Jumat, 10 Mei 2019

Berbuka dengan manis bid'ah?

Muhammad Ali As-Syaukani dalam karyanya Nailul Authar sebagai berikut.

وإذا كانت العلة كونه حلواً والحلو له ذلك التأثير فليحق به الحلويات كلها، أما ما كان أشد منه في الحلاوة فبفحوى الخطاب وما كان مساوياً له فبلحنه

Artinya, “Kalau illah (sebab) disunahkan berbuka dengan kurma itu karena manisnya (dan sifat manis itu menjadi sebab primer buka puasa Rasulullah dengan kurma), maka semua bentuk makanan dan minuman manis lainnya juga tergolong kategori berbuka puasa berdasarkan sunah Rasulullah . Kalau ada misalnya makanan atau minuman yang lebih manis dari kurma, maka ulama menggunakan fahwal khithab (qiyas di mana yang tidak disebut di nash Al-Quran/hadits lebih kuat dari yang disebut di nash). Tetapi kalau makanan dan minuman itu setara manisnya dengan kurma, maka ulama menggunakan lahnul khithab (qiyas qiyas di mana yang tidak disebut di nash Al-Quran/hadits setara dengan yang disebut di nash), (Lihat Muhammad Ali As-Syaukani, Nailul Authar fi Syarhi Muntaqal Akhbar, Darul Fikr, Beirut, Tanpa Tahun, Juz IV, Halaman 302).

urutan makanan yang terbaik bagi orang yang berbuka puasa adalah ruthab (kurma basah), tamr (kurma kering) kemudian air, kalau itu pun tidak ada, maka boleh menggunakan sirup atau air juice buah yang mengandung unsur gula yang cukup, seperti air yang dicampur sedikit madu, jeruk, lemon, dan sebagainya. [Catatan kaki yang terdapat dalam Shahih At-Thibb An-Nabawy fi Dhau-il Ma’arif Ath-Thabiyyah wal Ilmiyyah Al-Haditsah (hal. 401) oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly, cet. Maktabah Al-Furqaan, th. 1424H]

Tidak ada komentar: