Jumat, 03 April 2015

SYUBHAT PENYINGKAT SHOLAWAT DAN SALAM ATAS NAB



SYUBHAT: imam As-Sakhoowi rahimahullah (wafat 902 H) dalam kitabnya Fathul Mughiits (Syarah 1000 bait Al-Haafiz al-'Irooqi) lebih cenderung kepada pendapat bahwa penyingkatan tersebut hanya masuk pada kategori خِلاَفُ الأَوْلَى "Menyelisihi yang lebih utama", dan tidak sampai pada kategori makruh
JAWAB : itu kesimpulan dari kantong ente sendiri,justru beliau membuat judul  pernyataan beliau dg judul :
كراهة الرمز للصلاة  makruhnya menyingkat sholawat
SYUBHAT : Berikut pernyataan beliau rahimahullah
واجتنب أيها الكاتب الرمز لها أي للصلاة على رسول الله صلى الله عليه و سلم في خطك بأن تقتصر منها على حرفين ونحو ذلك فتكون منقوصة صورة كما يفعله الكسائي والجهلة من أبناء العجم غالبا وعوام الطلبة فيكتبون بدلا صلى الله عليه وسلم ص أو صم أو صلم أو صلعم فذلك لما فيه من نقص الأجر لنقص الكتابة خلاف الأولى.
وتصريح المصنف فيه وفيما بعده بالكراهة ليس على بابه ...لكن وجد بخط الذهبي وبعض الحفاظ كتابتها هكذا صلى الله علم وربما اقتفيت أثرهم فيه بزيادة لام أخرى قبل الميم مع التلفظ بهما غالبا والأولى خلافة
"Wahai sang penulis, hendaknya engkau menjauhi penulisan simbol untuk bersholawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tulisanmu, yaitu engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan yang semisalnya. Maka jadilah bentuk sholawatnya menjadi berkurang, sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Kisaai, orang-orang jahil dari orang-orang 'ajam secara umum, dan juga para penuntut ilmu yang awam. Sebagai pengganti صلى الله عليه وسلم mereka tulis (ص) atau (صم) atau (صلم) atau (صلعم). Hal ini dikarenakan akan mengurangi pahala dikarenakan kurangnya tulisan. Ini adalah menyelisihi yang lebih utama.
Dan penegasan sang penulis (Yaitu Al-Haafiz Al-'Irooqi rahimahullah-pen) di bait ini dan juga pada bait setelahnya akan makruhnya (hal ini) maka bukanlah pada makna biasanya…
Akan tetapi ditemukan khot (tulisan tangan) Al-Imam Adz-Dzahabi dan juga sebagian para huffaz penulisan shalawat kepada Nabi seperti ini (صلى الله علم), dan terkadang aku mengikuti cara mereka (dalam penyingkatan-pen) dengan menambah huruf laam yang lain sebelum huruf miim (yaitu jadinya صلى الله عللم -pen) dengan biasanya disertai melafalkan sholat dan salam. Dan yang lebih utama adalah tidak melakukannya" (Fathul Mughiits 3/70-71, tahqiq Ali Husain Ali, cetakan Wizaaroh Asy-Syu'uun Al-Islaamiyah wal Awqoof wa Ad-Da'wah wa Al-Irsyaad)
Perhatikanlah perkataan As-Sakhoowi "makruhnya (hal ini) maka bukanlah pada makna biasanya", menunjukkan beliau tidak setuju bahwa penyingkatan shalawat dalam tulisan dihukumi makruh. Sehingga beliau menafsirkan kata "makruh" yang disebutkan oleh Al-Haafiz al-'Irooqi bahwa makruh tersebut bukan pada makna makruh dalam makna biasanya yaitu makruh dalam hukum fikih. Akan tetapi wallahu a'lam, seakan-akan As-Sakhoowi hanya memandang makruh tersebut dalam adab saja bukan dalam hukum. Karenanya beliau menegaskan bahwa beliau juga melakukan penyingkatan tersebut terkadang akan tetapi hanya dalam tulisan, dan tatkala beliau menyingkat dalam tulisan mulut beliau tetap mengucapkan sholat dan dan salam kepada Nabi dalam bentuk ucapan. Akan tetapi beliau tetap memandang bahwa menyingkat hanyalah menyelisihi yang lebih utama.
JAWAB : وتصريح المصنف فيه وفيما بعده بالكراهة ليس على بابه diartikan "makruhnya (hal ini) maka bukanlah pada makna biasanya",ini jelas penyimpangan terjemahan,akan tertawa yg faham bahasa arab.seharusnya bukan pada babnya.maksudnya tidak ada dalil tegas  yg memakruhkannya.namun bukan berarti tidak bisa dikatakan makruh.karena mengurangi pahala dan meninggalkan yg lebih baik.bagaimana seorang muslim dg nyaman meninggalkan pahala yg lebih banyak padahal dia mampu?syeikh bin baz menegaskan:

على كل حال: العلماء كرهوا ذلك، وقالوا: إما أن يكتب ﷺ، أو عليه الصلاة والسلام، وإما أن يدعها والقارئ هو الذي يصلي، وأما أن يكتب الرمز (ص) أو (صلعم) فهذا مكروه."
(اللقاء المفتوح شريط 158) منقول
atas segala keadaanpara ulama memakruhkannya dan mereka berkata :bisa dg menulis lengkap atau meninggalkannya sedang pembaca yg membacanya.adapun menulis dg rumus shod atau yg lain maka INI MAKRUH
bagaimana tidak makruh sedangkan hukumannya pernah potong tangan
Dikisahkan oleh As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa
أول من رمز بـ(صلعم) قطعت يده
orang yang pertama kali menyingkatkan (shalawat nabi menjadi) shad-lam-’ain-mim dihukum dengan dipotong tangannya [!!]

(Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)
soal adanya naskah adzdzahabi ini sudah oleh ibnu sholah mengatakan menyebutkan dua kebiasaan yang SALAH dalam penulisan shalawat dan salam terhadap Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam yang HARUS DIJAUHI oleh para penulis hadits :

Pertama: Menulisnya dengan tulisan yang kurang (menyingkat) dengan dua huruf atau yang semisalnya

Kedua: Menulisnya dengan tulisan yang maknanya berkurang. Misalnya menulisnya dengan : Wasallam. Meskipun kita kadang-kadang menemuinya di dalam tulisan ulama-ulama terdahulu”

SYUBHAT :Pendapat As-Sakhoowi rahimahullah ini saya kira sama dengan pendapat Syaikh Al-Albani, bahwasanya penyingkatan shalawat hukumnya boleh, hanya saja menyelisihi yang lebih utama, karena tentunya dengan menulisnya secara lengkap akan mendapatkan pahala menulis sholawat tersebut, selain juga mendapatkan pahala mengucapkan secara lisan sholawat tersebut.
JAWAB : itu hanya perkiraan ente.tunjukkan nashnya?SEDANGKAN Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para penulis agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh, tidak disingkat  setiap kali menulis nama beliau.
SYUBHAT :Pendapat Syaikh As-Sakhowi dan Al-Albani cukup kuat mengingat :
Pertama : "Makruh" salah satu bentuk vonis hukum dalam hukum-hukum fikih. Tentunya vonis tersebut butuh dalil, sebagaimana pernyataan "mubaah", "sunnah", "haram", dan "wajib" juga butuh dalil. Dan dalam hal penyingkatan shalawat maka hukum asalnya adalah mubaah (boleh), kecuali ada dalil yang memalingkan kepada makruh.
JAWAB : justru hukum asal  meninggalkan adab itu MAKRUH
SYUBHAT : Kedua : Tujuan dari tulisan adalah dibaca, karenanya huruf-huruf untuk mengungkapkan sesuatu ucapan bisa saja berbeda-beda. Untuk mengungkapkan sholawat kepada Nabi yaitu dengan ucapan (صلى الله عليه وسلم) bisa dengan menggunakan huruf Arab (huruf hijaiyah) atau dengan huruf latin, atau dengan huruf cina atau jepang, atau huruf jawa kuno, dll. Yang intinya dibuatnya tulisan adalah untuk dibaca, jika suatu tulisan sudah dipahami maksud bacaannya maka telah tercapai tujuan tulisan tersebut, karena tulisan adalah wasilah/sarana saja, tujuannya adalah bacaan. Jika tujuannya telah tercapai dengan tulisan huruf apapun maka wallahu A'lam tidak mengapa.
Karenanya syaikh Al-Albani rahimahullah memandang tidak mengapa jika lafal sholawat disingkat menjadi (ص) karena orang yang membacanya sudah paham tujuan dari tulisan huruf shood ini, yaitu untuk bershalawat. Akan tetapi beliau kurang setuju dengan singkatan (صلعم) karena dikawatirkan akan disalah pahami sehingga akan dibaca oleh orang yang tidak mengerti dengan "Shol'ama" yang tidak tahu bahwa itu adalah singkatan dari sholawat kepada Nabi. Artinya beliau kawatir tujuan dari tulisan tidak tercapai. Dengan demikian jika tujuan dari tulisan huruf-huruf telah tercapai maka hukumnya tidak mengapa. Sebagaimana tulisan SAW, saya rasa rata-rata orang akan faham maksudnya adalah untuk bersholawat kepada Nabi dengan mengucapkan "Shallallahu 'Alaihi Wasallam", dan bukan dibaca "saw'.
JAWAB : ya itu berlaku jika tidak ada hubungannya dg adab syar'i.seperti menyingkat nama jakarta jadi JKT.
SYUBHAT :Ketiga : Jika kita menjadikan teks tulisan yang tertera sebagai tujuan maka yang hanya bisa mengungkapkan sholawat kepada Nabi dengan tepat adalah huruf Arab hijaiyah. Adapun huruf latin, huruf jawa kuno, huruf jepang, apalagi huruf cina tentu tidak akan bisa mengungkapkan sholawat dengan tepat. Sebagai contoh di dalam bahasa Inggris, atau bahasa, jawa, dan juga huruf cina dan jepang, kemungkinan besar tidak ada yang bisa mewakili huruf (ع) 'ain, demikian juga huruf (ص). Karenanya kalau kita hanya bersandar kepada teks yang tertulis dengan melalaikan bahwa teks tersebut hanyalah sarana dan bukan tujuan, maka kita katakan penulisan sholawat dalam bahasa Indonesia sebagai berikut merupakan kesalahan : "Salalahu alaihi wa salam". Ini adalah kesalahan karena jika dibaca leterlek maka tidak akan mewakili sholawat yang benar, karena tidak mewakili huruf shood, dan malah cenderung mewakili huruf siin, demikian juga tidak mewakili huruf 'ain, tetapi lebih cenderung mewakili huruf hamzah, demikian juga huruf lam nya tidak didouble. Yang paling mendekati kebenaran adalan "Shollallahu 'alaihi wa sallam"
JAWAB : islam tidak hanya fokus pada tujuan.namun juga menggunakan sarana terbaik .
SYUBHAT : Keempat : Dari penjelasan poin di atas maka saya kurang setuju dengan penghukuman sebagian orang yang menyatakan bahwa menyingkat (السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ) dengan Ass wr wb adalah kesalahan, dikarenakan makna "Ass" dalam bahasa Inggris adalah makna yang jorok. Hal ini dikarenakan sbb :
Tujuan dari tulisan adalah bacaan, dan tujuan penulisan "Ass wr wb" bukanlah maksudnya dibaca secara leterlek "Ass". Saya rasa ini dipahami oleh semua orang yang berakal. Demikian juga kalau tujuannya hanya membaca teks secara leterlek maka bagaimana mau dibaca "wr" dan "wb"??
Penulisan singkatan tersebut (yaitu Ass wr wb) dimaksudkan adalah dalam bahasa Indonesia, karenanya janganlah dibawa kepada makna bahasa-bahasa yang lain. Jika caranya demikian maka bisa jadi kita akan terjerumus dalam banyak kesalahan. Sebagai contoh kata "butuh" dalam bahasa Indonesia adalah maknanya "perlu", tapi dalam bahasa Malaysia maknanya konon adalah "kemaluan". Demikian juga misalnya kata "naik" dalam bahasa Indonesia artinya beranjak dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi, akan tetapi dalam bahasa Arab artinya "berhubungan tubuh/seks"
JAWAB : lagi2 ente membandingkan dg yg tidak sebanding.kalau bukan masalah adab syar'i terserah ente.kalau membolehkan segala cara tanpa memperhatikan adab syar'i, apa bedanya ente dg shufi bathiniyyah?
SYUBHATJika kita membawa tulisan Indonesia ke makna-makna dalam bahasa lain, seperti Ass dalam bahasa inggris artinya "pantat" maka jadilah penyingkatan ini menjadi haram, bukan hanya makruh. Demikian juga mungkin saja kata "SAW" dalam bahasa-bahasa yang lain bisa jadi bermakna buruk. Padahal mayoritas ulama hanya menyatakan hukumnya sekedar makruh dan tidak sampai pada derajat haram. Wallahu A'lam.
JAWAB :mereka memakruhkan bukan karena bahasa lain.tapi karena itu dalam bahasan adab syar'i kepada nabi
SYUBHAT :Kelima : Sering kita butuh pada singkatan-singkatan tersebut dalam menulis sms dalam rangka untuk menghemat biaya dan menghemat waktu. Karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya kecepatan mengucapkan (berbicara dengan lisan) lebih cepat daripada kecepatan pengungkapan dengan tulisan.
Keenam : Kita juga mendapati para ulama melakukan penyingkatan, seperti (نا) yang merupakan singkatan dari (حدثنا), demikian juga misalnya kata (بسملة) yang merupakan singkatan dari (بسم الله الرحمن الرحيم), juga kata (حمدلة) singkatan dari (الحمد لله), juga kata (حيفلة) singkatan dari (حي على الفلاح) juga kata (حولقة) yang merupakan singkatan dari (لا حول ولا قوة إلا بالله).
JAWAB : lucunya itu bukan singkatan tapi sebutan
SYUBHAT :Ketujuh : Diriwayatkan bahwsanya sebagian ahlil hadits menuliskan kata "Nabi" tanpa menuliskan (صلى الله عليه وسلم), akan tetapi hanya mencukupkan mengucapkan sholawat kepada Nabi dengan lisan tidak dengan tulisan. Jika perkaranya dibolehkan maka tentu menulis singkatan sholawat dalam rangka untuk mengingatkan pembaca agar bersholawat juga dibolehkan. Wallahu A'lam bis Showaab
JAWAB : ini sama dg kalau gak bisa bicara yg baik maka diamlah.bukan terus kalau diam aja boleh kalau begitu ngomong seenaknya aja tentu boleh.jelas ini batil

Tidak ada komentar: