Hizbut
Tahrir menyeru masyarakat untuk menerapkan syari’at Islam dan ini
adalah seruan yang mulia, akan tetapi sangat disayangkan selain menyeru
masyarakat untuk menerapkan khilafah Hizb juga mem-provokasi masyarakat
agar bersikap antipati terhadap penguasa-penguasa muslim saat ini yang
pada akhirnya bisa menyebabkan masyarakat memberontak dengan melakukan kudeta.
Hizbut Tahrir telah melakukan kudeta di beberapa negara Islam, namun
qadarullah bahwa Hizbut Tahrir belum pernah berhasil dalam gerakan
kudeta mereka.
“ Hizbut Tahrir telah melancarkan beberapa upaya
pengambil alihan kekuasaan di banyak negeri-negeri arab, seperti
Yordania pada tahun 1969, di Mesir tahun 1973, dan Iraq tahun 1972. Juga
di Tunisia, Aljazair, dan Sudan. Sebagian upaya kudeta ini diumumkan
secara resmi oleh media massa, sedangkan sebagian lainnya memang sengaja
tidak diumumkan ”.
(SUMBER : Nasyrah Hizbut Tahrir,
diterjemahkan dari kitab Mafhum al Adalah al Ijtima’iyah, Beirut,
cetakan II, 1991, halaman 140-151, dan hal. 266-267, beberapa syabab HT
menolak nasyrah ini dan menganggap ini bukan nasyrah karena tidak sesuai
dengan definisi nasyrah, namun faktanya hampir semua syabab pernah
diberi nasyrah ini karena nasyrah ini adalah acuan bagi daris HT yang
ingin mengenal biografi Taqiyyuddin An Nabhani. Meskipun secara de jure
menurut HT ini bukanlah nasyrah namun secara de facto ini adalah nasyrah
HT).
Padahal kudeta-kudeta ini mereka lakukan bukan tanpa
persiapan melainkan dengan persiapan yang cukup lama dan bahkan mereka
mengklaim bahwa di Yordania waktu itu hampir di setiap kepala keluarga
pasti terdapat minimal satu simpatisan Hizbut Tahrir, namun kenapa
kudeta mereka mengalami kegagalan ? Jawabnya adalah karena Allah
-subhanahu wa ta’ala- tidak meridhoi mereka, karena cara mereka
mengundang pertumpahan darah sesama muslim sama sekali bertentangan
dengan ajaran Islam.
Dapat kita lihat bahwa negara-negara yang akan dikudeta oleh Hizb merupakan negara yang dikuasai oleh penguasa-penguasa muslim.
Padahal Nabi bersabda :
“Akan ada sepeninggalku nanti para penguasa yang mereka itu tidak
berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan
ada diantara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan namun
berbadan manusia.” Hudzaifah berkata: “Apa yang kuperbuat bila aku
mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut walaupun
punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas olehnya, maka dengarkanlah
(perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah
bin Al-Yaman, 3/1476, no. 1847)
“Seburuk-buruk penguasa kalian
adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian mencaci
mereka dan mereka pun mencaci kalian.” Lalu dikatakan kepada Rasulullah:
“Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang
(memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan
shalat di tengah-tengah kalian. Dan jika kalian melihat mereka
mengerjakan perbuatan yang tidak kalian sukai, maka bencilah
perbuatannya dan jangan mencabut/meninggalkan ketaatan (darinya).” (HR.
Muslim, dari shahabat ‘Auf bin Malik, 3/1481, no. 1855)
Pendiri
Hizbut Tahrir, yaitu Syeikh Taqiyyuddin an Nabhani mengajarkan kepada
para aktifis Hizbut Tahrir bahwa cara da’wah Hizbut Tahrir adalah
membuat opini buruk tentang Pemerintah dan disebarluaskan ke masyarakat.
Jika pemerintah melakukan kebaikan maka haram disebarluaskan akan
tetapi jika pemerintah melakukan kekeliruan maka wajib dicerca habis dan
disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian diharapkan
masyarakat akan benci pemerintah dan mendukung upaya kudeta Hizbut
Tahrir jika telah tiba waktunya.
Taqiyyuddin berkata : “ …
semestinya aktifitas Hizbut Tahrir yang paling menonjol adalah aktifitas
menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa
dengan ummat dalam semua aspek, baik menyangkut cara penguasa tersebut
mengurus kemaslahatan, seperti pembangunan jembatan, pendirian rumah
sakit, atau cara melaksanakan aktifitas yang meyebabkan penguasa
tersebut mampu melaksanakan (urusan ummat) seperti pembentukan
kementrian dan pemilihan wakil rakyat. Yang dimaksud dengan penguasa
disini adalah Pemerintah”.
Kemudian Taqiyyuddin melanjutkan : “
Oleh karena itu, kelompok berkuasa tadi seluruhnya harus diserang, baik
menyangkut tindakan maupun pemikiran politiknya “.
(SUMBER :
Terjun ke Masyarakat, Penulis : Taqiyyuddin an Nabhani, Judul Asli :
Dukhul al Mujtama’ , Dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir tahun 1377 H / 1958
M, Penerjemah : Abu Falah, Penerbit : Pustaka Thariqul ‘Izzah, Cetakan
I, Syawal 1420 H, Pebruari 2000 M, halaman 8 dan 9).
Untuk
itulah Hizbut Tahrir sering membuat surat kepada penguasa namun
disebarluaskan secara umum (Surat Terbuka) yang isinya sebetulnya bukan
semata-mata untuk menasehati penguasa namun juga agar masyarakat tahu
keburukan-keburukan penguasanya.
Hizb juga kerap melakukan
Demonstrasi bukan semata-mata untuk menasehati penguasa namun juga agar
masyarakat tahu keburukan penguasa.
Padahal Nabi bersabda :
“Barangsiapa ingin menasehati sulthan (pemerintah) dengan suatu
masalah, janganlah menampilkan kepadanya secara terang-terangan. Tetapi
hendaknya menggandeng tangannya dan duduk berduaan dengannya. Apabila ia
menerima darinya maka itulah (yang diharapkan). Kalau tidak, berarti
telah melaksanakan kewajibannya”.
(Hadits hasan riwayat Tirmidzi 4/502 Musthafa al bab Cet II, ash Shahihah 5/376)
Demikianlah kontroversi da’wah Hizbut Tahrir yang sedikit dirahasiakan
dari masyarakat agar jangan sampai tercium oleh Pemerintah, hakikat
gerakan Hizbut Tahrir.
Bahkan dalam rangka keamanan anggota
Hizbut Tahrir, maka dibuatlah struktur organisasi yang penuh kerahasiaan
yang terbagi menjadi 3 (tiga) tingkat yaitu : Lajnah Mahaliyah, Lajnah
al Wilayah, dan Lajnah al Qiyadah.
Dimana antar lajnah yang
setingkat (misal antar lajnah Mahaliyah) dilarang untuk saling tahu
identitas anggota-anggotanya agar apabila ditangkap pemerintah maka
meskipun dipaksa bicara tetap tidak akan bisa membongkar jaringan
mereka.
Semoga Hizbut Tahrir menyadari keanehan-keanehan pada
metode da’wahnya, yang mana bertentangan dengan hadits-hadits Nabi dan
menyelisihi cara da’wah Nabi ini.
Raport Merah Rancangan UU Khilafah Hizbut Tahrir
1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan :
Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan
dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak
melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam.
Keterangan :
Bunyi pasal seperti ini jelas-jelas bukan hanya kebebasan dalam memilih madzhab fiqh akan tetapi kebebasan segala-galanya, kecuali urusan zakat dan jihad saja yang masih dipegang khalifah.
Hal ini berarti sekulerisasi dan liberalisasi terhadap syari’at Ibadah
selain zakat dan jihad bahkan aqidah Islam. Padahal di zaman Nabi dan
era Khulafaur rasyidin mereka jugalah yang menentukan batasan-batasan
aqidah dan ibadah yang shohih, tidak hanya dalam perkara zakat dan jihad
semata.
Terlihat jelas bahwa hizb berupaya mengakomodir semua
perpecahan baik antara sunni dengan syi’i maupun dengan paham paham
sempalan lain semisal mu’tazilah, jabbariyah, qadariyah,dan haruriyah
(khawarij), namun dengan sistem separuh-separuh seperti ini tidak hanya
akan menyelisihi sistem khilafah Nabi dan khulafaur rasyidin namun juga
berbeda dengan sistem pemerintahan sehingga hal ini justru mengakibatkan
polemik dan kontroversi di masyarakat.
2. Dalam RUU khilafah Bab Sistem Pemerintahan pasal 21 dikatakan :
Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik
penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki kekuasaan pemerintahan
melalui umat, dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum-hukum
yang diadopsi adalah hukum-hukum syara’. Pendirian partai tidak
memerlukan izin negara. Dan negara melarang setiap perkumpulan yang
tidak berasaskan Islam.
Keterangan :
Hal ini merupakan
upaya memasukkan sistem partai dalam sistem pemerintahan khilafah
Islam. Padahal sistem seperti ini tidak pernah ada di zaman Nabi,
khulafaur rasyidin, atau bahkan di zaman daulah umayyah dan abbasiyah
sekalipun. Maka jelas khilafah hizb tidak ittiba’ dengan khilafah
pendahulu Islam dan menyelisihi khilafah ala manhaj nubuwwah.
Sistem partai disepanjang sejarah hanya terdapat pada pemerintahan
parlemen modern dan hizbut tahrir mencampur adukkan konsep pemerintahan
khilafah dengan sistem pemerintahan modern. Sebuah terobosan baru yang
belum pernah dilakukan oleh negara manapun. Sebuah konsep yang
menyelisihi konsep khilafah Nabi namun juga menentang konsep
pemerintahan modern.
3. Dalam RUU Khilafah :
I. Bab Khalifah pasal 33 dikatakan :
… tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim
dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota Majelis Umah yang muslim
dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon
menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu
dengan suara terbanyak.
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak
sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan
sunah rasul-Nya
II. Bab Majlis Ummat pasal 106 dikatakan :
Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh penduduk
wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis wilayah ditentukan sesuai
dengan perbandingan jumlah penduduk setiap wilayah di dalam Daulah.
Anggota-anggota Majelis Umat dipilih secara langsung oleh Majelis
Wilayah. Awal dan akhir masa keanggotaan Majelis Umat sama dengan
Majelis Wilayah.
III. Dalam Bab Majlis Ummat pasal 103 dikatakan :
Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak menjadi anggota
majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki- laki maupun wanita, muslim
ataupun non-muslim. Hanya saja keanggotaan orang non-muslim
terbatas hanya pada penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para
penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam.
Keterangan :
Meskipun hizb menegaskan menolak dan mengharamkan sistem demokrasi
namun sistem pemilihan khalifah seperti diatas jelas tasyabbuh pada
sistem demokrasi pemilihan umum atau sistem suara terbanyak. Nama nama
calon Khalifah diusulkan oleh Majlis Ummat, padahal majlis ummat dipilih
dengan suara terbanyak. Setelah itu para calon khalifah dipilih oleh
masyarakat dengan sistem pemilu suara terbanyak pula.
Padahal
di zaman pendahulu Islam tidak pernah ada tata cara seperti ini. Kita
ambil contoh bagaimana pemilihan dan pengangkatan khalifah dimasa
Khulafaur Rasyidin.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama :
Pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di tempat kaum anshar Bani
Sa’idah, yang dipimpin oleh Sa’ad bin Ubbadah kepala suku Khazradj. Abu
Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon
khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah Amir bin Djarrah. Namun
Umar dan Abu Ubaidah menolaknya, dengan mengatakan “tidak mungkin jadi,
selama anda (Abu Bakar) masih berada di tengah-tengah kami”. Kemudian
mereka SEPAKAT untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu Umar
bin Khattab maju kedepan langsung memberikan bai’atnya atas pengangkatan
Abu Bakar.
Besok harinya dipanggilah seluruh rakyat ke Masjid
Nabi untuk melakukan bai’at atas pemilihan dan pelantikan Abu Bakar
sebagai khalifah. Yang tidak hadir dalam bai’at itu ada empat tokoh
utama, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah
putri Nabi dan Sa’ad bin Ubbadah. Beberapa hari Abu Bakar berikhitiar
untuk memperoleh bai’atnya dari mereka.
Disini dapat dilihat
dengan jelas bahwa pemilihan khalifah pertama adalah dipilih SECARA
MUFAKAT oleh para alim ulama ahlul halli wal aqdi walaupun tidak
lengkap, dan langsung semua rakyat melakukan bai’at tanpa ada pemilihan
umum.
Pemilihan khalifah kedua yaitu Umar bin Khatthab :
Sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu
perundingan dengan beberapa alim ulama ahlul halli wal aqdi, diantaranya
Abdur Rahman bin Auf. Dalam sidang ini Abu Bakar mengajukan calon
khalifah yaitu Umar bin Khatthab, kemudian sidang ulil amri SEPAKAT
menyetujui akan pencalonan Umar bin Khatthab untuk menjadi khalifah.
Pada waktu itu juga Abu Bakar menandatangi suatu surat bai’at atas
penganggkatan khalifah kedua ini. Disinipun kita lihat Khalifah Abu
Bakar sebelum meninggal merundingkan dahulu dengan para alim ulama ahlul
halli wal aqdi sehingga memperoleh KESEPAKATAN siapa yang akan menjadi
khalifah sepeninggalnya. Bukan dengan melakukan pemilihan umum majlis
ummat dan pemilihan umum calon khalifah.
Pemilihan khalifah ke tiga, Usman bin Affan:
Khalifah Umar bin Khatthab mengajukan enam calon khalifah yaitu Usman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zuber bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash,
Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Dari enam calon ini
setelah di konfirmasi hanya dua yang sanggup, Usman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib. Kedua-duanya siap untuk menggantikan khalifah Ummar bin
Khatthab. Namun dalam sidang alim ulama ahlul halli wal aqdi yang
dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih secara MUFAKAT Usman bin
Affan sebagai khalifah. Ali bin Abi Thalib juga sepakat menerima dan
melakukan bai’at atas pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah
ketiga.
Pemilihan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib:
Pemilihan khalifah ini diserahkan sepenuhnya kepada para alim ulama
ahlul halli wal aqdi, karena Khalifah Usman bin Affan tidak sempat
mengajukan pencalonannya, dikarenakan telah dibunuhnya oleh para
pemberontak. Dalam pemilihan khalifah ini diajukan tiga calon yaitu, Ali
bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Disinipun
Ali bin Abi Thalib awalnya tidak menerima pencalonannya, namun setelah
kedua calon lainnya mengundurkan diri dan memilih Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah keempat, maka dipilihlah secara MUFAKAT Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah.
Maka jelas bahwa sistem pemilihan
khilafah pendahulu Islam adalah musyawarah mufakat antara ahlul halli
wal aqdi dan bukan dengan cara pemilihan umum suara terbanyak .
Hizb berteriak mengharamkan demokrasi namun kenyataannya nilai-nilai demokrasi justru diterapkan kembali dalam RUU khilafahnya.
Maka Adakah Letak Kemiripan Khilafah Hizb Dengan Khilafah Nabi Dan Para Shahabat ???
Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada
pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya cukup kuat untuk
membuktikan kekeliruan Hizbut Tahrir.
Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya.
Semoga Allah –subhanahu wa ta’ala- menunjuki mereka pada kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar