Yang menunjukkan pembagian tersebut, cukuplah di antaranya ucapan Imam al-Syafi’i tatkala berkata:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ ثُمَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُوْنَ ... وَلاَ يَبْلُغُ الْوَاصِفُوْنَ كُنْهَ عَظَمَتِهِ الَّذِيْ هُوَ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ وَفَوْقَ مَا يَصِفُهُ بِهِ خَلْقُهُ
“Segala puji hanya bagi Allah yang menciptakan langit-langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan dan cahaya kemudian orang-orang kafir menyimpang … Dan orang-orang yang menyifatkan hakikat keagungan-Nya tidak akan bisa sampai seperti apa yang Dia sifatkan pada diri-Nya dan lebih dari apa yang disifatkan oleh makhluk-Nya.” (Al-Imam al-Syafi’i, al-Risalah, hlm 101).
Ucapan beliau “yang menciptakan langit dan bumi” adalah tauhid rububiyyah.
Ucapan beliau “kemudian orang-orang kafir menyimpang” adalah tauhid uluhiyyah, karena penyimpangan mereka bukan pada tauhid rububiyyah, melainkan dalam uluhiyyah..
Ucapan beliau “orang-orang yang menyifatkan tentang keagungan-Nya” adalah tauhid asma’ wa shifat. (MSIS hlm 62).
SYUBHAT: Kutipan dari Imam al-Syafi’i di atas justru bertentangan dengan tauhid tiga wahabi yang Anda bawakan. Anda juga telah mentahrif (melakukan distorsi) terhadap pernyataan Imam al-Syafi’i di atas. Berikut kami jelaskan bukti-bukti kesalahan Anda yang fatal dalam mengartikan perkataan Imam al-Syafi’i di atas.
Pertama, Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ
“Segala puji hanya bagi Allah yang menciptakan langit-langit dan bumi, dan menjadikan kegelapan dan cahaya”
Sebagaimana dimaklumi, perkataan al-Imam al-Syafi’i di atas adalah iqtibas (petikan) dari ayat al-Qur’an Surah al-An’am. Dalam ayat di atas, lafal Allah, yang berarti Uluhiyyah, dikaitkan dengan penciptaan langit-langit, bumi, kegelapan dan cahaya. Dengan demikian, seharusnya ayat tersebut dikaitkan dengan tauhid uluhiyyah, agar selaras dengan lafal Allah. Tetapi Anda dengan semborononya mengaitkannya dengan tauhid rububiyyah. Ini jelas kesalahan fatal.
Komentar : analisa super lucu,he..masa’ termasuk tauhid uluhiyyah hanya karena agar selaras dengan lafal Allah,berarti setiap ada kata alloh pasti tauhid uluhiyyah,sungguh ngawurnya he…
Itu hanya tafsiran dari kantongnya sendiri, adapun para ulama’ ahli tafsir menyebut uluhiyyah ketika dikaitkan dg pujian (alhamd) alloh kepada dzatnya sendiri bukan pada lafadz alloh itu sendiri.imam al-quthubi dalam tafsirnya 1/128 menjelaskan :
{ الحمد لله } بدأ سبحانه فاتحتها بالحمد على
نفسه وإثبات الألوهية أي أن الحمد كله له فلا شريك له
Kalimat {
الحمد لله } alloh memulai pembukaan surat al-an’am dg pujian
kepada dirinya dan itsbat/penetapan uluhiyyah yaitu bahwa segala pujian bagiNYA
tidak ada sekutu baginya.Al imam ibnu katsir dalam tafsirnya 3/510
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (61)
Al-ankabut :61Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).
وكثيرًا ما يقرر تعالى مقام الإلهية بالاعتراف بتوحيد الربوبية
Dan kebanyakan apa aloh tetapkan kedudukan ilahiyyahdg pengakuan tauhid rububiyyah
SYUBHAT Kedua, Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:
ثُمَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُوْنَ
“kemudian orang-orang kafir menyimpang”
Terjemahan Anda terhadap ayat tersebut adalah tidak benar. Para ulama menerjemahkan ayat tersebut dengan:
“namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.”
Jadi lafal ya’diluun, oleh para ulama diartikan mempersekutukan dan menyamakan Tuhan dengan selain Tuhan, bukan diartikan menyimpang.
Dalam ayat tersebut, lafal rabbihim, yang berarti rububiyyah, dikaitkan dengan kemusyrikan orang-orang kafir. Dengan demikian, seharusnya, kalau Anda sebagai Wahabi konsisten dengan kalimat di atas, ayat tersebut berkaitan dengan tauhid rububiyyah, bukan uluhiyyah, agar selaras dengan lafal rabbihim dalam ayat tersebut. Tetapi Anda, justru memahaminya sebagai tauhid uluhiyyah. Jadi Anda membolak-balik pernyataan ulama selevel Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu, agar sesuai dengan pembagian tauhid Wahabi.
Komentar : lagi2 ente pakai tafsir sendiri alias hawa nafsu,siapa ulama’ yg selalu mengaitkan tauhid dg lafadz alloh atau robb, ini jelas penyimpangan.
apalagi kalau kita lihat tafsir para ulama’ tentang lafadz robb disitu adalah lafadz alloh itu sendiri.imam atthobari dalam tafsirnya menyatakan :
بالله يعدلون الأوثانَ والأصنامَ
“namun orang-orang yang kafir mempersekutukan alloh dengan patung dan berhala.”
Atthobari 12/213
Dan apabila Anda konsisten mengikuti pernyataan Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu secara benar, maka batallah pembagian tauhid menjadi tiga ala wahabi yang Anda sebarkan. Dan nyatalah kebohongan Anda kepada umat Islam.
SYUBHAT Ketiga, Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:
وَلاَ يَبْلُغُ الْوَاصِفُوْنَ كُنْهَ عَظَمَتِهِ الَّذِيْ هُوَ كَمَا وَصَفَ نَفْسَهُ وَفَوْقَ مَا يَصِفُهُ بِهِ خَلْقُهُ
“Dan orang-orang yang menyifatkan hakikat keagungan-Nya tidak akan bisa sampai seperti apa yang Dia sifatkan pada diri-Nya dan lebih dari apa yang disifatkan oleh makhluk-Nya.”
Fragmen tersebut sebenarnya memberikan pengertian bahwa al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu beri’tiqad bahwa Allah subhanahu wa ta’ala bukan benda yang tersusun (jisim) dan bukan pula menetap pada suatu arah. Karena seandainya Allah itu berupa benda atau menetap pada suatu arah, tentu orang-orang yang menyifati-Nya akan bisa sampai pada hakikat keagungan-Nya. Ternyata di sini Imam al-Syafi’i, menegaskan bahwa orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan sampai pada hakikat keagungan-Nya, sebagaimana Dia menyifati diri-Nya, dan lebih dari apa yang disifatkan oleh makhluk-Nya. Pernyataan tersebut sekaligus membatalkan terhadap konsep akidah Wahabi yang meyakini bahwa Tuhan bertempat di Arasy, dan bentuknya seperti seorang laki-laki yang masih muda dan tanpa jenggot. Allah Maha Suci dari menyerupai apapun. Para ulama salaf berkata:
كُلُّ مَا خَطَرَ بِبَالِكَ فَاللهُ لَيْسَ كَذَلِكَ
Setiap apa yang terlintas dalam pikiranmu, maka Allah tidak seperti itu.
Komentar : ya iyalah memikirkan dzatnya aja tidak boleh.ini bukan bahas dzatnya atau kaifiyyat,tapi nama dan sifatnya.jadi ente salah alamat pake dalil itu.kalimat itupun bid’ah alias tidak ada dalam alkitab dan assunnah itu hanyalah perkataan ahli kalam shufi semacam al qusyairi.jadi harus ditafshil diperinci,ditimbang dg alkitab dan assunnah
Syaikul islam ibnu taimiyyah dalam majmu’ alfatawa 11/490 berkata
يأخذ المسلمون جميع دينهم من الاعتقادات والعبادات وغير ذلك من كتاب
الله وسنة رسوله وما اتفق عليه سلف الأمة وأئمتها وليس ذلك مخالفا للعقل الصريح
فان ما خالف العقل الصريح فهو باطل وليس في الكتاب والسنة والإجماع باطل ولكن فيه
الفاظ قد لا يفهمها بعض الناس أو يفهمون منها معنى باطلا فالآفة منهم لا من الكتاب
والسنة
Kaum muslimin mengambil semua agamanya baik aqidah,ibadah dan yg lainnya
dari kitabulloh dan sunnah rosulnya serta apa yg disepakati salaful ummat dan
imam mereka dan itu semua tidaklah menyelisihi akal yg terang/jelas,maka apa yg
menyelisihi akal yg terang itu batil,sedangkan dalam kitab dan sunnah dan ijma’
tidak ada kebatilan, akan tetapi didalamnya ada lafadz-lafadz yg tidak difahami sebagian manusia atau mereka
memahami dg pemahaman yg batil,maka kekeliruan dari mereka bukan kitab dan
sunnah.Keyakinan bahwa wujudnya Allah tanpa tempat dan arah, adalah kesepakatan Ahlussunnah Wal-Jama'ah sejak generasi salaf yang saleh. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh seorang ulama salaf, yaitu al-Imam Abu Ja'far al-Thahawi dalam al-'Aqidah al-Thahawiyyah:
تَعَالَى (يَعْنِىْ اللهُ) عَنِ الْحُدُوْدِ وَالْغَايَاتِ وَاْلأَرْكَانِ وَاْلأَدَوَاتِ لاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ.
Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, sehingga Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti tangan, wajah dan anggota badan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya), Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang), tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut. (Al-‘Aqidah al-Thahawiyyah).
Pernyataan al-Imam al-Thahawi tersebut merupakan ijma' (konsensus) para sahabat dan ulama salaf yang saleh, karena al-Imam al-Thahawi menulis kitabnya, al-'Aqidah al-Thahawiyyah sebagai rangkuman dari akidah-akidah yang menjadi keyakinan seluruh sahabat dan ulama salaf yang saleh.
Komentar : justru perkataan al imam at-thohawi menjadi pukulan telak bagi para asy’ariyyun yg membenturkan sifat alloh yg mutlak dg sifat mahluk yg terbatas.justru dalam perkataan beliau :
كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ beliau menafikan alloh dari sifat mahluk bukan sifat mutlak alloh.bukan berarti kalau alloh diatas berarti dibatasi dg yg dibawahnya.kalau kita di kanan berarti dibatasi oleh sebelah kiri,justru ini menyamakan alloh dg mahluk.ini sama dg perkataan:kalau alloh ada berarti dibatasi keberadaan manusia,ini jelas logika bobrok yg sangat menggelikan.dimensi ilahiyyah sudah keluar dari dimensi kemahlukan itu yg benar.sedangkan dimensi mahluk itu relatif seperti.manusia dibawah kalau dinisbatkan ke langit,tapi diatas jika dinisbatkan ke manusia dalam kubur,dst.seperti juga alloh punya dua tangan berarti tangannya kanan dan kiri, jelas ini kesesatan berfikir kemahlukan. Justru tangan alloh keduanya kanan.
قال الإمام أحمد رحمه الله : لا يوصف الله إلا بما وصف
به نفسه أو وصفه به رسوله ، لا يتجاوز القرآن والحديث
Imam ahmad berkata : alloh tidaklah disifati
kecuali dengan apa yg alloh mensifati dirinya atau yg rosul sifati,tidak boleh
melewati menerjang alqur’an dan haditsSYUBHAT : Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi juga mengatakan:
وَأَجْمَعُوْا عَلىَ أَنَّهُ لاَ يَحْوِيْهِ مَكَانٌ وَلاَ يَجْرِيْ عَلَيْهِ زَمَانٌ.
Ahlussunnah Wal-Jama'ah juga bersepakat, bahwa Allah itu tidak diliputi oleh tempat dan tidak dilalui oleh zaman. (Abu Manshur Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi, al-Farq baina al-Firaq, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tanpa tahun, hlm. 256).
Komentar : apakah berarti alloh tidak punya zaman dan tidak punya tempat ???yang dinafikan adalah peliputan /terbatasi dan pergeseran mengikuti waktu bukan tempat dan zaman itu sendiri.justru ente telah menuduh alloh secara tidak langsung bahwa alloh terpenjara oleh ‘arsy dibawahnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar