Kamis, 30 Juli 2015

DIALOG TENTANG TAHLILAN


WAHABI: “Anda harus meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan ke 1000. Kalau tidak, Anda akan masuk neraka!”
AHLI BID’AH: “Apa alasan Anda mewajibkan kami meninggalkan Tahlilan 7 hari, hari ke 40, 100 dan 1000?”
SUNNI : justru siapa yg menyuruh ente?semua sepakat tahlil itu ibadah bukan ?
WAHABI: “Karena itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka orang kafir. Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula!”
AHLI BID’AH: “Owh, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba Anda belajar di pesantren Ahlussunnah wal Jama’ah, Anda tidak akan bertindak sekasar ini. Anda pasti malu dengan tindakan Anda yang kasar dan sangat tidak Islami. Ingat, Islam itu mengedepankan akhlaqul karimah, budi pekerti yang mulia. Bukan sikap kasar seperti Anda.”
SUNNI : sejak kapan menyampaikan makna hadits dianggap kasar?sejak kapan merombak sunnah dianggap mulia???
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. hadits ini hasan).
WAHABI: “Kalau begitu, menurut Anda acara Tahlilan dalam hari-hari tersebut bagaimana?”
AHLI BID’AH: “Justru acara dzikir Tahlilan pada hari-hari tersebut hukumnya sunnah, agar kita berbeda dengan Hindu.”
SUNNI : he..sunnah siapa mas?sejak kapan asal beda jadi sunnah?kenapa gak sekalian aja tahlilan dan sholat jamaah di wihara aja mas???
WAHABI: “Mana dalilnya? Bukankah pada hari-hari tersebut orang-orang Hindu melakukan kesyirikan!?”
AHLI BID’AH: “Justru karena pada hari-hari tersebut, orang Hindu melakukan kesyirikan dan kemaksiatan, kita lawan mereka dengan melakukan kebajikan, dzikir bersama kepada Allah Swt. dengan Tahlilan. Dalam kitab-kitab hadits diterangkan:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ.
Dari Ibnu Mas’ud Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 9797 dan al-Mu’jam al-Ausath no. 271. Al-Hafidz as-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ ash-Shaghir no. 4310).
Dalam acara tahlilan selama 7 hari kematian, kaum Muslimin berdzikir kepada Allah, ketika pada hari-hari tersebut orang Hindu melakukan sekian banyak kemungkaran. Betapa indah dan mulianya tradisi Tahlilan itu.
SUNNI : itu hadits lemah..perawinya ada ahmad ibn risydin tertuduh pemalsu hadits
Imam adz-dzahabi berkata tentangnya : من أباطيله رواية الطبراني وغيره عنه ، قال سبط بن العجمي فقوله من أباطيله إشارة منه أنه من وضعه
WAHABI: “Saya tidak menerima alasan dan dalil Anda. Bagaimanapun dengan Tahlilan pada 7 hari kematian, hari ke 40, 100 dan 1000, kalian berarti menyerupai atau tasyabbuh dengan Hindu, dan itu tidak boleh!”
AHLI BID’AH: “Itu karena Anda tidak mengerti maksud tasyabbuh. Tasyabbuh itu bisa terjadi, apabila perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada hari-hari tersebut persis dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum Muslimin Tahlilan. Orang Hindu jelas tidak Tahlilan. Ini kan beda.”
SUNNI : sejak kapan harus PERSIS ???yg faham bahasa arab pasti ngakak..tasyaabaha-yatasyaabahu-tasyaabuhan artinya menyerupai alias mirip.adapun menyamai itu syaabaha-yusyaabihu.
WAHABI: “Tapi penentuan waktunya kan sama!?”
AHLI BID’AH: “Ya ini, karena Anda baru belajar ilmu agama. Kesimpulan hukum seperti Anda, yang mudah mengkafirkan orang karena kesamaan soal waktu, bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah Saw.”
SUNNI: justru orang yg baru belajar tapi ilmiah saja tahu kalau bukan taqlid he..bahwa itu khas mereka tertulis dalam kitab mereka..ente merombak sunnah aja gak takut kenapa kita harus takut berbeda dg sunnah mereka??
WAHABI: “Kok bisa berakibat mengkafirkan Rasulullah!?”
AHLI BID’AH: “Anda harus tahu, bahwa kesamaan waktu itu tidak menjadi masalah, selama perbuatannya beda. Coba Anda perhatikan hadits ini:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ.
Ummu Salamah Ra. berkata: “Rasulullah Saw. selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau Saw. bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad no. 26750, an-Nasa’i juz 2 halaman 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Dalam hadits di atas jelas sekali, karena pada hari Sabtu dan Ahad, kaum Musyrik menjadikannya hari raya. Maka Rasulullah Saw. menyelisihi mereka dengan berpuasa. Sama dengan kaum Muslimin Indonesia. Karena orang Hindu mengisi hari-hari yang Anda sebutkan dengan kesyirikan dan kemaksiatan, yang merupakan penghinaan kepada si mati, maka kaum Muslimin mengisinya dengan dzikir Tahlilan sebagai penghormatan kepada si mati.
SUNNI: itu pun hadits lemah karena adanya perawi majhul hal yaitu Muhammad bin amr
Imam abdul haq al isybily berkata : sanadnya lemah
Begitu pula abdulloh ibn Muhammad ibn amr kata ibnu hajar : maqbul artinya diterima jika ada pendukungnya jika tidak maka tetap dalam kelemahannya.sedangkan ini tidak ada pendukungnya.
Kalaupun shohih itu menyelisihi itu dg mengembalikan kepada tuntunan nabi bukan buatan sendiri walaupun kyai gak punya hak
WAHABI: “Owh, iya ya.”
AHLI BID’AH: “Saya ingin tanya, Anda tahu dari mana bahwa hari-hari tersebut, asalnya dari Hindu?”
SUNNI : itu sudah ma’ruf bahwa itu tradisi hindu
WAHABI: “Ya, baca kitab Weda, kitab sucinya Hindu.”
AHLI BID’AH: “Alhamdulillah, kami kaum Sunni tidak pernah baca kitab Weda.”
SUNNI: tidak baca bukan berarti tidak mengekor..itu karena taqlid ente tingkat akut he..
WAHABI: “Awal mulanya sih, ada muallaf asal Hindu, yang menjelaskan masalah di atas. Sering kami undang ceramah pengajian kami. Akhirnya kami lihat Weda.”
AHLI BID’AH: “Itu kesalahan Anda, orang Wahabi, yang lebih senang belajar agama kepada muallaf dan gengsi belajar agama kepada para kyai pesantren yang berilmu. Jelas, ini termasuk bid’ah tercela.”
SUNNI:justru itulah kejumudan ente yg melihat sesuatu tidak ilmiah alias terpesona figur doang
WAHABI: “Terima kasih ilmunya.”
AHLI BID’AH: “Anda dan golongan Anda tidak melakukan Tahlilan, silakan. Bagi kami tidak ada persoalan. Tapi jangan coba-coba menyalahkan kami yang mengadakan dzikir Tahlilan.”
SUNNI: bohong justru di masyarakat yg gak mau justru dimusuhi.nahi munkar jalan terus selama ente dalam kemunkaran.ok

Tidak ada komentar: