حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ يَعْنِي الرَّازِيَّ عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far – yaitu Ar-Raaziy – , dari Ar-Rabii’ bin Anas, dari Anas bin Maalik, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukan qunut di waktu Shubuh hingga meninggal dunia”[Diriwayatkan oleh Ahmad 3/162. Diriwayatkan juga oleh ‘Abdurrazzaaq no. 4963, Ad-Daaruquthniy 2/370-372 no. 1692-1694, Ibnu Abi Syaibah 2/312, Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar no. 556, Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/244, Al-Baihaqiy 2/201, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah no. 639, Al-Haazimiy dalam Al-I’tibaar hal. 86, Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 2128; semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-Raaziy. Al-Baihaqiy berkata : “Sanad hadits ini shahih, para perawinya tsiqah “.]
SYUBHAT :1)Abu Ja’far – yaitu Ar-Raaziy – telah ditsiqohkan banyak ulama
jawab : iya memang banyak yang mentsiqohkan,namun semua mujmal seperti Ibnu Abi Khaitsamah berkata, “ Yahya bin Ma’in ditanya tentang Abu Jakfar ar-Razi, maka beliau menjawab “ Dia shalih (baik/patut) “. padahal dalam riwayat lain disebutkan :يكتب حديثه ولكنه يخطىء,ditulis haditsnya(sebagai penguat) namun perawi yg salah.
“ Imam Ahmad ditanya tentang Abu Jakfar ar-Razi, maka beliau menjawab, “ Haditsnya baik .namun dalam riwayat lain dari anaknya :ليس بقوي فى الحديث
dia (Abu Ja’far) tidak kuat dalam hadits
Abu Zur’ah berkata bahwa dia (Abu Ja’far) sering keliru dan Al Fallas berkata bahwa hafalannya (Abu Ja’far) buruk, bahkan Ibnu Hibban berkata bahwa dia (Abu Ja’far) menceritakan riwayat-riwayat yang mungkar dari orang-orang yang terkenal.
dari sini saja terlihat ta'dilnya mujmal(global) sedang jarhnya mufassar.(terperinci)dan itu harus didahulukan menurut kesepakatan ahli hadits.
2)syubhat : ibnu hajar : صدوق ، سيء الحفظ خصوصا عن المغيرة
Dia seorang yang jujur, tetapi hafalannya buruk, khususnya (riwayat) dari Mughirah.
mereka berkata : kesalahan dan jeleknya hafalan yang disematkan padanya hanya terkhusus pada riwayatnya dari Mughirah
jawab : disitu jelas dia lemah apalagi dari mughiroh,bukan berarti selain dari mughiroh tsiqoh.
misal ada orang ceramah berkata: hadirin yg saya hormati khususnya tuan rumah.ini bukan berarti selain tuan rumah tidak dihormati.
ini semakin jelas dalam perkataan ibnul madini dari ayahnya : “Ia seperti Muusaa bin ‘Ubaidah. Ia sering kacau dalam hadits yang ia riwayatkan dari Mughiirah dan yang SEPERTINYA”.
JADI BUKAN DARI MUGHIROH SAJA.
3) HADITSNYA MINIMAL HASAN KARENA RINGAN yaitu buruk HAFALANNYA
jawab : justru bahkan itu hadits mungkar.karena pengertian hadits mungkar yaitu
هُوَ الْحَدِيْثُ الَّذِيْ يَنْفَرِدُ بِرِوَايَتِهِ الرَّاوِي الضَّعِيْفِ، أَوْ مَا يُخَالِفُ بِهِ مَنْ هُوَ أَقْوَى مِنْهُ
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang diri periwayat yang
dha’if, atau hadits itu bertentangan dengan periwayat yang lebih kuat darinya.Diriwayatkan oleh seorang diri periwayat yang dha’if; Maksudnya, adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang diri periwayat yang dha’if dari segi hafalannya, tanpa diikuti dengan riwayat dari orang yang lebih kuat, atau yang setingkat apabila kedha’ifannya ringan.
syubhat : dia kan shoduq bagaimana disebut haditsnya munkar?
jawab : Bahwa rawi yang shaduq kadang-kadang haditsnya dikategorikan munkar dalam dua kondisi; Pertama, Apabila ia meriwayatkan seorang diri dengan matan yang munkar tanpa diikuti dengan tabi’ dari periwayat yang lain, atau riwayatnya bertentangan dengan riwayat dari rawi yang siqah. Contohnya, hadits yang diriwa-yatkan oleh Imam Ahmad (2/423 dan 510), Abu Dawud (2350) dengan jalan dari Hammad bin Salamah
حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ
وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
مِنْهُ
Telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Muhammad bin Amr, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, bersabda; Apaila salah seorang di antara kalian mendengar adzan
sedangkan piring ada di tangannya, maka janganlah diletakkan sehingga
selesai memakannya.Muhammad bin Amr bin Alqamah adalah shaduq, Dia telah melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadits Abu Salamah. Ibnu Ma’in berkata, “Ia meriwayatkan hadits dari Abu Salamah sekali dengan riwayatnya, kemudian meriwayatkan hadits itu sekali lagi dari Abu Salamah dari Abu Hurairah”
Ia meriwayatkan hadits ini seorang diri dari Abu Salamah, dan tak ada tabi’ dari seorang pun. Demikian juga matan hadits ini munkar, jika dibandingkan dengan matan hadits dari Aisyah , yang tersebut di dalam shahihain secara marfu’;
كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Makanlah dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan,
karena ia tidak akan mengumandangkan adzan sebelum terbit fajar.Kata-kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sehingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan” berfungsi untuk menetapkan batas waktu. Maksudnya bahwa makan dan minum akan membatalkan puasa apabila telah dikumandangkan adzan. Adapun hadits Abu Hurairah, di dalamnya terkandung makna bolehnya melanjutkan makan setelah adzan dikumandangkan, dan menjadikan batasannya adalah selesainya makan dan minum.
Dengan demikian hadits ini munkar, padahal hadits datang dari rawi yang shaduq
syubhat :
dari Anas yaitu
أنا أبو طاهر نا أبو بكر نا محمد بن محمد بن مرزوق الباهلي حدثنا محمد بن عبد الله الأنصاري حدثنا سعيد بن أبي عروبة عن قتادة عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم كان لا يقنت إلا إذا دعا القوم أو دعا على قوم
Telah menceritakan kepada kami Abu Thaahir
yang berkata telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr yang berkata telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin Marzuuq Al-Baahiliy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshaariy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Abi ‘Aruubah dari Qataadah
dari Anas Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam tidak melakukan qunut, kecuali jika mendoakan kebaikan pada satu kaum
atau mendoakan kejelekan pada satu kaum” [Shahih Ibnu Khuzaimah no.
620 ]
hadis riwayat Ibnu Khuzaimah ini
para perawinya tsiqat tetapi ia mengandung illat [cacat] yaitu Sa’id bin Abi
Aruubah dikatakan oleh Ibnu Hajar bahwa ia tsiqat hafizh memiliki banyak
tulisan, banyak melakukan tadlis, mengalami ikhtilath dan ia orang yang paling
tsabit riwayatnya dari Qatadah [Taqrib At Tahdzib 1/360]. Dan Ibnu Hajar
sendiri menyatakan dengan jelas bahwa Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshariy
termasuk yang meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Aruubah setelah ia mengalami
ikhtilath, ia pernah berkata tentang Sa’id bin Abi Aruubah
وأما ما أخرجه البخاري من حديثه عن قتادة، فأكثرُه من رواية مَن سمع منه قبل الاختلاط، وأخرج عمَّن سمع منه بعد الاختلاط قليلاً؛ كمحمد بن عبدالله الأنصاري، وروح بن عبادة، وابن أبي عدي
Adapun apa yang dikeluarkan Bukhari dari
hadisnya dari Qatadah maka banyak riwayatnya dari orang yang mendengar darinya
sebelum ia ikhtilath dan [Bukhariy] mengeluarkan juga sedikit riwayat dari
orang yang mendengar darinya setelah ikhtilath seperti Muhammad bin ‘Abdullah Al Anshariy, Rauh bin
‘Ubadah dan Ibnu Abi Adiy [Fath Al Bariy 1/406]
jawab : itu karena tidak melanjutkan perkataan ibnu hajar : فإذا أخرج حديث هؤلاء انتقى ما توافقوا عليه
Tidak ada komentar:
Posting Komentar