Minggu, 12 Mei 2019

Kewajiban Kaffarat jima' siang ramadhan hanya atas suami saja


jika sepasang suami istri melakukan hubungan badan di siang hari bulan Ramadhan, maka yang wajib untuk melaksanakan kaffarat hanya suami saja. Sedangkan istrinya tidak dikenai kewajiban kaffarat.

Pendapat ini didukung oleh mayoritas ulama dari madzhab As-Syafi’iyyah. Antara lain Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 974 H.) dan Imam An-Nawawi (wafat 676 H.). Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Fi Syarh Al-Minhaj, jilid 3 halaman 450, Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan:
“Kewajiban kafarat hanya untuk sang suami saja. Karena nabi Muhammad tidak memerintahkan kewajiban kafarat kepada istri dari seorang suami yang berjima’, walaupun ia (si istri) punya andil yang menyebabkan terjadinya jima’.

Sedangkan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab jilid 6, halaman 334 memaparkan sebagai berikut:

“Mengenai siapa yang dikenai kaffarat itu ada tiga pendapat: dan yang paling benar dalam madzhab ini (As-Syafi’iyyah) adalah pendapat yang mengatakan bahwa kaffarat itu diwajibkan atas suami, yakni membayar denda atas dirinya sendiri, tanpa ada kewajiban apapun bagi si suami atas tindakan yang dilakukan istrinya. Begitu pula si istri, ia tidak dikenai kaffarat apapun atas tindakan (jima’) yang dilakukannya”.

Imam madzhab ini, yakni Al-Imam As-Syafi’i dalam satu riwayat mengatakan:

“istri tidak wajib melakukan kaffarat, sebab ia merupakan objek dimana jima’ itu dilakukan, Sedangkan pelaku sebenarnya adalah suami”

Pendapat senada juga dinyatakan oleh sebagian besar ulama dari madzhab Al-Hanabilah, antara lain Al-Mardawi (wafat 885 H.) dalam kitabnya Al-Inshof jilid 3 hal 313. Beliau mengatakan:

“Tidak wajib bagi sang istri untuk membayar kafarat jima’. Ini adalah pendapat resmi madzhab Al-Hanabilah. Dan ini juga pendapat sebagian besar ulama dari madzhab ini.”

Ibnu Hazm, seorang ulama Fiqih dari madzhab Adz-zahiriyyah juga mengatakan bahwa kewajiban kaffarah hanya diwajibkan atas suami saja, sedangkan istri tidak dikenai kewajiban itu. Dalam kitabnya Al-Muhalla Bil ‘Atsar Jilid 4 halaman 327, beliau mengatakan :

“Istri itu disetubuhi. Yang disetubuhi tidak sama dengan yang menyetubuhi. Maka kewajiban kafarat itu gugur atas sang istri”

https://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=125159

Tidak ada komentar: