Sabtu, 15 November 2014

KEBOBROKAN DALIL TAWASUL


Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam kitab Mu'jam al Kabir dan al-Ausath dalam redaksi hadis yang sangat panjang dari Anas, bahwa ketika Fatimah binti Asad bin Hasyim (Ibu Sayyidina Ali) wafat, maka Rasulullah turut menggali makam untuknya dan Rasul masuk ke dalam liang lahadnya sembari merebahkan diri di dalam liang tersebut dan beliau berdoa:
اللهُ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ اِغْفِرْ ِلأُمِّي فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقِّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْخَلَهَا بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِي فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ (رواه الطبراني في المعجم الكبير 20324 والاوسط 189 ورواه ابو نعيم فى حلية الاولياء عن انس 3 / 121)
"Allah yang menghidupkan dan mematikan. Allah maha hidup, tidak akan mati. Ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad, tuntunlah hujjahnya dan lapangkan kuburnya, dengan haq Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau dzat yang paling mengasihi" (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir No 20324, al-Ausath No 189 dan Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya' III/121 dari Anas bin Malik)
Ahli hadis al-Hafidz Nuruddin al-Haitsami mengomentari hadis tersebut:
رَوَاهُ الطَّبْرَانِي فِي الْكَبِيْرِ وَاْلاَوْسَطِ وَفِيْهَ رَوْحُ بْنُ صَلاَحٍ وَثَّقَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَفِيْهِ ضُعْفٌ ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ رِجَالُ الصَّحِيْحِ (مجمع الزوائد ومنبع الفوائد 9 / 210)
"Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab Mu'jam al Kabir dan al-Ausath, salah satu perawinya adalah Rauh bin Shalah, ia dinilai terpercaya oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, tetapi ia dlaif, sedangkan yang lain adalah perawi-perawi sahih" (Majma' al-Zawaid wa Manba' al-Fawaid IX/210)
Sayid Muhammad bin Alawy al-Maliki berkata:
وَاخْتَلَفَ بَعْضُهُمْ فِى رَوْحِ بْنِ صَلاَحٍ اَحَدِ رُوَاتِهِ وَلَكِنَّ ابْنَ حِبَّانَ ذَكَرَهُ فِى الثِّقَاتِ وَقَالَ الْحَاكِمُ ثِقَةٌ مَأْمُوْنٌ قَالَ الشَّيْخُ الْحَافِظُ الْغُمَّارِى فِى اتِّحَافِ اْلاَذْكِيَاءِ (ص 20) وَرَوْحٌ هَذَا ضُعْفُهُ خَفِيْفٌ عِنْدَ مَنْ ضَعَّفَهُ كَمَا يُسْتَفَادُ مِنْ عِبَارَاتِهِمْ وَلِهَذَا عَبَّرَ الْهَيْثَمِى بِمَا يُفِيْدُ خِفَّةَ الضُّعْفِ كَمَا لاَ يَخْفَى عَلَى مَنْ مَارَسَ كُتُبَ الْفَنِّ فَالْحَدِيْثُ لاَ يَقِلُّ عَنْ رُتْبَةِ الْحَسَنِ بَلْ عَلَى شَرْطِ ابْنِ حِبَّانَ (كلمة فى التوسل ص 11)
"Sebagian ulama berbeda pendapat mengenai salah satu perawinya, Rauh bin Shalah, namun Ibnu Hibban menggolongkannya sebagai orang-orang terpercaya dalam kitab al-Tsiqat, dan al-Hakim berkata: Ia terpercaya dan amanah. Al-Hafidz al-Ghummari berkata dalam Ittihaf al-Adzkiya' hal. 20: Perawi Rauh ini tingkat kedlaifannya rendah bagi ulama yang menilainya dlaif, hal ini diketahui dari redaksi penilaian mereka tentang Rauh. Oleh karenanya, al-Haitsami menilai dengan redaksi yang ringan (فيه ضعف) sebagaimana diketahui oleh orang-orang yang mempelajari ilmu ini (al-Jarh wa al-Ta'dil). Dengan demikian, hadis ini tidak kurang dari status hadis Hasan bahkan sesuai kriteria kesahihan Ibnu Hibban" (Kalimat fi al-Tawassul hal. 20)
JAWAB :
Hadits ini lemah sekali atau palsu didalamnya ada cacatnya:
Yang pertama:
Rawh bin As Shalah Al Misyri dan dikatakan bin Siyabah Al Haritsi "telah melemahkanya Ad Daruqutni dan selainnya"
Berkata Ibnu Ady "hadits lemah" (Al Kamil 3/146)
Berkata Ibnu Yunus "hadits mungkar"
Berkata Ibnu Makulan"hadits lemah"
Berkata Ats Tsauri "hadits mungkar"
Berkata Ibnu Al Jauzi "Rawh bin As Shalah Al Misyri orang yang tidak diketahui asalnya dan Ibnu Adi melemahkannya. (Al'ilal Al Mutanahiyah 1/270)
daruqutni :ضعيف في الحديث lemah dalam hadits
ibnul madini :ضعفه له أحاديث كثيرة في بعضها نكرة menyatakan dia lemah,dia punya hadits yg banyak yg sebagian ada ketidakjelasan
Berkata As Syaukani Hadits Fatimah binti Asad lemah karena didalamnya ada Rawaha bin As Shalah Al Misyri, dia orang yang lemah.(Ad Daru An Nadhid Fi Iklasi Kalimati At Tauhid hal 64)
Berkata As Syaikh Abdurrahman Ad Dausary "hadits ini tidak sehat baik dari formula mantannya, dari lafadznya yang aneh dan berlebihan sehingga menunjukkan ketidak benarannya dan sanadnya lemah"
Ulama’ yang menganggapnya tsiqoh (terpercaya) hanyalah Ibnu Hibban dan al-Haakim. Namun penilaian ke-tsiqohan tersebut dalam hadits ini tidak bisa diterima karena :
1. Pendapat Ibnu Hibban dan al-Haakim menyelisihi banyak ulama’ lain yang telah disebutkan di atas.
2. Ibnu Hibban dan al-Haakim dikenal sebagai mutasaahil (terlalu bermudah-mudahan) dalam penilaian tsiqah. Ibnu Hibban banyak meletakkan perawi dalam kitabnya ats-Tsiqaat yang sebenarnya majhuul (tidak dikenal).
As-Sakhowy –murid al-Hafidz Ibnu Hajar- menyatakan dalam Fathul Mughits juz 1 halaman 35 :
وابن حبان يداني الحاكم في التساهل
“ dan Ibnu Hibban mendekati al-Haakim dalam hal ‘tasaahul’ (menggampangkan)
بل ربما يخرج للمجهولين
“ bahkan kadang-kadang mengeluarkan (perawi) yang (masuk kategori) tidak dikenal”
3. Ibnu Hibban menyatakan dalam kitabnya ats-Tsiqoot tentang Rouh bin Sholaah :
روح بن صلاح: من أهل مصر، يروي عن يحيى بن أيوب، وأهل بلده، روى عنه محمد بن إبراهيم البوشنجي، وأهل مصر
“Rouh bin Sholaah termasuk penduduk Mesir. Meriwayatkan dari Yahya bin Ayyub dan penduduk negerinya. Orang yang meriwayatkan darinya adalah Muhammad bin Ibrahim al-Buusyinji dan penduduk Mesir” (Lihat Ats-Tsiqoot juz 8 halaman 244).
Perhatikanlah, bahwa sebenarnya Rouh bin Sholaah menurut biografi yang ditulis Ibnu Hibban seharusnya meriwayatkan hadits dari Yahya bin Ayyub atau penduduk negerinya yaitu Mesir. Sedangkan dalam hadits tentang tawassul tersebut Rouh bin Sholaah meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsaury yang sebenarnya adalah penduduk Iraq, bukan Mesir. Sehingga hadits ini termasuk riwayat munkar dari Rouh bin Sholaah sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dalil.
syubhat kedua :
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dari Abu Sa’id al Khudri –semoga Allah meridlainya-, ia berkata, Rasulullah bersabda :
“من خرج من بيته إلى الصلاة فقال : اللهم إني أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاي هذا فإني لم أخرج أشرا ولا بطرا ولا ريآء ولا سمعة خرجت اتقاء سخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تنقذنـي من النار وأن تغفر لي ذنوبي إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت ، أقبل الله عليه بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك” (رواه أحمد في المسند والطبراني في الدعاء وابن السني في عمل اليوم والليلة والبيهقي في الدعوات الكبير وغيرهم وحسن إسناده الحافظ ابن حجر والحافظ أبو الحسن المقدسي والحافظ العراقي والحافظ الدمياطي وغيرهم). ومعنى “أقبل الله عليه بوجهه” ليس على ظاهره بل هو مؤول بمعنى الرضا عنه .
Maknanya: “Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) kemudian ia berdo’a: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan derajat orang-orang yang saleh yang berdo’a kepada-Mu (baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal) dan dengan derajat langkah-langkahku ketika berjalan ini, sesungguhnya aku keluar rumah bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan sombong, juga bukan karena riya dan sum’ah, aku keluar rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencari ridla-Mu, maka aku memohon kepada-Mu: selamatkanlah aku dari api neraka dan ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, maka Allah akan meridlainya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampun untuknya” (H.R. Ahmad dalam “al Musnad”, ath-Thabarani dalam “ad-Du’a”, Ibn as-Sunni dalam” ‘Amal al Yaum wa al-laylah”, al Bayhaqi dalam Kitab “ad-Da’awat al Kabir” dan selain mereka, sanad hadits ini dihasankan oleh al Hafizh Ibn Hajar, al Hafizh Abu al Hasan al Maqdisi, al Hafizh al ‘Iraqi, al Hafizh ad-Dimyathi dan lain-lain).
JAWAB :
dari sisi riwayat, hadits ini lemah. Di dalamnya terdapat perawi yang bernama ‘Athiyyah. Imam an-Nawawi menyatakan dalam al-Adzkaar bahwa perawi ini lemah. AdzDzahaby menyatakan dalam kitab adDhu’afaa’ (1/88) bahwa perawi ini disepakati kelemahannya. AlBushiry menyebutkan dalam Misbahuz Zujaajah (2/52) :
هذا إسناد مسلسل بالضعفاء: عطية وفضيل بن مرزوق والفضل بن الموفق كلهم ضعفاء
“sanad hadits ini adalah mata rantai para perawi lemah : ‘Athiyyah, Fudhail bin Marzuq, dan al-Fadhl bin al-Muwaffiq seluruhnya lemah”.
ibnu hajar ttg fadhl :قال في التقريب : فيه ضعف padanya kelemahan
ibnu hajar ttg athiyyah :قال في التقريب : صدوق يخطىء كثيرا وكان شيعيا مدلسا jujur banyak salah,syiah dan mudallis
ibnu hajar ttg fudhoil : قال في التقريب : صدوق يهم ، ورمي بالتشيع jujur tapi wahm dan tertuduh syiah
syubhat ketiga
يَا مُحَمَّدُ اِسْتَسْقِ ِلاُمَّتِكَ فَاِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا (رواه ابن ابي شيبة باسناد صحيح)
jawab :
Pertama: Orang yang datang ke kuburan Nabi tersebut adalah majhul (tidak diketahui siapa ia), adapun perkataan Al Hafidz ibnu Hajar dalam fathul baari bahwa ia bernama Bilaal bin Al Harits sebagaimana dalam riwayat Saif bin Umar adalah tertolak, karena Saif bin Umar ini disepakati oleh para ulama hadits kelemahannya, bahkan ibnu Hibban berkata: “Ia suka meriwayat hadits-hadits maudlu’ (palsu) dari perawi yang tsiqat, dan mereka berkata bahwa ia suka memalsukan hadits, bahkan ibnu Hibban dan Al Hakim menuduhnya zindiq[Tahdzibuttahdzib 4/296.].
Bila ada yang berkata: “Akan tetapi Saif bin Umar dapat dipercaya periwayatannya dalam tarikh, sebagaimana yang dikatakan oleh Adz Dzahabi: “Ia (Saif) sama dengan Al Waqidi”. Yaitu dapat dipercaya dalam sejarah, dan itu juga yang dikatakan oleh Al Hafidz ibnu Hajar dalam dalam taqribnya, beliau berkata: “Dla’if dalam hadits dan umdah (sandaran) dalam tarikh (sejarah)”. Dan penyebutan nama adalah termasuk sejarah.
Dijawab: Bahwa Al Hafidz tidak menyebutkan dari siapa Saif meriwayatkan riwayat tersebut, terlebih Saif bin Umar meriwayatkan dari perawi-perawi yang banyak yang majhul sebagaimana dikatakan oleh Adz Dzahabi dalam Mizannya, sehingga inipun tidak dapat dijadikan sandaran, dan tidak dapat memberi kepastian tentang siapa nama laki-laki yang datang ke kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Malik Ad Daar perawi dalam kisah itu adalah majhul hal yaitu perawi yang meriwayatkan darinya dua orang atau lebih dan tidak ada yang mentsiqahkan tidak juga menjarhnya, dan periwayatan majhul hal adalah tertolak.
Bila dikatakan: Akan tetapi disebutkan dalam riwayat lain bahwa Malik Ad Daar ini Bendahara Umar, dan tidak mungkin Umar mengangkat seseorang sebagai bendahara kecuali orang yang ‘adil dan dapat dipercaya.
Dijawab bahwa seorang yang dipercaya sebagai bendahara belum tentu dipercaya dalam periwayatan hadits, karena berbeda antara dua perkara tersebut, sebagaimana banyak perawi-perawi yang dipercaya menjadi qadli, namun dalam periwayatan haditsnya tertolak, sehingga alasan seperti ini adalah lemah dan tidak dapat diterima.
oleh karena itu imam Al Bukhari dalam Tarikhnya hanya mengeluarkan perkataan Umar saja: “Ya Rabb, Aku terus berusaha kecuali yang aku tidak mampu”. Dan tidak menyebutkan kisah tersebut, seakan kisah tersebut tidak sah di sisi beliau.

Tidak ada komentar: