Selasa, 18 November 2014

SYUBHAT : PEMBACAAN AL QUR'AN KEPADA ORANG MATI ADALAH IJMA' 2


Ibnu Qudamah al-Maqdisi (w 620 H) mengabadikan informasi ini didalam kitab al-Mughni [2/242] :
وقال بعضهم: إذا قرئ القرآن عند الميت، أو أهدي إليه ثوابه، كان الثواب لقارئه، ويكون الميت كأنه حاضرها، فترجى له الرحمة. ولنا، ما ذكرناه، وأنه إجماع المسلمين؛ فإنهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرءون القرآن، ويهدون ثوابه إلى موتاهم من غير نكير
“Ketika dibacakan al-Qur’an disamping orang mati atau menghadiahkan pahalanya kepada orang mati maka ada pahala bagi pembacanya sedangkan orang mati seperti orang yang hadlir, maka diharapkan orang mati tersebut mendapatkan rahmat. Dan bagi kami, apa yang telah kami sebutkan, bahwa kegiatan tersebut merupakan ijma’ kaum Muslimin, karena sesungguhnya mereka pada setiap masa dan kota berkumpul bersama-sama, mereka membaca al-Qur’an dan mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang mati diantara mereka tanpa ada yang mengingkarinya”.
Jadi, menghadiahkan pahala seperti kegiatan tahlilan ini telah menjadi sebuah ijma’ kaum Muslimin, yang mana pada prakteknya memang mereka berkumpul. Frasa “wa yuhduuna tsawaabahu ilaa mawtahum (mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang mati diantara mereka)”,
Imam lainnya yang menuturkan masalah ini adalah Syamsuddin Abdurrahman bin Muhammad al-Maqdisi al-Hanbali (w 682 H) didalam al-Syarhu al-Kabiir ‘alaa Matni al-Muqna’ [2/426] :

وقال بعضهم إذا قرئ القرآن عند الميت أو أهدى اليه ثوابه كان الثواب لقارئه ويكون الميت كأنه حاضرها فترجى له الرحمة ولنا ما ذكرناه وانه اجماع المسلمين فانهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرأون القرآن ويهدون ثوابه الى موتاهم من غير نكير
JAWAB : sebenarnya sangat mudah membantahnya.dalam kata :
وانه اجماع المسلمين
dhomir hu disitu kembali kemana?kalau dikembalikan ke “wa yuhduuna tsawaabahu ilaa mawtahum,jelas ini kesalahan fatal karena itu terletak sesudahnya.
sedangkan Kaidah yang umum ditetapkan oleh para ulama ahli bahasa adalah bahwa marji’ (tempat kembalinya) dhamir ghaib harus mendahuluinya. Hal ini dimaksudkan agar apa yang dimaksudkan dapat diketahui lebih dahulu.
Mengenai hal ini Ibn Malik dalam Al-Tashil mengatakan :
“Pada dasarnya tempat kembalinya dhamir ghaib itu harus didahulukan. Dan tidak diperbolehkan menyalahinya kecuali ada dalil yang menunjukkan hal itu. Terkadang ia dijelaskan lafadznya dan terkadang pula tidak dijelaskan karena adanya dalil, baik yang inderawi maupun yang diketahui melalui penalaran (ilmi), atau karena telah disebutkannya baik sebagian, keseluruhannya, imbangannya atau yang menyertainya, dalam bentuk apapun”. [Al-qaththan, manna, mabahis fi ulumul al-quran, Riyadh: mansyurat al- ‘ashar al-hadist, t.th, hal 197]
jadi dhomir itu kembali ke kalimat sebelumnya yaitu''Ketika dibacakan al-Qur’an disamping orang mati atau menghadiahkan pahalanya kepada orang mati maka pahala BAGI PEMBACANYA sedangkan orang mati seperti orang yang hadlir, maka DIHARAPKAN orang mati tersebut mendapatkan RAHMAT.
jadi bukan pahalanya untuk mayyit.jelas ini perbedaan yang jauh

Tidak ada komentar: