Minggu, 18 Agustus 2013

MELURUSKAN METODE DA’WAH HIZBUT TAHRIR

Hizbut Tahrir menyeru masyarakat untuk menerapkan syari’at Islam dan ini adalah seruan yang mulia, akan tetapi sangat disayangkan selain menyeru masyarakat untuk menerapkan khilafah Hizb juga mem-provokasi masyarakat agar bersikap antipati terhadap penguasa-penguasa muslim saat ini yang pada akhirnya bisa menyebabkan masyarakat memberontak dengan melakukan kudeta.

Hizbut Tahrir telah melakukan kudeta di beberapa negara Islam, namun qadarullah bahwa Hizbut Tahrir belum pernah berhasil dalam gerakan kudeta mereka.

“ Hizbut Tahrir telah melancarkan beberapa upaya pengambil alihan kekuasaan di banyak negeri-negeri arab, seperti Yordania pada tahun 1969, di Mesir tahun 1973, dan Iraq tahun 1972. Juga di Tunisia, Aljazair, dan Sudan. Sebagian upaya kudeta ini diumumkan secara resmi oleh media massa, sedangkan sebagian lainnya memang sengaja tidak diumumkan ”.

(SUMBER : Nasyrah Hizbut Tahrir, diterjemahkan dari kitab Mafhum al Adalah al Ijtima’iyah, Beirut, cetakan II, 1991, halaman 140-151, dan hal. 266-267, beberapa syabab HT menolak nasyrah ini dan menganggap ini bukan nasyrah karena tidak sesuai dengan definisi nasyrah, namun faktanya hampir semua syabab pernah diberi nasyrah ini karena nasyrah ini adalah acuan bagi daris HT yang ingin mengenal biografi Taqiyyuddin An Nabhani. Meskipun secara de jure menurut HT ini bukanlah nasyrah namun secara de facto ini adalah nasyrah HT).

Padahal kudeta-kudeta ini mereka lakukan bukan tanpa persiapan melainkan dengan persiapan yang cukup lama dan bahkan mereka mengklaim bahwa di Yordania waktu itu hampir di setiap kepala keluarga pasti terdapat minimal satu simpatisan Hizbut Tahrir, namun kenapa kudeta mereka mengalami kegagalan ? Jawabnya adalah karena Allah -subhanahu wa ta’ala- tidak meridhoi mereka, karena cara mereka mengundang pertumpahan darah sesama muslim sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam.

Dapat kita lihat bahwa negara-negara yang akan dikudeta oleh Hizb merupakan negara yang dikuasai oleh penguasa-penguasa muslim.

Padahal Nabi bersabda :

“Akan ada sepeninggalku nanti para penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada diantara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan namun berbadan manusia.” Hudzaifah berkata: “Apa yang kuperbuat bila aku mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas olehnya, maka dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476, no. 1847)
“Seburuk-buruk penguasa kalian adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka pun mencaci kalian.” Lalu dikatakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang (memberontak)?” Beliau bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. Dan jika kalian melihat mereka mengerjakan perbuatan yang tidak kalian sukai, maka bencilah perbuatannya dan jangan mencabut/meninggalkan ketaatan (darinya).” (HR. Muslim, dari shahabat ‘Auf bin Malik, 3/1481, no. 1855)

Pendiri Hizbut Tahrir, yaitu Syeikh Taqiyyuddin an Nabhani mengajarkan kepada para aktifis Hizbut Tahrir bahwa cara da’wah Hizbut Tahrir adalah membuat opini buruk tentang Pemerintah dan disebarluaskan ke masyarakat. Jika pemerintah melakukan kebaikan maka haram disebarluaskan akan tetapi jika pemerintah melakukan kekeliruan maka wajib dicerca habis dan disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan benci pemerintah dan mendukung upaya kudeta Hizbut Tahrir jika telah tiba waktunya.

Taqiyyuddin berkata : “ … semestinya aktifitas Hizbut Tahrir yang paling menonjol adalah aktifitas menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan ummat dalam semua aspek, baik menyangkut cara penguasa tersebut mengurus kemaslahatan, seperti pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, atau cara melaksanakan aktifitas yang meyebabkan penguasa tersebut mampu melaksanakan (urusan ummat) seperti pembentukan kementrian dan pemilihan wakil rakyat. Yang dimaksud dengan penguasa disini adalah Pemerintah”.

Kemudian Taqiyyuddin melanjutkan : “ Oleh karena itu, kelompok berkuasa tadi seluruhnya harus diserang, baik menyangkut tindakan maupun pemikiran politiknya “.

(SUMBER : Terjun ke Masyarakat, Penulis : Taqiyyuddin an Nabhani, Judul Asli : Dukhul al Mujtama’ , Dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir tahun 1377 H / 1958 M, Penerjemah : Abu Falah, Penerbit : Pustaka Thariqul ‘Izzah, Cetakan I, Syawal 1420 H, Pebruari 2000 M, halaman 8 dan 9).

Untuk itulah Hizbut Tahrir sering membuat surat kepada penguasa namun disebarluaskan secara umum (Surat Terbuka) yang isinya sebetulnya bukan semata-mata untuk menasehati penguasa namun juga agar masyarakat tahu keburukan-keburukan penguasanya.

Hizb juga kerap melakukan Demonstrasi bukan semata-mata untuk menasehati penguasa namun juga agar masyarakat tahu keburukan penguasa.

Padahal Nabi bersabda :

“Barangsiapa ingin menasehati sulthan (pemerintah) dengan suatu masalah, janganlah menampilkan kepadanya secara terang-terangan. Tetapi hendaknya menggandeng tangannya dan duduk berduaan dengannya. Apabila ia menerima darinya maka itulah (yang diharapkan). Kalau tidak, berarti telah melaksanakan kewajibannya”.

(Hadits hasan riwayat Tirmidzi 4/502 Musthafa al bab Cet II, ash Shahihah 5/376)

Demikianlah kontroversi da’wah Hizbut Tahrir yang sedikit dirahasiakan dari masyarakat agar jangan sampai tercium oleh Pemerintah, hakikat gerakan Hizbut Tahrir.

Bahkan dalam rangka keamanan anggota Hizbut Tahrir, maka dibuatlah struktur organisasi yang penuh kerahasiaan yang terbagi menjadi 3 (tiga) tingkat yaitu : Lajnah Mahaliyah, Lajnah al Wilayah, dan Lajnah al Qiyadah.

Dimana antar lajnah yang setingkat (misal antar lajnah Mahaliyah) dilarang untuk saling tahu identitas anggota-anggotanya agar apabila ditangkap pemerintah maka meskipun dipaksa bicara tetap tidak akan bisa membongkar jaringan mereka.

Semoga Hizbut Tahrir menyadari keanehan-keanehan pada metode da’wahnya, yang mana bertentangan dengan hadits-hadits Nabi dan menyelisihi cara da’wah Nabi ini.



Raport Merah Rancangan UU Khilafah Hizbut Tahrir

1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan :

Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam.

Keterangan :

Bunyi pasal seperti ini jelas-jelas bukan hanya kebebasan dalam memilih madzhab fiqh akan tetapi kebebasan segala-galanya, kecuali urusan zakat dan jihad saja yang masih dipegang khalifah.

Hal ini berarti sekulerisasi dan liberalisasi terhadap syari’at Ibadah selain zakat dan jihad bahkan aqidah Islam. Padahal di zaman Nabi dan era Khulafaur rasyidin mereka jugalah yang menentukan batasan-batasan aqidah dan ibadah yang shohih, tidak hanya dalam perkara zakat dan jihad semata.

Terlihat jelas bahwa hizb berupaya mengakomodir semua perpecahan baik antara sunni dengan syi’i maupun dengan paham paham sempalan lain semisal mu’tazilah, jabbariyah, qadariyah,dan haruriyah (khawarij), namun dengan sistem separuh-separuh seperti ini tidak hanya akan menyelisihi sistem khilafah Nabi dan khulafaur rasyidin namun juga berbeda dengan sistem pemerintahan sehingga hal ini justru mengakibatkan polemik dan kontroversi di masyarakat.

2. Dalam RUU khilafah Bab Sistem Pemerintahan pasal 21 dikatakan :

Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki kekuasaan pemerintahan melalui umat, dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum-hukum yang diadopsi adalah hukum-hukum syara’. Pendirian partai tidak memerlukan izin negara. Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam.

Keterangan :

Hal ini merupakan upaya memasukkan sistem partai dalam sistem pemerintahan khilafah Islam. Padahal sistem seperti ini tidak pernah ada di zaman Nabi, khulafaur rasyidin, atau bahkan di zaman daulah umayyah dan abbasiyah sekalipun. Maka jelas khilafah hizb tidak ittiba’ dengan khilafah pendahulu Islam dan menyelisihi khilafah ala manhaj nubuwwah.

Sistem partai disepanjang sejarah hanya terdapat pada pemerintahan parlemen modern dan hizbut tahrir mencampur adukkan konsep pemerintahan khilafah dengan sistem pemerintahan modern. Sebuah terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh negara manapun. Sebuah konsep yang menyelisihi konsep khilafah Nabi namun juga menentang konsep pemerintahan modern.

3. Dalam RUU Khilafah :

I. Bab Khalifah pasal 33 dikatakan :
… tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak.
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya
II. Bab Majlis Ummat pasal 106 dikatakan :
Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh penduduk wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis wilayah ditentukan sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk setiap wilayah di dalam Daulah. Anggota-anggota Majelis Umat dipilih secara langsung oleh Majelis Wilayah. Awal dan akhir masa keanggotaan Majelis Umat sama dengan Majelis Wilayah.
III. Dalam Bab Majlis Ummat pasal 103 dikatakan :
Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak menjadi anggota majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki- laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim. Hanya saja keanggotaan orang non-muslim terbatas hanya pada penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam.

Keterangan :

Meskipun hizb menegaskan menolak dan mengharamkan sistem demokrasi namun sistem pemilihan khalifah seperti diatas jelas tasyabbuh pada sistem demokrasi pemilihan umum atau sistem suara terbanyak. Nama nama calon Khalifah diusulkan oleh Majlis Ummat, padahal majlis ummat dipilih dengan suara terbanyak. Setelah itu para calon khalifah dipilih oleh masyarakat dengan sistem pemilu suara terbanyak pula.

Padahal di zaman pendahulu Islam tidak pernah ada tata cara seperti ini. Kita ambil contoh bagaimana pemilihan dan pengangkatan khalifah dimasa Khulafaur Rasyidin.

Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama :

Pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di tempat kaum anshar Bani Sa’idah, yang dipimpin oleh Sa’ad bin Ubbadah kepala suku Khazradj. Abu Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah Amir bin Djarrah. Namun Umar dan Abu Ubaidah menolaknya, dengan mengatakan “tidak mungkin jadi, selama anda (Abu Bakar) masih berada di tengah-tengah kami”. Kemudian mereka SEPAKAT untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu Umar bin Khattab maju kedepan langsung memberikan bai’atnya atas pengangkatan Abu Bakar.

Besok harinya dipanggilah seluruh rakyat ke Masjid Nabi untuk melakukan bai’at atas pemilihan dan pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah. Yang tidak hadir dalam bai’at itu ada empat tokoh utama, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah putri Nabi dan Sa’ad bin Ubbadah. Beberapa hari Abu Bakar berikhitiar untuk memperoleh bai’atnya dari mereka.

Disini dapat dilihat dengan jelas bahwa pemilihan khalifah pertama adalah dipilih SECARA MUFAKAT oleh para alim ulama ahlul halli wal aqdi walaupun tidak lengkap, dan langsung semua rakyat melakukan bai’at tanpa ada pemilihan umum.

Pemilihan khalifah kedua yaitu Umar bin Khatthab :

Sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan beberapa alim ulama ahlul halli wal aqdi, diantaranya Abdur Rahman bin Auf. Dalam sidang ini Abu Bakar mengajukan calon khalifah yaitu Umar bin Khatthab, kemudian sidang ulil amri SEPAKAT menyetujui akan pencalonan Umar bin Khatthab untuk menjadi khalifah. Pada waktu itu juga Abu Bakar menandatangi suatu surat bai’at atas penganggkatan khalifah kedua ini. Disinipun kita lihat Khalifah Abu Bakar sebelum meninggal merundingkan dahulu dengan para alim ulama ahlul halli wal aqdi sehingga memperoleh KESEPAKATAN siapa yang akan menjadi khalifah sepeninggalnya. Bukan dengan melakukan pemilihan umum majlis ummat dan pemilihan umum calon khalifah.

Pemilihan khalifah ke tiga, Usman bin Affan:

Khalifah Umar bin Khatthab mengajukan enam calon khalifah yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zuber bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Dari enam calon ini setelah di konfirmasi hanya dua yang sanggup, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kedua-duanya siap untuk menggantikan khalifah Ummar bin Khatthab. Namun dalam sidang alim ulama ahlul halli wal aqdi yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih secara MUFAKAT Usman bin Affan sebagai khalifah. Ali bin Abi Thalib juga sepakat menerima dan melakukan bai’at atas pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga.

Pemilihan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib:

Pemilihan khalifah ini diserahkan sepenuhnya kepada para alim ulama ahlul halli wal aqdi, karena Khalifah Usman bin Affan tidak sempat mengajukan pencalonannya, dikarenakan telah dibunuhnya oleh para pemberontak. Dalam pemilihan khalifah ini diajukan tiga calon yaitu, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Disinipun Ali bin Abi Thalib awalnya tidak menerima pencalonannya, namun setelah kedua calon lainnya mengundurkan diri dan memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, maka dipilihlah secara MUFAKAT Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.

Maka jelas bahwa sistem pemilihan khilafah pendahulu Islam adalah musyawarah mufakat antara ahlul halli wal aqdi dan bukan dengan cara pemilihan umum suara terbanyak .

Hizb berteriak mengharamkan demokrasi namun kenyataannya nilai-nilai demokrasi justru diterapkan kembali dalam RUU khilafahnya.

Maka Adakah Letak Kemiripan Khilafah Hizb Dengan Khilafah Nabi Dan Para Shahabat ???

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya cukup kuat untuk membuktikan kekeliruan Hizbut Tahrir.

Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya.

Semoga Allah –subhanahu wa ta’ala- menunjuki mereka pada kebenaran.

Tidak ada komentar: