Coba lihat dalam kitab al-Umm, al-Imam al-Syafi’i berkata:
وَأُحِبُّ أَنْ لاَ يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلاَءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ولم أَرَ قُبُورَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ مُجَصَّصَةً ... وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك فَإِنْ كانت الْقُبُورُ في اْلأَرْضِ يَمْلِكُهَا الْمَوْتَى في حَيَاتِهِمْ أو وَرَثَتُهُمْ بَعْدَهُمْ لم يُهْدَمْ شَيْءٌ أَنْ يُبْنَى منها وَإِنَّمَا يُهْدَمُ أن هُدِمَ ما لَا يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَهَدْمُهُ لِئَلاَّ يُحْجَرَ على الناس مَوْضِعُ الْقَبْرِ فَلاَ يُدْفَنُ فيه أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذلك بِالنَّاسِ
Saya suka agar kuburan itu tidak dibangun dan dikapur karena hal termasuk perhiasan dan kesombongan, sedangkan kematian bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan saya tidak mendapati kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar dibangun... Aku mendapati para imam di Makkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan (di atas kuburan) dan aku tidak mendapati para ulama mencela hal itu. (Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm juz 1 hlm 277). (DIKUTIP DARI MSIS hlm 68).
SYUBHAT: Itu bukti ketidakjujuran Anda. Mengapa demikian?
Pertama, al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu tidak suka membangun kuburan, bukan karena berkaitan dengan kesyirikan dan pelanggaran tauhid uluhiyyah seperti yang digembar-gemborkan Wahabi Anda. Tetapi karena faktor, kuburan itu bukan tempat perhiasan dan kesombongan, sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam al-Syafi’i sendiri dalam pernyataan di atas.
Kedua, Anda melakukan kesalahan dalam menerjemahkan perkataan al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu di atas. Harusnya Anda terjemahkan, aku mendapati sebagian wali (penguasa) di Makkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan di atas kuburan tersebut.
Ketiga, Anda telah membuang perkataan Imam al-Syafi’i yang tidak sesuai dengan selera hawa nafsu Anda. Perkataan al-Imam al-Syafi’i yang Anda buang menjadi bukti bahwa perobohan bangunan di atas kuburan tersebut, ketika kuburan itu milik umum, bukan milik pribadi. Jadi masalah pembongkaran kuburan tersebut tidak ada kaitannya dengan syirik dan tauhid uluhiyyah ala Wahabi. Perkataan tersebut selengkapnya begini:
وَأُحِبُّ أَنْ لاَ يُبْنَى وَلاَ يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلاَءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ولم أَرَ قُبُورَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ مُجَصَّصَةً ... وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك فَإِنْ كانت الْقُبُورُ في اْلأَرْضِ يَمْلِكُهَا الْمَوْتَى في حَيَاتِهِمْ أو وَرَثَتُهُمْ بَعْدَهُمْ لم يُهْدَمْ شَيْءٌ أَنْ يُبْنَى منها وَإِنَّمَا يُهْدَمُ أن هُدِمَ ما لَا يَمْلِكُهُ أَحَدٌ فَهَدْمُهُ لِئَلاَّ يُحْجَرَ على الناس مَوْضِعُ الْقَبْرِ فَلاَ يُدْفَنُ فيه أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذلك بِالنَّاسِ
Saya suka agar kuburan itu tidak dibangun dan dikapur karena hal termasuk perhiasan dan kesombongan, sedangkan kematian bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan saya tidak mendapati kuburan orang-orang Muhajirin dan Anshar dibangun... Aku mendapati para imam di Makkah memerintahkan dihancurkannya bangunan-bangunan (di atas kuburan) dan aku tidak mendapati para ulama mencela hal itu. APABILA KUBURAN YANG DIBANGUN ITU HAK MILIK SI MATI KETIKA MASIH HIDUPNYA ATAU AHLI WARIS MEREKA SETELAH KEMATIANNYA, MAKA BANGUNAN ITU TIDAK BOLEH DIROBOHKAN. BANGUNAN KUBURAN YANG DIROBOHKAN HANYALAH YANG BUKAN HAK MILIK SESEORANG. MEROBOHKANNYA AGAR TIDAK MENGHALANGI ORANG LAIN UNTUK DIMAKAMKAN DI KUBURAN TERSEBUT, SEHINGGA MEMBUAT SEMPIT BAGI BANYAK ORANG. (Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm juz 1 hlm 277).
Perhatikan, alangkah lihainya guru-guru Anda, para Syaikh Wahabi dan Ustadz-ustadz Wahabi yang mengaku Salafi dalam memotong perkataan seorang ulama besar selevel al-Imam al-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu. Perkataan al-Imam al-Syafi’i tersebut tidak ada kaitannya dengan syirik dan tauhid uluhiyyah, tetapi guru-guru Anda mendramatisir seakan-akan perobohan bangunan kuburan tersebut berkaitan dengan syirik dan tauhid rububiyyah, dengan cara mengutip pernyataan Imam al-Syafi’i hanya sepotong-sepotong.
Komentar : bukan idrus kalau bukan melakukan pengaburan makna dg tuduhan ngawur.
Pertama, imam syafi’I menyatakan itu menyerupai berhias diri dan kesombongan.jadi itu sbagai tanda adanya sikap berhias dan kesombongan.dia lupa kesombongan apakah yg lebih besar dari kesyirikan ?lihatlah akibat mereka menghias kubur-kubur yg mereka anggap para wali !!apakah setelah dihias didiamkan saja,diziarahi biasa saja?? kalaupun itu kesombongan mengapa tokoh2 ente tidak melarang tanda kesombongan itu atau ente merasa bebas dari kesombongan???kalau imam syafi’I tidak menyukai penyerupaan kesombongan dg cara seperti itu,kenapa ente justru gandrung dg cara itu,masihkah tidak malu menisbatkan dg madzhabnya ???
Kedua, saat sebagian penguasa memerintahkan sedangkan ulama’ tiada satupun berkomentar begitu pula penguasa yg lain bukankah itu semacam ijma’ sukuti ? mengapa tidak ente gugat utsman bin affan saja yg menyuruh adzan jum’at dua kali sedangan para sahabat lain tidak ada yg berkomentar demikian ???
Ketiga,lucunya,sejak kapan tidak dinukil berarti membuang,sungguh pernyataan naïf.lihat baik2 tujuan imam syafi’I membongkar kuburan,
لِئَلاَّ يُحْجَرَ على الناس مَوْضِعُ الْقَبْرِ فَلاَ يُدْفَنُ فيه أَحَدٌ فَيَضِيقُ ذلك بِالنَّاسِ
AGAR TIDAK MENGHALANGI ORANG LAIN UNTUK DIMAKAMKAN DI KUBURAN TERSEBUT, SEHINGGA MEMBUAT SEMPIT BAGI MANUSIA.
Jadi supaya kuburan bisa ditempati oleh mayyit yg lain.kalau kuburan disemen bagaiman bisa dikubur disitu,jelas ini pertentangan yg nyata.
Apakah kuburan para tokoh ente itu dikubur di tanah atau rumah milik mereka??? Kalau tidak, kenapa ente tidak menyerukan seperti yg diserukan imam syafi’i saat kubur itu tidak di tanah milik mereka ???
Padahal keterangan dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi
semen pada kubur, duduk di atas kubur dan membuat bangunan di atas kubur.” (HR.
Muslim no. 970).Imam Nawawi – ulama Syafiiyah – mengatakan,
أَنَّ السُّنَّةَ أَنَّ الْقَبْرَ لَا يُرْفَعُ عَلَى الْأَرْضِ رَفْعًا كَثِيرًا وَلَا يُسَنَّمُ بَلْ يُرْفَعُ نَحْوَ شِبْرٍ وَيُسَطَّحُ وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ
“Yang sesuai ajaran Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – kubur itu tidak ditinggikan dari atas tanah, yang dibolehkan hanyalah meninggikan satu jengkal dan hampir dilihat rata dengan tanah. Inilah pendapat dalam madzbab Syafi’i dan yang sepahaman dengannya.” (Syarh Shahih Muslim, 7/35).
Imam Nawawi di tempat lain juga menegaskan,
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ كَرَاهَةُ
تَجْصِيصِ القبر والبناء عيه وَتَحْرِيمُ الْقُعُودُ وَالْمُرَادُ بِالْقُعُودِ
الْجُلُوسُ عَلَيْه
“Terlarang memberikan semen pada kubur, dilarang mendirikan bangunan di
atasnya dan haram duduk di atas kubur.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 37).
Di
tempat lain ia berkata :
وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى
كَرَاهَةِ بِنَاءِ مَسْجِدٍ عَلَى الْقَبْرِ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ مَشْهُورًا بِالصَّلَاحِ
أَوْ غَيْرِهِ لِعُمُومِ الْأَحَادِيثِ
“Nash-nash dari
Asy-Syaafi’iy dan para shahabatnya telah sepakat tentang dibencinya membangun
masjid di atas kubur. Sama saja, apakah si mayit masyhur dengan keshalihannya
ataupun tidak berdasarkan keumuman hadits-haditsnya” [Al-Majmuu’,
5/316].
Keterangan al-Qadhi Abu Syuja’ dalam Matan al-Ghayah wa at-Taqrib, beliau menyatakan,
ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص
“Kubur itu diratakan, tidak boleh dibangun kijing atau cungkup di atasnya
dan tidak boleh kubur tersebut disemen (Mukhtashor Abi Syuja’, hlm. 83).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar