGI : أي شيء آخر
Nambah Uslub (334)
APA LAGI : أي شيء آخر
Contoh:
أي شيء آخر تريد أن تقول؟
Apa lagi yang mau kamu sampaikan?
أي شيء آخر قالت لك؟
Apa lagi yang dia katakan padamu?
عن أي شيء آخر تريد أن تسأل؟
Apa lagi yang mau kamu tanyakan.
أي شيء آخر يجب أن أعده؟
Apalagi yang harus saya siapkan?
أي شيء آخر تنفرد به العربية ؟
Apa lagi keunikan bahasa Arab?
APA LAGI : أي شيء آخر
Contoh:
أي شيء آخر تريد أن تقول؟
Apa lagi yang mau kamu sampaikan?
أي شيء آخر قالت لك؟
Apa lagi yang dia katakan padamu?
عن أي شيء آخر تريد أن تسأل؟
Apa lagi yang mau kamu tanyakan.
أي شيء آخر يجب أن أعده؟
Apalagi yang harus saya siapkan?
أي شيء آخر تنفرد به العربية ؟
Apa lagi keunikan bahasa Arab?
ADA LAGI ? : هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر
Namba Uslub (335)
ADA LAGI ? : هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر
Contoh:
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر تُريدُ أن تَسألَ عنه؟
Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر تحْتاجُ إليه؟
Ada lagi yang kamu butuhkan.
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر يَجِبُ أن نُعدَّهُ قَبْلَ السَّفَرِ؟
Ada lagi yang harus kita siapkan sebelum pergi?
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر لم يَتَّضِح بَعْد؟
Ada lagi yang belum jelas?
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر يَنْبغي أن نَتكَلَّمَ عَنْهُ؟
Ada lagi yang perlu kita bicarakan?
ADA LAGI ? : هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر
Contoh:
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر تُريدُ أن تَسألَ عنه؟
Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر تحْتاجُ إليه؟
Ada lagi yang kamu butuhkan.
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر يَجِبُ أن نُعدَّهُ قَبْلَ السَّفَرِ؟
Ada lagi yang harus kita siapkan sebelum pergi?
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر لم يَتَّضِح بَعْد؟
Ada lagi yang belum jelas?
هَلْ هُناك شَيْءٌ آخَر يَنْبغي أن نَتكَلَّمَ عَنْهُ؟
Ada lagi yang perlu kita bicarakan?
SIAPA LAGI : مَنْ أَيْضًا
Nambah Uslub (336)
SIAPA LAGI : مَنْ أَيْضًا
Contoh:
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي غَابَ عَنْ اللِّقاءِ الْمَاضِي؟
Siapa lagi yang tidak hadir pada pertemuan lalu?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي يُرِيدُ أَنْ يَطْرَحَ سُؤَالًا؟
Siapa lagi yang ingin mengajukan pertanyaan?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي لَا يَسْتَطيعُ اَلْحُضورَ غَدًا؟
Siapa lagi yang tidak bisa hadir besok?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي يُرِيدُ تَصْويرَ هَذَا الكِتابِ؟
Siapa lagi yang mau menfotocopi buku ini?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي لَمْ يُقَدِّمْ الوَرَقَةَ البَحْثِيَّةَ؟
Siapa lagi yang belum peresatasi paper?
SIAPA LAGI : مَنْ أَيْضًا
Contoh:
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي غَابَ عَنْ اللِّقاءِ الْمَاضِي؟
Siapa lagi yang tidak hadir pada pertemuan lalu?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي يُرِيدُ أَنْ يَطْرَحَ سُؤَالًا؟
Siapa lagi yang ingin mengajukan pertanyaan?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي لَا يَسْتَطيعُ اَلْحُضورَ غَدًا؟
Siapa lagi yang tidak bisa hadir besok?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي يُرِيدُ تَصْويرَ هَذَا الكِتابِ؟
Siapa lagi yang mau menfotocopi buku ini?
مَنْ أَيْضًا اَلَّذِي لَمْ يُقَدِّمْ الوَرَقَةَ البَحْثِيَّةَ؟
Siapa lagi yang belum peresatasi paper?
KAPAN LAGI : مَتَى ... مَرَّةً أُخْرَى؟
Nambah Uslub (337)
KAPAN LAGI : مَتَى ... مَرَّةً أُخْرَى؟
Contoh:
مَتَى نَلْتَقِي مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan kita bertemu lagi?
مَتَى نَخْرُجُ مَرَّةً أُخْرَى لِلتَّسْلِيَةِ؟
Kapan lagi kita keluar untuk refreshing?
مَتَى نَلْعَبُ كُرَةَ القَدَمِ مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan kita main sepak bola lagi?
مَتَى نَجْتَمِعُ مِثْلَ هَذَا مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan kita kumpul seperti ini lagi?
مَتَى يُمْكِنُ أَنْ أُقابِلَكَ مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan lagi saya boleh menemui Bapak?
KAPAN LAGI : مَتَى ... مَرَّةً أُخْرَى؟
Contoh:
مَتَى نَلْتَقِي مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan kita bertemu lagi?
مَتَى نَخْرُجُ مَرَّةً أُخْرَى لِلتَّسْلِيَةِ؟
Kapan lagi kita keluar untuk refreshing?
مَتَى نَلْعَبُ كُرَةَ القَدَمِ مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan kita main sepak bola lagi?
مَتَى نَجْتَمِعُ مِثْلَ هَذَا مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan kita kumpul seperti ini lagi?
مَتَى يُمْكِنُ أَنْ أُقابِلَكَ مَرَّةً أُخْرَى؟
Kapan lagi saya boleh menemui Bapak?
APA SEBENARNYA : مَا حَقيقَةً؟
Nambah Uslub (338)
APA SEBENARNYA : مَا حَقيقَةً؟
Contoh:
مَاذَا تُرِيدُ مِنِّي حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya yang kamu inginkan dariku?
مَا اَلَّذِي جَعَلَكَ حَزِينًا حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya yang membuatmu sedih?
مَاذَا تَعْنِيه هَذِهِ الجُمْلَةُ حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya makna kalimat ini?
مَا حقيقة سَبَبُ مَوْتِ هَذَا الرَّجُلِ؟
Apa sebenarnya penyebab kematian lelaki itu?
مَاذَا تَعْمَلُونَ هُنَا حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya yang kalian lakukan disini?
APA SEBENARNYA : مَا حَقيقَةً؟
Contoh:
مَاذَا تُرِيدُ مِنِّي حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya yang kamu inginkan dariku?
مَا اَلَّذِي جَعَلَكَ حَزِينًا حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya yang membuatmu sedih?
مَاذَا تَعْنِيه هَذِهِ الجُمْلَةُ حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya makna kalimat ini?
مَا حقيقة سَبَبُ مَوْتِ هَذَا الرَّجُلِ؟
Apa sebenarnya penyebab kematian lelaki itu?
مَاذَا تَعْمَلُونَ هُنَا حَقيقَةً؟
Apa sebenarnya yang kalian lakukan disini?
Penerapan syariah membuat kemunduran?
MUNDUR KE BELAKANG MANA YANG ANDA MAKSUDKAN?
Suatu ketika, sesorang bertanya kepada Dr. Muhammad Imarah dengan pertanyaan yang sedikit mengejek dan mengolok: " Saya dengar, anda ingin sekali syariah Islam ini diterapkan, apakah anda ingin membawa kami mundur ke belakang, pak?"
Mendapatkan pertanyaan bernada merendahkan itu, beliau pun menjawab dengan balik bertanya:
Ke belakang yang mana maksud anda?
Apakah belakang yang anda maksud adalah 100 tahun yang lalu, saat Islam menguasai separuh dunia selama 500 tahun?
Atau maksud anda lebih jauh lagi ke belakang saat dimana Dinasti Mamalik (mamluk) menyelamatkan dunia dari ganasnya serbuan Mongol dan Tatar?
Atau lebih jauh lagi ke belakang saat Dinasti Abbasiyyah menguasai separuh dunia?
Atau ke belakang sebelumnya, di masa Dinasti Umayyah, atau sebelumnya lagi saat Umar bin Khatab menguasai banyak kawasan di dunia ini?
Atau di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, saat beliau mengirim surat ke penguasa Imperium Romawi kala itu, Naqfur, beliau menulis:
"Dari Harun Ar-Rasyid Amirul mukminin, kepada Naqfur guguk Romawi (كلب الروم)"
Atau ke belakang saat Abdurrahman ad-Dakhil bersama pasukannya berhasil menaklukkan Italia dan Prancis? Itu jika dalam bidang politik.
Atau maksudmu ke belakang adalah dalam bidang keilmuan, ketika ulama Arab seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Alkhawarizmi, Ibnu Jabir, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dll, mengajarkan dunia Arab dan dunia barat tentang ilmu kedokteran, farmasi, arsitektur, falak dan sastra?
Atau ke belakang maksudmu dalam hal kehormatan? Ketika seorang Yahudi kafir mengerjai seorang muslimah hingga terlepas baju abayanya sampai ia berteriak histeris, maka Khalifah Almu'tashim mengirim pasukan untuk membalas apa yang dia lakukan dan mengusir orang Yahudi dari negaranya. Sementara hari ini, para muslimah diperkosa sedangkan pemimpin negeri muslim hanya diam tak bisa berbuat apa-apa?
Atau ke belakang maksudmu saat kaum muslimin membangun universitas pertama di Spanyol yang menggemparkan Eropa kala itu?
Sehingga sejak itu, pakaian jubah longgar besar dari Arab itu menjadi pakaian wisuda hampir semua universitas dunia? Dan dibagian atasnya ada topi yg datar dimana dahulu dijadikan tempat meletakkan Alquran saat acara wisuda?
Atau maksudmu ke belakang, saat Kairo menjadi kota paling indah di dunia?
Atau ketika 1 Dinar Iraq setara dengan 483 dolar?
Atau maksudmu ke belakang, saat orang-orang melarikan diri dari Eropa yang dilanda kemiskinan dan pergi menyelamatkan diri menuju Aleksandria (di Mesir), atau ketika Amerika meminta bantuan Mesir untuk menyelamatkan Eropa dari kelaparan?
Tolong beritahukan padaku, mundur ke belakang mana yang kamu maksudkan?
Dan si penanya hanya bisa diam, membisu tak tau apa yang mau diucapkan.
------------------------
Suatu ketika, sesorang bertanya kepada Dr. Muhammad Imarah dengan pertanyaan yang sedikit mengejek dan mengolok: " Saya dengar, anda ingin sekali syariah Islam ini diterapkan, apakah anda ingin membawa kami mundur ke belakang, pak?"
Mendapatkan pertanyaan bernada merendahkan itu, beliau pun menjawab dengan balik bertanya:
Ke belakang yang mana maksud anda?
Apakah belakang yang anda maksud adalah 100 tahun yang lalu, saat Islam menguasai separuh dunia selama 500 tahun?
Atau maksud anda lebih jauh lagi ke belakang saat dimana Dinasti Mamalik (mamluk) menyelamatkan dunia dari ganasnya serbuan Mongol dan Tatar?
Atau lebih jauh lagi ke belakang saat Dinasti Abbasiyyah menguasai separuh dunia?
Atau ke belakang sebelumnya, di masa Dinasti Umayyah, atau sebelumnya lagi saat Umar bin Khatab menguasai banyak kawasan di dunia ini?
Atau di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, saat beliau mengirim surat ke penguasa Imperium Romawi kala itu, Naqfur, beliau menulis:
"Dari Harun Ar-Rasyid Amirul mukminin, kepada Naqfur guguk Romawi (كلب الروم)"
Atau ke belakang saat Abdurrahman ad-Dakhil bersama pasukannya berhasil menaklukkan Italia dan Prancis? Itu jika dalam bidang politik.
Atau maksudmu ke belakang adalah dalam bidang keilmuan, ketika ulama Arab seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Alkhawarizmi, Ibnu Jabir, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dll, mengajarkan dunia Arab dan dunia barat tentang ilmu kedokteran, farmasi, arsitektur, falak dan sastra?
Atau ke belakang maksudmu dalam hal kehormatan? Ketika seorang Yahudi kafir mengerjai seorang muslimah hingga terlepas baju abayanya sampai ia berteriak histeris, maka Khalifah Almu'tashim mengirim pasukan untuk membalas apa yang dia lakukan dan mengusir orang Yahudi dari negaranya. Sementara hari ini, para muslimah diperkosa sedangkan pemimpin negeri muslim hanya diam tak bisa berbuat apa-apa?
Atau ke belakang maksudmu saat kaum muslimin membangun universitas pertama di Spanyol yang menggemparkan Eropa kala itu?
Sehingga sejak itu, pakaian jubah longgar besar dari Arab itu menjadi pakaian wisuda hampir semua universitas dunia? Dan dibagian atasnya ada topi yg datar dimana dahulu dijadikan tempat meletakkan Alquran saat acara wisuda?
Atau maksudmu ke belakang, saat Kairo menjadi kota paling indah di dunia?
Atau ketika 1 Dinar Iraq setara dengan 483 dolar?
Atau maksudmu ke belakang, saat orang-orang melarikan diri dari Eropa yang dilanda kemiskinan dan pergi menyelamatkan diri menuju Aleksandria (di Mesir), atau ketika Amerika meminta bantuan Mesir untuk menyelamatkan Eropa dari kelaparan?
Tolong beritahukan padaku, mundur ke belakang mana yang kamu maksudkan?
Dan si penanya hanya bisa diam, membisu tak tau apa yang mau diucapkan.
------------------------
Kamis, 12 Maret 2020
Berkah berteman dg orang sholih
Pernahkah kita merasa shalat kita menjadi khusyuk ketika berada di pesantren bersama orang-orang ? Kita terdorong lebih giat membaca Al-Qur'an ketika bersama orang-orang di masjid yang juga membaca Al-Qur'an ?. Menurut ulama, itu belum tentu termasuk katagori riya', karena lingkungan yang baik akan mendorong seseorang untuk beramal shalih.
Ibnu Muflih rahimahullah berkata:
وقال المروذي لأحمد : الرجل يدخل المسجد فيرى قوما فيحسن صلاته ؟ يعني الرياء ، قال : لا ، تلك بركة المسلم على المسلم
"Al-Marruudziy bertanya kepada Ahmad : 'Seseorang masuk ke masjid lalu ia melihat satu kaum, kemudian (ia shalat) dan membaguskan shalatnya, yaitu terhitung riya'?'. Ahmad menjawab : 'Tidak. Itu adalah keberkahan muslim atas muslim lainnya" [Al-Furuu', 2/298].
Wallaahu a'lam.
Ibnu Muflih rahimahullah berkata:
وقال المروذي لأحمد : الرجل يدخل المسجد فيرى قوما فيحسن صلاته ؟ يعني الرياء ، قال : لا ، تلك بركة المسلم على المسلم
"Al-Marruudziy bertanya kepada Ahmad : 'Seseorang masuk ke masjid lalu ia melihat satu kaum, kemudian (ia shalat) dan membaguskan shalatnya, yaitu terhitung riya'?'. Ahmad menjawab : 'Tidak. Itu adalah keberkahan muslim atas muslim lainnya" [Al-Furuu', 2/298].
Wallaahu a'lam.
Selasa, 10 Maret 2020
catatan untuk hadits mendahulukan tangan saat sujud
pendapat ini adalah
hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:”Jika salah
seorang diantara kalian sujud, maka jangan meniru cara duduk onta, hendaknya
meletakkan kedua tangannya dahulu sebelum kedua lututnya”. HR Ahmad, Abu Dawud,
At-Thahawi dan Al-Baihaqi. Hadits dinyatakan shahih sanadnya oleh Syaikh
Al-Albani, syaikh Syuaib Al-Arnauth dan Syaikh Abdul Qodir Al-Arnauth.[Lihat
Al-Irwa’ Al-Ghalil 2/78 dan footnote Zaadul Ma’ad 1/216].
Namun ada juga yang
melemahkan hadits ini, diantaranya adalah Imam Al-Bukhari, Tirmidzi dan
Daruquthni [lihat Sifat Shalat Nabi karya Abdul Aziz Ath-Tharifi 129].
Hadits diatas di riwayatkan oleh Muhammad bin Abdullah bin Hasan, dari Abu Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah.
Hadits diatas di riwayatkan oleh Muhammad bin Abdullah bin Hasan, dari Abu Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah.
Sejatinya seluruh
perawinya tsiqoh (terpercaya), hanya saja imam Bukhari meragukan Muhammad bin
Abdullah bin Hasan, apakah ia mendengar hadits ini dari Abuz Zinaad.[Lihat
Tarikh Al-Kabir karya Imam Bukhari 1/39]. Dan lemahkan pula oleh Ibnul Qoyyim
karena muththarib (goncang).[Lihat Zadul Ma’aad 1/223].
pendapat ini adalah hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
Namun ada juga yang melemahkan hadits ini, diantaranya adalah Imam Al-Bukhari, Tirmidzi dan Daruquthni [lihat Sifat Shalat Nabi karya Abdul Aziz Ath-Tharifi 129].
Hadits diatas di riwayatkan oleh Muhammad bin Abdullah bin Hasan, dari Abu Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah.
Sejatinya seluruh perawinya tsiqoh (terpercaya), hanya saja imam Bukhari meragukan Muhammad bin Abdullah bin Hasan, apakah ia mendengar hadits ini dari Abuz Zinaad.[Lihat Tarikh Al-Kabir karya Imam Bukhari 1/39]. Dan lemahkan pula oleh Ibnul Qoyyim karena muththarib (goncang).[Lihat Zadul Ma’aad 1/223].
Sumber dari: https://wahdah.or.id/duluan-manakah-tangan-atau-lutut-ketika-sujud-waktu-shalat/
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ
Artinya:”Jika salah seorang diantara kalian sujud, maka jangan meniru
cara duduk onta, hendaknya meletakkan kedua tangannya dahulu sebelum
kedua lututnya”. HR Ahmad, Abu Dawud, At-Thahawi dan Al-Baihaqi. Hadits
dinyatakan shahih sanadnya oleh Syaikh Al-Albani, syaikh Syuaib
Al-Arnauth dan Syaikh Abdul Qodir Al-Arnauth.[Lihat Al-Irwa’ Al-Ghalil
2/78 dan footnote Zaadul Ma’ad 1/216].Namun ada juga yang melemahkan hadits ini, diantaranya adalah Imam Al-Bukhari, Tirmidzi dan Daruquthni [lihat Sifat Shalat Nabi karya Abdul Aziz Ath-Tharifi 129].
Hadits diatas di riwayatkan oleh Muhammad bin Abdullah bin Hasan, dari Abu Zinaad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah.
Sejatinya seluruh perawinya tsiqoh (terpercaya), hanya saja imam Bukhari meragukan Muhammad bin Abdullah bin Hasan, apakah ia mendengar hadits ini dari Abuz Zinaad.[Lihat Tarikh Al-Kabir karya Imam Bukhari 1/39]. Dan lemahkan pula oleh Ibnul Qoyyim karena muththarib (goncang).[Lihat Zadul Ma’aad 1/223].
Sumber dari: https://wahdah.or.id/duluan-manakah-tangan-atau-lutut-ketika-sujud-waktu-shalat/
umar sujud mendahulukan lututnya
Sahabat Umar bin
Khattab, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dalam Syarh Ma’anil
Atsar dan yang lainnya dari ucapan Al-Qomah dan Aswad:
حَفِظْنَا عَنْ عُمَرَ فِي صَلَاتِهِ أَنَّهُ خَرَّ بَعْدَ رُكُوعِهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ كَمَا يَخِرُّ الْبَعِيرُ وَوَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ
Artinya:”Kami mengingat
dari Umar Bin Khattab di dalam shalat, bahwa beliau meletakkan kedua lututnya
ketika turun sujud dari rukuk, sebagaimana duduknya onta, beliau meletakkan
kedua lututnya sebelum kedua tangannya”.
Atsar ini dishahihkan
oleh Ibnul Qoyyim, dan dinyatakan shahih sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dan
Syaikh Abdul Aziz At-Tharifi.[Lihat Zaadul Ma’ad 1/222, Silsilah As-Shahihah
2/331, dan sifat Sholatun Nabi karya Syaikh At-thariifi 129].
Sahabat
Umar bin Khattab, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dalam
Syarh Ma’anil Atsar dan yang lainnya dari ucapan Al-Qomah dan Aswad:
Atsar ini dishahihkan oleh Ibnul Qoyyim, dan dinyatakan shahih sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz At-Tharifi.[Lihat Zaadul Ma’ad 1/222, Silsilah As-Shahihah 2/331, dan sifat Sholatun Nabi karya Syaikh At-thariifi 129].
Sumber dari: https://wahdah.or.id/duluan-manakah-tangan-atau-lutut-ketika-sujud-waktu-shalat/
حَفِظْنَا عَنْ عُمَرَ فِي صَلَاتِهِ
أَنَّهُ خَرَّ بَعْدَ رُكُوعِهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ كَمَا يَخِرُّ
الْبَعِيرُ وَوَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ
Artinya:”Kami mengingat dari Umar Bin Khattab di dalam shalat, bahwa
beliau meletakkan kedua lututnya ketika turun sujud dari rukuk,
sebagaimana duduknya onta, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum
kedua tangannya”.Atsar ini dishahihkan oleh Ibnul Qoyyim, dan dinyatakan shahih sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz At-Tharifi.[Lihat Zaadul Ma’ad 1/222, Silsilah As-Shahihah 2/331, dan sifat Sholatun Nabi karya Syaikh At-thariifi 129].
Sumber dari: https://wahdah.or.id/duluan-manakah-tangan-atau-lutut-ketika-sujud-waktu-shalat/
ikut madzhab tanpa mau tahu dalilnya?
Ibnul-Qayyim
rahimahullah berkata:
وقد نهى الأئمة الأربعة عن تقليدهم ، وذموا
من أخذ أقوالهم بغير حجة
meletakkan tangan diatas dada saat sholat itu sunnah
Definisi
dada yang terdapat dalam kamus adalah:
صدر الإنسان الجزء الممتد من أسفل العنق
إلى فضاء الجوف
“Dada
manusia adalah bagian yang melebar dari bawah leher hingga batas rongga perut”
[Al-Mu'jamul-Wasiith, 1/105].
tempat meletakkannya
adalah di dada atau di bawahnya, sebagaimana ada dalam riwayat Abu Dawud yang
berbunyi :
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَضَعُ
يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى يَدِهِ
الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di atas
dadanya, dan beliau dalam keadaan shalat. [HR Abu Dawud, dan al Albani
menghasankannya di dalam Ahkam al Janaiz, hlm. 150 dan Shifat Shalat Nabi, hlm.
88].
Imam Ishaaq bin Rahuyah
–imam ahli Khurasan- mengamalkan hadits ini, yaitu dengan meletakkan kedua
tangannya pada dada atau di bawahnya, sebagaimana diriwayatkan al Marwazi :
“Beliau meletakkan kedua tangannya di dadanya (kedua susunya) atau di bawahnya”.
Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 88.
tempat meletakkannya
adalah di dada atau di bawahnya, sebagaimana ada dalam riwayat Abu Dawud yang
berbunyi :
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَضَعُ
يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى يَدِهِ
الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di atas
dadanya, dan beliau dalam keadaan shalat. [HR Abu Dawud, dan al Albani
menghasankannya di dalam Ahkam al Janaiz, hlm. 150 dan Shifat Shalat Nabi, hlm.
88].
Imam Ishaaq bin Rahuyah
–imam ahli Khurasan- mengamalkan hadits ini, yaitu dengan meletakkan kedua
tangannya pada dada atau di bawahnya, sebagaimana diriwayatkan al Marwazi :
“Beliau meletakkan kedua tangannya di dadanya (kedua susunya) atau di bawahnya”.
Lihat Shifat Shalat Nabi, hlm. 88.
Ibnu
Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah (w. 795 H) berkata:
وروي عن علي -أيضا- وعن سعيد بن جبير ، أنه
يضعهما على صدره ، وهو قول الشافعي
"Dan
diriwayatkan juga dari 'Aliy yang berasal dari jalan Sa'iid bin Jubair,
bahwasannya ia ('Aliy) meletakkan kedua tangannya di dadanya. Ini adalah
pendapat Asy-Syaafi'iy" [Fathul-Baariy, 5/178].
Al-Baihaqiy
rahimahullah (w. 458 H) menyebutkan dalam kitabnya:
باب وضع اليدين على الصدر في الصلاة من
السنة
"Bab
: Meletakkan Kedua Tangan di Dada ketika Shalat termasuk Sunnah" [As-Sunan
Al-Kubraa, 2/45].
Langganan:
Postingan (Atom)